Insinuate
WARNING!!
•Karakter" Boboiboy hanya milik Monsta.
•Author hanya meminjam karakternya.
•Karakter lain ialah OC author.
•Alur cerita murni karangan author.
•Mohon maaf apabila ada perkataan yang menyinggung.
•Mohon maaf apabila ada kesalahan penulisan atau kata yang tidak pas ataupun kata yang tidak pantas.
~Selamat Membaca~
.
.
.
༺Mengisyaratkan sesuatu yang buruk tanpa langsung mengatakannya༻
.
.
.
"
Kamu kan yang mindahin jasadnya Redav?"
Pemuda itu menggelengkan kepalanya cepat, saat ini dirinya dilanda sebuah kepanikan, berlutut dihadapan seorang gadis yang duduk dibangku dengan menumpu sebelah kakinya pada kaki yang lain. Ia sangat takut, takut kalau gadis seusianya itu akan melakukan hal kejam lagi.
"Hm? Enggak?" masih dijawab dengan gelengan kepala
"Coba sini ulurin tangan kamu"
Awalnya dia ragu. Tapi, gadis itu terus saja mendesak dirinya agar mematuhi setiap ucapannya. Ia mengulurkan tangan secara perlahan dengan gemetar dan mata yang di pejam rapat.
Srett!
Memekik kesakitan setelah mendapati telapak tangannya digores benda tajam, berulang kali sampai darahnya keluar cukup banyak, hingga menetes ke lantai.
Tak tahan dengan rasa ngilu yang berdenyut perih, akhirnya ia pun mengaku. Ia telah mencuri kesempatan untuk menguburkan jasad Redav tak jauh dari sana. Katanya, ia hanya ingin setidaknya jasad temannya itu dikebumikan dengan layak.
"Jujur aja aku kesel sebenernya, tapi yah...seenggaknya kamu gak bertindak bodoh dengan bawa dia ke rumah sakit. Baguslah"
"Jadi, kali ini kamu aku maafin..."
"Thorn"
!¡«Ambivalence»¡!
Di tengah keheningan pagi yang cerah, Lulu dan Hida duduk bersama di pekarangan panti setelah menyelesaikan olahraga ringan mereka.
Udara pagi yang segar, burung burung yang berbunyi riang, dan sinar matahari yang memantul dari daun daun hijau menciptakan suasana yang sempurna untuk berbagi cerita. Mereka cukup membicarakan banyak hal, mulai dari hal sepele, hingga yang diluar nalar.
Namun, ada satu hal yang masih mengganjal di hati Lulu. Cerita semalam yang belum terselesaikan. Rasa penasaran yang menggerogoti hatinya, membuatnya tidak bisa berhenti berpikir.
Lulu menatap Hida, matanya menatap lekat dengan rasa penasaran,
"Hida, aku masih belum puas sama cerita yang tadi malem. Bisa gak kamu..lanjutin lagi?"
Hida tersenyum, menatap Lulu dengan penuh pengertian. Ia mengangguk, menunjukkan kesediaannya untuk melanjutkan cerita yang belum selesai itu.
"Penasaran banget kayanya ya ahaha. Boleh deh, tadi malem..udah nyerita sampai mana ya?"
"Pelaku sama korban bully. Sekarang kita lanjutin dari pertanyaan pertanyaan aku aja ya?" permintaannya kembali diangguki setuju oleh siempu
"Kamu bilang di tragedi kebakaran itu ada lima orang yang meninggal kan? Siapa aja namanya?"
"Itu ya..hmm Meidyawati, Lifa, Yaya, Ying, sama Gopal. Mereka berlima itu lah yang udah ada luka tusukan sama sayatan dikepala. Terus setengah jam dari itu baru deh kebakaran"
Lulu tak langsung menjawab, ia seperti tengah memikirkan sesuatu "Kamu kok bisa tau semua tentang seluk beluk panti ini? Kamu kan masuk tahun kedua? Terus kok tau mereka ada luka tusukan? Harusnya kan..jasadnya pada hangus"
"Siapa lagi kalau bukan dari para sesepuh disini? Dan bisa tau ada luka ya hasil dari autopsi" kekehnya sambil membenarkan posisi duduk "Aku kan suka cari info, jadi, gak usah ragu sama ceritaku"
"Oh gitu ya, oke. Terus..tadi, kenapa cuma mereka yang ditusuk gitu? Redav sama yang lainnya gak kenapa kenapa tuh?"
"Entahlah, mereka berlima ini kan si pelaku perundungan itu. Yang lainnya bukan, dan cuma luka luka karena luka bakar sama ketimpa reruntuhan"
"Jadi, kalau gitu..tragedi kebakaran panti ini disengaja sama tingkah seseorang dong? Masalahnya, sebelum kebakaran kan mereka berlima udah ditandain begitu lah istilahnya. Apa..si pelaku ini sengaja biar gak ada yang bisa nyari jejaknya?" simpulnya dengan cepat
Hida terdiam. Tampangnya juga memperlihatkan bahwa ia sedang berpikir keras. Mencoba mencermati perkataan temannya tadi.
"Iya juga. Wah ini menarik..."
"Sasqia, anak itu..kamu tau latar belakangnya? Maksud aku kaya data diri sama keluarganya dulu"
Kali ini Hida menggeleng pelan "Soal itu aku gatau, berkas data diri mereka yang tahun pertama kan udah hangus terbakar. Kalau ada yang barunya pun, cuma atok yang tau, entah dimana nyimpennya"
Lulu berdecak sebal, merasa tak puas dengan jawaban yang dilontarkan Hida. Gadis itu menoleh, memperhatikan gelagat si Lulu ini,
"Emangnya kenapa? Kak Lulu...berpikiran kalau anggota keluargnya kah yang jadi pelaku kebakaran?"
"Iya. Kalau emang dia punya anggota keluarga yang lain. Jelas bukan? Walau si Sasqia ini tinggal dipanti entah apa alasannya, tetep aja keluarga kandungnya pasti gak terima sama kabarnya kan, terus balas dendam, dan jadi ngerugiin yang lainnya juga karena gak mau aksi bejatnya ketauan"
"Iya sih. Hhh aku jadi ikut penasaran"
Hida menatap langit cukup lama, kemudian menghembuskan napas pelan lalu menatap Lulu dengan serius,
"Tapi, kakak nanyain semuanya sampai detail gini pasti ada alasannya kan? Apa jangan jangan kakak ada niatan buat nyari tau keseluruhan soal panti ini?"
"Kakak pengen nyari tau tentang seseorang? Atau..kakak ada suatu hubungan sama yang disini? Sama salah satu korban tragedi?"
Lulu tersentak dengan serangan pertanyaan yang hampir benar semua itu, ia balas menatap walau sekilas lalu kembali mengalihkan pandangan,
"Iya kan? Soalnya dipikir pikir cuma kamu kak yang penasaran sama cerita panti. Yang lain gak ada tuh nanyain apapun selama ini"
Melihat Lulu yang diam saja dengan ekspresi dan tatapan kosong, semakin meyakinkan Hida bahwa Lulu memang ada hubungannya dengan kejadian tersebut,
"Kak, jangan diem aja. Jawab dong, gak usah takut, aku pandai jaga rahasia kok. Lagipun, kalau kakak beneran punya sesuatu yang mau dicari tau. Aku bakal bantu kakak, aku mau ikutan"
Lulu masih terdiam, kembali menatap Hida dengan pandangan yang bertanya tanya sekarang. Ada keraguan yang mendalam di dalam matanya. Dia tidak menyangka kalau gadis dihadapannya ini cukup peka dengan sekitarnya, bisa dengan cepat membaca pikiran lawan bicara.
Tapi Lulu juga adalah tipe orang yang tidak mudah memberikan kepercayaannya, dan sekarang dia berada di persimpangan.
Apakah dia harus membuka diri pada Hida, atau memilih untuk berjalan sendiri?
Pertanyaan tersebut berputar putar di pikirannya. Jika dia memberitahu Hida tentang tujuan sebenarnya dia masuk ke panti ini, apakah Hida akan tetap bisa dipercaya? Ataukah Hida akan membocorkan semuanya pada yang lain, dan berakhir dengan menggagalkan rencananya?
Tapi di sisi lain, ia juga menyadari bahwa dia tidak bisa bergerak sendiri. Situasi ini semakin rumit setelah mendengar tambahan cerita Hida tadi. Apalagi ditambah dengan hilangnya Redav saat ini.
Lulu masih menatap Hida, mencoba membaca apa yang ada di balik senyuman antusias tersebut. Dia tahu dia harus membuat keputusan, tidak bisa ditunda lagi dan dia harus melakukannya sekarang. Tapi, apakah dia siap untuk mengambil risiko itu?
"Kak. Kamu siapa sebenernya?"
.
.
.
Dengan lembut, Lulu mengusap wajahnya dengan air keran yang mengalir deras, mencoba menenangkan pikiran dan hatinya yang sedang dilanda badai emosi. Air dingin itu berhasil menyapu kepanasan dari stres yang membanjiri pikirannya.
Wajahnya yang basah kuyup mencerminkan betapa dia berusaha keras untuk mencari ketenangan dalam kesendirian.
Tak lama kemudian, Indri datang bergabung dengannya. Dia melangkah mendekat, meniru gerakan Lulu dengan air yang sama.
Lulu memperhatikan dalam diam, tak ada yang memulai percakapan sampai Indri hendak kembali melangkah,
"Kamu tau gak?" ucap Lulu tiba tiba
Indri menoleh dengan gerakan lambat, berdiri tepat saling behadapan denganya sekarang "aku denger..Cinta punya hubungan keluarga sama tok Aba"
"Oh kamu gatau?" Jawabnya setelah beberapa menit membisukan diri "Di panti ini sebenernya emang ada beberapa yang punya hubungan keluarga. Cuma gak deket aja, ngerti kan? Saudara jauh"
Lulu mengangguk paham "Ohh gitu ya, hm, apa aku boleh nanya beberapa hal lagi? Aku belum punya temen deket buat diajak ngobrol disini"
"Iya boleh. Ada apa?" tanya nya diikuti senyum simpul
"Menurut kamu..kenapa panti ini pernah tiba tiba kebakaran? Maksud aku, bahkan kejadian kebakarannya itu beberapa menit sesudah lima anak panti dulu ngalamin luka tusukan dikepala?"
"Atau jangan jangan, ada seseorang yang sengaja ngelakuin hal itu? Terus ngebakar panti buat nyamarin perbuatannya?"
Hening sesaat, bersamaan seperkian detik ekspresi temannya itu berubah, datar tapi sudut bibirnya ditarik menciptakan senyuman yang teramat tipis lantas menarik dan menghela napas dengan perlahan.
Menyadari perubahan tersebut, Lulu segera meralat ucapannya "ah, apa..cuma aku ya yang penasaran? Habisnya, setelah ngedenger cerita itu bikin aku ngerasa bersalah, padahal bukan aku yang ngelakuin juga. Aku juga jadi makin penasaran"
"Ahaha tapi..kalau bener gitu, kira kira apa ya alasannya, apa karena mereka berlima itu anak pembully jadi ada yang balas dendam sama mereka? Sesuai sama yang Hida ceritain tadi malem?"
"Kalau misalnya nih ya orang itu kamu, apa teori aku ini bener? Karena balas dendam?"
Lagi lagi keheningan lah yang menjawab pertanyaan itu. Sementara Indri masih menatap Lulu dengan lekat.
"Ah, maaf aku-"
"Hm, iya. Balas dendam. Kamu berpikir gitu juga kan? Anggota keluarga kamu dapet perundungan sampai kehilangan nyawa, apa itu gak bikin kamu marah? Apa kamu terima gitu aja?"
"Padahal dia anak yang baik, datang kesini pun gak ada sama sekali niat buat nyari keributan. Tapi tiba tiba diperlakukan kaya gitu?"
"Jadi, dengan melukai kepala mereka biar sama kaya luka si korban perundungan. Bukannya itu pemikiran yang bagus? Mereka jadi ngerti seberapa sakitnya itu"
"Ah..bahkan kurasa sebenernya gitu doang gak cukup. Harusnya dibiarin aja dulu sekarat, biar bisa ngedenger teriakan mereka karena tubuhnya yang terbakar api" Indri mengakhiri ceritanya dengan tawa pelan
Lulu terhenyak dengan jawaban itu, apalagi hawanya tiba tiba saja berubah menjadi dingin sampai terasa menusuk tulang.
"Kalau aku yang jadi pelakunya pasti ngeri kan?" sambungnya lagi, ia mendekat menyisakan jarak yang hanya beberapa jengkal dengan lawan bicaranya "Tapi Lulu, itu bukan salah kamu, jadi jangan ngerasa bersalah"
Tepat setelah mengucapkan kalimat tersebut, Indri kembali melanjutkan langkahnya yang terhenti. Sementara Lulu masih diam ditempat menatap gadis itu yang semakin lama semakin menjauh dari pandangan.
"Kalau gitu, kita harus dapet informasi tambahan kak. Dan yang bisa kita tanyain itu ya...yang dari tahun pertama. Yang baru baru gak akan ada yang tahu detailnya"
"Berhubung kak Redav masih belum ketemu. Kita cuma bisa nanya sama kak Fang, kak Hali dan kembarannya yang lain. Atau kak Indri, kalau Cinta gak akan bisa ditanya, soalnya..mental dia gak stabil. Katanya trauma berat sama kejadian itu"
"Tapi Indri...enggak. Bukan dia kan, hhh aku tanya Gempa aja nanti"
=====
Waktu sudah menunjukkan pukul satu siang. Dan saat ini, si kembar tujuh sedang duduk di ruang tengah, memikirkan tentang teman satu pantinya yang saat ini masih hilang entah kemana. Awalnya, beberapa dari mereka enggan untuk mencari tahu, tapi atas permintaan Tok Aba, mereka akhirnya setuju untuk membantu mencarinya.
"Atok pergi dulu, mungkin Redav pergi ke kota lain karena alasan tertentu. Jadi, mungkin Atok bakal pergi selama lebih dari seminggu"
"Atok minta tolong sama kalian ya, jaga panti dan teman teman yang lain. Jangan keluar dari panti kecuali ada keperluan penting. Kalian semua gak perlu sekolah dulu sampai Atok pulang. Atok udah bicara sama kepala sekolah kalian" ucap Tok Aba dengan tegas.
Mereka sudah cukup merasa sedih dan cemas atas kepergian temannya. Sekarang malah ditambah kecemasannya dengan perginya Atok mereka.
Halilintar dan Gempa bersikeras untuk ikut bersama beliau. Namun, dilarang dengan tegas, dan malah diberi tanggung jawab atas panti ini. Al hasil mereka pun tidak bisa membantah permintaan Atoknya itu.
"Kurasa Redav gak mungkin keluar kota gak sih? Uang dari mana kan? Kemana juga kalau keluar kota? Gak punya siapa siapa, palingan nanti jadi tunawisma"
"Solar, tolong ya omongannya dijaga"
"Solar bener kak Gem, lagian juga..kenapa lah kita harus jagain mereka? Kan udah pada besar ini, bukan anak kecil" keluh Blaze
"Kan kita keluarga, kak Blaze"
"Keluarga? Sejak kapan sih, itu cuma formalitas Ice. Kalau pun ada yang harus dijaga itu paling cuma Cinta kan?"
"Jangan cuma karena dia saudara jauh kita, terus yang lain gak dianggap. Inget, kita udah tinggal bareng disini, bagaimana pun kita udah jadi keluarga juga" Gempa berucap penuh penekanan
Tak ada lagi yang bersuara. Semuanya terlalu fokus dengan pikiran masing masing, sampai atensi mereka teralihkan pada tiga orang remaja perempuan yang sudah berdandan rapi, berjalan melewati mereka begitu saja.
"Mau kemana?" pertanyaan datar milik Halilintar menghentikan langkah mereka
"Kita mau keluar, mau beli peralatan buat diri sendiri. Udah habis" sahut Venthy
"Jangan sekarang bisa gak? Besok atau..lusa gitu?" Taufan turut berkomentar "Bukannya apa, cuma..situasi sekarang kan lagi gak baik, jadi..."
"Aelah santai aja kali Fan. Sebentar kok, deket juga. Janji deh gak akan sampai sore banget. Ya kan Yana?" Bella turut menyahut dengan kekehan pelan
"Iya, tenang aja. Kalau ada yang macem macem juga udah aku banting duluan"
Tak lagi banyak bicara, mereka pun kembali berjalan keluar tanpa mengindahkan panggilan dari Gempa.
"Bebal banget sih jadi cewek, heran" komentar Solar
Baru saja Taufan mau menyahuti perkataan Solar. Seseorang datang menghampiri mereka dengan anggunnya.
"Permisi, maaf ganggu waktu kalian. Tapi, Gempa, kamu ada waktu luang gak? Aku mau minta tolong"
Makin kesini makin kesana
13 Maret 2024
=====
TBC
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro