23. Rancangan Si Bayangan
Kaki Asa bermasalah karena ambisinya yang terlalu menggebu-gebu untuk keluar sebagai kelompok yang menang dan mendapat nilai tambahan dari Pak Zul. Guru olahraganya tersebut sudah memperbaiki posisi tulang kaki Asa. Tinggal menunggu waktu untuk sembuh dan kembali seperti sedia kala.
Rasa sakit itu tidak separah sebelumnya, kok. Asa hanya perlu beradaptasi lebih lanjut. Meski begitu, jalan Asa jadi sedikit pincang, tidak leluasa sebagaimana biasanya. Untuk menaiki anak tangga ke lantai atas kelasnya saja Asa harus berpegangan pada dinding.
Belasan menit lalu, tim Asa dikalahkan oleh tim Prima yang sempat menjebloskan bola ke dalam gawang pada detik-detik terakhir. Prima bersorak kencang. Mereka yang mendapat kemenangan. Lapangan sudah dilanjutkan dengan latih tanding antar-tim laki-laki.
Akan tetapi, Asa masih menyimpan kekesalan di setiap penjuru hati. Asa totalitas menjaga gawang hingga terkilir begini hanya untuk sebuah kekalahan. Aih! Sudah cedera, tidak dapat nilai tambahan pula! Kenyataan itu membuat suasana hati Asa terasa jauh lebih buruk hingga pulang sekolah sekalipun.
Tak lagi heran bagi setiap pengurus OSIS, pekan menjelang Persatas Day adalah puncak dari segala kesibukan di peradaban. Event besar Persatas itu memang menguras begitu banyak energi dan menguji loyalitas pada negara. Apa itu pulang cepat? Anak OSIS tidak mengenal kata pulang sebelum malam menjelang, selama pekan Persatas Day!
Begitu pula dengan Asa. Meski tak kuat untuk segera merebahkan badan dan mengistirahatkan berbagai penat beserta susah hati di rumah kecilnya, profesionalitas yang selama ini digenggam prinsipnya erat-erat sukses menghalangi Asa untuk tidak meminta izin pada H-1 ini. Rasanya tidak enak pada Mat. Apalagi dirinya merupakan anggota seksi bidang empat, yang berperan cukup penting dalam kegiatan ini, sebagai seksi acara.
Tidak hanya mereka berempat, sebenarnya. Hari pertama, yang memegang kendali utama pelaksanaan acara adalah divisi Asa dan Sekbid 7—Seksi Bidang Kualitas Jasmani, Kesehatan, dan Gizi Berbasis Sumber Gizi yang Terdiversifikasi—dalam mengondisikan pertandingan basket antarkelas. Sementara untuk hari kedua, pertunjukan seni dari perwakilan setiap kelas, keberlangsungannya dipegang oleh divisi Asa bersama Sekbid 8, Seksi Bidang Sastra dan Budaya.
Iya! Sebagai seksi acara, peran Asa memang sangat dibutuhkan selama berjalannya acara dua hari penuh itu. Tidak ada kesempatan untuk bermalas-malasan. Karena itulah, ketika Mat kembali menawari Asa untuk izin saja pada persiapan H-1 ini, anak perempuan itu malah menggeleng dengan mantap. Biasalah.
Dengan kaki yang masih terasa ngilu ketika menyentuh pijakan, Asa malah berjalan-jalan ke sana kemari. Sebagian besar siswa sudah pulang ke rumah masing-masing, sebagian lagi sengaja bersantai selagi menghabiskan semangkuk mi ayam Mang Dod di food court.
Lapangan sudah dipenuhi para pekerja yang mendirikan panggung. Belum lagi anak kelas sebelas yang mulai mendekorasi stan masing-masing kelasnya, mengeluarkan hasil belanja bahan makanan, lantas membagikan tugas untuk bazar mereka di esok hari. Ramai sekali.
Kelas Asa juga ada di bawah sana. Tampak semangat sekali menghias meja stan di depan kelas X MIPA-5 yang telah ditentukan oleh pihak OSIS. Mereka pun merasa tak perlu mempertanyakan status Mat dan Asa yang tidak bisa turut berpartisipasi karena kesibukan sebagai anak OSIS. Oh, Alfis juga tidak ada di sana, sebenarnya. Ia sedang latihan bersama rekan band-nya untuk tampil besok lusa. Persiapan belum matang, katanya.
Meski anak OSIS banyak berhamburan di sekitar lapangan, Asa tidak begitu banyak pekerjaan, sebenarnya. Yang paling bekerja keras untuk masa-masa sebelum pelaksanaan ini adalah seksi pubdekdok, publikasi-dekorasi-dokumentasi. Selebihnya hanya membantu tenaga, juga sebagai kuli angkut dadakan, mengatur posisi pot bunga dan lain sebagainya.
Itulah yang membuat Asa bosan sekali di hari yang menjelang sore ini! Karena kondisi kaki Asa yang belum sepenuhnya pulih, anak perempuan itu jadi tidak dipercayai untuk ditugaskan dalam kegiatan seru itu. Sedari tadi, kerjanya hanya menggunting karton, pita, atau meniup balon. Begitu ke stan kelasnya, anak-anak lain juga menugaskan Asa hal serupa. Sangat tidak asyik! Makanya Asa lebih memilih berjalan-jalan saja saat ini.
Sayangnya, school tour dadakan tersebut malah mengilhami Asa ide lain yang dirasa lebih baik, persis ketika Asa melewati ruang perpustakaan di lantai dua. Bukannya pulang, beristirahat, rebahan di UKS, atau mengisi energi untuk esok hari, Asa malah berbelok ke ruangan yang berisi rak-rak buku berukuran besar. Study party! Saatnya berpesta dengan rumus-rumus dan pengerjaan soal hitungan berdigit angka banyak!
Yah ... Asa tidak sempat membawa kalkulator saintifik dari tasnya. Tas abu milik Asa masih di kelas. Jauh lagi kalau mau mengambilnya! Ya sudahlah. Asa pun mengecek Wi-Fi sekolah yang masih terhubung di ponselnya, lantas mengunduh aplikasi kalkulator saintifik. Selesai! Dengan semangat menyala-nyala setelah kesuraman yang terus menggentayangi di jam pelajaran olahraga tadi, Asa pun meraih buku-buku latihan soal astrofisika dari salah satu rak.
Menyenangkan sekali! Dari sekian banyak kejadian yang membuatnya dongkol di hari ini, mungkin kesempatan mengerjakan soal sekaranglah satu-satunya hal yang cukup untuk membuat Asa bersorak girang. Hanya saja, di tengah-tengah pengerjaan soal kesembilan, seorang pria memasuki perpustakaan. Atensi Asa teralihkan. Itu Mang Muh! Gawat. Pasti Asa akan dienyahkan sekarang juga.
Tergesa, Asa menulis kilat di atas permukaan kertas kosong yang memang tersedia gratis di meja perpustakaan. Benar saja. Penjaga sekolah itu langsung menyemprot Asa dengan omelannya seraya bersungut-sungut. "Aih ... anak ini lagi. Pulang, pulang! Perpusnya mau Mang kunci."
"Eeeh bentar, Mang, bentar! Tanggung!" Asa tinggal memasukkan nilai konstanta dan mengoperasikannya di aplikasi kalkulator saintifik. Demi sedikit mengulur waktu, Asa mengajak Mang Muh berdialog dengan jemari yang lincah sekali menekan tombol-tombol angka di layar ponselnya. "Anu, Mang. Mang mau pulang sekarang? Kangen istri, ya, Mang, ya."
"Hus! Istri saya sudah enggak ada. Kamu mau Mang menyusul sekarang juga?"
Eh, bahaya! Aduh! Kenapa Asa melupakan fakta itu, sih? Lihat! Mang Muh jadi tambah marah karenanya. Asa salah bicara! Dengan ringisan yang memohon ampunan, Asa pun kembali bersuara. "E-eh ... iya! Lupa aku. Maaf, Mang. Maksud aku, Mang ganteng banget."
"Cukup basa-basinya. Keluar, keluar!"
Oke sip, selesai! Dengan embusan napas lega, Asa mengakhiri kegiatan latihan soalnya dengan menggarisbawahi jawaban yang baru saja ditemukannya untuk mencari luminositas bintang. Good game! Timing yang tepat, sebelum Mang Muh benar-benar mengamuk dan mengeluarkan tanduk! "Kalau gitu, aku mau pinjam buku ini aja, yaaa, Mang Muh. Aku tulis dulu di buku peminjam. Makasih, Mang Muh yang baik dan tidak sombong!"
Persis setelah Asa tuntas menuliskan nama dan buku yang dipinjamnya, langsung saja Mang Muh mengusir Asa, lantas mengunci ruangan perpustakaan. Tak punya pilihan lain, Asa pun kembali ke kerumunan anak OSIS, lantas menanyai apa saja yang mesti ia bantu. Rundown acara sudah fix, seluruh partisipan dari setiap kelas sudah terkonfirmasi. Tidak ada pekerjaan lain. Anak-anak lainnya malah menyuruh Asa segera pulang. Seksi acara butuh banyak tenaga di waktu pelaksanaan.
Apa boleh buat. Asa juga mulai bosan. Setelah memasukkan buku yang dipinjamnya ke dalam ransel, Asa menggendong tas, lalu meninggalkan lapangan yang masih dipenuhi para pekerja. Begitu sampai di kelokan koridor yang sepi, kepala Asa malah terhantam sesuatu yang berat.
Refleks saja Asa mengaduh. Tangannya terangkat untuk menahan kepala agar tak lagi terasa pusing. Akan tetapi, badan ringkih Asa terjatuh, persis mendarat di lantai bersamaan dengan bola basket yang memantul di lantai koridor. Suara pantulannya mengiringi ketukan sepatu seseorang yang melangkah mendekatinya.
Dengan pandangan yang masih mengabur, susah payah Asa menangkap figur laki-laki ber-hoodie cokelat di hadapannya. Detik itu pula, ketika menyadari siapa yang tengah berdiri memandanginya, Asa langsung menarik kesimpulan yang sangat akurat.
Iya. Bola itu melaju kencang dan menghantam kepalanya bukan sebagai suatu kecelakaan yang tidak disengaja.
[ π β ¢ ]
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro