Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

7. Motive

Sejak bertemu dengan seorang Taketora Ikeba, mental Akito merasa lebih lelah daripada biasanya. Bagaimana tidak, keduanya selalu bertemu setiap mengemban ilmu di kelas mata kuliah umum. Dan setelah jam kuliah berakhir, Ikeba selalu mengajaknya jalan-jalan ke kota atau sekedar berduaan di kafetaria kampus.

Bahkan saat Akito ingin pergi berempat untuk makan siang setelah kelas pertama, Ikeba malah muncul untuk menariknya pergi demi membantunya mengerjakan PR di taman kampus. Sebenarnya Akito tidak masalah jika Ikeba ikut makan, tapi dia malah membujuknya karena PR itu darurat untuknya.

Melihatnya begitu, ketiga teman Akito pun juga sebenarnya tidak terlalu suka pada Ikeba yang sok akrab padahal mereka baru beberapa hari kenal.

Untuk Ryouma, Ikeba seperti datang untuk membuatnya tersingkir. Tingkat popularitas pria berambut ungu tersebut mulai menurun karena para gadis di jurusan mereka mau pun jurusan lain malah mengerubungi si anak blasteran.

Menurut Hayate, orang asing seperti Ikeba tidak punya personal space sama sekali. Selalu menggelayuti Akito layaknya anak anjing pada tuannya. Ia paham kalau memang karena pengaruh kultur barat, tapi harusnya anak itu bisa tahu etika kalau sekarang tengah berada di Jepang.

Sedangkan untuk Nao... Yah, dalam hal satu ini mungkin bersikap netral saja. Karena menurutnya, Ikeba yang ingin akrab saja terutama ada Akito yang mengenalnya lebih dulu. Meski ada sedikit gerakan aneh yang Nao pikirkan; kalau Ikeba terasa lebih intim mendekati Akito.

Tapi kesampingkan alasan mereka betiga, tetap saja hal tersebut takkan diketahui oleh Akito. Mereka tidak mau membuatnya tidak nyaman hanya karena tidak suka pada Ikeba.

Beberapa hari berlalu dengan keadaan diatas, dan sekarang Akito melamun sepanjang pelajaran kuliah. Bahkan Hayate dan lainnya ikut heran dan jengkel, apalagi karena sekarang pelajaran sampingan yang penting selain prodi.

Ruangan kelas sedang gelap dan menyetel projeksi PowerPoint teori di papan putih, Ieyasu menghadap pada mereka sambil menjelaskan.

"Bisa dilihat di sini, kalau jika ada satu seksi mengalami kegagalan, maka yang dilakukan adalah evaluasi..."

Mata rubinya memperhatikan sejenak Akito yang memalun dan bersikap aneh.

Ada yang tidak beres.

"Hanamiya."

Kaget dipanggil, ia mendongak sambil terperanjat. "A-Ah? Ya?"

"Jawab pertanyaan di depan. Bapak mau uji kemampuanmu."

Akito mendecih karena lengah di saat begini, dan berdiri menuju ke arah papan,

"Jawab soal ini dan tulis di papan di sebelah." Dengan ogah-ogahan, pemuda beramata giok tersebut mulai menulis pembagian soal di depan.

Saat sudah selesai, ia menyingkir dan sang dosen mengoreksi di papan. Tapi bukannya angka, malah ada suatu kalimat kecil yang cukup bisa dilihat dari samping.

'Temui aku di kantor setelah kuliah'

Akito menyipit sejenak dengan jengkel saat Ieyasu menghapusnya dan menyuruhnya untuk duduk.

Memangnya ada apa sampai mau bicara di kantor? Aneh sekali.

Akito berjalan balik setelah Ieyasu menerangkan prediksi di layar projeksi, sebelum pelajaran terlewati begitu cepat dan si dosen keluar duluan dari sana. Suasana kelas jadi kembali ramai.

Ryouma langsung menoleh ke arahnya, "Mau makan sama-sama?"

Akito menggeleng singkat sambil berdiri. "Aku mau ke perpustakaan, ada buku yang ingin kucari untuk referensi kelas umum."

"Mau kutemani, atau mau kupinjami?" tanya Hayate tapi tetap saja disambut gelengan singkat.

"Trims, tapi aku mau konsentrasi dulu." Lalu Akito berdiri membawa ponselnya disaku. "Aku ke toilet dulu. Kirim pesan saja kalau Pak Ohara datang."

Ketiganya hanya diam memmperhatikan pemuda tersbeut keluar sebelum berdiskusi.

Nao menggeret kursinya dan duduk di seberang samping meja Hayate and Ryouma. "Kalian lihat tadi bagaimana tingkahnya?"

"Ini sudah tidak benar. Aku semakin curiga dengan Shigehiro Ieyasu." Hayate mengerutkan kening, siratnya penuh akan keraguan.

"Cih, pertama dia, dan sekarang ditambah si anak baru itu."

Nao memangku dagu di tangan, cemberut sejenak. "Kata gadis-gadis jurusan Sekretariat, dia populer di angkatan adik kelas. Bahkan sampai ke kampus Sastra."

"Bahkan kakak kelas pun mulai tidak mengunjungiku. Sepertinya kepopuleranku akan digeser olehnya..."

Hayate menggeleng malas pada Ryouma yang menangis imajinari karena adik kelas mereka, lalu menoleh balik pada Nao. "Kau dapat gosip lain?"

Nao menghitung dengan santai, jarinya menekuk sambil mengingatnya lagi. "Dari dosen wanita, dia pindahan dari universitas terkemuka di Amerika, kata fans barunya dia itu anak blasteran berdarah Jepang-Meksiko, kata Akito dia punya dua kakak, lalu dari beberapa anak di kantin luar bilang kalau namanya aslinya panjang, kata teman kelasnya, dia suka ketiduran di pelajaran, dan—"

"Whoa, whoa! Secukupnya saja, Nao!" sahut Ryouma dan menghentikannya menghitung.

Jujur saja, dia takut akan keahlian sadap informasi yang didapat oleh Nao. Dalam hanya dalam jangka waktu beberapa hari saja, sudah dapat banyak hal. Apalagi kalau ada aib, pastinya akan diingat seumur hidup.

"Jadi apa kesimpulanmu, Hayate?"

Hayate yang diam mendengarkan sedari tadi pun hanya bisa melipatkan kedua lengan di dada. "Entahlah, tapi aku hanya menebak kalau dia ingin keuntungan kenal dengan kakak kelas."

"Benar juga. Itu akan memudahkannya dalam mengerjakan perkuliahan, apalagi kalau Akito mengajarinya soal-soal. Itu wajar saja, sih." Ryouma memegang dagunya sendiri lalu terbesit sesuatu dipikiran. "Ah, lalu bagaimana dengan Pak Shigehiro? Kau masih curiga padanya?"

"Menurutmu kenapa anak itu seperti trauma saat dijemput olehku?" Nao mendecih akan kejadian waktu itu. Ia sangat curiga seperti Hayate. Dan kalau begitu kejadiannya, pasti akan segera Nao geret dosen sialan itu ke kantor rektor.

Ryouma tertegun dan melemaskan pundaknya, menunduk sejenak karena kelakuan aneh salah satu kawannya tersebut.

Hayate yang meliht keduanya begitu pun mengganti topik, "Sudahlah, tidak usah dipikirkan. Kita juga tak ada bukti selain observasi. Kita tunggu saja Akito mau atau tidak melaporkannya. Sekarang, kita pisahkan dulu adik kelas itu supaya tidak lengket melulu."

Benar-benar induk ayam, Nao dan Ryouma bergumam dalam hati dan mendo'akan Akito tidak ditempeli terus oleh dua orang yang bersangkutan.

Sementara ketiganya di kelas, yang mereka bicarakan baru saja tiba di tempat.

Letak perpustakaan dari gedung kampus tidak cukup jauh. Hanya beberapa blok taman kampus saja, dan di salah satu pintu ganda besar berkayu mahoni bertuliskan 'R. Perpustakaan' di kertas yang menempel di daun pintu tersebut.

Di samping pintu, ada sang adik kelas yang menunggu.

Ikeba mendongak dan melemparkan senyum cerahnya. "Akito-senpai! Kau datang."

Akito menghampirinya. "Apa tidak masalah mepet waktu begini?"

Keduanya setuju untuk bertemu sekarang di sela pergantian kelas.

"Aku tidak bisa hadir sehabis kelas, jadi harus mencari buku untuk referensi UAS minggu depan. Ada acara keluarga."

"Kalau begitu tidak apa-apa. Aku juga kebetulan mau mencari buku baru. Aku hanya ingin membantumu, itu saja." Akito menepuk pundaknya dengan santai sebelum mereka berdua berjalan menuju perpustakaan kampus.

Ruangannya cukup luas dan sekitar beberapa kali lipat dari kelas kuliah yang aku tempati. Cukup banyak anak-anak kuliah yang kadang sekedar membaca buku, menulis esai dan tugas, mencari buku untuk referensi, ataupun hanya sekedar browsing internet disini. Rak kayu berat yang berbahankan oleh kayu jati dan bercat natural coklat, serta dinding yang bercat hijau ketuaan—membuat suasana senyap, nyaman, serta larangan bagi kita untuk membuat berisik pun harus dipatuhi, untuk menjaga kenyamanan pada saat berada di ruangan ini.

Setelah menanda tangani buku absen tamu perpustakaan, keduanya mulai menyusuri banyaknya rak tinggi dan lebar.

"Terima kasih sudah mau menemaniku, Akito-senpai. Aku jadi terbantu."

Akito hanya mengangguk sambil tersenyum kecil padanya.

"Tidak apa, anggap saja aku menbantumu." Meski menemani Ikeba cukup melelahkan karena seperti menjaga anak kecil, tapi tidak bisa dibandingkan jika dengan Ieyasu. Yang ada Akito bisa stress berat.

Akito berhenti di salah satu rak dan menunjuk bagiannya. "Ini raknya. Biasanya kami meminjam dengan nama satu orang dan langsung kerja kelompok bersama."

Ikeba menggangguk paham dengan mulut ber 'oh'ria.

"Aku akan ambil tangga—...Mungkin tidak." Akito hendak mengambil tangga tapi berhenti melakukannya karena Ikeba mengambil satu yang ditunjuk tadi.

"Apakah yang ini, Akito-senpai?" tanya sang adik kelas yang tadi dengan gampangnya mengambil buku di rak teratas.

"...Iya. Uh, tolong ambil yang di sampingnya juga. Ada beberapa yang warna biru."

Harusnya Akito tidak kesal begini, karena tahu kalau nutrisi Ikeba berbeda darinya. Tapi ia ingin sekali mengumpati dirinya sendiri, kesal karena tidak bisa tinggi namun ia teringat Nao yang lebih pendek darinya.

Akito tidak jadi marah.

Setelah mendapatkan bukunya, mereka berdua mengisi buku absen pinjam dan mencatatkannya oleh penjaga perpustakaan. Akito menemukan tempat duduk di taman kampus yang sepi karena ini masih di jam pelajaran.

Akito langsung duduk dan memeriksa beberapa halaman untuk melihat apakah buku ini memang benar seperti yang ia ingat.

"Kutandai dulu," lalu ia menunjukkannya pada pemuda blasteran tersebut. "ini, ada beberapa soal di halaman ini... lalu yang ini juga. Siapa tahu ketemu."

"Ah! Sepertinya susah sekali..."

"Benar, tapi setelah diajari oleh temanku, mudah sekali."

"Sungguh?"

"Aku akan kasih kisi-kisinya nanti malam, tenang saja. Ah, yang ini juga. Sebentar, kucari dulu."Akito menyodorkan bukunya pada si adik kelas dan mulai mencari beberapa contoh soal dan jawaban yang ia ingat di buku lainnya.

Ikeba meletakkan buku tadi di meja dan memperhatikan kakak kelasnya sibuk membuka halaman demi halaman. Tangannya menopang dagu dengan telapak tangan, menatapnya dalam diam.

Mata sebening kristal berkilat sesaat terlihat seperti orang mencurigakan. Wajah sang empunya pun tak ada kesan ceria dan ramah, tetap hanya ada senyum dingin dan kaku.

"Akito-senpai."

"Hmm?"

"Kenapa kau sangat baik padaku?"

Tangan berhenti membuka halaman buku, dan kepala Akito menoleh padanya dengan raut penuh kebingungan.

"Apa maksudmu?"

Senyum cerianya sudah tak ada, malah menjadi semakin dingin.

"Aku hanya bertanya saja; kenapa senpai membantuku, padahal kita baru kenal?"

Akito terdiam.

Keduanya saling bertatapan. Dan diantara mereka, bisa terdengar ketenangan tengah tertawa nyaring menggelengkan kepala akana apa yang terjadi saat ini. Bagaikan mengolok keduanya dalam pembicaraan aneh tersebut.

Ketenangan tersebut dibisukan oleh Ikeba yang hendak menutup buku. "Aku membawamu ke segala tempat. Tapi senpai sangat baik padaku dan tidak mengeluh sama sekali. Jadi untuk apa membantuku begini? Bukannya tak bermanfaat bagimu—"

"Kau itu bodoh atau apa, hah?"

Ikeba membelalakkan matanya dan menoleh pelan pada pemuda bermata giok yang memandangnya saat ini. Tapi bukannya menampakkan ekspresi yang ia inginkan, namun ekspresi tak terduga.

Akito menampakkan wajah seperti seorang pemburu yang akan memanah Ikeba tepat di kepala.

Ikeba hanya diam terpaku di tempat saat sang kakak kelas tersebut mengomel dengan sepenuh hati.

"Memang benar apa yang kupikirkan, kau itu bodoh. Asal kau tahu saja, ya! Itu benar apa yang kau katakan. Aku selalu digeret olehmu kemana pun, bahkan mau makan siang dengan teman-temanku saja tidak bisa! Kau selalu minta tolong diajari padahal aku tidak terlalu pintar! Dan kau populer, kadang aku dipelototi para gadis-gadis karena dikira menghalangi mereka. Ryouma juga stress karenamu!"

"Mungkin saja iya, karena kita satu jurusan beda tahun. Sejak pertama kali kita kenal resmi dari dosen, kau selalu lengket padaku dan membawaku seenak jidatmu! Bahkan kau memintaku untuk menemanimu ke karaoke, padahal aku tidak bisa bernyanyi!"

Uhm... Kalau yang itu sih memang nekat saja, pikir Ikeba dengan kerjapan mata yang masih shock lihat Akito marah. Karena setahunya, kakak kelasnya ini cuma bisa menggerutu atau tertawa garing.

"Jujur saja, aku bingung kenapa kau berkata begitu padaku. Tapi seharusnya kau tahu soal diriku."

Akito menutup buku yang ia pegang dan tersenyum miring sebelum melanjutkan, "Tidak ada salahnya kalau aku hanya membantu adik kelasku yang manis, 'kan?"

Ikeba semakin terhenyak, duduk dengan kaku seolah waktu berhenti di antaranya.

Entah mengapa, di dalam dadanya terasa sedikit hangat ketika kakak kelasnya tersenyum begitu.

Bahkan, baru pertama kalinya Ikeba melihat seseorang tersenyum begitu dengan aura terpancar darinya. Seorang laki-laki pula, tubuh pun lebih pendek daripadanya, tapi perkataan sang kakak kelas lebih menyerang ego dan tepat pada sentimen.

Seumur hidupnya, yang membantu Ikeba selama ini adalah keluarganya saja. Mencari teman pun susah, tidak seperti di Amerika kalau berteman yah tinggal memasang senyum dan ramah tamah. Tapi sejak ia datang ke Jepang, hanya para gadis yang mendekatinya karena fisik. Laki-laki pun hanya mnedekati untuk berkhianat.

Tapi sekarang, dia dihadapakan pada Akito yang mengomel dan memberitahunya kalau bantuan ini tulus tanpa pamrih.

Ikeba hendak berucap sesuatu tapi suara ponsel memecahkan suasana sehingga tidak jadi bicara.

Mengalihkan perhatian darinya, pemuda berambut coklat tersebut menggapai ponsel yang bernada pemberitahuan pesan singkat. "Ah, sudah ada. Gawat." Dosennya sudah datang.

Dengan gesit, Akito menutup beberapa buku setelah ia mengamuk tadi dan memberikannya pada sang adik kelas. "Aku sudah tandai beberapa untuk soal yang kutahu. Besok kau ke kelasku untuk buku yang belum kutandai, dan kembalikan sendiri ke perpustakaan. Paham?"

Ikeba menerima buku tersebut dan menatapnya yang berdiri. "Senpai mau ke mana?"

"Kelas! Secepatnya kau juga kembali. Aku duluan, ya!"

Ditinggalkan sendirian di taman, Ikeba hanya bisa tetap memperhatikan Akito yang menghilang dari jarak pandangan mata setelah masuk ke gedung kampus.

Senyum geli terhias di wajah tampan Ikeba saat kembali menatap buku-buku tersebut di tangannya.

"Kakak kelas yang aneh."

Tapi Ikeba jadi sedikit tertarik untuk belajar padanya.

.
.
.
To Be Continued

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro