Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

1. Absurd Proposal

"Sudah kubilang aku tidak mau!"

Wanita berumur kepala tiga tersebut menghela napas kasar, keduanya duduk di sofa yang berseberangan.

"Aki-chan, kau sudah besar. Jangan bertingkah seperti anak kecil."

Pemuda tersebut menyela balik, "Ibu yang malah memaksaku. Aku memang masih kuliah, masih kecil, bu!"

"Siapa bilang, ha?! Umurmu juga sudah mulai matang, tinggal lulus semester ini dan cari pekerjaan mapan. Kau juga sudah legal untuk menikah. Jadi ibu pikir kau bisa menerima perjodohan ini!"

Tak mau kalah, sang anak juga menyolot.

"Jangan memaksaku, bu! Aku sudah bilang kalau aku tidak menerima perjodohan ini, dan ibu tahu kalau aku tidak suka dipaksa! Apalagi dijodohkan oleh orang asing seperti ini."

Kedua tangan bersedekap di tangan. "Aki-chan, bukannya sudah dibilang kemarin kalau minggu depan mereka akan datang. Dan mereka bukan orang asing, tapi anak dari sahabat ibu waktu SMA. Jadi jangan sampai kau menolaknya!"

Tak ada cara lain, ia akan meluncurkan senjatanya.

Ini dia!

Akito berdeklarasi, "Tapi aku gay, bu!"

Terlihat raut muka sang wanita sedikit berubah dengan keterkejutan dan shock.

Dua pasang mata bertarung pandang.

Suasana memuncak dan panas.

Tolonglah berhasil, dia sudah berstrategi begini walau pura-pura.

Biar narator diperjelas lagi jika bingung. Pemuda ini nama lengkapnya adalah Hanamiya Akito. 20 tahun umurnya dan tengah menjalani kuliah di perguruan tinggi negeri yang mumpuni. Dan yang di hadapannya adalah ibunya, bernama Hanamiya Hatsumi, ibu rumah tangga biasa.

Di segmen kali ini, mereka tengah membicarakan perjodohan yang diajukan oleh orang tua kepada anak, dengan hasil sementara masih seimbang, dengan banyaknya argumen dan perdebatan. Ditambah lagi, sang anak mengajukan senjata mematikan yang diucapkan kepada orang tua.

Mari kita lihat kelanjutan pertarungannya.

Hening sejenak.

Sang wanita mencoba tenang lalu menghela napas singkat, menyedekap kedua tangan sambil menyilangkan kaki.

"Ibu tahu itu, dan ibu terima orientasimu."

Bagaikan tersambar halilintar, Akito menganga kaget.

HAAA???!!!

Ibunya sungguh-sungguh akan menjodohkannya meski tahu anaknya begini?

Aku terpaksa bohong kalau aku gay. Sialan, Padahal kukira ibu bakalan marah atau menamparku, pikir Akito dalam hati.

"Mengagetkan tapi tak mengapa. Ibu dan ayah terima orientasimu asalkan kau bahagia. Namun ibu tidak bisa membatalkan maupun menunda pertemuan ini, jadi lebih baik kau melihat calonmu dahulu sebelum memutuskannya. Siapa tahu cocok, bukan?"

Sang anak tak bisa berkata apapun, dan terpaksa menyerah kalah telak.

Mati aku.

Hanamiya Akito tidak tahu kelemahan dari senjata yang diluncurkan-yakni sebuah kesalahan fatal dalam menggunakannya saat tidak tepat.

Menggunakannya sebagai strategi saat berpura-pura.

***

Seminggu sangatlah cepat untuk pemuda satu ini. Dia benar-benar diawasi dan menyerah pasrah soal perjodohan yang dilakukan oleh kedua orang tuanya-terutama ibunya.

Dia menyesali keputusannya yang menunda pindah dari sini dan mencari apartemen murah sejak mulai kuliah.

Akito menyesal menyerah begini. Dia benar-benar terpaksa pasrah, apalagi dia orangnya benci untuk menyerah. Dia tak bisa keluar rumah maupun kabur lagi, karena hari ini adalah hari pertemuan dimana ia akan bertemu calonnya.

Pemuda tersebut berpikir bagaimana nasibnya nanti jika orang-orang di kampus mengetahui soal perjodohannya. Dia wajib merahasiakan soal seperti ini.

Pasti aku akan jadi bahan ledekan dan guyonan para cecunguk sialan itu, pikir Akito ketika membayangkannya.

"Nah, selesai. Aduh, manis sekali anakku ini~"

Sang ibu menyunggingkan senyuman menahan gemas saat sudah selesai mengurus pakaian formal anaknya.

Akito yang hanya bisa tertawa garing menanggapi dengan ogah-ogahan, "Ibu, hentikan. Aku tidak manis. Lagipula aku laki-laki."

"Mau bagaimana lagi,"

Seorang pria paruh baya yang cukup maskulin dengan kerutan samar di dahinya menyahut ketika menghampiri mereka. Hanamiya Daisho namanya, sang ayah dari Akito dan suami dari Hatsumi. Pekerjaannya adalah sebagai seorang profesor di sebuah perusahaan kain dan karpet, ia meneliti bahan kain yang berkualitas.

Dia hanya tersenyum kebapakan saat melanjutkan perkataannya, "Wajahmu sudah tak bisa dibuat lagi sedemikian rupa selain mirip dengan ibumu, Akito. Gen manis miliknya lebih dominan daripada ayahmu ini."

Hatsumi berkacak pinggang sambil menatapnya galak, "Dai-chan, bagaimana kau bisa bicara seperti itu? Setidaknya aku tidak membuangnya ke laut ketika ia lahir hanya karena genku lebih dominan darimu! Dia punya warna rambutmu juga!"

"Oh, maafkan aku, sayang. Tapi bukannya sudah terlambat membuang Akito ke laut? Apalagi, sepertinya dia sudah bisa berenang ke daratan lalu kembali ke sini membalas dendam pada wanita yang melahirkannya dan membuangnya." Sayangnya, pria itu membalas dengan handal dan senyuman lembut-selalu berhasil jadi senjata verbal dan visual untuk melawannya.

Akito hanya bisa tertawa garing akan sarkastik ayahnya, yang membuat ibunya tak bisa berkata apapun dan melengos pergi dengan tak puas menuju ke ruang dapur.

Dia tertawa kecil lalu menepuk pundaknya. "Akito."

Yang bersangkutan menoleh sambil menanti perkataan. "Ya?"

"Kau sudah besar, dan ayah tahu kau kau pasti bisa berpikir dengan jalanmu sendiri yang menurutmu benar. Nak, kau tahu kalau kami akan selalu mendukungmu dan tidak memaksa kehendak, jadi tak usah khawatir."

Akito tertegun sejenak mendengar perkataan ayahnya yang membuatnya tersentuh.

"Ayah..."

Pria paruh baya tersebut mungkin terlihat santai dan kalem, tapi sebenarnya cukup tanggap serta pengertian akan perasaan anaknya. Dan Akito tahu itu.

"Tapi jangan salahkan ayah kalau tak bisa mencegah perihal ibumu yang memimpikan cucu secepatnya, ya~" Tangannya memukul santai punggung sang anak sambil tertawa enteng.

Ah.

Jadi itu alasannya dia meminta untuk ikut perjodohan.

Bel pintu depan kediaman Hanamiya terbunyi nyaring, pada saat yang sama wanita yang tengah berada di dapur itu langsung berlari kecil. Akito dan ayahnya yang berada di ruang keluarga langsung menuju ke ruang tamu.

"Tunggu sebentar!"

Akhirnya saat sampai dan membuka pintu, senyumnya terhias dan memeluk seorang wanita yang ia sambut.

"Naomi-chan~ Akhirnya kau datang juga!" sambutnya sambil melepaskan pelukan dan menatap sahabatnya.

"Hatsumi-chan, tentu saja. Aduh, kau makin cantik saja, jadi pangling." Wanita yang ia sambut bernama Nakayama Naomi-yang kemudian menikah dan berganti nama menjadi Shigehiro Naomi. Dia adalah sahabat sekolahnya ibu dari Akito.

"Justru aku yang bilang begitu. Oh iya, kau bawa keluargamu, bukan? Silakan, silakan masuk."

Akhirnya mereka dituntun menuju ke ruang tamu dan disambut oleh suaminya dan Akito.

Mereka semua duduk berhadapan di sofa dengan tiap pihak berseberangan.

Kedua pihak saling mengenalkan diri masing-masing.

"Ini suamiku, Shigehiro Shun."

Sang wanita paruh baya mengenalkan sang pria berparas maskulin yang hanya dengan singkat membungkuk.

"Lalu mereka berdua adalah anak kami. Yang sulung namanya Ieyasu dan yang bungsu namanya Izumi."

Akito yang sedari tadi diam kemudian melirik sekilas pada salah seorang gadis yang dikenalkan.

Rambut lurus hitam sepinggang dan bermata biru terlihat menawan dan elegan dalam diamnya yang memiliki ketenangan. Parasnya juga tak buruk, malah cukup menawan untuk gadis seumurannya.

Hal ini membuatnya mengingat perkataan sang ibunda untuk memikirkan kembali perjodohan.

Cantik. Sangat malahan, tapi masa aku harus pasrah begini...

"Ini suamiku, Daisho. Lalu ini anak kami, Akito."

Akito membungkuk singkat sambil mencoba tenang meski ogah-ogahan diperkenalkan.

"Walah, putramu tampan sekaligus manis. Mirip denganmu, lho." Naomi memuji, membuat Hatsumi tertawa kecil.

"Bisa saja, padahal kau juga salah satu yang paling cantik di sekolah dulu."

"Itu sudah lama sekali, aku sudah menua dan kita jadi ibu-ibu. Kau ini..."

Kedua orang tua tertawa dan mulai berbincang merujuk ke intinya.

"Jadi kami datang kesini untuk berkunjung serta membicarakan soal perjodohan antara anak kita berdua."

Ini dia. Habis sudah kehidupan bebasku...

Sang wanita menoleh kepada anaknya sambil tersenyum senang.

"Bagaimana menurutmu? Dia cocok dengan seleramu, bukan, Ieyasu?"

...

...

...

Eh?

Akito hanya bisa terdiam sambil memasang tampang ramah memproses pertanyaan tadi.

Apa? Wanita itu menanyakan dirinya pada sang anak sulung yang merupakan lelaki? Bukannya dia akan dijodohkan oleh anak gadisnya?

Tidak, tidak, tidak! Aku pasti salah dengar. Iya, pasti salah dengar!

Sementara itu, si sulung yang ditanya pun menanggapi sang ibunda.

"Tentu saja, Ibu,"

Pemuda berambut abu-abu perak dengan mata merah bak rubi tersebut menatap Akito yang juga melihatnya saat ini. Akito memperhatikan sesaat orang yang duduk berseberangan dengannya.

Perawakannya cukup terlihat menawan dengan pakaian formal. Aura maskulin terpancar dan terlihat dominan, ditambah parasnya yang cukup membuat para perempuan tergila-gila-Akito benci untuk mengakuinya tapi dia memang tampan.

Hanya saja ada satu pertanyaan yang dia pikirkan.

Kenapa dia dijodohkan olehnya?

Bisa saja ia menolak, bukan?

Mungkin agar tidak mengecewakan kedua orang tuanya, pikir Akito dengan sesimpel itu.

Sementara itu, senyum tipis kalem nan tampan terukir di wajahnya ketika mereka bertatap mata.

"Dia sesuai dengan tipeku, dan aku akan senang jika dia menerima lamaran perjodohan ini."

Akito tertegun sesaat menatap matanya.

Ada yang aneh di senyumnya.

Ini mencurigakan!

"Benarkah?? Wah, beruntung sekali~ Kita akan jadi besan dalam waktu dekat, Hatsumi-chan~"

"Benar sekali. Kami dengan senang hati menerima perjodohan ini."

Akito menyela dengan agak ragu, "Maaf, boleh saya bertanya? Kenapa saya dijodohkan dengan dia, karena, uhm... itu... kami berdua 'kan laki-laki..."

Mendengar itu, semuanya jadi terdiam.

Naomi sedikit bingung, "Lho? Bukannya kata ibumu kalau nak Akito itu gay?"

"Bukannya kau sendiri yang bilang kalau kau itu gay, jadi ibu bilang saja pada mereka. Dan beruntungnya, nak Ieyasu ini juga sama sepertimu, jadi perjodohan kalian akan tetap berjalan." jelas Hatsumi.

JADI KARENA ITU?!

Astaga, harusnya dia tidak bohong. Padahal dia itu masih normal. Dia masih ingin merasakan bagaimana rasanya memiliki pacar cantik, berdada besar, dan seksi. Sial sekali hidupnya ini.

Ingin Akito mengutuk dirinya dan mati sekarang juga.

"Atau nak Akito memang tidak ingin berjodoh dengan Ieyasu?" tanya si sahabat ibunya, yang justru wanita itu menepuk keras punggung Akito-yang rasanya tulang anaknya mungkin akan retak nanti.

"Ahaha... Aki-chan ada-ada saja! Dia ini benar-benar gay, awalnya kami juga kaget dia bilang begitu, tapi karena kami mementingkan kebahagiaannya jadi kami mendukungnya."

"Iya, benar. Rasanya aneh saat Ieyasu menyetujui dan orientasinya begini, tapi jika mereka bahagia maka kenapa tidak?"

Kedua pasang orang tua itu tertawa dan berbincang, membuat Akito makin kicep dan mengutuk diri sendiri sambil menunduk.

Sepertinya dirinya benar-benar terkena dampak dari senjata bermata dua miliknya sendiri.

Akito harus pikirkan bagaimana caranya agar dia bisa membatalkan perjodohan ini.

"Ayah, maaf. Aku mau ke toilet sebentar. Perutku sakit."

"Oh, baiklah. Ya sudah, sana."

Tak menyia-nyiakan kesempatan, Akito langsung kabur dengan bagian belakang dalam rumah dimana toilet dan kamar mandi berada.

Dia masuk dan mengunci dari dalam dan merosotkan diri sampai terduduk di lantai.

Napasnya sedikit terengah dan menghela napas panjang.

"Kenapa bisa terjadi seperti ini... Kukira perjodohan akan dibatalkan, dan tak kusangka orang itu punya anak yang juga belok. Argh, persetan!" gerutunya sambil mengacak-acak kepala serta rambutnya dengan frustasi.

Mengingat kalau ibunya orang yang keras kepala, maka pasti ia akan dibantai habis-habisan kalau mengacaukan acara tersebut.

Akito mencoba menenangkan diri dan berdiri, merapikan diri sambil mencuci tangannya.

"Aku akan menolaknya... Ya, ide bagus, mungkin saja aku akan bicara pada anaknya itu kalau aku normal..." ujarnya mantap pada diri sendiri sambil berkaca.

Setelah bertekad begitu, Akito keluar dari kamar mandi dan sedikit terkejut saat melihat ada seseorang yang menunggunya.

"K-Kau sedang apa disini...?"

Pemuda tadi yang bernama Ieyasu tersebut sedang bersender di dinding dekat pintu kamar mandi, bersedekap tangan dan melihatnya dengan tampang kalem.

"Bibi bilang kalau kau lama, jadi aku disuruh olehnya untuk menyusulmu." jawabnya singkat.

Ia menghampiri dan berdiri di hadapan sang pemuda bermata giok tersebut.

Akito menatapnya dari bawah sampai atas, mengukurnya dengan pandangan. Mara rubi merah yang tajam, rambut abu-abu yang jatuh dan membingkai atas kepalanya bak mahkota mahal, wajah rupawan, bahu lebar, leher jenjang, badan dan tinggi yang lebih darinya membuat Akito sedikit terintimidasi.

Sial, dia lebih tinggi. Terkutuklah orang yang punya tubuh ideal!

"Namamu Akito, bukan? Kukira kau akan kelihatan lebih manis jika aku bertemu denganmu. Ternyata, kau tidak ada sex appeal sama sekali." ucapnya.

Mendengar itu, Akito mencoba menahan amarah sambil tersenyum. "Apa maksudmu?"

"Biar kujelaskan, orang tua kita bersahabat dan berniat menjodohkan kita berdua. Awalnya adikku yang akan maju, tapi karena kau itu belok maka aku yang maju."

Ieyasu menatapnya sambil bersedekap tangan, "Dan kulihat sepertinya kau tidak terlihat begitu."

"Maaf, tapi iya. Sebenarnya aku tidak seperti itu. Jadi lebih baik kita batalkan saja perjodohan ini." balasnya dengan santai.

"Hmm... Begitukah?"

BAAM!

Akito tak tahu apa yang terjadi, tapi sekejap pemuda tersebut sudah menyudutkannya di dinding.

Seketika kedua mata rubi tersebut terlihat dingin dan mengintimidasi. Dirinya sendiri terdiam akan tatapan menakutkan tersebut.

"A-Apa yang kau-"

"Kalau kau mau, batalkan saja."

Orang ini tidak waras, ya?!

"Tapi kalau kau batalkan, aku yakin kalau bibi akan sangat mengamuk. Dan kedua belah pihak akan bermusuhan. Kau tak mau itu terjadi, bukan?"

Sialan, seringai macam apa itu? Kenapa aku jadi terpojok begini?!

Tangannya memegang dagu Akito dan mengangkatnya, agar bisa menatap lebih lekat.

Akito menelan ludah dengan susah payah, sambil menatap tajam pada Ieyasu yang menyunggingkan seringai tipis. Ibu jarinya perlahan mengelus bibir bawah Akito beberapa saat.

"Wajahmu tidak buruk, tapi tatapanmu itu memang menantang. Itu bukanlah sesuatu yang tak kusuka."

Seketika Akito mendorongnya dengan kasar agar menjauh dan merapikan pakaiannya, menatap tajam sambil berkata dengan rendah.

"Hentikan omong kosongmu."

"Itu bukan omong kosong. Oh, iya. Apakah kau mau bertaruh?"

Pemuda bermata giok tersebut memincingkan mata sementara pemilik sepasang mata rubi tersebut tersenyum tipis dengan menyakinkan. "Aku bisa membuatmu belok."

Mendengar itu, Akito makin melotot dengan sangar.

"Haaa?? Itu takkan akan terjadi, jadi jangan omong besar!"

"Sudah terlambat untuk melawan. Kutanya sekali lagi, apa kau mau bertaruh?"

Ieyasu mengangkat tiga jarinya di hadapan sang pemuda.

"Tiga bulan. Aku bertaruh bisa membuatmu belok dalam jangka waktu tersebut. Jika aku tak bisa melakukannya, maka pertunangan akan aku batalkan. Bagaimana? Penawaran yang menguntungkan, bukan?"

Akito makin curiga sambil menatap tajam dalam diam. Tapi... Kalau dipikir lagi, benar juga. Jika dia tidak bisa menundukkan Akito selama itu maka mereka tinggal membatalkannya saja.

"Yang kulakukan hanya agar membuatmu gagal mendapatkanku. Ingat itu."

"Tentu. Aku pria yang jujur dalam membuat janji. Jika aku tak bisa membuatmu tunduk, maka akan kubatalkan perjodohan ini."

Ieyasu menjulurkan tangannya.

"Sepakat?"

Akito menatap tangan tersebut sejenak dan kemudian berjabat tangan.

"Sepakat."

Maka sejak itulah, kesepakatan antara kedua belah pihak secara rahasia telah dimulai.

Menjatuhkan atau dijatuhkan.

.
.
.
To Be Continued

====================

Hello! Thank goodness finally the first chapter is done. Sebenarnya saya mau buat pakai bahasa inggris, hanya saja karena lagi mumet mau menjelang TA maka midnight flower saja yang jadi orific berbahasa inggris dulu. Nanti menyusul untuk update yang lainnya walau slow up lol

Untuk rencana ambiguous scandal ini, beberapa chapter nanti akan di publish lalu akan saya tampilkan character profile mereka. Ternyata rasanya buat yaoi multichapter itu benar-benar beda, ya~ Wish me luck for this story.

Terima kasih untuk para pembaca yang setia menunggu karya-karya saya yang lainnya meski hutang banyak lol

Untuk yang knb dan hq serta hypmic fandom, nanti bertahap walau slow update. Saya lagi mentok apalagi mau lulusan buat akhir semester, TA mulai di depan mata soalnya jadi silakan menunggu notif~

Don't forget to vote and comment about it. See ya and buh bye!

Regards,
Author

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro