18. Heartbreak
18. Heartbreak
Zae menjauh dari kamar setelah Amberley dan Titania masuk ke sana. Ia hanya pergi tanpa banyak tanya kepada istrinya lewat telepati. Zae tau batas antara mana yang harus ia tanya duluan, dan mana yang harus ia tunggu penjelasannya atas inisiatif Amberley.
Sambil jalan-jalan sendirian ia diam-diam mengamati kegiatan para penghuni Ethereal Palace di sore hari. Saat ini keadaan yang Zae lihat tidak ramai, tapi tak juga sepi. Suasananya hangat ... namun entah mengapa sedikit membuatnya tidak tenang.
Zae mulai gelisah memikirkan Amberley yang sedang menemani Titania di kamar.
Langkah Zae memelan ketika seorang lelaki menyapanya. Orang itu datang dari arah kiri. Dia tersenyum kepada Zae, sayangnya Zae tidak membalas senyuman tersebut lantaran dia kurang menyukai lawan bicaranya ini.
"Zae," sapa Cleon.
Bukannya balas dengan ucapan, Zae hanya bergumam singkat dan menatap Cleon dari atas sampai bawah. Seperti biasa, lirikannya tajam dan berpindah cepat.
Satu yang wajib kalian ketahui tentang Zae adalah dia paling tidak bisa berpura-pura ramah di hadapan orang yang tak ia sukai.
Cleon pernah mendekati Amberley ketika Zae tinggal istrinya di balkon untuk mengambil obat luka dan sandal. Kala itu Zae kesal sekali melihat Cleon berani menghampiri Amberley yang sedang sendirian.
"Aku biasanya lihat kamu berdua terus sama Amberley. Sekarang sendirian." Cleon berkata.
Zae menanggapi, "Masalahnya?"
Cleon menyamai langkah dengan Zae. Ia tertawa kecil dan membalas, "Enggak ada masalah. Cuma agak aneh lihat kamu tanpa dia."
Pandangan Zae teralih ke objek di hadapannya. Ia malas menanggapi Cleon yang tiba-tiba muncul dan ikut-ikutan jalan bersamanya. Zae sebal.
"Zae, aku mau tanya sedikit tentang Amberley." Cleon berkata.
Karena Zae tak merespons, maka Cleon langsung mengajukan pertanyaan. "Kita semua tau Amberley itu Dewi murni, dan kamu manusia yang dilindungi Dewa. Gimana bisa kamu dan Amberley bersatu?"
"Kalau saya dan Amberley ditakdirkan bersatu, kenapa Anda yang harus bingung?" cetus Zae.
Dalam sekejap Zae mampu membuat Cleon terkekeh canggung. "Maaf. Seharusnya aku enggak tanya itu. Aku sadar ternyata pertanyaanku kurang sopan, ya."
"Bukan kurang lagi, tapi sama sekali enggak sopan." Zae menyeletuk.
Ludah Cleon pahit saat ia telan. Ia menunduk sambil menggaruk tengkuk dan berpikir harus membuka topik apa lagi dengan Zae. Salah satu tujuan Cleon mendatangi Zae yaitu untuk membicarakan Amberley, sayangnya respons Zae selalu ketus.
Terkadang Cleon berpikir, kenapa Amberley memilih manusia dibanding dewa untuk menjadi suaminya.
"Istrimu itu disukai banyak dewa, Zae. Bahkan saat Amberley masih balita, para dewa menunggunya tumbuh dewasa untuk merancang masa depan bersama. Aku tinggal di istana ini sejak kecil, makanya aku tau." Cleon berkata.
Zae mengangguk. "Saya tau. Dari kecil saya dekat sama Amberley, dan saya hafal gelagat lelaki yang naksir istri saya."
Lagi-lagi perkataan Zae bagaikan anak panah yang melaju kencang menembus dada Cleon. Wajahnya bersemu merah dan segera menutupinya dengan cara menoleh ke lain arah.
"Kamu beruntung hidup bersama Amberley dari kecil. Itu pasti menyenangkan." Cleon tersenyum.
"Banget," sahut Zae.
"Kamu hebat bisa jadikan Amberley istri," ucap Cleon lagi.
"Memang." Zae menanggapi sekenanya.
Kalau sedang dalam situasi yang menurutnya tidak enak, sikap Zae menjadi sangat mirip mendiang ayahnya. Wajah kesalnya itu tidak bisa disembunyikan. Dia akan tetap murung selama Cleon masih ada di sampingnya.
"Anda kenapa betah di dekat saya?" Zae mengangkat satu alis, heran melihat Cleon.
"Oh, hanya ingin berteman." Cleon tersenyum.
"Saya enggak mau," ceplos Zae.
Cleon tergelak. "Candaanmu bikin kaget, ya. Untungnya aku bisa menyesuaikan diri. Hehehehe."
"Saya enggak bercanda." Zae menghentikan langkah, ia tatap serius lelaki di sampingnya itu. "Saya enggak berteman dengan siapa pun. Saya enggak suka berteman."
"Ah ... oke, oke." Cleon mengangguk paham. "Maaf, maaf aku ganggu kamu, Zae."
"Baru sadar? Sejak Anda datengin saya yang jelas-jelas lagi sendirian itu udah ganggu ketenangan saya." Zae memapar dongkol.
Zae menjadi lelaki pertama yang berani membentak dan bersikap tidak ramah kepada Cleon. Selama ini Cleon selalu mendapat perilaku positif dari semua orang yang ia temui. Makanya sekarang Cleon terkejut akan galaknya Zae terhadap dia.
"Baik. Ini salahku." Cleon tidak ingin memperpanjang urusan dengan Zae.
"Ya, memang salah Anda." Zae makin kesal.
Karena dari tadi Zae jalan seorang diri di tempat ini, maka ia tidak akan pergi duluan hanya untuk menghindari Cleon. Zae mau Cleon yang menjauh seperti keadaan awal.
Sebelum melipir dari sini, Cleon mengambil sedikit kesempatan dengan berkata, "Aku boleh titip salam untuk Amberley? Tolong sampaikan ke dia buat jaga diri, jaga kesehatannya, dan jangan sampai terluka lagi—"
"Enggak." Zae menolak keras. "Anda lupa atau enggak sadar saya ini suaminya?"
Cleon mengernyit bingung. "Aku tau kamu suami Amberley. Aku cuma mau titip salam dan pesan."
Marah, Zae dorong dada Cleon menggunakan satu tangan sampai mundur dadakan dan hampir kehilangan keseimbangan. Cleon tersentak. Ia tidak mengira perkataannya membuat Zae semarah itu.
"Jangan salah paham, Zae. Sebagai Dewa Pelindung, sudah menjadi tugasku melindungi Amberley. Tapi, karena dia sudah bersuami rasanya aku jadi segan buat melaksanakan tugas itu," terang Cleon.
"Jangan tutupi fakta yang ada dengan berlindung di balik kedudukan Anda." Zae berseru rendah, tiap katanya dipenuhi penekanan.
"Fakta apa?" Cleon bertanya-tanya.
"Anda suka istri saya," sambar Zae.
"Ya, aku suka Amberley. Suka dalam artian kagum terhadap Dewi sebaik, sepintar, dan seramah dia. Bukan cuma aku yang mengagumi istrimu, Zae." Cleon bertutur cepat.
Zae tersenyum miring. "Anda bukan bicara dengan anak kecil yang polos dan enggak bisa membaca bahasa tubuh seseorang."
Di beberapa detik pertama Cleon tak mampu membalas perkataan Zae. Ia memutar otak untuk merespons sebaik mungkin. Bagaimana pun juga Cleon tidak mau Zae curiga kepadanya.
"Menurutmu aku suka Amberley lebih dari sekadar kagum? Seperti perasaan kamu ke dia?" Cleon tertawa pelan. "Kamu salah, Zae. Aku cukup sadar diri untuk menjadi sainganmu."
Zae mempertajam netra. "Lagian buat apa mau nyaingin saya? Saya sudah menang sejak awal."
Cleon tidak punya celah untuk mengeluarkan kata-kata lainnya. Ia akhirnya hanya bisa pamit dan terburu-buru meninggalkan Zae. Dari tempatnya berpijak, Zae masih terus mengamati Cleon yang semakin melangkah jauh.
Ketika Cleon menoleh ke belakang, rasanya dia mau menghilang di detik itu juga karena ternyata Zae sedang menatapnya dengan sorot mata terlalu nyalang, seolah sedang mengambil ancang-ancang sebelum menerkam Cleon.
Cleon mempercepat gerak kakinya sambil mengumpat dalam bisikan, "Sialan."
༻✽༺
Di sebuah kamar, dua perempuan duduk di sofa dengan keadaan tidak baik. Satu perempuan menangis, satunya lagi mencoba menenangkan. Amberley diam mendengarkan keseluruhan cerita yang Titania jabarkan dari awal sampai akhir.
Selama bercerita, Titania berusaha kuat meski hatinya telah remuk dan berakibat fatal pada kondisi tubuh serta pikiran.
"Dia setubuhin aku, Aley ... dia lakuin itu dari siang sampai sore. Enggak berhenti." Titania menekan dadanya, ia terus menangis. "Sakit ...."
Ini merupakan informasi paling tidak ingin Amberley dengar dari mulut sepupunya. Tubuh Amberley membeku setelah Titania membeberkan adegan paling mengerikan yang pernah menimpa dirinya selama delapan belas tahun hidup di Bumi. Itu menjadi peristiwa terburuk yang Titania alami bersama lelaki.
Dada Amberley sesak, tangannya ikut gemetaran, lidahnya kelu, dan air mata bersiap luruh membanjiri wajah. Hati Amberley dibuat patah oleh fakta yang segila ini.
"Cleon setega itu sama kamu?" Suara Amberley pelan, tangisnya tertahan sesaat.
Amberley tatap wajah Titania yang bila diperhatikan secara detail akan terlihat luka-luka kecil di dekat bibir, dan jejak tamparan yang memenuhi pipi. Pantas saja pipi Titania tampak lebih merah dari biasanya, itu karena ditampar berulang kali oleh Cleon.
Jemari Amberley mengusap noda darah kering di sudut bibir Titania, lalu mengelus pelan-pelan pipinya yang juga menjadi korban kekerasan Cleon.
Saat Amberley menyingkirkan rambut panjang Titania ke belakang, seketika itu air matanya merebak tak tertahankan. Amberley temukan adanya kissmark yang bukan cuma satu, tapi lebih dari lima. Titania menyembunyikannya di balik rambut.
Selang sedetik, Amberley menangis seraya ia peluk kembali Titania. Dipeluknya erat-erat anak itu sambil diusap-usap punggung serta kepalanya. Titania menenggelamkan wajah di bahu Amberley. Mereka sama-sama menumpahkan derai air mata kehancuran.
"Dari pagi sampai sore Cleon jahatin kamu. Dari pagi sampai sore kamu pasti teriak minta pertolongan." Amberley terisak. "Tita ... maafin aku enggak ada di waktu kamu butuh aku. Maafin aku kurang jaga kamu."
Amberley mengepal tangannya, ia menangis keras tanpa bisa mengontrolnya. Ia geram terhadap dirinya yang tidak peka akan keresahan Titania di sepanjang pagi sampai sore. Amberley syok, takut, marah, semua emosi buruk menjadi satu.
"Jangan minta maaf, Aley ... ini semua karena aku enggak bisa lawan Cleon. Harusnya aku ikutin kata hatiku buat tolak ajakan Cleon ke ruangan itu, tapi aku enggak berani bilang. Aku takut," lirih Titania.
"Seandainya aku berani lawan dia, kejadian ini enggak bakal ada." Titania menyeka air matanya. "Kenapa aku enggak bisa galak ke dia? Aku juga enggak bisa banyak gerak. Aku cuma bisa teriak ... dan enggak ada yang denger."
Amberley menenangkan Titania lagi. "Semua salah Cleon. Semua berasal dari otak busuk dia, Tita. Jangan sudutin diri kamu, ya? Kamu korbannya."
Titania tidak berkata-kata selama Amberley menyalurkan ketenangan lewat sentuhan dan penuturan lembut. Amberley berusaha membuat Titania tak lagi khawatir, meski nyatanya itu sulit dilakukan. Titania tetap cemas dalam menghadap tiap detik yang terus bertambah.
"Cleon itu Dewa Pelindung ... semua orang enggak akan percaya kalau aku bilang tentang kejadian itu. Aku takut banget, Aley. Aku belum siap kalau nanti disebut pembohong." Titania bertutur.
Amberley menanggapi, "Enggak. Aku percaya sama kamu. Keluarga besar kita pasti percaya sama kamu, Ta."
Pelukan mereka lepas bersamaan Titania tegang setelah Amberley berkata seperti itu. Titania berujar, "Jangan bilang ke mereka sekarang. Kasih waktu beberapa hari lagi, Aley ... biar Mama dan Papa enggak kaget."
"Sekarang, Ta. Mereka harus tau secepetnya." Amberley menyahut.
"Aley ...," tangis Titania pertanda ia semakin ketakutan.
"Kalau disembunyiin malah lebih parah nantinya. Cleon enggak bisa dibiarin bebas gitu aja. Aku enggak terima, Tita. Aku enggak bisa liat kamu dapet perlakuan kayak gitu." Amberley bertutur tegas.
Tanpa Titania ketahui, barusan Amberley mengirim telepati kepada Alaia untuk segera datang ke kamar ini bersama orang tua Titania.
Amberley menghargai Titania dan memikirkan keadaannya juga, maka ia melaporkan kejadian ini tidak ke semua anggota keluarga besar Raja. Biar itu menjadi keputusan orang tua Titania.
Titania dipeluk lagi hingga berdetik-detik lamanya. Amberley memejamkan mata menahan derai yang masih ingin terus dikeluarkan. Mereka saling bungkam dengan tangisan yang belum usai.
Pikiran Titania kalut. Dia mengkhawatirkan banyak hal, salah satunya akan seperti apa reaksi Ale dan Aishakar saat tau peristiwa sekeji ini menimpanya. Titania sangat takut. Ia tidak mau mengecewakan orang tuanya, tapi kecemasan itu malah jadi nyata.
Titania menganggap dirinya bersalah dan menjadi perempuan paling kotor. Ketakutan itu makin-makin membuat hati Titania pedih saat terlintas di benaknya tentang kehamilan.
Bagaimana bila Titania hamil?
Tangisannya berangsur histeris memikirkan kejadian paling-paling mengerikan dari ini semua, yaitu menikah dengan Cleon. Titania tidak mau itu terjadi. Dia tak ingin hidup bersama seseorang yang telah merenggut kesuciannya, melakukan kekerasan fisik terhadapnya, dan merusak psikologisnya.
"Tita ...," sebut Amberley sembari menepuk-nepuk punggungnya ketika Titania memperkeras suara tangis.
"Takut," bisik Titania seraya meremas dress yang Amberley kenakan.
"Setelah ini semuanya pasti membaik. Cleon pasti dapet hukuman setimpal, bahkan lebih-lebih dari yang udah dia lakuin ke kamu." Amberley berkata.
Titania tetap menangis, dia merasa diintai sesuatu yang sebetulnya tidak ada. Ia semakin lemah dan seakan tak bisa bangkit dari keterpurukan. Dunia Titania runtuh sedetik setelah Cleon menyentuhnya.
Berpuluh detik berikutnya, pintu kamar terbuka dan tiga orang masuk. Ale berlari cepat menghampiri Titania, disusul Aishakar yang juga mendatangi sang anak. Alaia mengunci pintu lalu berjalan lebih pelan menyamperi cucu-cucunya.
"Tita ... kenapa, Sayang?" Ale bertanya cemas dan itu membuat Titania menangis sekejer-kejernya.
"Mama," sebut Titania di sela isakan.
Ale dan Aishakar memeluk Titania dengan dihiasi isak pilu. Amberley menjauhkan diri setelah Titania berpindah ke pelukan orang tuanya. Ia berdiri di samping Alaia sambil menunduk, merasakan duka yang menyelimuti keluarga kecil itu.
"Kamu disentuh lelaki? Lebih dari sentuhan biasa?" Aishakar berbisik, ia bertanya sampai wajahnya pucat.
Titania mengangguk kaku, dia menunduk karena tidak berani melihat reaksi orang tuanya. Menatap wajah Ale maupun Aishakar sudah cukup menciptakan goresan besar di hati Titania.
"Anak Papa ...," lirih Aishakar yang semakin erat mendekap putrinya.
Amberley cemberut menyaksikan adegan di hadapannya ini, lantas ia dipeluk Alaia dan diusap berulang kali punggungnya. Air mata Amberley membasahi baju Alaia. Dan kesedihan ini membuat banyak butiran berlian kecil merosot ke pipi Alaia lalu jatuh ke lantai.
Alaia menangis dengan bibir tertutup rapat. Ia menahan suaranya untuk menghindari koneksi terhadap alam. Gemuruh dan debur ombak memang sudah mulai mengamuk, tapi amukannya tidak begitu besar selama Alaia mengontrol tangisan. Itu ia lakukan agar tidak banyak dewa dan dewi bertanya-tanya tentang apa yang terjadi terhadap Alaia.
"Aku marah banget sama Cleon, Geema." Amberley mengadu.
Alaia mengangguk samar. "Geema ngerti perasaan Aley."
"Aku enggak mau Tita nikah sama Cleon. Itu bukan jalan terbaik buat Tita. Aku enggak bisa bayangin separah apa penderitaan Tita kalau hidup sama lelaki yang ngehancurin kebahagiaan dia," ucap Amberley.
"Iya." Alaia mengiakan seraya mengelus kepala Amberley. "Aley, lakuin apa yang mau kamu lakuin ke Cleon."
Suara penderitaan Titania belum berhenti mengisi ruang. Sekarang ia hanya dipeluk Ale, sedangkan Aishakar membelai kepalanya dengan perasaan hancur melihat anak yang ia jaga malah dirusak lelaki itu.
Aishakar sangat-sangat menyesal telah memberi izin kepada Cleon untuk bawa Titania jalan-jalan hanya berdua. Andai Aishakar lebih ketat menjaga putrinya, mimpi buruk ini tidak mungkin terjadi. Ia tertipu oleh kedudukan Cleon sebagai dewa yang semestinya melindungi semua orang.
Penyesalan memang selalu datang di akhir dan Aishakar tak semudah itu memaafkan dirinya sendiri. Ini menjadi teguran besar untuk dia dan Ale sebagai orang tua agar lebih-lebih memerhatikan anak mereka. Juga agar lebih tanggap terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan Titania.
"Dia lakuin itu di mana, Sayang?" Ale bertanya usai beberapa saat terlewat tanpa percakapan.
"Di ruangan kosong, Ma. Aku lupa letak persisnya di mana ... yang aku inget ada lorong menuju kamar itu. Sepi banget enggak ada orang," terang Titania.
"Kamu mau cerita selama itu kamu diapain aja sama dia?" Intonasi Ale memelan.
Titania menarik napas panjang sebelum menjawab. Ia menguatkan hati mengingat apa yang Cleon perbuat padanya. Bayangan itu menyeruak masuk ke ingatan yang begitu cepat mengiris hati Titania untuk ke sekian kalinya. Sakit sekali ....
Aishakar menepuk-nepuk dan mengusap bahu Titania. Ale peluk lagi putrinya itu seraya berkata, "Enggak apa-apa. Mama enggak minta Tita buat cerita sekarang."
Amberley tertunduk sambil menutup mata dengan kening mengerut tipis. Ia sudah mendengar penjelasan yang Ale dan Aishakar ingin dengar dari Titania. Membayangkannya sudah bikin hati Amberley remuk, apalagi perasaan Titania sebagai korban yang menerima perlakuan tersebut.
Kegeramannya tak bisa disimpan lebih lama lagi. Amberley melipir dari kamar, ia membuka pintu yang semula dikunci lalu pergi dengan langkah besar-besar. Rahangnya mengeras bersamaan kedua tangannya terkepal kuat.
Mata tajam Amberley mengarah lurus ke depan, napasnya berderu berat, dan lambang-lambang di telapak tangannya menyala serempak. Amberley mencari Cleon.
Iris peraknya menyala sekilas saat ia menemukan sosok yang dicari. Cleon terlihat di jauh sana, berjalan santai ke area sepi di lantai tiga. Amberley cepat-cepat mengikutinya, ia menaiki anak tangga tanpa sepengetahuan Cleon.
Ketika jarak mereka sudah dekat, Amberley langsung menurunkan kecepatan langkah agar tidak kelihatan terburu-buru. Ia menetralkan embus napas dan ekspresi. Amberley bersikap tenang seolah ia tak tau kebusukan Cleon.
"Cleon Varpheus!" panggil Amberley.
Lelaki itu menghentikan jalannya dan berbalik ke belakang. Senyumnya terukir melihat siapa yang memanggil. Debar-debar itu muncul dibarengi sekelompok bunga bermekaran dalam hati Cleon.
"Hey, Amberley." Cleon menyahut ramah.
Sebenarnya Amberley muak dan ogah membalas senyuman itu. Berhadapan dengan Cleon pun rasanya sangat gerah. Namun, Amberley harus melakukannya sebentar demi keadilan untuk Titania.
"Akhirnya ketemu. Dari tadi aku cari kamu. Kamu ke mana aja? Aku baru liat sekarang," kata Amberley.
Terlihat jelas semburat merah menghiasi pipi Cleon. Dia salah tingkah. "Ah ... kamu cari aku? Aku ada kesibukan seharian ini, makanya baru sekarang aku muncul lagi."
"Oh, begitu." Amberley memberinya tatapan sendu. "Sesibuk itu, ya? Aku khawatir, tau."
"Kamu khawatir?" Cleon tak menyangka, dan hal itu menyebabkan degup di jantungnya semakin tidak karuan.
Amberley mengangguk dengan pupil membesar yang membuatnya terlihat makin cute. "Emangnya kamu abis ngapain?"
"Aku habis bantu-bantu banyak orang, melindungi mereka, memastikan keadaan mereka baik. Kamu tau tugasku apa, kan?" Cleon terkekeh kecil.
Senyum Amberley terukir lagi. "Kamu hebat banget, Cleon."
Wah, rasa kagum dan cinta Cleon terhadap Amberley seketika meroket sampai ke langit teratas. Ini adalah kebahagiaan yang Cleon tunggu-tunggu dari lama. Ia ingin berbincang banyak dengan Amberley, terutama menerima pujian dari perempuan itu.
"Enggak semua orang bisa lakuin tugas itu. Cuma kamu yang bisa. Aku selalu terpesona sama lelaki kayak kamu gini," celetuk Amberley.
Dalam hati Amberley melanjutkan, "Mau muntah ...."
"Zae enggak marah kamu bilang itu ke aku? Dia suami kamu, lho." Mata Cleon menyiratkan kebahagiaan yang melimpah.
"Zae enggak tau." Amberley menyahut tenang, tapi hatinya langsung berkoar minta maaf kepada Zae.
Cleon pikir Amberley mulai nakal dengan berani bersikap seperti itu di belakang Zae. Tanpa ragu Cleon melangkah maju mengikis jarak antara dia dan Amberley. Ia mati-matian menahan diri yang ingin sekali menyentuh istri Zae, memeluknya, menghirup aroma rambut dan lehernya dari dekat.
Amberley mundur halus sejauh dua jengkal. Ia berkata, "Aku penasaran kamu temuin siapa aja hari ini."
"Aku enggak bisa sebutin satu per satu." Cleon sulit menghentikan senyumnya.
"Banyak, ya?" sahut Amberley.
"Iya ... banyak." Cleon berbohong.
Amberley menyipitkan mata dan menyetus tajam, "Atau muka kamu yang banyak?"
Senyum yang awalnya terukir di wajah Cleon, kini sirna berganti ketegangan dan heran. Ia mengeluarkan suara kecil penuh tanya, "Maksud kamu gimana, Amberley?"
"Jangan kamu pikir aku enggak tau apa yang udah kamu lakuin ke Tita." Amberley menatapnya nyalang.
"Aku lakuin apa?" Cleon bersikap seakan-akan dia tidak tau. "Oh, mungkin maksud kamu waktu aku pergi berdua Tita ke taman belakang. Iya, aku sama dia ke sana, tapi cuma jalan-jalan."
"Jangan bohong, Cleon!" Suara Amberley meninggi, dia spontan mendorong kencang dada Cleon sampai mundur beberapa langkah. "Setitik air mata Tita jatuh karena kamu, kamu berurusan sama aku."
Suasana berubah secepat itu. Cleon tidak menyadari sejak awal Amberley datang niatnya untuk membahas ini. Sekarang Cleon harus pintar-pintar memasang tampang lugu demi keselamatannya dari serangan Amberley.
Entah akan berhasil atau tidak ....
Cleon panik dan tanpa sadar tergagap, "Aku enggak—"
"Kamu jadiin dia pelampiasan nafsu karena kamu enggak bisa lakuin itu sama aku." Amberley memotong ucapan Cleon.
"Di mana akal kamu? Perempuan sebaik Tita kamu perlakuin seenaknya," lanjut Amberley. "Kamu ngerusak semuanya! Kamu bikin aku benci banget sama kamu!"
Cleon hendak menenangkan Amberley yang berapi-api dengan cara memegang bahunya, tapi Amberley langsung menepis tangan lelaki itu dan memukul dada Cleon tiga kali berturut-turut. Kepalan tangan Amberley cukup kuat menghantamnya hingga Cleon hampir tidak bisa bernapas. Ia lanjut menendang perutnya sampai Cleon terjerembab di lantai.
Amberley menghampiri Cleon yang sedang beranjak duduk sambil menyentuh dada. Baru saja Cleon mendongak, wajahnya seketika menerima tinjuan keras dari Amberley.
"Gimana? Puas sekarang? Kamu enggak cuma ngerasa cinta bertepuk sebelah tangan, tapi juga dibenci sama orang yang kamu kagumi dari lama karena ulah keji kamu sendiri." Amberley berseru.
Cleon bangkit berdiri dan meringis. Darah meleleh dari lubang hidungnya setelah terjadi retak akibat pukulan Amberley.
"Ya, aku mengaku salah. Aku punya alasan kenapa aku lakuin itu ke Titania. Itu karena aku sayang kamu, Amberley. Aku enggak mungkin ngerusak kamu," ungkap Cleon.
"Orang gila!" maki Amberley. "Bahkan setan minder liat kelakuan bejat kamu, Cleon."
"Kamu enggak paham sesakit apa perasaan aku lihat kamu menikah sama lelaki lain." Cleon memapar sedih, mukanya tiba-tiba jadi melas.
"Sesakit apa Tita sekarang?! Fisiknya, hatinya, mentalnya! Kamu hancurin dia cuma karena keegoisan kamu, Cleon!" hardik Amberley.
Kemarahan Amberley meningkat bersama air mata yang mengalir. "Dia adik aku! Aku enggak bisa liat dia nangis terus gara-gara kamu! Hati aku sakit liat Tita sekacau itu!"
"Aku enggak mikirin itu. Aku mau kamu, Amberley. Aku terima kamu sudah menikah, tapi aku tetap enggak bisa hilangin perasaan ini." Cleon mengaku.
Sudah keterlaluan. Amberley kehabisan kata melihat kebodohan Cleon yang tak terbendung lagi. Setiap Amberley berbicara tentang Titania, pasti Cleon tidak fokus ke pembahasan itu dan malah membicarakan perasaannya.
Amberley marah, dia ngehempas badan Cleon pakai kekuatan es sampai mental jauh ke jendela besar dan kacanya pecah. Cleon hampir jatuh. Ia berpegangan erat pada kerangka jendela yang dipenuhi pecahan kaca.
"Amberley, tahan emosi kamu." Cleon memohon.
Dengan kasar Amberley meremas baju Cleon dan menyeret lelaki itu entah ke mana. Padahal tubuh Amberley kecil, tapi Cleon sama sekali tidak berani melawan. Cleon merasakan apa yang Titania rasakan saat ia serang di ruangan itu.
"Di mana kamarnya?" Amberley bertanya, tapi nadanya membentak. "Kamar tempat kamu siksa Tita!"
Cleon menunjuk arahnya di mana, dan Amberley mengikuti petunjuk tersebut. Cengkeraman Amberley makin erat di baju Cleon selama mereka berjalan ke sana. Mereka melewati jalan sepi untuk menghindari pandangan dewa dan dewi lain.
Setelah tiba di ruangan ini, Amberley berhenti dan melepas tangannya dari baju Cleon. Ia sesak melihat seisi kamar yang menjadi saksi bisu penderitaan Titania. Di ruang sesuram inilah Titania berjuang menyelamatkan diri dari Cleon, tapi tidak berhasil.
Alat-alat yang Cleon pakai untuk kelancaran permainannya juga masih ada. Dari jarak jauh Amberley bisa lihat bercak darah di beberapa bagian. Ia segera memalingkan muka dan meredam kepedihan di dada.
Cleon berdiri di belakang Amberley yang tercenung setelah melihat isian kamar. Keadaan di sekitar mereka sunyi. Dengan tiba-tiba pikiran mesum mengisi benak Cleon yang teramat sangat menginginkan Amberley.
Cleon menurunkan celana, lalu pelan-pelan menyentuh ujung dress pendek Amberley.
Dari sudut mata Amberley turun sebulir air yang kemudian ia usap. Amberley mundur sedikit, tanpa sengaja mempersempit jarak dengan Cleon di belakangnya.
Cleon mengarahkan kepunyaannya ke bokong Amberley yang masih tertutup setengah dress. Ia mengigit bibir bawah saat akan meremas bulatan Amberley yang padat dan berisi. Apalagi bulatan di depan yang selalu membuat Cleon terpukau akan kesempurnaan bentuknya.
Kepala penisnya hanya berjarak tiga sentimeter dari Amberley. Cleon menahan desahnya. Amberley yang sedang terpuruk itu belum bergerak dari tempat dan masih merenungi nasib Titania.
Dua detik berselang, peristiwa nahas terjadi dan tak bisa dihindari lagi.
"AHHH!" Cleon menjerit sangat-sangat histeris bersamaan darah bercucuran turun dari area intimnya. Ia seketika tidak berdaya dan jatuh ke lantai.
Amberley melakukannya begitu mulus. Tanpa berbalik badan ia bergeser ke kiri dan satu tangannya mengayun ke belakang bersamaan mengeluarkan kekuatannya berupa es tipis setajam samurai.
Cleon kira dia akan berhasil menyentuh Amberley. Nyatanya, Amberley memotong kepunyaan Cleon.
Amberley berputar badan dan menatap rendah Cleon di bawahnya. "'Mataku' ada di depan, belakang, kiri, kanan, atas dan bawah. Masih berani macem-macem?"
"Amberley." Cleon merintih pilu, dia kesulitan bernapas normal merasakan sakit yang membuatnya seperti akan mati.
"Ini belum seberapa, Cleon. Aku enggak puas cuma liat kamu kehilangan penis ciut itu," ujar Amberley.
"Aku enggak sabar sama apa yang bakal dilakuin Geema dan Papa Tita ke kamu." Amberley melanjutkan.
Cleon menangkap betis Amberley dan meminta tolong. Tanpa adanya keraguan Amberley langsung menendang badan Cleon sampai pegangannya lepas dari kaki dia.
"Kamu rusak hati, fisik, organ intim, dan pikiran Tita. Aku mau kamu rasain itu juga," cetus Amberley.
"Jangan kamu kira aku enggak berani bertindak lebih dari ini ke kamu, Amberley. Kamu sakiti aku." Cleon berseru.
"Emangnya bisa?" Amberley memberi tatapan menghina.
Senyum sinis terukir di wajah cantik Amberley. Dia berkata, "Inilah kenapa aku jatuh cinta banget sama Zae. Dia baik, tulus, dan yang paling utama dia selalu menghormati perempuan—kecuali perempuan jahat. Dia enggak sinting kayak kamu."
"Cuma Zae satu-satunya lelaki yang berhasil bikin hati aku terbuka sepenuhnya buat dia. Sebaliknya, kamu lelaki paling aku enggak suka dan berharap kamu hilang dari dunia ini." Amberley bertutur ceria.
Cleon membalas, "Aku enggak peduli rasa cinta kamu ke Zae. Dia cuma manusia yang mudah dilenyapkan dengan cara dibunuh. Ingat, Amberley, apa yang aku mau bakal terus aku kejar sampai aku dapat."
Amberley menutup mulut berpura-pura kaget dan ketakutan. Lalu ia berucap lembut, "Seramnya ...."
"Aku harus apa, ya, biar kamu enggak bisa kejar aku? Oh ... aku harus lakuin ini." Amberley berbicara dengan tenang yang kemudian mendaratkan satu kaki di perut Cleon. Ia injak dan tekan-tekan kuat sampai lelaki itu terbatuk dan makin lama keluar darah dari mulutnya.
Dengan kaki yang dibalut boots hak tebal, Amberley menginjak-injak tangan Cleon dan juga dadanya.
"Enak? Kalau kamu belum puas, aku siap bikin muka kamu enggak berbentuk lagi, Cleon." Amberley berujar sambil melipat tangan di depan dada.
"Tapi, kita lanjut nanti aja, ya? Aku mual lama-lama ada di sini. Darah kamu bau banget," celetuk Amberley seraya melirik genangan merah di lantai dekat kaki Cleon. "Ish ... menjijikan."
"Amberley!" Cleon menangis tanpa isak, dadanya sesak dan ia cuma bisa bernapas lewat mulut.
Amberley tidak menaruh rasa peduli. Ia berjalan lurus meninggalkan Cleon yang berteriak penuh derita. Cleon memandangi siluet tubuh Amberley di lorong sambil meminta pertolongan ke semua orang berkali-kali hingga suaranya serak.
"Teriak terus, Cleon. Orang di luar sana enggak ada yang denger kamu. Kamu bikin area ini kedap suara, kan?" Amberley berucap manis seraya menjauh.
• ༻ A M B E R L E Y ༺ •
Yuk beri selamat ke Cleon abis disunat sampe burungnya hilang 😍👏🏼
gimana chapter 18, babygeng?! kasih komentar ya 🖤🤍
⚠️ kalau mau baca adegan full Tita-Cleon bisa dibaca di KaryaKarsa aku @radexn ya!! Judulnya "AMBERLEY [Additional Part] - 17" hati-hati banyak adegan berbahaya dan gila ⚠️
SEE YOUUU~
I love you Babygeng 🤟🏻😘😋
terima kasih selalu setia sama karyaku! ikutin terus perjalanan seru AMBERLEY yaaa 🤍🖤 jangan lupa share cerita ini ke orang-orang dan sosmed kamu! love you puuuul bebigeng 💜
FOLLOW IG AKU BIAR KITA KENAL:
@radenchedid
FOLLOW IG KHUSUS KARYAKU:
@alaiaesthetic
SUBS CHANNEL TELE KHUSUS BABYGENG, ada banyak RP ALAÏA UNIVERSE di sana:
@BABYG3NG (pake 3)
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro