13. Damaged
13. Damaged
Keadaan rumah tidak karuan seberantakan apa. Jisa enggan membereskannya, ia sama sekali tak mau menyentuh barang yang sudah ia hancurkan. Ia hanya mementingkan diri sendiri tanpa peduli pada hal lain.
Saat ini Jisa berdiri di dekat jendela yang terbuka lebar dan menampilkan langit kelabu. Awan menggumpal tebal pertanda hujan lebat akan segera turun. Angin kencang tak henti-hentinya menyerang pepohonan di bawah sana.
Jisa berdecih. "Enggak berguna," gumamnya sambil menatap langit.
Coreng alami di wajah Jisa tak ia tutup dengan cairan khusus lagi. Pakaiannya terbuka, memperlihatkan ukiran unik di sekujur tubuh. Jisa berani berpenampilan seperti itu karena ia sendirian di rumah.
Dengan tampang murung Jisa mundur dan menutup jendela begitu kasar. Ia berbalik badan, lanjut melangkah mendekati cermin besar yang pada permukaannya terdapat banyak retak akibat ia tinju beberapa hari silam.
"Kamu milik Zae satu-satunya." Jisa menunjuk figurnya di cermin.
"Kamu yang paling berkuasa atas Zae," lanjut Jisa. "Zae cuma boleh nurut sama kamu. Zae cuma boleh cinta sama kamu."
Jisa berdiri lebih tegap seraya mengangkat dagu dan melipat tangan di depan dada. Ia menyipitkan mata lalu bertutur tegas, "Istri Zae cuma aku! Sejauh apa pun Zae menghindar, dia pasti balik ke aku lagi."
"Enggak ada yang boleh ambil Zae dari aku. Amatheia, Amora, terutama Amberley, mereka enggak boleh sentuh Zae!" sentaknya.
"Zae tercipta buat aku. Zae hanya untuk Red Ivonne, bukan Brittany Amberley Raja." Jisa berimbuh.
"Ivonne selalu jadi yang terdepan. Raja dan Lonan harus tunduk sama aku." Jisa menyetus tajam.
Wajah murungnya perlahan berubah ketika senyum Jisa muncul setengah. Ia tersenyum miring seraya menyentuh perutnya yang tipis seperti tidak pernah mengonsumsi makanan berlemak. Jisa mengusap perut, ia mengelusnya lembut.
"Aku enggak sabar mau mengandung anak kamu, Zae. Ralat—anak kita." Jisa bertutur senang.
"Sebentar lagi kamu lupa sama semua keluarga, temen, bahkan musuh kalau kamu punya. Satu-satunya yang kamu inget cuma aku," ucap Jisa disusul kekehan.
"Kita bakal hidup bahagia berdua. Enggak ada lagi perebut. Enggak ada Aley si pelakor murahan di antara kita. Aku seneng banget," tambah Jisa.
Jisa menjauh dari cermin, ia mendatangi ranjang yang keadaannya juga tidak rapi. Ia duduk di tepi sambil memainkan rambut merahnya. Jisa tidak bisa berhenti cengar-cengir memikirkan seindah apa hidupnya bersama Zae setelah memisahkannya dari orang-orang terdekat.
Perempuan itu memeluk guling sembari mengusap-usapnya. Sesekali Jisa menghirup aroma benda mati tersebut. Ia nampak nyaman berada di posisi ini karena di keadaan tertentu Jisa menganggap gulingnya adalah Zae.
"Zae, kamu beruntung banget dapetin aku. Dulu aku susah jatuh cinta, banyak lelaki yang enggak berani deketin aku dan aku yakin mereka minder. Tapi, sekarang aku bener-bener jatuh sedalam ini sama kamu. Kamu bikin aku berubah ... kamu ambil perhatian aku sepenuhnya," ungkap Jisa.
"Kamu cinta pertama dan terakhir aku, Sayang." Jisa mencium guling. "Aku harus jadi cinta pertama dan terakhir kamu juga. Enggak boleh perempuan lain."
Mimik Jisa berganti suram. Ia memanyunkan bibir dan bertutur sedih, "Aku kangen banget sama kamu, Suamiku. Kangen liat muka ganteng kamu, kangen bibir kamu, kangen badan kamu, apalagi jari-jari tangan kamu."
"Aku tau, di sana kamu pasti kangen juga sama aku. Kamu tersiksa hidup sama Aley, ya? Tadinya aku marah sama kamu karena kamu nikahin dia tanpa bilang ke aku. Sekarang aku ngerti, kamu cuma terpaksa ... kasihan banget Suamiku." Jisa membelai guling dan mengecup sisi atasnya.
Jisa dibutakan oleh cintanya terhadap Zae. Segala yang ada di dunia ini tidak berarti bagi Jisa, terkecuali Zae. Orang tuanya sendiri tak ia anggap penting. Jisa memakai Sarkana dan Vulcan untuk membantunya menjauhkan Zae dari keluarga besar Raja, Lonan, dan dewa-dewi.
Setelah puas memeluk guling, Jisa mengangkatnya dan menaruh pelan-pelan di sisi kiri kasur. Jisa merebah di samping guling seraya merapatkan diri agar tidak jauh-jauh dari gulingnya.
"Aku mau punya anak sebanyak mungkin sampai dunia penuh sama anak-anak kita. Nanti kita liat mereka tumbuh, cantik kayak aku dan ganteng kayak kamu. Seru banget," ucap Jisa.
"Di beberapa tahun ke depan, kisah cinta kita bakal jadi sejarah paling romantis yang pernah ada." Jisa melanjutkan.
Ia kembali berseru, "Oh, iya! Aku berencana mau ngeborgol satu tangan kamu dan satu tangan aku biar kita enggak bisa dipisahin. Ke mana-mana selalu bareng ... ah, semua orang pasti iri sama keharmonisan kita."
Jisa sangat berantusias memikirkan rencana-rencana yang ingin ia lakukan bersama Zae. Wajahnya berseri-seri tiap membayangkan sesempurna apa hidup mereka berdua. Lantas Jisa beranjak duduk dan mengirim telepati kepada orang tuanya untuk menyampaikan kabar bahagia ini.
"Mom, Dad! Aku semakin enggak sabar mau kurung Zae. Kapan aku bisa ketemu Zae lagi?" papar Jisa.
Kurang dari satu menit Jisa langsung menerima balasan dari Sarkana, ibunya. "Secepatnya Zae kembali ke tangan kamu, Princess. Jangan khawatir."
"Yay! Aku seneng banget." Jisa terlalu bahagia.
Sarkana dan Vulcan ikut senang mendengar putri mereka sebahagia itu. Mereka makin gencar menarik Zae ke lingkup klan Ivonne agar Jisa bisa merasakan kebahagiaan di setiap harinya, di sepanjang hidupnya yang tak akan pernah mati.
Jisa merupakan anak tunggal tercinta Sarkana dan Vulcan yang kelahirannya ditunggu-tunggu hingga ratusan tahun.
Selama ini Jisa tinggal di istana milik orang tuanya. Suatu hari Jisa meminta kepada mereka untuk dipindahkan ke tempat lain yang belum pernah ia kunjungi. Pilihannya jatuh ke Pantai Irvetta, wilayah paling berbahaya bagi keluarga Ivonne, tapi Jisa justru penasaran.
Hingga akhirnya Jisa bertemu seorang lelaki sedang melamun sendirian di ujung dermaga. Lelaki itu adalah Zae.
"Hai, aku mau kenalan. Boleh tau nama kamu?" Jisa yang memulai percakapan kala itu.
Zae lelaki pertama yang membuat Jisa percaya adanya cinta di dunia ini. Ia terlibat cinta sedetik setelah bertatapan dengan Zae. Paras rupawan dan senyum manis Zae seolah menghipnotis Jisa hingga detik ini.
Dari situlah Jisa mulai memalsukan identitasnya, juga identitas orang tuanya untuk kelancaran pernikahan dia dengan Zae. Jisa memakai segala cara sampai rela mengeluarkan uang sangat-sangat banyak untuk mendapatkan kartu tanda penduduk sesuai keinginannya.
Ia turut memesan banyak piala juara utama, rapor semasa sekolah dengan nilai A semua, surat keterangan lulus dari universitas ternama di Rusia, dan macam-macam piagam palsu untuk membuat Zae terkesan dan berpikir Jisa paling pintar melebihi siapa saja seantero Bumi.
Pernikahan mereka dilandasi kebohongan besar, termasuk paksaan karena Jisa memakai kekuatan orang tuanya untuk memikat Zae dan membuat Zae patuh padanya. Zae tidak bisa melawan Jisa. Zae menuruti segala yang Jisa ucap.
Amora juga menjadi korban ilmu jahat orang tua Jisa. Tanpa Amora sadari, pikirannya telah dikendalikan dan dipaksa untuk memberi restu atas pernikahan Zae dan Jisa. Fakta sebenarnya Amora tidak menyetujui pernikahan itu.
Jisa mengaku kepada Zae bahwa usianya 23 tahun, lahir dan besar di Rusia. Ia meyakinkan Zae tentang keluarga besarnya yang tinggal di Rusia dan semuanya orang-orang sukses nan kaya raya.
Padahal saat ini usia Jisa yang sebenarnya ialah 228 tahun dengan nama asli Red Ivonne.
Jisa lahir dan dibesarkan di istana hitam itu. Ia seperti Sarkana dan Vulcan yang tak pernah sekali pun pergi ke Rusia. Mereka tidak bisa menua. Jisa anak satu-satunya, tak memiliki keluarga besar dan sejak dulu hidup hanya bertiga bersama orang tua.
Sarkana serta Vulcan selalu berpenampilan layaknya orang tua tiap bertemu keluarga Raja dan Lonan, mulai dari riasan wajah hingga cara berpakaian. Mereka tak bisa berlama-lama jauh dari istana, dan mereka paling menghindari Alaia.
Meski umurnya terbilang tua, pikiran dan tingkah Jisa masih kekanakan. Dia begitu dimanja oleh Sarkana maupun Vulcan. Jisa sering melakukan tindakan bodoh yang merugikan orang lain, tapi tak pernah dimarahi ibu dan ayahnya.
Jisa mau semua orang mematuhi perintahnya. Ia mau disanjung, dipuja, dan dicintai semua makhluk hidup. Ia mau disebut perempuan paling cantik dan sempurna.
Jisa makin besar kepala dan angkuh karena dia memegang dua takhta sekaligus; Dewi Api dan Dewi Kehancuran.
༻✽༺
Amberley berjalan terlalu jauh dari kamar. Ia pergi hanya bersama bayangnya. Semula beberapa dewa dan dewi melintas di dekat Amberley, tapi sekarang dia betul-betul sendirian.
Pikirannya sedang kalut yang disebabkan oleh gangguan dari Jisa. Amberley penasaran, mengapa keluarga Jisa bisa memiliki kekuatan sebesar itu sampai dengan mudahnya mengirim hal jahat kepada Zae yang telah dilindungi dewa dan dewi.
Amberley menelusuri ruang bawah tanah Ethereal Palace. Ia berharap menemukan petunjuk di tempat ini karena Amberley merasakan ada tarikan yang menyuruhnya ke sini.
Drrt ... brak!
Pintu ruang bawah tanah tertutup dan terkunci saat Amberley menjauh. Bunyinya membuat Amberley menoleh, lantas ia terdiam dengan mata menyipit. Ruangan ini seketika menjadi gelap sehingga intensitas cahaya yang masuk begitu tipis.
Amberley bertanya-tanya, ia mendekati pintu dan berusaha membukanya, tapi tidak bisa. "Kekunci!" seru Amberley.
Ia menoleh ke belakang dan hanya menemukan kegelapan di sepanjang lorong bawah tanah. Napasnya terengah dibarengi kepanikan yang menghampiri. Amberley belum beranjak dari tempat, ia termangu dengan kesunyian yang amat pekat.
"Rasanya aneh di Ethereal Palace ada ruang segelap dan seseram ini." Amberley bergumam sembari ia mulai melangkah kecil-kecil meninggalkan pintu masuk.
"Bukannya semua dewa dan dewi berhak tinggal di tempat terbaik? Semua ruangan pun harus terang dan bersih," paparnya. "Ruangan ini buat apa, ya?"
"Ada sesuatu yang undang aku ke sini, dan sekarang pintunya terkunci secara otomatis," ucap Amberley sambil matanya melirik ke kiri dan kanan—hanya menemukan tembok kosong.
"Jelas ada sesuatu yang enggak beres." Amberley bertutur yakin, lantas ia mempercepat langkahnya.
Kaki Amberley bergerak serong ke kanan, ia sengaja mendekati tembok dan langsung memukulnya dengan tangan terkepal. "Something suspicious ... I can feel the bad energy."
Takut, cemas, penasaran, semua itu menyatu dalam pikiran Amberley. Ia memberanikan diri untuk terus berjalan menelusuri lorong yang semakin lama bertambah gelap. Amberley telah mencapai titik di mana sama sekali tak ada cahaya.
"Brittany Amberley Raja ...." Suara samar menyebut namanya.
Amberley spontan menoleh dan bungkam sejenak. Ia lalu berseru lantang, "Who's there?"
"Brittany Amberley Raja ...." Suara tadi menyerukan namanya lagi, kali ini menggema dari ujung ke ujung.
Sang pemilik nama berputar badan mencari sumber suara, sayangnya ia tak menemukan apa-apa. Bahkan kini suara tersebut bertambah banyak dan terus-menerus memanggilnya. Jantung Amberley berpacu teramat kuat saat ia mendengar namanya disebut oleh banyak sekali makhluk tak terlihat.
"Brittany Amberley Raja!"
"Brittany Amberley Raja!"
"Brittany Amberley Raja!"
Amberley berlari, satu tangannya meraba tembok upaya mencegah terjadinya celaka karena Amberley tak bisa melihat objek apa pun di sini. Ia seperti berlari dengan mata tertutup.
"Μόλις μπεις εδώ, δεν μπορείς να ξαναβγείς." Suara misterius itu berseru. (Sekali kamu masuk ke sini, kamu tidak bisa keluar lagi.)
Amberley mendengar suara itu kembali mengusiknya, "Αυτό είναι απαγορευμένο έδαφος. Μια θεά σαν εσένα δεν έχει δικαίωμα να είναι εδώ." (Ini wilayah terlarang. Dewi sepertimu tidak berhak berada di sini.)
"Ah!" Amberley menabrak tembok di ujung jalan, ia spontan menyentuh hidungnya yang berdenyut akibat menubruk tembok.
"Brittany Amberley Raja ...."
"Brittany Amberley Raja ...."
"Brittany Amberley Raja ...."
Bisingnya suara itu membuat Amberley panik. Ia meraba tembok di hadapannya, dan tidak sengaja mendorong tembok yang ternyata bisa bergerak semacam pintu. Amberley dorong kuat-kuat tembok itu sampai terbuka lebar, tanpa berpikir apa yang ada di baliknya.
Tiba-tiba, "AAAAAA!" Amberley berteriak saat ia tergelincir dan tubuhnya menghantam anak tangga berbahan batu dari atas hingga bawah. Tiap ujung tangga tajam, dan itu membuat Amberley terluka parah.
༻✽༺
Titania bersama Gallan baru kembali setelah bermenit-menit lamanya mereka pergi mencari tau keberadaan Zae dan Amberley.
Gallan membeberkan informasi yang ia dapat bahwa pengantin baru itu sedang bersenang-senang di kamar. Tapi, Titania merasa tidak yakin. Ia menyamperi ibunya dan memeluk Ale dengan wajah sendu.
"Kenapa, Tita?" Ale bertanya, ia mengusap rambut panjang Titania yang halus.
Aishakar memandangi putrinya dan mengernyit. "Tita sakit? Pucet banget kamu."
Titania menggeleng. "Mama, Papa, aku takut ada apa-apa sama Zae dan Aley. Perasaan aku enggak enak."
Alaia mendengar penuturan cucu keduanya itu, maka ia mencernanya dalam kebungkaman. Gestur Titania menunjukkan ketakutan yang tersembunyi, juga keresahan bercampur sedih. Mata Titania dilapisi air pertanda ia akan segera menangis.
"Tita," panggil Alaia.
Mereka semua kompak menoleh ke Titania. Anak itu mengatup bibirnya rapat-rapat, ia makin erat memeluk Ale. Titania tidak bisa mengungkapkan bahwa dia sangat ketakutan.
"Tita punya firasat jelek tentang Zae dan Aley, Mamiw. Dia takut. Badannya gemeteran," ujar Ale seraya menatap Alaia sekaligus balas merengkuh Titania.
Situasi berubah tegang. Alaia langsung ambil tindakan, ia bergegas mendatangi kamar Amberley dan Zae, tentu diikuti semua anggota keluarga Raja ditambah Amora.
Bintang jalan lebih cepat, langkahnya menyamai Alaia. Langit menyusul dan mengajak Bintang berlari ke kamar itu. Atlanna menyentuh dada, ia meredam debaran tak beratur yang menimbulkan ketegangan berbalut pikiran buruk. Amora pun merasakan hal serupa.
Setibanya di depan pintu kamar, Bintang dan Langit menempelkan telinga di celah pintu. Mereka sama-sama mendengar teriakan penuh kesakitan.
Langit membuka pintu dan sedikit terkejut ternyata pintunya tidak dikunci. Mereka masuk, di detik itu juga mereka tersentak melihat Zae meraung-raung di lantai tanpa pakaian atas. Baju Zae sobek oleh cakarannya sendiri.
"Zae!" Amora memekik, betapa kagetnya ia saat ini.
Beberapa orang menghampiri Zae untuk menolongnya. Sisanya mencari Amberley yang dipanggil-panggil tidak menyahut, dan dicari-cari ke seluruh ruang di kamar tapi tak ditemukan.
"Aley enggak ada!" Gallan memapar lantang.
"Liat di kamar mandi, Bro!" Ragas bertutur, maka Gallan menuruti ucapannya.
Gallan lari-lari ke sana, dan harapannya pupus. "Enggak ada, Daddy! Aley enggak ada di mana-mana!"
Segeralah Gallan, Ragas, Titania, dan Aishakar keluar dari kamar ini bertujuan mencari Amberley. Anggota keluarga lainnya tetap di sini, termasuk Ale yang tak akan bisa meninggalkan Amora.
"Aley, kamu di mana?" Atlanna mengirim telepati.
"Aley, jawab Mama. Kamu di mana, Sayang?"
Telepati Atlanna tidak direspons yang kemungkinan raga atau pikiran Amberley berada terlalu jauh dari sang ibu. Atlanna gelisah. Ia tidak bisa tenang, tapi tak lelah memanggil putrinya lewat kekuatan pikiran.
Alaia berlutut di dekat Zae, ia meraih tangan kanannya dan merasakan betapa panas suhu tubuh Zae. Salib terbalik di kening Zae dipenuhi retak sehingga sinar merah yang keluar nyaris tidak ada. Nyx masih bersemayam di raga Zae, tapi tidak kunjung muncul padahal Alaia memanggilnya berkali-kali.
"Buka mata kamu, Zae." Alaia meminta.
Zae mengerang, dia tak mampu mengontrol diri. Seluruh bagian badannya sakit dan terasa akan berubah menjadi abu sisa-sisa pembakaran. Zae berpikir tubuhnya terbakar, nyatanya tidak.
"Zae, buka mata. Biar Geema liat apa yang bikin kamu jadi begini." Sekali lagi Alaia berujar.
Amora berada di pelukan Ale, ia menangis sambil membekap mulut. Derai air mata Amora menunjukkan ia begitu takut kehilangan anaknya. Kondisi Zae saat ini sangat mengkhawatirkan dan membuat Amora teringat pada kejadian masa lalu ... tentang kepergian Dae.
"Jisa ...," ucap Zae sangat pelan.
"Apa?" Alaia sengaja meminta Zae mengulangnya.
"Jisa. Saya mau Jisa." Zae menggeram.
Ketika Zae membuka mata, semuanya terperangah lantaran bola mata Zae berbeda. Tatapannya juga sangat tajam, sama sekali tidak seperti tatapan seorang Zae Lonan. Iris cokelatnya kini menjadi merah persis klan Ivonne.
༻✽༺
Wajah Amberley dihiasi noda merah yang mengalir sampai ke leher. Insiden di tangga membuat dahi, pelipis, tulang pipi, dan dagu Amberley terluka. Luka yang paling parah berada di pelipis karena sobek dan masih terus mengeluarkan darah.
Amberley berdiri sembari mengulurkan tangan ke depan, ia mencari tembok untuk diraba. Setelah berhasil menggapai tembok, Amberley lagi-lagi membeku saat ia rasakan tekstur temboknya berbeda dari ruang bawah tanah yang sebelumnya.
"Ini ... ukiran apa?" Amberley menebak-nebak seraya mengusap tembok perlahan-lahan.
Ia jalan pelan-pelan sambil tetap menjamah tembok. Ukiran itu memenuhi tembok secara menyeluruh, dan hal tersebut semakin membingungkan Amberley.
Amberley berhenti sebentar, ia menepam tangannya di satu ukiran untuk ia bayangkan bentuknya seperti apa. Amberley mengikuti pola ukiran itu dengan pikiran menerka-nerka.
"Alfabet Yunani?" bisik Amberley.
Ia lanjut meraba ukiran di sebelahnya, sampai seterusnya, hingga Amberley terpegun karena semua ukiran yang ia pegang bentuknya persis huruf-huruf Yunani.
Amberley menjauh dari tembok dan memegang kepala dengan kedua tangan. Ia tekan kepalanya lantas berpikir keras harus melakukan apa. Tak mungkin Amberley pasrah terjebak di lantai paling bawah Ethereal Palace.
"Who are you, Amberley?" Amberley bertanya pada dirinya sendiri. "Remember that your Mama is a goddess, and your Appa is a demigod."
"Geepa bilang kamu bukan anak biasa. Geema bilang kamu harus tau siapa diri kamu dan apa posisi kamu, Amberley!" Ia berseru keras, matanya terpejam rapat.
"Kekuatan kamu berhubungan dengan cahaya dan kegelapan. Cahaya dan kegelapan! Kamu Dewi Musim Dingin dan Dewi Kematian! Terima sepenuhnya bahwa kamu bukan manusia!" Amberley berteriak, suaranya menggelegar dan gemanya terulang tiga kali.
"Bukan manusia!" pekik Amberley.
Amberley sadar simbol-simbol di kedua telapak tangannya menyala. Tapi, Amberley belum menyadari rambut putihnya mengeluarkan sinar tipis yang berkilauan cantik. Cahaya dari rambutnya berwarna putih bercampur perak dengan uap dingin beterbangan mengisi hampanya udara.
Saat Amberley buka mata, iris silver pada mata kirinya menyala sama seperti rambut putihnya.
Keterkejutan Amberley belum selesai. Dia membeku melihat pemandangan di hadapannya. Ketika Amberley menutup mata kiri, ia tidak bisa melihat apa pun dengan mata kanannya yang berwarna hitam. Namun, kala Amberley membuka kedua mata, ia lihat jelas ukiran-ukiran pada tembok ini mengeluarkan kilau persis warna matanya.
Tulisan-tulisan yang memenuhi tembok hitam itu bagaikan objek 'glow in the dark'. Mulut Amberley terbuka tanpa mengeluarkan suara, ia terkagum-kagum menyaksikan peristiwa ini.
Beginilah efeknya bila hati Amberley menerima sepenuhnya jati diri dia sebagai dewi, bukan manusia. Kekuatannya akan keluar tanpa ragu, tanpa merasa bimbang seperti saat Amberley masih berpikir dia hanyalah gadis biasa.
Amberley mulai membaca tulisan pada tembok. Ia tidak mengerti maksud dari rangkaian kata yang terukir di sana, tapi Amberley mencoba memahaminya. Semakin Amberley berusaha paham, maka semakin dia pusing memikirkannya.
Dari sekian banyak kata, ada deretan kalimat pendek yang menarik perhatian Amberley. Bagaimana ia tidak tertarik kalau tulisan itu warnanya paling mencolok, yakni merah keemasan.
Amberley berlarian kecil mendatangi bagian tembok yang diisi tulisan tersebut. Ia berdiri di hadapannya dan mulai membaca satu per satu kalimat berwarna merah keemasan. Semuanya memakai alfabet Yunani.
"Ramalan tahun 148, oleh Fe Eliana seorang Gadis Bintang." Amberley membaca tulisan paling besar.
"Oh, ruang ini dipakai buat diisi ramalan ribuan tahun lalu. Aku rasa ada arti tertentu buat ramalan yang warnanya beda," pikir Amberley.
Berikut ramalan masa lalu yang Amberley temukan dan warnanya paling terang;
Akan lahir dewi pertama dari laut pada bulan purnama, lahir dari sebuah hubungan terlarang. Ia diberi tanggung jawab besar bagi kehidupan masa depan.
Lahirnya Ratu para Dewa-Dewi yang merupakan cucu dari Dewi pemegang takhta tertinggi Ethereal Palace. Ia memiliki dua elemen warna kekuatan.
Terjadi kehancuran oleh pengkhianat berciri hitam dan merah.
"Wow...?" Amberley bertutur spontan, tapi nada akhirnya menggantung dan bingung.
"Ramalan pertama itu tentang Geema," cetus Amberley. "Ternyata kehadiran Geema udah diramal sejak ribuan tahun lalu."
"Ramalan kedua dan ketiga ... aku bingung." Amberley meringis.
Ringisannya datang bersamaan munculnya tulisan berwarna emas di tembok seberang. Amberley menengok cepat, ia menjadi saksi cahaya emas itu bergerak mewarnai tulisan yang semula tidak terbaca karena ronanya hitam.
Καλώς ήρθες Βασίλισσα των Θεών και των Θεών. (Welcome, Queen of Gods and Goddesses.)
Artinya: Selamat datang, Ratu para Dewa dan Dewi.
Amberley mengerutkan kening lalu menggeleng pelan. Ia menoleh lagi ke sisi tembok yang juga menyuguhkan tulisan-tulisan emas. Amberley membaca dengan detak jantung menggebu-gebu.
Semua tulisan itu berbahasa asing, untungnya Amberley mengerti.
Wilayah ini disembunyikan dari penghuni baru karena dianggap penyebab kehancuran di masa lalu.
Pengkhianat mulai membangun benteng pertahanan dan siap menghancurkan kehidupan Ethereal Palace.
Pasanganmu dalam bahaya, Ratu.
Dewi Amatheia membutuhkan konsentrasimu sebagai dewi, bukan manusia.
Amberley mundur sampai punggungnya menabrak tembok. Ia menyapukan pandangan ke sekitar, dan merasa dikepung oleh banyaknya tulisan yang ia sendiri tidak mengerti kenapa semua itu tertuju padanya.
Ia merasa tidak pantas menerima gelar "Ratu" karena banyak sekali dewi yang memiliki keahlian lebih-lebih istimewa darinya.
Seolah tau isi pikiran Amberley, tembok itu langsung mengeluarkan tulisan emas sebagai jawaban.
Kau memegang elemen hitam dan putih, Ratu. Kau mampu menghadapi situasi gelap dan terang dalam satu waktu. Kau bisa membongkar misteri dan fakta dengan sendirinya, termasuk wilayah ruang bawah tanah kedua yang terakhir kali dikunjungi para dewa dewi lebih dari seribu tahun lalu.
Sisi gelapmu menarikmu ke tempat ini, dan sisi terangmu membantu bertahan agar kau tidak tersesat.
Warnamu memancarkan aura misterius sekaligus polos, kau mengecoh para pengkhianat dengan mengira kau tidak mampu menghancurkan mereka.
Amberley bertutur ragu, "Kenapa harus aku? Ada Dewi Amatheia yang lebih berkuasa atas kehidupan dewa dan dewi."
Tembok itu menjawab,
Dewi Amatheia memang memiliki kuasa tertinggi di Ethereal Palace, ia memegang banyak elemen warna dan yang paling utama ialah biru. Biru melambangkan jiwa yang tenang, damai, serta bebas. Seorang ratu harus berfokus pada elemen hitam dan putih. Itulah dirimu, Ratu.
Usai membaca, Amberley sejenak menunduk. Ia sebetulnya masih belum begitu percaya pada tulisan tersebut. Tapi, bukan berarti Amberley menganggap semua itu bualan.
Sebelum keluarga Raja kembali ke Malverone, Amberley ingin mengajak Alaia membaca tulisan-tulisan di sini.
"Kalau benar aku Ratu, seharusnya aku boleh tau siapa pengkhianat itu. Bukannya seorang Ratu harus mencegah terjadinya kehancuran?" Amberley bertutur pelan.
Dengan cepat tembok itu memunculkan tulisan baru.
Dewi Kegelapan dan Dewa Api.
Amberley menantang, "Aku percaya kalau kamu beri tau aku nama mereka."
Sarkana dan Vulcan Ivonne.
"Mereka punya anak?" tanya Amberley.
Mereka memiliki anak satu-satunya, Ratu. Red Ivonne, Dewi Api dan Kehancuran.
Jantung Amberley mencelus seolah turun dari posisinya. Amberley ingat, Red Ivonne adalah nama di data cip milik Jisa yang pernah ia akses bersama Zae tempo hari. Sandi cip itu FG1835 yang memiliki arti Fire Goddess kelahiran tahun 1835.
"Ternyata kecurigaan aku bener ... Jisa bukan orang biasa." Amberley bergumam.
Pupil Amberley membesar, ia bersicepat meninggalkan tempat dan mencari tangga menuju lantai atas. Amberley tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada tembok yang membantunya.
"Terima kasih, Tembok!" seru Amberley.
Ia berlari menaiki anak tangga dengan penerangan dari tulisan-tulisan di tembok. Tangga ini cukup panjang. Bersamaan Amberley lari ke atas, kilauan pada tulisan di tembok tadi perlahan-lahan redup dan tempat ini sebentar lagi kembali gelap gulita.
Amberley membuka pintu yang terbuat dari batu menyerupai tembok, ia keluar dari sana dan lanjut berlari menelusuri lorong gelap ruang bawah tanah pertama. Pintu yang semula terkunci, kini dengan mudahnya Amberley buka.
Matanya berbinar saat Amberley meninggalkan ruang gelap itu. Langkahnya membawa dia balik ke dalam istana yang megah dan terang. Amberley tidak sabar untuk menemui Zae yang ia pikir masih terlelap di kamar.
Sesampainya di kamar, Amberley membuka pintu dan seketika senyumnya pudar.
Ia lihat keluarganya berada di sini, mereka sebagian menangis dan terdiam dengan wajah kusut, putus asa. Zae tidak ada. Mereka juga terkejut melihat Amberley luka-luka.
Amberley mendekat. Terkaan paling buruk mengisi benaknya mengenai Zae. Amberley makin tidak bisa berpikir positif saat ia menemukan roh Nyx berada di belakang Bintang.
"Sabba ...," sebut Amberley, matanya mulai merelang sedu.
"Kamu ke mana, Aley? Zae enggak bisa jauh dari kamu. Kamu pelindungnya. Kalau kamu punya urusan penting dan harus pergi sendiri, kenapa enggak bilang ke kami biar di sini ada yang jaga Zae?" Amora bertutur, ia menahan diri untuk tidak meledak-ledak.
"Mamoya," ucap Amberley, linglung. "Maaf, aku pergi buat cari tau siapa Jisa. Tadi itu Jisa ganggu Zae, tapi berhasil aku selamatin dan Zae langsung tidur."
"Aku ceroboh. Aku enggak mikir buat minta tolong kalian jaga Zae selama aku pergi." Amberley menahan air matanya.
"Sekarang Zae di mana?" tanya Amberley. "Kenapa Sabba ada di sini?"
Amora menangis lagi, dia kecewa akan keadaan yang serumit ini. Kemudian Amora berucap kepada Amberley, "Anakku pergi. Matanya berubah merah, rambutnya perlahan jadi merah. Dia teleportasi entah ke mana. Zae dipengaruhi Jisa, Aley! Dia sebut nama Jisa terus, dia cuma kenal Jisa!"
"Kalau Tita enggak bilang tentang firasat buruknya, kami enggak bakal tau di sini Zae kesiksa!" Amora melanjutkan. "Tanpa Tita, Mamoya enggak akan tau kalau kamu itu ceroboh, Aley. Kamu cerobohnya keterlaluan!"
Amberley tertunduk, ia meremas jemarinya dan berusaha menetralkan perasaan kacau di hati serta pikiran. Ia mengaku salah, ia sama sekali tidak ingin membela diri karena benar yang dikatakan Amora bahwa ia lalai dalam menjaga Zae.
Atlanna menghampiri Amberley dan merangkulnya seraya ia usap-usap bahunya. Ia tau, Amberley tidak sengaja melakukan kesalahan besar itu. Apa yang Amberley perbuat bersifat involunter karena niatnya ingin menyelamatkan Zae dari gangguan Jisa.
"Aku pasti bertanggung jawab. Aku siap cari Zae, Mamoya." Amberley bertutur, suaranya bergetar.
"Mamoya selalu percaya kamu, Aley. Tapi, kali ini Mamoya ragu." Amora menyahut.
"Mamoya lebih tenang kalau Tita yang ada di deket Zae. Dia lebih ngerti keadaan, dia lebih siaga. Dia enggak gegabah dalam memilih sesuatu. Kamu justru sebaliknya," cetus Amora.
Amberley mengambil napas panjang. Ia mengiakan, meski dadanya sesak dan hatinya pedih mendengar penuturan itu keluar dari mulut ibu mertua yang begitu ia sayang seperti orang tua sendiri. Amberley menyesal telah membuat Amora sekecewa itu. Di seberang Amberley, Titania merasa tak enak hati dan ia menunduk takut.
"Maaf. Aku pergi sekarang. Permisi semuanya." Amberley pamit.
Langit dan Bintang mengejar Amberley. Alaia berpesan kepada dua lelaki itu untuk mencegah cucunya pergi sendirian. Titania hendak menyusul Amberley, tapi Amora menahannya dan ingin Titania tetap di sini.
Amberley berjalan lurus, langkahnya besar-besar dengan postur tubuh tegap. Ia terlalu cepat sampai-sampai ayah dan kakeknya tertinggal di belakang padahal mereka berlari.
Air matanya hampir jatuh dan langsung Amberley tepis. Tangannya mengepal kuat seraya mempertajam tatapan. Amberley marah dan berucap rendah, "Red Ivonne ...."
• ༻ A M B E R L E Y ༺ •
gimana chapter 13, babygeng?! kasih komentar ya 🖤🤍
SPAM SEBANYAKNYAA JAGOAN KAMU:
ZALEY
JIZAE
༻✽༺
༻✽༺
SEE YOUUU~
I love you Babygeng 🤟🏻😘😋
terima kasih selalu setia sama karyaku! ikutin terus perjalanan seru AMBERLEY yaaa 🤍🖤 jangan lupa share cerita ini ke orang-orang dan sosmed kamu! love you puuuul bebigeng 💜
FOLLOW IG AKU BIAR KITA KENAL:
@radenchedid
FOLLOW IG KHUSUS KARYAKU:
@alaiaesthetic
SUBS CHANNEL TELE KHUSUS BABYGENG:
@BABYG3NG (pake 3)
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro