11. Our Moment
Tolong baca sampai habis, sampai ke Author's Note, ya!
11. Our Moment 🔞
Jisa marah besar saat baru mengetahui Zae menikahi Amberley tanpa persetujuannya. Ia tidak bisa tenang memikirkan apa yang telah mereka lakukan di belakangnya selama ini. Jisa kalap, dia tak berhenti menghancurkan banyak barang berharga di rumah.
"Jahat! Zae enggak adil sama aku!" Ia berteriak hingga suaranya serak.
Berbagai pajangan berbahan kaca dan keramik ia banting sampai pecahannya mental ke segala arah. Aquarium kesayangan Zae turut menjadi korban kemurkaan Jisa. Benda tersebut pecah dan semua ikan bergeleparan tersiksa akibat kekurangan air.
"Aku enggak mau berbagi suami! Aku enggak mau diduain!" pekik Jisa.
"Aley kurang ajar! Perempuan paling enggak punya malu yang bisanya rebut milik orang lain! Murah! Aley itu lebih murah dari barang paling murah di dunia!" Jisa semakin naik pitam sambil terus menendang seluruh benda di dekat kakinya.
Kemudian ia berlari ke kamar dan menghampiri lemari Zae. Jisa buka pintunya lebar-lebar, lalu mengacak-acak pakaian Zae hingga menumpuk tak teratur di lantai.
Jisa terduduk di lantai seraya mengambil beberapa pasang pakaian Zae. Ia peluk baju-bajunya sambil meraung keras menyerukan rasa sakit hatinya. Jisa tidak mau ditinggal Zae dengan cara seperti ini.
Ia hirup dalam-dalam harum pakaian itu dan menangis tanpa air mata. "Aku kan udah pernah bilang, kamu enggak boleh nikah lagi, Zae! Istri kamu harus satu dan itu cuma aku buat selamanya!"
"Aku enggak mau kamu pergi. Aku enggak mau ditinggalin kamu," isak Jisa seraya mengeratkan pelukannya pada pakaian Zae.
"Gimana kalau nanti aku hamil ...," gumam Jisa.
Sehabis berbicara sendiri dan begitu mellow, tiba-tiba Jisa marah lagi dan melempar pakaian Zae ke sembarang arah. Ia menendang-nendang pintu lemari bersamaan memukul lantai dan terikannya makin memekak telinga.
Jisa terbayang adegan mesra yang terjadi di antara Zae dan Amberley. Ia membayangkan malam pertama mereka sebagai pengantin baru. Jisa geram, ia tidak bisa menerima itu semua.
"Enggak boleh! Zae enggak boleh sentuh Aley!" Jisa histeris. "Zae cuma boleh sentuh aku. Zae suami aku, bukan suami Aley!"
Jisa mencengkeram kepalanya dan menjambak rambut sangat kencang hingga dia kesakitan. Tapi, rasa sakit itu masih jauh di bawah sakitnya hati Jisa. Ini merupakan pengalaman pertama Jisa merasakan pedihnya melihat suami mendua dengan perempuan yang ia benci.
"Mom, Dad!" Jisa bertelepati.
Di istana suram itu orang tua Jisa menerima telepati dari anak tercinta. Ibunya menjawab, "Yes, Princess? Kenapa? Kamu menangis?"
"Aku sakit hati! Aku enggak terima Zae nikahin Aley!" seru Jisa.
"Oh, Honey ... Mom paham perasaan kamu sekarang. Mom enggak akan tega kalau kamu sedih terus karena itu menyakiti perasaan Mom juga." Wanita itu bertutur lembut.
"Mom dan Dad segera bawa Zae kembali ke kamu. Kami mau dia dan Amberley pisah. Zae hanya milik kamu, Jisa, dia enggak bisa ke mana-mana selain balik ke kamu." Ia menambahkan.
Jisa membalas, "Cepet, ya, Mom! Aku enggak mau Zae dan Aley bersetubuh. Badan Zae itu punya aku. Satu-satunya yang boleh mengandung anak Zae cuma aku! CUMA AKU, ENGGAK BOLEH ALEY!"
"Iya, Princess. Cuma kamu," balas ibunya.
Percakapan itu usai dan orang tua Jisa terdiam memikirkan cara untuk menyenangkan putri mereka. Setelah ini Jisa pasti menagih janji ibunya yang berkata akan memisahkan Zae dan Amberley.
"Kita harus apa? Melawan Dewi Amatheia? Dia pegang tiga kekuasaan tertinggi, Vulcan, itu enggak mudah." Sarkana bertutur kepada suaminya.
"Enggak harus Dewi Amatheia, Sayang. Cucunya bisa kita serang di titik kelemahannya." Vulcan berujar.
"Jangan kamu pikir itu gampang dilakuin! Amberley punya elemen air dan es, itu kelemahan kita. Dia juga bisa bikin raga kita seolah-olah mati, Vulcan. Dia Dewi Kematian," papar Sarkana penuh penekanan di tiap kata.
"Ya sudah, kita fokus ke satu orang. Zae." Vulcan berkata. "Dia mudah ditaklukkan karena dia manusia."
Sarkana menoyor kening Vulcan dan kegeramannya meningkat. "Kamu enggak ada gunanya!"
"Ini aku lagi bantu cari jalan keluar, Sayang!" Vulcan protes seraya mengusap kening.
Sarkana meredam emosinya dan menetralkan napas yang terengah. Keadaan akan semakin runyam bila mereka berdua bertengkar dan Sarkana tak ingin itu berlangsung lama. Ia kembali berbicara setelah perasaannya jauh lebih baik.
"Awalnya kita memang bertujuan menarik Zae ke istana ini karena kita pikir dia manusia biasa yang bisa dijadikan budak, dan Jisa bebas mau berbuat apa pun terhadap Zae. Zae bakal jadi bonekanya," tutur Sarkana dan memberi jeda sejenak.
Ia lanjut bercakap, "Tapi, semua rencana kita gagal semenjak Jisa menikah sama Zae. Kekuatan kita perlahan menyusut dan Zae enggak nurut lagi sama Jisa. Pemikat di tubuh Jisa sama sekali enggak berfungsi buat bikin Zae jatuh cinta!"
"Zae dilindungi dewa dan dewi. Dia diawasi Dewi Amatheia. Dia dijaga Dewa Nyx. Bahkan istri barunya memegang dua takhta!" Sarkana membara.
Vulcan baru memahaminya setelah dijelaskan lebih rinci. Dia menyeletuk, "Oh, karena ini kita harus berurusan sama Dewi Amatheia. Lebih bagus Jisa dan Zae cerai."
"Kamu benar-benar anggap semuanya gampang, ya!" Sekali lagi Sarkana memukul Vulcan, kali ini di dadanya.
"Anak kita betulan jatuh cinta sama Zae! Ini langka, Vulcan!" papar Sarkana.
"Seumur-umur Jisa enggak pernah jatuh cinta karena dia enggak ditakdirkan buat merasakan itu. Tapi, sekalinya dia mengalami jatuh cinta, cintanya enggak akan pudar sampai kapan pun. Selamanya Zae ada di hati Jisa." Sarkana menuturkan.
"Lalu, apa masalahnya? Kita bisa cari lelaki lain buat Jisa. Cari yang mirip Zae," cetus Vulcan.
Iris merah Sarkana seketika menyala. "Enyah kamu dari hadapan aku, Vulcan! Enggak bisa diajak tukar pikiran. Bikin aku marah!"
Vulcan tersentak dan wajahnya sedikit sedu. Ia merayu Sarkana dengan menyentuh kedua bahunya lalu diremas ringan. Vulcan meminta maaf telah membuat istrinya kesal.
Sarkana mendengkus, dia berbalik badan dan berjalan ke kursi besar untuk duduk di sana. Ia memutar otak bagaimana cara menculik Zae tanpa diketahui para dewa dan dewi yang menjaganya.
Ini memang berbahaya untuk keselamatan Sarkana dan Vulcan yang sebelumnya pernah berurusan dengan penghuni Ethereal Palace, tetapi hanya cara ini yang harus mereka lakukan demi mempertahankan cinta Jisa.
Bila Jisa berhasil mengandung banyak anak dari Zae, maka kerajaan yang Sarkana dan Vulcan bangun akan jaya dengan banyak keturunan "rambut merah" serta "mata merah" ...
... atau bisa disebut klan Ivonne.
༻✽༺
Euforia pernikahan Zae dan Amberley membuat banyak orang ikut merasakan kebahagiaan yang kini memenuhi hati mereka. Semuanya menari dan bersorak merayakan keberhasilan pasangan manis ini memersatukan cinta mereka. Alunan musik orkestra makin menyempurnakan suasana.
Amberley telah berganti pakaian lagi dengan memakai dress putih yang terkesan sederhana, tapi tetap mewah bila melekat di tubuhnya. Ia lebih leluasa bergerak setelah mengenakan dress tersebut.
"Aley, mau tau sesuatu, enggak?" Bintang bertutur saat ia dan Amberley berdansa.
Perempuan itu merespons, "Apa, Appa?"
"Ada anak kecil baru aja nikah. Happy banget dia," celetuk Bintang seraya mengerutkan hidung dan dengan gemas ia tubruk ke hidung mancung Amberley.
Amberley cekikikan. Wajahnya merona bersamaan ia peluk Bintang. Tak ada yang bisa menggeser posisi Bintang di hati Amberley bahwa sang ayah merupakan cinta pertamanya.
"Appa, semoga pernikahan Aley dan Zae kuat hadapin segala badai, sekuat Appa dan Mama." Amberley berucap lembut berbalut harapan besar.
Bintang melepaskan pelukan Amberley untuk ia tatap wajahnya. Senyum Bintang merekah dan ia berujar, "Pasti, dong! Badai itu yang nguji kita buat bertahan karena itulah bumbu paling mantep di tiap pernikahan. Tanpa ada badai, kita enggak akan rasain kebahagiaan yang paliiing bahagia."
"Kamu enggak akan tau rasanya selega apa berhasil melawan badai itu. Bahagianya enggak bisa diukur, Sayang," ucap Bintang dengan arti mendalam.
Bintang melanjutkan, "Jalanin semuanya enjoy bareng suami kamu. Semua bakal terasa ringan dan nyenengin kalau kalian mau maju sama-sama, terbuka satu sama lain, setia, dan enggak berpikir macem-macem."
"Sedih dan bahagia secukupnya, ya, Sayang." Kini Bintang mengelus rambut putrinya.
Amberley kembali masuk ke pelukan Bintang dan begitu tenang menikmati usapan di punggungnya. Ia memejamkan mata sambil mendengar penuturan Bintang yang berhasil menangkis ketakutan Amberley soal pernikahan.
Jauh-jauh hari sebelum menikah, Amberley sudah menerima wejangan dari orang tuanya serta keluarga besar Raja yang lain, tapi rasa takut itu tiba-tiba datang sekarang setelah ia sah menjadi istri Zae.
"Appa yakin, kamu dan Zae lebih kuat dari yang kalian bayangin. Hubungan kalian udah direstui sejak awal, itu bisa jadi pembuka yang baik buat alur ke depannya." Bintang berkata.
"Ketakutan pasti ada, apalagi kamu dan Zae baru aja resmi hidup berdua tanpa tanggung jawab orang tua lagi. Itu wajar ... pelan-pelan kamu bakal terbiasa." Ucapan Bintang melegakan hati Amberley.
Amberley mengangguk dengan binar memalut mata indahnya. "Thank you so much, Appa."
Setelah bercakapan cukup serius, pasangan anak dan ayah itu lanjut menari bersama banyaknya pasangan lain. Mereka tertawa saat berpapasan dengan Ragas, Lana, Aishakar, dan Ale. Lalu Amberley mengulurkan tangan hendak menggapai Ale yang juga menjulurkan tangannya.
Oleh sebab posisi Ale tiba-tiba menjauh, maka mereka gagal bergandengan. "Aleeey!" seru Ale dramatis sembari tangannya terulur ke arah Amberley.
Aishakar cekikikan, dia membawa Ale berputar-putar di lantai dansa. Namun, ekspresi Aishakar langsung berubah penuh keterkejutan ketika Ragas tak sengaja menubruk punggungnya. Mereka kaget barengan, untungnya tidak latah.
"Yeee, Shoko!" Ragas menegur.
"Ih, Daddy yang nabrak Shaka." Aishakar memelas.
"Ai kamu badannya ketinggian," celetuk Ragas dengan logat Sunda, "Kudunya kamu mengecil."
"Atuh kumaha, Daddy!" Aishakar menyahut makin melas.
Ale menyimak dua lelaki itu sambil menahan tawa, sedangkan Lana hanya tersenyum pasrah. Lana dengan kesabaran tinggi berkata, "Udah, aku yang salah."
"Ih, lucunya, tumbenan kamu lembut pisan." Ragas mencium Lana tanpa aba-aba.
Lana baru saja senang Ragas tidak berceloteh lagi sama Aishakar, tapi Lana harus menerima keadaan saat Ragas memanggil Gallan. Segeralah Ale menarik Lana agar mereka berduaan saja dan membiarkan tiga lelaki itu berkumpul di sana.
"Sini, Kembaran!" Ragas mengundang Gallan untuk lebih dekat.
Gallan merespons riang, "Hey, suaminya Mommy! Mau dansa sama aku? Bayarannya lima kali lipat."
"Siapa takut! Kan ada Shaka, kita porotin aja dia." Ragas merangkul Gallan.
Kini Aishakar ditatap oleh Gallan dan Ragas, tatapan mereka seperti ingin menerjang Aishakar tanpa ampun. Maka Aishakar cepat-cepat menghindar dan berlari mencari istrinya.
"Le-Leee!" Aishakar panik dikejar dua orang itu.
Dari kejauhan, Amberley dan Bintang menyaksikan aksi kejar-kejaran Aishakar, Ragas, serta Gallan. Hal yang membuat Amberley tertawa sampai suaranya hilang ialah Gallan dan Ragas mengejar Aishakar sambil memperagakan pose berdansa.
"Hai, Geepa!" Gallan melambaikan tangan ke Langit yang sebenarnya masih berjarak jauh dari dia.
"Papiw!" ringik Aishakar saat melewati Langit.
Langit menoleh, tapi Aishakar keburu menjauh dengan rasa paniknya. Dan sempat-sempatnya Gallan menyapa Atlanna yang kebetulan sedang bersama Langit.
"Mama Ratu!" Gallan tebar pesona ke Atlanna.
"Hey, Gallan." Atlanna membalas disusul tawa kecil, membuat matanya menyipit.
Gallan memanggil Atlanna "Ratu" karena penampilan perempuan itu sangat anggun bak seorang ratu, ditambah lagi dia memiliki istana yang terletak di pulau pribadi. Pulaunya diselimuti salju yang membuat Atlanna persis Ratu Es seperti karakter fiksi kesayangan Gallan, yaitu Elsa dari film Frozen.
Gallan pernah cosplay jadi Elsa, loh!
"Aley!" Suara itu mencuri perhatian Amberley.
Sang pengantin menoleh dan mengetahui Atlanna yang memanggilnya. Atlanna sedang menari bersama Langit, mereka bergerak mendekat. Setelah dekat, mereka bertukar pasangan.
Kini Amberley dansa bersama Langit, sedangkan Bintang bersama Atlanna. Keluarga besar Raja memang bertukaran pasangan dansa sejak tadi. Bintang sudah merasakan dansa bersama Ale, Aphrodite, dan Alaia. Langit juga berdansa dengan Titania, Lana, dan Amora.
Rasa bahagia menguar kala Amberley berada sedekat ini dengan kakeknya. Langit menatap Amberley kagum, ia memuji betapa cantik cucunya itu.
"Geepa, aku masih inget pernah diajarin dansa sama Geepa waktu aku kecil. Aku gantian sama Tita, terus Abang ikutan ngantre." Amberley mengenang diikuti senyum manisnya.
"Padahal dulu Geepa juga enggak bisa dansa. Asal kalian seneng aja diajak joget," kekeh Langit.
Selain Bintang, lelaki yang sangat Amberley sayang sampai tidak bisa lama-lama jauh darinya adalah Langit. Sejak kecil mereka akrab dan sering berbagi cerita. Mulai dari kisah lucu, penuh misteris, hingga kisah sedih sampai Amberley menangis dan Langit yang bertugas menghapus air matanya.
Melihat Amberley tumbuh menjadi anak baik, pintar, dan disenangi banyak orang menjadi kebanggaan tersendiri bagi Langit. Terkadang Langit tidak menyangka ia dan Alaia telah memiliki cucu dari kedua anak mereka. Malahan salah satu cucunya sudah menikah.
"Aley, Geepa punya pesan buat kamu sama Zae." Langit berucap.
"Aley siap denger," tanggap Amberley.
Mereka saling melempar tatap saat Langit bercakap, "Jaga baik komunikasi kalian, ya? Itu salah satu yang paling penting dalam hubungan rumah tangga. Jangan sembunyiin apa pun dari Zae. Kalau Aley punya masalah, kecil atau besar, harus ngomong ke Zae. Gitu juga sebaliknya."
Amberley menggangguk semangat menerima nasihat tersebut. "Iya, Geepa, terima kasih! Aley enggak akan lupain pesan Geepa."
Langit memberi kecupan di kening cucunya, kemudian Amberley dipeluk untuk beberapa saat yang terasa singkat padahal lama. Pelukannya berakhir bersamaan Alaia dan Zae datang. Dua orang itu habis berdansa juga.
"Geema!" Amberley menyapa ceria.
"Hai, Cantiknya Geema." Alaia memeluk Amberley, disusul mengecup berkali-kali pipi kiri dan kanannya.
Tak ada obrolan yang terjadi karena setelah berpelukan Alaia langsung menyerahkan Amberley ke Zae. Alaia dan Langit melanjutkan momen mereka, sedangkan Zae mengajak istrinya menjauh dari area ini.
Mereka jalan beriringan ke balkon yang nampak sepi—mungkin lantai dansa lebih menarik bagi orang lain. Zae sama sekali tidak melepas Amberley dari pengawasannya. Tangan kanan Zae setia merangkul pinggang sang istri dan tak membiarkannya menjauh.
"Capek, ya?" Zae berucap, ia memandangi Amberley tepat di mata.
Amberley menggeleng disertai senyum yang selalu menghangatkan dada Zae. "Enggak, Zae."
Zae mengusap rambut Amberley seraya embus napas panjang. Ia beralih menyeka bulir keringat yang mulai muncul di dahi dan leher Amberley. Zae tidak bisa dibohongi, ia tahu istrinya sudah terlalu lelah berdiri berjam-jam dengan heels setinggi itu, ditambah lagi kulit Amberley perlahan-lahan tidak bisa menerima udara dingin secara utuh.
"Sepatunya bikin pegel, ya, Sayang? Aku perhatiin kamu jalannya enggak nyaman," ujar Zae.
Amberley mengangguk kikuk. "Enggak biasa pakai sepatu kayak gini, jadinya aku kurang bebas gerak."
"Aku izin angkat dress kamu." Zae mengangkat ujung dress Amberley sebatas betis untuk melihat kedua kakinya. Kaki Amberley merah dan jari-jari mungilnya bergerak-gerak tidak nyaman.
Zae berjongkok dan meminta Amberley berpegangan pada balustrade. Ia menyentuh kaki Amberley lantas melepas tali-tali yang melilit di dekat mata kaki sampai betis. Amberley merasa tidak enak hati Zae berjongkok seperti itu, tapi Zae justru menyukai kegiatannya.
"Lecet." Zae berucap spontan saat ia temukan beberapa bulatan di kaki Amberley yang warnanya sangat merah, bahkan di tengah-tengah bulatannya terdapat luka kecil. Itu pasti perih.
Zae beranjak seraya mengangkat sepatu Amberley yang sudah dilepas. Tinggi Amberley kembali normal tanpa heels di kakinya.
Heels sangat berpengaruh dalam penampilan Amberley. Saat Amberley memakai heels, ia nampak begitu dewasa dan anggun. Namun ketika tidak memakai heels, Amberley menjadi imut lagi dengan ukuran tubuhnya yang mini, ditambah cengiran natural persis anak kecil.
Zae sedikit menunduk, ia tatap lekat perempuan itu sambil berucap, "Kenapa enggak bilang? Kaki kamu banyak lecetnya, Aley."
"Aku mau jujur ... dari tadi kaki aku sakit dan pegel, tapi kalau aku bilangnya sejak tadi pasti disuruh lepas sepatunya sama kamu," sahut Amberley.
"Emangnya kamu enggak mau lepas?" Zae bertutur begitu lembut.
"Tadi itu belum mau karena pegelnya baru sedikit." Amberley memberi gestur jari telunjuk dan jempol hampir bertemu. 🤏🏻
"Sepatu ini istimewa banget dan cuma boleh dipakai pengantin dewi. Enggak bisa aku pakai di hari biasa, apalagi di luar Ethereal Palace. Sayang banget kalau aku pakainya sebentar," ceplos Amberley.
"Sayang ...," lelah Zae. "Kalau kamu bilangnya lebih awal, kaki kamu enggak bakal lecet-lecet."
"Enggak apa-apa. Besok lecetnya udah sembuh." Amberley menenangkan suaminya.
Zae terlalu cemas, ia tetap takut Amberley kesakitan meskipun perempuannya berkata 'tidak apa-apa'. Ini pertama kalinya Zae lihat kondisi kaki Amberley semenyedihkan itu. Tentu dia berpikir rasa perihnya sangat menyiksa.
"Kamu mau aku gendong?" Tawaran Zae mengejutkan Amberley.
"Aku bisa jalan, Zae."
"Lantai istana banyak bakteri dari sepatu-sepatu semua orang, nanti kaki kamu makin parah. Kamu nyeker, jadi biar aku gendong aja," ujar Zae.
Amberley menggeleng. "Malu ... ada banyak orang."
"Mereka pasti maklum. Mereka juga tau setelah ini kita bakal lakuin hal yang lebih dari gendong-gendongan," ceplos Zae.
"Zae!" Amberley melotot, lagi-lagi perkataan Zae membuatnya terkejut.
Lelaki itu cemberut menatap kaki Amberley. Tampangnya mirip anak kecil yang minta jajan ke orang tuanya tapi tidak dikasih. Ia tidak tega melihat Amberley menderita akibat heels, kalau bisa Zae saja yang lecet-lecet daripada perempuan kesayangannya.
"Kamu mau aku ambilin sandal yang lembut di kaki? Sekalian aku ambil plester luka," lontar Zae.
"Enggak usah. Aku bisa jalan—"
"Kotor, Sayang." Zae menyela sambil mengarahkan mata ke lantai.
Zae sempat ingin meminjamkan sepatunya untuk Amberley, tapi ia mengurungkan niatnya karena itu akan sia-sia mengingat sepatu Zae berupa boots mencapai lutut dengan hak setinggi empat sentimeter. Bisa-bisa kaki Amberley sulit bergerak saat memakainya.
"Kamu tunggu di sini, ya. Aku enggak lama." Zae bertutur kemudian beranjak meninggalkan Amberley sambil menenteng heels.
Amberley terdiam di tempat tanpa melepas pandangannya dari figur Zae yang berjalan begitu cepat karena tak ingin Amberley menunggu lama. Pipi Amberley perlahan berubah merah disertai senyum malu-malu seraya ia menunduk. Perhatian Zae membuat hatinya dipenuhi bunga-bunga bermekaran.
Kesendirian Amberley tidak berlangsung lama ketika seseorang menghampirinya. Amberley tak mengenal lelaki itu, tapi ia tetap bersikap ramah dan memberi senyuman. Sepertinya Amberley harus mempelajari lebih dalam siapa saja dewa dan dewi di Ethereal Palace agar ia tidak tersesat.
"Amberley, selamat atas pernikahanmu dan suami." Lelaki ini memiliki suara yang lembut didengar.
Rambutnya berwarna cokelat terang, memiliki mata dua warna atau heterochromia, tingginya hampir menyamai Zae. Wajah dan corak matanya mirip Dewi Pernikahan, atau dia memang anaknya.
"Terima kasih," balas Amberley.
Lelaki itu secara dadakan membungkuk dengan tangan kanan menyentuh dada kiri. Ia memperkenalkan diri kepada perempuan yang merupakan cucu dari penguasa istana ini.
"Cleon Varpheus. Dewa Pelindung," ucapnya.
Amberley menunduk disertai senyum hangat yang artinya ia menerima perkenalan itu. Ia bertutur, "Brittany Amberley Raja. Dewi Musim Dingin dan Kematian."
"Wow, kombinasi yang keren." Cleon memuji, lantas Amberley terkekeh karena ekspresi Cleon menurutnya lucu.
Mereka terlibat dialog cukup seru yang diselingi tawa meski singkat. Percakapan itu terhenti saat Zae datang membawa sepasang sandal dan obat luka Amberley. Kedatangan Zae bertepatan Cleon sedang membantu Amberley merapikan aksesori rambutnya yang hampir jatuh.
"Sudah rapi." Cleon tersenyum lagi.
Zae mendekat dan berdiri di samping Amberley dengan sorot mata tertuju kepada Cleon tanpa kedip sama sekali, begitu mengintimidasi, alhasil Cleon menjadi canggung dan tak lama kemudian ia pamit pergi.
"Tadi aksesorinya hampir lepas. Dikasih tau Cleon," lontar Amberley sebelum Zae bertanya.
Zae tak menanggapi, tidak juga menatap Amberley. Dia merunduk dan berjongkok tanpa mengeluarkan sepatah kata. Amberley mulai gelisah, ia takut Zae berpikir jauh mengenai pertemuannya dengan Cleon yang hanya sebatas berkenalan.
Kini Amberley duduk di lantai, ia membuat Zae terheran. Zae ingin sekali menyuruh Amberley tetap berdiri agar pakaiannya tidak kotor, tapi saat ini dia sedang malas bicara.
Zae mulai membersihkan luka lecet Amberley menggunakan kapas yang sudah dibaluri cairan antiseptik. Sambil menunggu cairan itu kering, Zae memijat telapak kali Amberley, tapi ia belum mau melirik istrinya itu.
"Zae, akunya didiemin?" Amberley berucap pelan.
Zae nampak tenang melanjutkan aktivitasnya. Ia menempelkan plester luka di semua luka lecet Amberley dengan telaten. Setelah beres, ia memasangkan sandal berbahan lembut ke kaki Amberley.
"Zae," panggil Amberley.
Pemilik nama tidak merespons. Zae beranjak, ia juga bantu Amberley berdiri dan menepis butir-butir kotoran yang menodai dress Amberley. Telapak tangan Amberley turut diperiksa Zae dan memastikan tidak kotor lagi setelah menyentuh lantai.
Kemudian Zae merangkul pinggang Amberley dan mereka jalan bersama ke kamar yang letaknya terbilang jauh dari posisi mereka sekarang. Di sepanjang jalan tidak ada percakapan yang terjadi. Zae meremas pinggang itu, spontan Amberley meringis pelan.
"Zae diem terus, aku jadi takut. Takut kalau ternyata kamu kerasukan hantu pendiam yang terlalu cool sampai enggak mau ngomong." Amberley menyeletuk.
Zae menahan senyumnya. Sampai mereka tiba di kamar, Zae masih kunci mulut. Ia melepas pakaian atas bagian luar dan menyisakan pakaian dalam yang tipis. Celana panjangnya belum dilepas.
Amberley duduk di tepi ranjang sambil mengamati suaminya yang mondar-mandir sibuk sendiri. Saat Zae menoleh, Amberley otomatis tersenyum dengan mata berbinar. Zae buang napas berat, lalu ia menyamperi Amberley dan istrinya itu langsung memeluknya erat.
"Ternyata Zae enggak kerasukan," ucap Amberley lega sembari menempelkan setengah wajah di dada Zae.
Zae mengusap rambut Amberley seraya melepas aksesori yang tadi disentuh Cleon. Benda berkilauan itu Zae singkirkan dari sang istri, kemudian ia kecup puncak kepalanya.
"Zae marah, ya?" Amberley mendongak, tatapan polosnya membuat Zae gemas.
"Marah kenapa?" Zae bertanya bersama senyum tipis di bibirnya.
"Gara-gara aku berduaan sama Cleon. Kamu harus percaya, tadi itu dia datengin aku buat kasih selamat atas pernikahan kita. Dia juga ngajak kenalan. Terus, aku sama dia ngobrol sedikit, abis itu aksesori rambut aku hampir jatuh dan dibantuin dia biar rapi lagi. Itu aja kok," jelas Amberley.
Senyum tipis Zae perlahan melebar. "Aku enggak marah, Aley."
"Tapi, tadi kamu diem aja!" Amberley berseru.
"Kerasukan hantu cool." Zae bergurau.
Amberley refleks menepuk lengan Zae. "Kamu bisa-bisanya bercanda! Aku udah panik, tau. Aku bisa mati membeku karena sikap kamu terlalu dingin."
Tawa Zae merebak, ia tak bisa menampungnya lagi. Zae dekap Amberley yang masih terus mengoceh, sementara itu dirinya asyik menertawakan celotehan sang istri. Amberley membongkar fakta bahwa tadi Zae cemburu.
"Gimana tadi muka kamu pas lagi cemburu? Ditekuk terus kayak lembar ujian yang nilainya merah." Amberley menggoda suaminya.
Zae mengulang momen saat ia tidak memasang mimik muka dan bibirnya terkatup rapat. Tatapannya tajam, sama sekali tidak ramah. Ini menunjukkan Zae sedang kesal terhadap sesuatu, tapi berusaha meredamnya tanpa sepengetahuan orang lain.
"Uh, bayi kucingku kalau ngambek lucu." Amberley mencubit-cubit pipi Zae.
"Bayi kucingmu ini ajaib. Bisa berubah," sambar Zae.
"Jadi apa?"
"Harimau."
Wajah Amberley mendadak panas. Ia tersenyum salah tingkah dan berkata, "Mana? Enggak berubah, tuh. Masih jadi bayi kucing."
Omongan Amberley seakan-akan menantang Zae. Tanpa berlama-lama Zae segera menanggalkan pakaian atasnya, lanjut melepas ikat pinggang. Zae baru menyentuh kepala ritsleting celana sambil menunduk, dan saat ia mendongak tiba-tiba Amberley menghilang dari tepi ranjang.
"AAAA!" Amberley kalap, dia kabur ke kamar mandi.
༻✽༺
🔞 Area Dewasa 🔞
Mohon kebijakannya dalam membaca!
Demi mencegah anak di bawah umur menerobos peringatan, maka bagian 1821 Amberley dan Zae TIDAK aku tampilkan di Wattpad, melainkan di KaryaKarsa.
Bagi kamu yang penasaran dan siap membaca adegan tersebut, silakan pergi ke KaryaKarsa-ku dengan username @radexn. Ini judul cerita tambahannya:
Satu bab ini harganya Rp5.000 dan bisa kamu baca seterusnya tanpa batasan waktu tertentu. KAMU PASTI PUAS~ Kalau misalnya AMBERLEY dibukukan dan adegan dewasa harus dipotong atau diubah, maka kamu bisa membaca adegan tersebut selengkap-lengkapnya di KaryaKarsa.
Pembayaran bisa melalui DANA, M-Banking, Ovo, shopeepay (ini sering error dan aku enggak paham kenapa), gopay, alfamart, indomaret, qris, pulsa (tapi aku engga ngerti caranya).
Setiap adegan 18+ atau 21+ AMBERLEY bakal aku taro di KaryaKarsa, ya! Adegan selain 🔞 tetep bisa dibaca bebas dan gratis di Wattpad~
TERIMA KASIH, BABYGENG!
༻✽༺
Bagian di KaryaKarsa
Spoiler:
• ༻ A M B E R L E Y ༺ •
SEE YOUUU BAYI KUCING~
I love you Babygeng 🤟🏻😘😋
terima kasih selalu setia sama karyaku! ikutin terus perjalanan seru AMBERLEY yaaa 🤍🖤 jangan lupa share cerita ini ke orang-orang dan sosmed kamu! love you puuuul bebigeng 💜
FOLLOW IG AKU BIAR KITA KENAL:
@radenchedid
FOLLOW IG KHUSUS KARYAKU:
@alaiaesthetic
SUBS CHANNEL TELE KHUSUS BABYGENG:
@BABYG3NG (pake 3)
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro