Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

10. Zaley's Day

10. Zaley's Day

Amberley sedang tidur bersama kedua orang tuanya ketika ia menerima telepati dari Zae. Ia baru terbangun setelah Zae memanggilnya lebih dari dua puluh kali. Amberley beringsut dari kasur, tanpa sengaja membangunkan Bintang yang seketika mengernyit melihat anaknya tergesa-gesa.

"Kenapa, Ley?" Bintang bertanya.

Amberley berbalik badan menghadap ayahnya. "Appa, aku boleh pinjem Kholivar?"

"Kholivar di rumah Appa. Mau ke mana, Sayang?" ucap Bintang seraya beranjak duduk.

"Zae minta aku ke makamnya Dadda. Mamoya enggak bangun-bangun, dan Zae butuh bantuan aku. Aku harus ke sana sekarang, Appa." Amberley bertutur cepat.

Rasa kantuk Bintang hilang setelah mendengar penjelasan singkat Amberley. Ia mengangguk dan bertutur, "Kamu keluar aja, biar sekalian Appa panggil Kholivar."

"Thanks, Appa!" Amberley setengah membungkuk lalu ia berlari keluar dari kastel ini.

Tepat saat Amberley membuka pintu utama kastel, Kholivar dalam wujud naga sudah menunggunya dan siap membawa Amberley ke tempat tujuan. Mereka berteleportasi demi mempersingkat waktu. Amberley tidak ingin Zae menunggu kedatangannya terlalu lama.

Kurang dari semenit, Amberley tiba di pemakaman elite ini dan Kholivar kembali mengubah wujudnya jadi burung hitam. Cahaya mentari menerpa sekujur tubuh Amberley yang hanya dilindungi dress pendek berbahan tipis dengan tali spageti. Tadi itu ia sangat terburu-buru sehingga tidak kepikiran berganti pakaian.

Amberley menghampiri Zae yang baru akan mengangkat Amora ke mobil. Zae mengira Amberley tidak akan datang. Namun, kegiatannya terhenti lantaran Amberley memanggil.

"Zae!" seru Amberley.

Zae menurunkan Amora lagi di samping makam Dae sambil memeluk dan mengelus rambutnya terus. Amberley mendekat, ia duduk dengan menumpu berat badan pada kedua lutut. Zae mengucek mata, maka Amberley mengusap bahunya untuk menyalurkan ketenangan.

Kini Amberley merapatkan diri ke Amora seraya menyentuh jemari lentik wanita itu. Mata Amberley terpejam, ia mencari-cari penyebab Amora tidak bisa bangun. Isi pikirannya dipenuhi layar biru laut bercampur hitam yang berputar-putar. Putarannya diawali dengan gerakan lambat, lalu perlahan menjadi kencang sampai Amberley mengerutkan kening akibat pening yang melintang.

Di tengah layar itu muncul sesosok makhluk serba putih dan bercahaya terang yang hadirnya hanya samar-samar. Amberley sulit melihat wajahnya, tapi ia cukup mengenali cirinya. Sosok itu ialah God of the Underworld atau Dewa Dunia Bawah.

"Dadda," sebut Amberley, ia berbisik.

Dalam benak Amberley ia lihat Dae mengulurkan tangan berusaha menggapai seorang wanita yang setia menunggunya di ujung jalan. Amberley mengeratkan genggamannya pada tangan Amora tanpa membuka mata. Setitik air turun ke pipi Amberley, maka Zae mengusapnya.

"Jangan, Dadda ... jangan bawa Mamoya, ya?" Amberley bertutur rendah penuh harap.

"Zae masih butuh Mamoya di sini. Kalau Mamoya pergi, Zae sendirian. Walaupun ada aku dan yang lainnya, Zae pasti tetep kesepian tanpa Mamoya," ujar Amberley masih terus menutup mata.

Zae tertunduk, ia menatap lekat wajah Amora dan hatinya sakit membayangkan sang ibu pergi jauh darinya. Amora begitu berharga bagi Zae, Amora sangat-sangat berarti melebihi apa pun dan siapa pun. Zae belum siap merasakan pahitnya perpisahan lagi. Ia tidak akan siap bila ini berhubungan dengan Amora.

"Amberley mohon ... jangan, ya, Dadda?" lirihnya dengan air mata berderai.

Dae berhenti mengulurkan tangan ke perempuan tersebut. Ia berdiri tegap, kali ini wajahnya nampak jelas di pandangan Amberley. Tatapan Dae menyiratkan permohonan yang sulit dijabarkan dan kerinduan yang telah begitu lama mengendap tanpa bisa diluapkan.

"Mamoya baik-baik aja di sini, Dadda. Zae selalu jaga Mamoya, aku juga enggak pernah keberatan buat nemenin Mamoya. Dadda jangan khawatir. Tolong jangan bawa Mamoya ...," tutur Amberley.

"Aku paham seberat apa rasa kangen Dadda ke Mamoya. Tapi, di sini ada Zae yang butuh ibunya. Orang tua Zae cuma Mamoya yang bisa dia gapai, dia peluk, dia rasain kasih sayangnya secara nyata."

"Sampai sekarang Zae masih sakit kalau inget dia enggak bisa ketemu Dadda. Kalau ditambah dia enggak bisa ketemu Mamoya lagi, hatinya pasti makin hancur." Amberley berujar parau.

"Amberley yakin, Dadda sayang banget sama Zae. Dia Baby Lonan yang selalu Dadda tunggu-tunggu kelahirannya kala itu. Sekarang dia udah tumbuh dewasa. Dia anak baik, Dadda. Dia bisa sampai di titik ini karena ada dukungan Mamoya," papar Amberley.

"Jadi, jangan bawa Mamoya terlalu jauh dari Zae, ya, Dadda ...." Amberley terisak, tangannya yang menggenggam jemari Amora sampai gemetaran.

Zae menghapus air matanya menggunakan lengan kemeja pendek yang ia pakai. Hidungnya merah dan matanya masih terus berkaca-kaca. Zae tak kuasa mendengar penuturan Amberley yang begitu pilu. Ia sangat berharap Dae mau mengabulkan permintaan Amberley, dan Amora segera membuka mata.

Dalam penglihatan Amberley, Dae mendatangi sosok perempuan tersebut dan memeluknya cukup lama. Dae membelai rambut perempuan yang diyakini adalah Amora, ia mengecup pipinya, lalu melanjutkan pelukannya yang sekarang lebih erat.

Amberley menunggu dengan harapan besar Dae melepas pelukan itu. Ia takut Dae justru membawa Amora, lalu hilang dari penglihatannya. Bila itu terjadi berarti Zae benar-benar kehilangan kedua orang tuanya.

"Dadda." Zae memanggil pelan, takut, dan suaranya bergetar.

"Jangan ambil Mamoya. Cuma lewat Mamoya Zae bisa rasain kehadiran Dadda. Jangan tinggalin Zae lagi," lanjutnya.

Amberley mengangguk dalam pejaman mata. "Yes. Please, Dadda."

Dae meninggalkan ciuman terakhirnya di bibir Amora, setelah itu ia melepas pelukannya. Rasa rindu Dae sedikit terbayar usai memeluk wanita yang paling ia cintai. Dae kini menunduk dengan kedua telapak tangan bersatu, ia meminta maaf kepada Amberley, terutama Zae.

Di waktu bersamaan, raga Amora membalas genggaman tangan Amberley dan matanya pelan-pelan terbuka. Rohnya telah kembali. Amberley bisa rasakan pergerakan tangan Amora, maka ia tersenyum lebar dengan air mata kebahagiaan dan kelegaan yang tumpah ruah tak terkendali.

Amberley berujar, "Thank you so much, Dadda!"

Seketika itu layar biru bercampur hitam tadi menghilang, figur Dae ikut lenyap dari penglihatan Amberley. Gadis itu baru melek langsung disuguhi pemandangan seorang ibu dan anak lelakinya sedang berpelukan. Amberley turut bahagia.

"Mamoya enggak ke mana-mana. Mamoya enggak ninggalin Zae. Kamu kenapa, Sayang?" Amora cemas, ia kebingungan mendengar Zae mengatakan 'jangan tinggalin Zae' berulang kali.

"Ini—" Amora tambah heran karena Amberley tiba-tiba ada di sini. "Anak cantik sejak kapan dateng? Mamoya enggak sadar. Maaf, ya, Aley."

Zae menangkup wajah Amora, ia mengulas senyuman lebar yang tentunya Amora balas. Kemudian Zae kecup pipi Amora. Ia peluk lagi sampai sesak di dadanya hilang sempurna.

Selang beberapa saat, Zae beralih memandangi Amberley. Tilikannya begitu mendalam seraya ia berucap, "Sayang, makasih banyak, ya."

Amberley belum sempat membalas ketika Zae tiba-tiba menarik tubuhnya untuk didekap. Zae bersyukur memiliki Amberley di hidupnya. Tidak tau akan sesuram apa hidup Zae tanpa hadirnya Amberley.

"Zae, kasihan Aley bisa pengap!" Amora panik.

Zae malah makin merekatkan pelukan mereka. "Mamoya, calon istri aku ini bukan orang. Kayaknya dia malaikat yang nyasar ke Bumi."

"Zae, kamu ngomong apa, ih!" Amberley menepuk punggung kekasihnya dengan wajah merona malu, dan hal ini mengundang tawa Amora.

༻✽༺

Jisa memukul refleksinya di cermin. Ia berteriak keras-keras sambil menghantam kepala dengan tangan terkepal. Keadaan kamar berantakan dengan berbagai alat makeup berserak tak teratur, ada yang pecah, ada yang patah, ada juga yang isi cairannya tumpah.

"Zae, kamu di mana?!" Jisa meninju meja rias.

"Kamu ke mana, enggak pulang udah berhari-hari! Nomor aku diblokir, akses aku buat mampir ke rumah Mamoya juga dilarang!" geram Jisa.

"Kamu mau main-main sama aku? Kamu berani lukain hati aku, Zae?! Tega banget!" Jisa bermonolog dengan api berkobar besar mengelilingi raganya.

Jisa melepas perban di dekat matanya begitu kasar, ia membuat luka yang hampir tertutup rapat seketika terbuka lagi. Sedikit darah turun dari sana dan mengalir menuju mata merah Jisa. Ia menggeram seraya menampar mukanya sendiri.

"Kenapa muka aku kayak gini?! Aku juga mau punya muka semulus Aley! Aku enggak suka begini!!!" Jisa kelewat marah dan tidak berpikir saat ia memukul cermin terlalu keras sampai retak.

Jisa beranjak dari tempat, ia menghampiri sebuah kabinet di dekat ranjang dan mengambil bingkai digital yang selayarnya diisi wajah Zae. Jisa mengecup seluruh bagian wajah Zae, lalu berhenti lama di bibir. Ia menjadikan foto Zae sebagai pemuas fantasinya.

"Aku udah berusaha jauhin kamu dari Aley biar kita hidup bahagia berdua, tapi usahaku gagal. Aku enggak bisa bikin kamu nurut sama aku!" Jisa kesal.

"Aku juga enggak bisa bikin Aley tunduk sama aku! Dia itu kurang ajar, dia enggak hargai aku sebagai istri kamu. Dia mau rebut kamu dari aku!" Mimik Jisa berubah secepat kilat dari marah ke sedih.

Jisa melempar pigura ke kasur dan disusul membanting diri ke benda besar itu. Emosinya membuat Jisa kelewat gerah, maka ia melepas baju turtleneck dan celana panjangnya, hanya menyisakan pakaian dalam yang menunjukkan beberapa ukiran unik di tubuh seksinya.

Sebelumnya Jisa pernah berpenampilan terbuka di malam pertamanya bersama Zae. Ia menghabiskan tiga botol cairan khusus untuk menutupi ukiran-ukiran tersebut agar tak dilihat sang suami. Sayangnya Zae menolak mentah-mentah ajakan Jisa melakukan hubungan suami istri di malam spesial mereka.

"Jangan pikir aku bakal capek cari kamu, Sayang. Aku enggak mungkin nyerah. Kamu milikku, dan selamanya kamu harus jalanin hidup cuma sama aku!" Jisa berambisi.

Jisa meredakan kekacauan yang memenuhi benak, serta mengatur embus napasnya agar kembali normal. Ia menyapukan tangan di rambut merahnya, lalu tangan itu turun ke leher dan merembet ke dada hingga paha.

Perempuan itu meraih guling, kemudian menaruh pigura Zae di atasnya. Jisa naik ke guling, ia meremas guling sambil memajukan dada dan memandangi wajah Zae di layar. Tiba-tiba saja Jisa mendongak sambil mengeluarkan desahan.

"Ah, Zae ...," erangnya.

༻✽༺

Pernikahan Amberley dan Zae akan terlaksana tiga hari lagi. Segala persiapan sudah matang, gaun pengantin berjumlah lima telah terpajang di ruang khusus Amberley, lima pasang pakaian Zae juga terpajang di ruangan khususnya, dan pernak-pernik mewah menambah kemegahan suasana di Ethereal Palace.

Keluarga besar Raja telah berkumpul di Ethereal Palace dan sementara tinggal di sini sampai acara pernikahan itu selesai. Semuanya hadir, kecuali Amberley dan Zae yang sedang pergi menemui seseorang di Irvetta.

Zae ingin bertemu seorang pria tua yang berjasa merawat ayahnya dari kecil hingga meninggal dunia. Amora yang memberitahu Zae kisah orang itu. Dengan cepat Zae menemukan alamatnya dan langsung melesat ke sana.

"Kamu ... anaknya Dae?" Pria tua itu terbata, ia tidak menyangka lelaki yang duduk di hadapannya ini merupakan anak dari Dae—lelaki yang dulu ia urus selama delapan belas tahun.

Zae mengangguk, "Iya, Kek. Saya Zae, anaknya Dadda dan Mamoya."

"Mamoya ... panggilan Dae ke Amora." Demian terkekeh lucu, lalu ia mengusap air mata saking terharunya.

"Ini siapa?" Demian menatap Amberley. "Mirip perempuan temannya Dae dan Amora yang punya mata biru itu. Cantik."

Amberley menunduk sopan sebelum menjawab. "Saya Amberley, Kek. Mungkin perempuan yang Kakek maksud itu nenek saya."

"Kek, ini calon istri saya. Kami mau menikah sebentar lagi." Zae menambahkan. "Mohon doa dan restunya, ya. Gimana pun Kakek Demian termasuk orang penting di keluarga Lonan."

Demian berantusias mengangguk. Ia beranjak dari sofa dan merentangkan tangan, maka Zae dan Amberley mendekat lalu masuk ke pelukan Demian. Ini sangat melegakan Demian padahal baru hari ini ia bertemu mereka.

Sebagai informasi, usia Demian saat ini 64 tahun. Ia sudah menikah dan memiliki satu anak berusia 18 tahun. Jarak usianya dengan sang anak memang jauh karena Demian baru menemukan jodohnya di umur tua.

"Sebelum kalian pulang, kita makan bareng dulu, ya." Demian mengajak. "Ayo, istri saya jago masak, loh."

Zae dan Amberley senang hati menerima ajakan itu. Mereka pergi ke ruang makan, langsung bertemu istri Demian dan anak mereka yang sedang menyiapkan berbagai peralatan makan. Demian memiliki keluarga kecil yang hangat dan menyenangkan.

༻✽༺

Dua anak jalan-jalan menyusuri tiap ruang Ethereal Palace. Istana ini begitu megah dengan banyak pilar raksasa yang menjulang tinggi. Leher Titania dan Gallan lama-lama pegal karena harus mendongak tiap melihat keindahan langit-langit istana.

"Bagus banget, ya, Bang. Aku kalau tinggal di sini terus kayaknya langganan nyasar. Ruangannya banyak banget dan susah diinget." Titania bertutur.

"Kalau kita main petak umpet pagi, pasti ketemunya besok malem, Tit." Gallan menimpali.

Titania memegang erat ujung baju Gallan ketika mereka mendekati balkon di dalam ruangan. Dari sini mereka menyapukan pandangan ke tiap sudut interior istana. Mulut mereka terbuka lebar mengagumi keindahannya.

Ini baru bagian utara. Masih banyak bagian-bagian istana yang belum mereka kunjungi, dan kemungkinan mereka tidak sanggup menyusuri semuanya karena istana ini teramat besar.

"Nanti Aley sama Zae ketemu di sana, Tut!" Gallan menunjuk lantai yang berada di tengah-tengah tiga tangga.

"Wah, pasti keren ...," ucap Titania seraya bertepuk tangan kecil.

"Abang mau ikutan, mau nyempil di gaunnya Aley." Gallan menyeletuk.

Titania spontan menepak lengan Gallan. "Enggak boleh, Abang! Nanti Aley pegel ketempelan tuyul besar."

"Ih, Titut, malah ngatain! Bilang aja kamu mau ikutan nyempil," protes Gallan.

"Iya." Titania memamerkan cengiran.

Mereka lanjut berkeliling lagi menikmati kemewahan yang tak ada habisnya. Banyak sekali ruangan yang memikat hati dan menghipnotis mereka untuk masuk ke sana. Tapi, Titania dan Gallan harus menjaga sikap berada di Ethereal Palace.

Langkah mereka terhenti saat melintasi sebuah piano klasik berlapis emas murni dan keadaannya teramat bersih. Kemungkinan piano ini milik Dewa Musik karena tak bisa dimainkan orang lain selain pemiliknya.

Titania bersama Gallan lanjut ke ruang makan. Terdapat meja super panjang disertai deretan kursi empuk yang jumlahnya terlalu banyak. Di sinilah tempat para Dewa dan Dewi berkumpul untuk mengenyangkan perut.

"Pasti menu makanan mereka kayak yang di restoran mahal itu, makanannya secuil tapi harganya selangit. Sekali hap cuma numpang lewat tenggorokan, enggak bikin kenyang." Gallan menyeplos cerewet.

Tour dadakan terus berlanjut. Titania ajak Gallan mendekati lorong pendek bertangga. Ini merupakan jalan menuju ruang private Amberley selaku pengantin perempuan.

Tembok pada ruangannya dipenuhi ukiran berbahan emas yang kokoh. Ada ranjang besar, lemari yang tingginya mencapai plafon, cermin setinggi pintu, dan paling utama ruangan ini sangat-sangat dingin.

Mereka tak henti-hentinya berdecak kagum menilai keindahan di Ethereal Palace. Bagian luar dan dalam istana ini sama-sama glamor. Mereka seperti bermimpi ada di sini, menyentuh furniturnya, tidak lagi menikmatinya hanya lewat video atau foto.

Dari jendela ini terlihat patung raksasa di tengah halaman luas istana. Itu adalah pahatan patung Alaia sebagai Amatheia La Luna. Dipasangnya sejak Alaia menerima takhta baru, yaitu Dewi Alam. Berarti sudah cukup lama.

"Abang, kaki aku mulai pegel." Titania mengeluh.

"Hayu, kejar-kejaran!" usul Gallan.

Titania kaget saat Gallan betulan lari. Dikarenakan Titania takut ditinggal sendirian dan berakhir kehilangan arah jalan pulang, jadi dia terpaksa mengejar Gallan. Titania memanggil lantang berharap didengar Gallan, taunya ia ditangkap Aishakar yang berpapasan dengannya.

"Istirahat, Titayang." Aishakar mengusap kepala anaknya.

"Gallan biar Papa kejar," ucapnya yang tak berlama-lama langsung mengejar.

Titania asyik menonton lomba lari yang terdiri dari dua peserta. Ia bersorak riang, dan suaranya menyadarkan Gallan. Pelan-pelan Gallan menoleh ke belakang, lalu tersentak karena ternyata dirinya dikejar makhluk lain.

"Aaaaa! Titut berubah jadi bapak-bapak!" Gallan memekik.

"Lo sepupu paling muda, tapi paling jail, ye, Gallan!" omel Aishakar.

Ia mengadu ke ayahnya yang entah ada di mana, "Suaminya Mommy, tolongin putramu ini! Takuuut!"

༻✽༺


Playlist: (Bisa langsung didengar di telegram @zaleywedding)

🎵 Canon in D major (original version) - Johann Pachelbel

🎵 Air (Orchestral Suite No.3 in D minor, BWV 1068) - Johann Sebastian Bach

🎵 Nocturne in E-Flat Minor, Op. 9 No.2 - Frédéric Chopin

🎵 Debussy: Clair de Lune - Sinfonieorchester

🎵 Canon-Finale - Michael Maxwell (menit ke 9:00)

༻✽༺

Seorang Dewi berjalan anggun dengan gaun panjang terseret melewati deretan anak tangga. Rambutnya tertata rapi dengan headpiece berbentuk daun yang terbuat dari emas. Jemarinya dipenuhi cincin emas yang mengilat cantik. Iris matanya berwarna biru terang dengan corak kecokelataan yang begitu unik nan menawan.

Dewi Pernikahan berhenti di ujung tangga teratas seraya berbalik badan menghadap seluruh hadirin. Ia mengangkat kedua tangannya, memberi senyuman termanis, lalu merapalkan kalimat berbahasa asing.

"Αυτός ο ιερός γάμος βασίζεται στη μεγάλη αγάπη και των δύο. Τις ευλογίες μου σε αυτούς, Amadé Varzae Lonan και Brittany Amberley Raja." (Pernikahan yang sakral ini dilandasi oleh cinta yang besar dari keduanya. Restu saya atas mereka, Amadé Varzae Lonan dan Brittany Amberley Raja.)

Tepuk tangan riuh mengisi ruangan megah ini. Dewi Pernikahan melempar senyum bahagianya, kemudian ia kembali menuruni anak tangga dengan diiringi musik klasik yang membuat telinga nyaman.

Selanjutnya, Dewi Cinta dan Kecantikan menaiki anak tangga bersama dua anak kecil berambut pirang dan keriting yang selalu membawa busur dan anak panah. Anak-anak itu menuntun Aphrodite yang tidak bisa melihat dikarenakan ia pernah menerima hukuman matanya dibuat buta oleh Alaia.

Ia berdiri di hadapan semua orang dengan seulas senyum lebar yang membuatnya makin cantik. Aphrodite berkata, "Είμαι πρόθυμος να δέσω τον Amadé Varzae Lonan και τη Brittany Amberley Raja με αληθινή αγάπη." (Saya bersedia mengikat Amadé Varzae Lonan dan Brittany Amberley Raja dengan cinta sejati yang tulus.)

Aphrodite turun terhati-hati dan mendapatkan banyak tepuk tangan dari semua orang. Ia lega bisa ikut menyempurnakan pernikahan Amberley dan Zae. Memang sudah sepatutnya Aphrodite memberi restu kepada setiap dewa dan dewi yang menikah di istana ini.

Selepas itu, suasana menjadi sangat hening dan para dewa-dewi begitu serius mengamati Alaia alias Amatheia La Luna turun dari tangga teratas menuju lantai pertemuan antara tiga tangga. Hanya dia yang datang dari atas, bukan dari bawah.

Iringan musik klasik berganti dengan nada merdu yang buat merinding. Gaun Alaia sangat elegan dengan kilauan cantik di sekujur tubuhnya. Rambut panjang Alaia tergerai indah bersama mahkota emas di kepalanya. Semuanya serempak menunduk ketika Alaia tiba di lantai pertemuan itu.

Alaia mengangkat tangan kanan, ia mengeluarkan kilauan biru bercampur perak dari telapaknya. Di bawah sana Zae bersiap menghadap Alaia. Alaia mengangguk, maka Zae berjalan menaiki tangga bersamaan para dewa dan dewi kembali mengangkat kepala mereka yang semula tertunduk.

Zae naik sendirian, ia teramat grogi sampai tidak sadar menahan napas. Alaia tak ingin membuat Zae tenggelam dalam kegugupan, jadi ia memberinya senyuman ramah agar Zae lebih leluasa melewati momen sakral ini. Dada Zae menghangat, pada akhirnya ia mampu menepis sedikit perasaan gugup itu.

Setelah Zae berhenti di samping kiri Alaia, ia menarik napas dalam-dalam tanpa menunjukkan ke semua orang bahwa dia sedang nervous. Zae berbalik badan dan berdiri tegap melihat banyaknya orang menghadiri acaranya ini. Belum apa-apa Zae sudah terharu.

Sebelumnya ini tak pernah melintas di benak Zae bahwa pernikahannya akan dihadiri banyaknya dewa dan dewi, dan tidak sembarang manusia boleh ikut. Letak Ethereal Palace tak akan ditemui manusia tanpa izin Dewi yang menduduki takhta tertinggi.

Musik klasik berganti lagi. Alunan indah dari panggung orkestra menyambut datangnya pengantin perempuan yang telah ditunggu semua orang. Pintu besar itu terbuka lebar dan memperlihatkan seorang Dewi dengan balutan gaun putih megah di tubuhnya yang mungil dan ramping. Kepalanya tertutup veil putih panjang, serta satu tangannya memegang sebuket bunga yang telah dilapisi serbuk berlian.

Amberley menelusuri jalan setapak sejauh lima puluh meter bersama Bintang di sampingnya. Tangan kanannya menggandeng lengan Bintang dan ia mencoba rileks seperti sang ayah. Bintang menatap lurus ke depan, perlahan matanya perih menyadari inilah detik-detik ia menyerahkan putri semata wayangnya kepada lelaki pilihan Amberley.

Gaun Amberley panjangnya delapan meter, menjadi gaun terpanjang dalam sejarah pernikahan dewa dan dewi di Ethereal Palace. Ekor gaun terus menyeret di karpet merah sepanjang Amberley melangkah. Semua mata terpana akan kemolekan Amberley yang bahkan saat ini wajahnya masih tertutup veil.

Ketika Amberley dan Bintang sudah menaiki tangga, di situlah Zae tersenyum kian lebar seraya menyeka air matanya. Ia tidak percaya perempuan yang begitu ia dambakan dan ia kagumi sejak lama akan menjadi istrinya. Zae tak melepas pandangannya dari Amberley, tatapan tulusnya terpancar nyata.

Amberley menahan tangis bahagianya kala ia tiba di anak tangga terakhir. Bintang melepas gandengannya dari sang anak, lalu ia dan Zae berpelukan singkat sambil melepas tangisan penuh haru yang tak mampu terbendung lagi.

"Amberley putri saya satu-satunya. Tolong dijaga, disayang, dicintai sepenuh hati kamu, Zae. Dia yang paling berharga buat saya. Dia dunianya saya." Bintang berbisik.

Zae mengangguk yakin. "Pasti, Pa. Zae siap dan akan selalu jaga Aley, cintai Aley, sayangi Aley, dan jadiin dia ratu di hidup Zae. Semampunya Zae mau kasih yang terbaik buat dia."

Bintang menepuk-nepuk punggung Zae seraya menghapus jejak air matanya. Pelukan itu bersudah, selanjutnya Bintang melepas Amberley kepada Zae. Bintang menepi dan memberi ruang bagi kedua mempelai untuk menerima restu dari Dewi pemegang takhta tertinggi. Amberley berdiri di samping kanan Alaia, sedangkan Zae berdiri di samping kiri Alaia.

Alaia mundur dua langkah dan naik ke satu anak tangga, di detik yang sama Amberley dan Zae berbalik badan menghadap satu sama lain.

Di hadapan khalayak, Alaia memegang masing-masing kepala mereka seraya berseru lantang dan suaranya terdengar sampai ke penjuru ruang terjauh. "Brittany Amberley Raja, η πρώτη μου εγγονή που είναι η θεά του χειμώνα και η θεά του θανάτου. Γνωρίζει την αληθινή της αγάπη, τον Amadé Varzae Lonan που είναι άνθρωπος με την προστασία του Θεού του Θανάτου. Η ευλογία μου είναι για εσάς τους δύοΕιλικρινής και χαρούμενος που ζείτε τη νέα σας ζωή. Η αληθινή αγάπη θριαμβεύει πάνω από όλα."

Artinya, "Brittany Amberley Raja, cucu pertamaku yang menduduki takhta Dewi Musim Dingin dan Dewi Kematian. Ia bertemu cinta sejatinya, Amadé Varzae Lonan yang merupakan manusia dengan perlindungan Dewa Kematian. Aku merestui kalian. Ikhlas dan berbahagialah dalam menjalani kehidupan kalian yang baru. Cinta yang tulus menang atas segalanya."

Bintang menunduk, ia sibuk menyeka air mata yang mengalir lebih deras dari sebelumnya. Atlanna, Amora, Langit, Lana, Ragas, Ale, Aishakar, Titania, dan Gallan turut menangis bahagia. Atlanna dan Amora saling pandang, kemudian mereka berpelukan lama. Yang lainnya bertepuk tangan bebarengan dengan banyaknya kelopak mawar putih disertai serbuk kristal turun dari langit-langit istana.

Zae dan Amberley mendekat hingga jarak mereka hanya sebatas dua jengkal. Tangan Zae bergetar kuat saat ia menyentuh tangan kanan Amberley untuk menyematkan cincin di jari manisnya. Setelah Zae berhasil memasukkan cincin itu ke jari Amberley, kini gantian Amberley memasangkan cincin ke jari manis tangan kanan Zae.

Senyum manis mereka terukir. Amberley memejamkan mata kala Zae menyentuh ujung veil, lalu menyibaknya pelan-pelan hingga wajah Amberley tak lagi terhalang kain tersebut. Zae terdiam sejenak, ia terpukau akan kecantikan Amberley yang sangat-sangat memesona.

"Kamu cantik banget." Kalimat itu keluar begitu saja dari mulut Zae.

Amberley tersipu. Ia juga terpana oleh ketampanan suaminya dengan rambut tertata rapi yang tidak lagi menutupi kening. Zae maupun Amberley nampak sangat cerah di hari pernikahan mereka.

Zae maju sedikit demi mengikis jarak, ia pegang pinggang ramping Amberley, lantas mereka berciuman dengan dihadiahi sorak bahagia dari semua orang.

༻✽༺

Pesta meriah pernikahan Zae dan Amberley masih berlangsung. Alaia mengamati semuanya, ia memastikan tidak ada sesuatu yang berniat merusak kebahagiaan cucunya. Ia senantiasa berdiri di balkon lantai tiga bersama Langit yang setia menemaninya.

"Sayang, semua dewa-dewi hadir?" Langit bertanya.

"Aku enggak yakin, Angit," jawab Alaia.

Di lain tempat yang amat sangat jauh dari Ethereal Palace, tempat dengan suasana panas dan dilingkupi api kebencian, dua orang berdiri di tengah ruangan serba hitam sambil berpikir keras.

Mereka berdua adalah sosok yang hilang dari Ethereal Palace, yang Alaia tidak ketahui bahwa mereka pernah tinggal di istana ini.

"Dewi Amatheia mulai mencari kita, Sayang." Pria itu berkata.

Si Wanita menyahut, "Jangan lengah, Suamiku. Kita harus berjaga-jaga lebih ketat. Jangan sampai mereka menghancurkan hidup kita lagi."

Wanita berambut hitam legam yang panjangnya melebihi lima meter itu berjalan menyusuri ruangan. Ia berdiri di dekat jendela besar seraya menyipitkan matanya yang beriris merah. Pria tadi menyusul, ia berdiri di belakang sang istri.

Wanita itu bertelepati dengan seseorang, "Princess, suamimu melangsungkan pernikahan dengan musuhmu. Mereka menikah di suatu tempat yang sulit kamu temui. Jangan khawatir, Mom dan Dad selalu berjuang untuk kebahagiaanmu."

༻✽༺

Usai berganti pakaian, Amberley dan Zae menjadi pusat perhatian karena saat ini mereka berada di tengah lantai dansa, berdansa mesra dengan alunan musik lembut.

Gaun Amberley mengembang besar setiap ia berputar. Pinggangnya dipeluk Zae, dan tangan Amberley menempel pada punggung serta lengan Zae. Mereka bagaikan putri dan pangeran yang begitu dicintai seluruh penghuni kerajaan.

Selain mereka, Alaia dan Langit ikut berdansa di sana. Atlanna, Bintang, Aishakar, Ale, juga turut mengisi lantai dansa. Ragas mau ikutan, tapi pasangannya tidak bisa berdansa dan takut merusak suasana. Maka Ragas menggendong Lana tanpa mendengarkan ocehannya, pokoknya mereka harus ikut memeriahkan pesta ini.

"Mamoya, ayo kita bertiga!" Gallan menggandeng Amora dan Titania sekaligus.

Zae mengangkat satu tangannya, ia mengajak semua orang mendekat dan menikmati tarian indah bersama pasangan mereka.

Amberley menatap Zae yang juga membalas tatapannya. Kepala Amberley dia sandarkan di dada bidang itu sambil kaki mereka terus bergerak ke kiri dan kanan dengan gerakan lambat penuh perasaan.

"Sekarang ada sebutan baru dari aku buat kamu." Zae berucap.

Amberley menyahut disertai senyum yang enggan pudar, "Apa?"

"Istriku." Zae berbisik lalu mengecup kening Amberley.

A M B E R L E Y

ini password untuk para Zaley Stan: i zaley u (artinya sama kayak I Love You)

━━━━━━━━━━━

SEE YOUUU~
I love you Babygeng 🤟🏻😘😋

terima kasih selalu setia sama karyaku! ikutin terus perjalanan seru AMBERLEY yaaa 🤍🖤 jangan lupa share cerita ini ke orang-orang dan sosmed kamu! love you puuuul bebigeng 💜

FOLLOW IG AKU BIAR KITA KENAL:
@radenchedid

FOLLOW IG KHUSUS KARYAKU:
@alaiaesthetic

SUBS CHANNEL TELE KHUSUS BABYGENG:
@BABYG3NG (pake 3)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro