#2
.
.
.
***
Aku mengerutkan kening. Ini sudah hampir tengah malam. Pemuda itu masih setia berada disini. Kembali berbagi kisah kepada Rembulan. Menceritakan bagaimana keseharian yang telah ia alami hari ini. Aku sedikit heran padanya. Mengapa dia terlihat begitu santai meski diluar sana berhamburan penjaga dari Azkaban? Juga, apa dia tidak takut tertangkap oleh Prefek yang berjaga?
Ah, untuk apa aku peduli? Toh itu urusannya.
Aku kembali merenggangkan otot. Menghasilkan sedikit bunyi patah atau letupan akibat melepaskan gelembung gas dalam sendi tulang belakang. Kulirik pelan pemuda itu. Aku mendengar dari beberapa sumber jikalau hari ini, seorang tahanan kabur Azkaban melakukan serangan pada nyonya gemuk. Jangan mengira meski aku terkurung disini, aku tidak mengetahui bagaimana keadaan Hogwarts. Bagiku tempat ini adalah rumah dimana diriku tinggal dan diterima.
Hari semakin larut. Udara dingin memenuhi ruangan. Disertai beberapa gelak tawa langit. Aku sedikit melompat setiapkali langit meraung. Padahal sebelumnya langit begitu cerah. Sangat disayangkan karena perhiasan Rembulan kini tertutupi oleh gumpalan kapas kelam. Kurasa hujan lebat akan membasahi wilayah ini. Lebih parah lagi jika itu adalah badai.
"Kurasa aku akan kembali."
Bisikan pelan terdengar. Dengan segera aku mengalihkan pandangan. Menatap pemuda berambut pucat tersebut yang kini sudah bersiap untuk keluar dari sini. Menggunakan pintu tentu saja. Jelas, jika bukan dari pintu memang dari jendela atau melompat dari menara ini? Ah, dari pilihan tadi, keduanya sama saja. Berakhir ditanah. Pemuda itu berjalan melewati diriku. Tanpa menyadari keberadaanku yang tergantung pada dinding, tentu saja. Bisa kurasakan aroma samar dari buah apel, serta aroma menyegarkan, uhh apa namanya, mint? Ya kurasa itu, serta colagne maskulin darinya menguar lembut. Aku bertaruh, colagne yang ia gunakan pasti mahal.
Dasar anak orang kaya.
JGDARR!!
//Eren datang berubah jadi titan! Canda;)
"AYAM AYAM!"
Aku berteriak keras. Mengeluarkan latah entah darimana asalnya. Diriku sungguh tidak menyangka akan diberikan kejutan mendadak oleh langit. Hei, ini berada di menara tertinggi tahu! Tidak hanya itu, bahkan Hogwarts sendiri terletak di pegunungan. Dengan kata lain, menara ini hampir mendekati troposfer! Sebut saja aku berlebihan. Tetapi suara yang dihasilkan langit lebih terdengar keras disini daripada dibawah sana.
Dan ini kerap terjadi, sungguh menyebalkan! Rasanya jantungku hampir lepas dari tempatnya! Aku menggeleng pelan. Memang aku memiliki jantung? Tidak tahu. Aku sendiri tidak pernah merasakan detak jantung. Salah satu kenalanku mengatakan rasanya sungguh aneh juga luar biasa. Benda itu bisa membuat manusia tetap hidup. Begitulah katanya. Entahlah, tetapi mari kita gunakan bahasa manusia agar diriku terlihat hidup. Seperti penggunaan kata menghela nafas atau sesuatu yang manusia lakukan pada umumnya. Konyol sekali. Aku mengelus dada. Mencoba menenangkan hati akibat gemuruh petir barusan.
Sedetik kemudian aku menyadari apa yang baru saja kuperbuat. Dengan segera aku menutup mulut. Aku bisa merasakan keringat dingin mengalir melalui pelipisku. Tetapi semuanya sudah terlambat. Tatapanku bertemu dengannya. Bola mata lautan itu menatapku terkejut. Sekilas dia terlihat panik. Namun pemuda itu bisa menutupinya dengan sempurna.
"Kau-"
"Apa yang kau lakukan disini, Malfoy?"
Ucapan pemuda itu terpotong kala suara berat lain menyela. Sekali lagi, bisa kulihat bola mata lautan itu membulat. Jujur, pemuda itu memiliki iris sangat cantik. Perpaduan antara samudera dan langit kelabu malam. Dihiasi perhiasan Rembulan yang diberikan secara istimewa hanya untuknya seorang. Setiap gadis yang bersinggung tatap dengan pemuda itu pasti akan langsung tenggelam dalam pesona lautan perhiasan.
"Bukan urusanmu, Digorry," jawab pemuda itu. Dengan suara dingin serta tatapan tajam. Aku sedikit bergidik mendengarnya. Kalau tidak salah, laki-laki tampan dengan jubah berwarna kuning ini memanggil pemuda tadi, Malfoy. Benar begitu bukan?
"Aku Prefek, tentu saja ini menjadi urusanku." laki-laki tampan berjubah kuning, sebut saja Diggory (karena Malfoy memanggilnya begitu) menghela nafas. "Kembalilah ke aula besar, kemudian tidur. Sebelum aku berubah pikiran dan mengambil poin dari asrama mu."
Malfoy berdecak kesal. Tanpa ingin berdebat lebih lama, ia memutuskan untuk mengikuti perkataan Diggory. Tentu saja, siapa yang rela poin asrama tempat dimana dirimu tinggal diambil. Aku juga pasti akan mengambil keputusan yang sama jika berada di situasi seperti ini. Pemuda bersurai pucat itu berjalan menuju pintu. Oh syukurlah, dengan begini aku selamat-
Tatapan penuh amarah dilemparkan padaku. Pemuda itu, Malfoy menatapku tajam. Seakan mengatakan dirinya akan kembali untuk memangsa diriku seperti hewan yang ada di ruang rahasia milik seseorang.
Uh-uh. Semoga aku masih bisa selamat setelah ini.
.
.
.
TBC
08 April 2020
See ya!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro