BAB IV - RIMA & AGAM
Rima yang kebetulan adik kandung dari almarhum mami Dara dan Deri sangat mengidam-idamkan seorang anak. Sudah sepuluh tahun pernikahannya dengan Agam tetapi belum di karuniai anak seorang pun.
Rima sangat beruntung mempunyai suami seperti Agam yang baik, setia dan dapat menerima apapun kondisi Rima. Agam sekali pun tidak pernah meninggalkan Rima isteri tercintanya tersebut dengan alas an apapun juga.
Pagi itu Rima seperti biasa mengantarkan suaminya Agam berangkat kerja sampai ke depan teras rumah mereka. Wajah Rima terlihat agak pucat lain dari biasanya. Agam agak khawatir dengan kondisi isterinya, akan tetapi Rima berhasil menyakinkan Agam kalau dirinya baik-baik saja seperti hari-hari biasanya. Dengan memakai sedikit riasan atau make up di wajahnya Rima berhasil menyamarkan dan menutupi wajah pucatnya tersebut.
"Papa berangkat kerja dulu ya ma, kamu baik-baik dirumah," pamit Agam pada isterinya.
"Hati-hati di jalan ya pa," ucap Rima kepada suaminya.
Rima mencium tangan suaminya, tampak Agam mengecup kening Rima. Saat Agam hendak masuk ke mobil, Agam melihat tiba-tiba Rima jatuh pingsan.
"Astagfirulloh Al'Adzim.. kamu kenapa ma? Ya Allah... Bangun ma.. tolong bangun ma..."
Agam segera membawa Rima masuk kedalam kamar, kemudian menelpon dokter.
"Gimana kondisi istri saya dokter?" tanya Agam cemas.
"Istri bapak hanya kelelahan, tolong dijaga kondisinya ya pak, apalagi sekarang istri bapak sedang hamil 3 bulan."
"Selamat ya pak, sebentar lagi bapak akan benar-benar jadi seorang bapak."
"Apa.. Hamil dokter.. Isteri saya hamil dokter?" Agam bertanya setengah tidak percaya.
'Alhamdulillah, makasih ya Allah... Penantian panjang kami tidak sia-sia' gumam Agam didalam hati.
"Makasihh dokter, makasihhh baanyaak."
Dokter tersenyum melihat luapan emosi dan kegembiraan Agam, setelah sekian lama penantian mereka tidaklah sia-sia. Sayup-sayup Rima mendengarnya, karena sudah siuman dari pingsannya.
"Apa benar saya hamil dokter?" tanya Rima tiba-tiba.
"Alhamdulillah kamu sudah sadar ma, tadi papa cemas sekali." Agam tampak senang melihat isterinya sudah sadar.
"Iya benar bu, selamat ya bu Rima."
'Alhamdulillah, Makasih ya Allah atas anugerahmu, setelah sepuluh tahun kami menanti, akhirnya Engkau berikan kami kesempatan dan kepercayaan untuk menjaga Amanahmu, doa Rima terbata-bata karena isak tangis harunya.'
Agam tampak duduk disamping tempat tidur Rima, mengecup kening Rima dengan lembut dan membelai rambutnya dengan rasa sayang.
"Sebentar lagi kita akan punya anak pa, buah hati kita pa."
Rima mengusap perutnya dengan lembut, kemudian berbisik kepada Agam suami tercintanya, "inilah hasil hubungan cinta kasih sayang yang kita nanti-nantikan selama ini."
"Iya sayang," ucap Agam lembut.
"Baik kalau begitu saya pamit dulu pak Agam dan bu Rima, karena saya masih harus menangani pasien lainnya. Kalau ada apa-apa tolong hubungi saya."
"Pak Agam, jangan lupa di beri obatnya dan kabarkan saya perkembangan isteri bapak nanti. Setiap ibu hamil akan mengalami morning sickness, rasa mual yang berlebih dan juga kontraksi. Saya mohon untuk tidak panik pabila itu terjadi, segera hubungi saya saja biar saya periksa nanti kondisinya."
"Terima kasih banyak dokter atas bantuannya. Saya tidak tahu harus bilang apa selain rasa syukur dan terima kasih saya dokter," ujar Agam.
"Itu sudah lebih dari cukup pak Agam," ujar sang dokter.
"Bu Rima saya permisi dulu, tolong dijaga kondisinya."
"Iya dokter, silahkan. Sekali lagi terima kasih banyak dokter," ucap Rima tulus.
"Mari saya antar ke depan dokter." Agam bergegas mengantarkan dokter sampai ke teras rumah mereka, kemudian Agam masuk lagi kedalam kamar dan menemani isterinya sepanjang hari.
Rima tidak diizinkan melakukan aktivitasnya seorang diri. Agam berjanji akan terus menjaga Rima dan janin bayi yang sudah ada di rahim isterinya yang sudah sejak lama mereka nanti-nantikan. Sungguh luar biasa anugerah Allah S.W.T.
Rima dan Agam tidak lupa menyampaikan berita gembira ini kepada Dara, Deri dan Kiara. Dara, Deri dan Kiara diam-diam menyiapkan pesta kejutan untuk Agam dan Rima.
Dara dan Deri menyiapkan makan malam romantis untuk om dan tantenya tersebut, sedangkan Kiara mendapatkan tugas untuk merayu dan membujuk om dan tantenya makan di restaurant dimana kejutan sudah disiapkan.
Tanpa menaruh rasa curiga sedikitpun Rima dan Agam mengiyakan ajakan sih kecil Kiara tersebut. Waktu yang telah ditentukan tiba, Kiara beserta Agam dan Rima pergi ke restaurant yang diinginkan oleh Kiara.
Sesampainya disana restaurant tersebut tampak sepi dan remang-remang pencahayaannya. Kiara memilih kursi yang memang sudah disiapkan oleh kakak kembarnya, kemudian pelayan datang meyodorkan menu.
Setelah mereka memilih menu, pelayan meninggalkan mereka bertiga. Tiba-tiba saja lampu hias menyala kemudian datang pelayan yang berbeda dengan membawa lilin dan meletakkanya di meja. Kiara tampak tersenyum dengan semua ini, berbeda dengan Rima dan Agam mereka tampak heran, bingung, saling tatap dan bertanya-tanya.
Tidak lama kemudian keluar pemain biola dan pelayan lainnya membawa bunga dan satu piring berisi kartu ucapan selamat atas kehamilan Rima, di susul oleh Dara dan Deri membawa bunga indah untuk Rima.
Rima dan Agam tampak terkejut sekaliagus senang akan semua ini. Rima dan Agam bersyukur punya ponakan yang baik dan menyenangkan seperti Dara, Deri dan Kiara.
"Tante selamat ya, sebentar lagi aku akan punya saudara sepupu. Tolong dijaga ya tante kandungannya. Aku berdoa semoga semuanya lancer sampai adik bayi lahir ke dunia ini. Selamat dan sehat juga buat ibu dan bayinya," ucap Dara.
"Selamat juga ya om Agam, kebahagiaan om dan tante lengkap sudah. Om adalah tipe suami dan pria sempurna buat tante Rima, om juga sebentar lagi jadi ayah dan merasakan arti sesungguhnya sebagai kepala keluarga yang sempurna. Aku, Deri dan Kiara sayang banget sama kalian berdua," ucap Dara kembali.
Rima dan Agam bangun dari tempat duduknya, mereka bergantian memeluk dan mencium Dara, Deri dan Kiara. Mereka juga mengucapkan terima kasih atas perhatian yang sangat besar dari para ponakannya. Mereka semua bersuka cita dan ceria bahkan Kiara tidak sabar menanti kehadiran adik sepupunya tersebut.
***
Usia kehamilan Rima pun sudah memasuki usia Sembilan bulan. Agam dan Rima sudah tidak sabar menanti lahirnya anak pertama mereka. Agam benar-benar menjaga kehamilan isterinya, dia tidak segan-segan mengingatkan isterinya untuk periksa ke dokter, minum obat dan vitamin, senam hamil bahkan istirahat yang cukup.
Saat sudah memasuki waktunya Rima lahiran, Agam segera membawa Rima ke rumah sakit. Setelah berkonsultasi dengan dokter dan mencegah adanya komplikasi lanjutan serta demi keselamatan isteri dan buah hatinya, Agam menyetujui isterinya menjalani operasi Caesar.
Sambil menunggu isterinya selesai di operasi, Agam tidak lupa menghubungi Dara, Deri dan Kiara. Bersama-sama mereka menunggu sambil tak henti-hentinya berdoa memohon keselamatan Rima dan buah hatinya.
Adzan berkumandang dengan indahnya, Agam mengajak Dara, Deri dan Kiara menuju musholla untuk sholat berjamaah dan berdoa.
Setelah itu mereka kembali ke ruang tunggu kamar operasi. Tidak lama kemudian dokter keluar dan terdengar suara tangis bayi dari dalam. Dokter mengucapkan selamat kepada Agam bahwa dirinya sudah menjadi seorang ayah sekarang.
Bayi yang dilahirkan oleh isterinya berjenis kelamin laki-laki. Dokter menyampaikan bahwa ibu dan bayi selamat.
Agam,Dara, Deri dan Kiara bersujud syukur dan mengucapkan Alhamdulillah. Setelah di pindah ke kamar rawat, Agam dapat menjenguk isteri dan melihat buah hatinya tersebut. Tidak lupa Agam mengumandangkan adzan di telinga putranya tersebut.
Secara bergantian, Dara dan Deri masuk ke dalam kamar rawat Rima, sedangkan Agam menjaga Kiara yang memang usianya masih kecil dan hanya diizinkan masuk sampai ke ruang tunggu.
Keluarga Elang yang mendengar berita bahagia itu datang menjenguk, kemudian Kiara dititipkan sementara dirumah keluarga Elang.
Dara dan Deri bergantian dengan omnya menjaga Rima di rumah sakit sampai Rima benar-benar sembuh dan pulih kondisinya serta di izinkan pulang ke rumah.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro