Bab 1 - Kisah Awal Mahasiswa Baru
***
Hari-hari awal menjadi mahasiswa baru begitu melelahkan memang. Namun, Luna merasa senang karena bagaikan mendapatkan sebuah kehidupan baru. Kerja keras dan usahanya selama ini tidak sia-sia untuk berhasil mendapatkan apa yang ingin diraihnya.
"Ayo kelompok dua, giliran kalian." Sudah seminggu Luna mengikuti kegiatan ospek. Sekarang adalah kegiatan ospek yang bertepatan di fakultas masing-masing. Dia pun mengikutinya dengan senang walaupun sedikit kewalahan dengan kondisinya saat ini.
"Aluna Putri?" Mendengar namanya dipanggil, Luna langsung bergegas maju dan berjalan perlahan dengan kedua tongkatnya sebagai pengganti kedua kakinya.
Beberapa kakak tingkat memberikan tatapan iba kepadanya, namun Luna sudah terbiasa dengan tatapan itu. Dirinya malah kesal jika ditatap seperti itu seolah-olah dia tidak dapat berbuat apa-apa dengan kakinya saat ini.
"Aluna, ya?" Luna pun mengangguk.
"Saya Bima, panggil saja Bima. Mahasiswa Sastra Indonesia semester lima. Saya ingin mengajukan beberapa pertanyaan buat kamu." Luna langsung mendengarkan apa yang diucapkan oleh Bima dan menjawabnya dengan lantang.
Hingga saatnya, jam istirahat pun tiba. Luna pun segera mengambil air wudu dan melaksanakan ibadah. Beberapa menit kemudian, Luna langsung menuju stand makanan. Mengambil makan siang yang telah disediakan.
Dia pun duduk seorang diri di kursi yang kebetulan kosong di dekatnya. Tanpa memedulikan tatapan orang yang begitu biasa dilihatnya selama ini.
Tak butuh waktu lama untuk Luna menyelesaikan makan siangnya. Dia pun langsung bergegas kembali ke kelompok ospeknya dan melihat beberapa orang kelompoknya telah berkumpul di sana.
Dalam pikiran orang, ospek adalah suatu kegiatan yang terlihat menyeramkan seperti yang nampak di film-film. Padahal realitanya, tidak sama sekali. Ospek adalah suatu kegiatan yang akan dikenang dalam satu kali seumur hidup jika kita rajin mengikuti kegiatannya. Tidak terlihat menyeramkan bahkan sangat mengasyikan.
Hanya saja, saat tim disiplin tiba, suasana berubah menjadi tegang sekejap. Selepas itu, tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi. Karena kegiatan ospek pun akan menyenangkan dengan memperkenalkan hal-hal baru yang belum diketahui. Selain itu, panitia ospek juga akan mengajak bermain games untuk me-refresh-kan pikiran para mahasiswa baru.
Seperti yang Luna lakukan saat ini. Dia sedang bermain games bersama kelompoknya.
"Ayo, Guys! Lempar ke sini bolanya." Yaps! Mereka sedang bermain lempar bola antar kelompok. Jadi, dua kelompok akan bermain sebagai lawan untuk memasukkannya bola ke dalam keranjang yang telah disediakan.
Luna pun diminta ikut oleh teman sekelompoknya lantaran beberapa temannya ada yang izin sakit untuk beristirahat. Alhasil, Luna pun mau tak mau harus mengikuti apa yang diminta oleh kelompoknya. Meskipun kakak pembimbingnya sudah berniat untuk menggantikan posisinya, namun Luna tetap ikut serta.
Luna pun yang kesulitan berlari menjadi pemain diam di tempat. Menunggu bola yang hadir di dekatnya, barulah dia mengejar. Ketika bola tepat melayang ke arahnya, Luna langsung siap menangkapnya dan tanpa sengaja melepaskan pegangan pada kedua tongkatnya.
Ketika Luna menyadari hal itu, keseimbangan tubuhnya mulai goyah dan mau tak mau dia terjatuh. Namun, tubuhnya tak merasakan sakit apa pun. Dia membuka matanya dan tubuhnya ditangkap oleh seorang pria bertubuh tinggi dengan memakai jas almamater kampusnya.
Pria itu langsung mengambilkan kedua tongkat Luna yang terjatuh dan memberikannya pada Luna. "Lain kali, jika kondisi tidak menungkinkan untuk ikut bermain, jangan dipaksa. Malah merepotkan nantinya." Setelah berkata demikian, pria itu pun langsung pergi.
Luna hanya menatap sinis punggung tegapnya dan mendengus pelan. Dia pun langsung melemparkan bola itu ke keranjang yang berada di dekatnya. Namun, melihat teman-temannya yang masih menatap pria bertubuh tegap itu membuatnya heran.
"Gila, Presbem kita keren banget, ya. Ganteng pisan."
"Bener, Ra. Nikmat Tuhan banget serius!"
"Si Luna beruntung banget ya bisa dipeluk sama dia, ih!"
Luna masih menatap bingung ke arah teman-temannya. Masih tidak mengerti apa yang dikatakan oleh teman-temannya. Dia pun langsung bergegas menuju teman-teman kelompoknya yang masih menatapnya dengan heran.
"Kenapa kalian menatapku seperti itu?" tanyanya yang mewakili segala kebingungannya.
"You are so lucky, Luna!" pekik salah seorang gadis berkuncir kuda.
"Beruntung kenapa?" Sepertinya Luna masih tidak memahami apa yang terjadi pada dirinya. Hingga bel berbunyi dan tiba saatnya untuk mereka lanjut ke jadwal berikutnya.
***
Di sisi lain, pria bertubuh tegap tadi duduk dan menghela napas pendek. Dia membuka map yang berada di meja depannya dan membaca dengan saksama.
"Woy, Bro! Diem-diem bae, dah. Makin famous, nih, habis jadi malaikat si mahasiswa baru." Seorang pria berambut sedikit keriting datang. Berseru keras sambil merangkul pria bertubuh tegap tadi.
"Alvino Maheswara, seorang presiden BEM dua periode, yang ikut turun tangan melihat ospek mahasiswa baru. Wahhh, patut diabadikan, nih!" Suara berisik temannya itu membuat Alvin kesal dan menepis kasar tangganya yang hinggap di bahunya.
"Vero, kalau kamu nggak ada kerjaan lain, mending cek itu tugas-tugas mereka. Saya mau siap-siap lihat jadwal tim disiplin sekarang!" ujarnya tegas sambil memberikan map yang tadi dipegangnya kepada temannya yang bernama Vero.
Vero yang melihat itu langsung tertawa geli. "Segitu kakunya kamu, Al!" Dia sangat bahagia sekali menggoda teman seperjuangannya itu. Baginya, menggoda seorang Alvin itu seperti menggoda seorang gadis yang sedang masa pra menstruasi. Mudah marah dan kesal karena sifat kakunya.
***
Jadwal selanjutnya adalah evaluasi kegiatan yang dipandu oleh tim disiplin. Semua mahasiswa baru dikumpulkan di tanah lapang luas dan dibariskan sesuai kelompok masing-masing.
Seketika suasana langsung hening saat tim disiplin memasuki area tanah lapang. Semua mahasiswa baru diperkenankan untuk istirahat di tempat selama evaluasi berlangsung.
Evaluasi yang memakan waktu sekitar 30 menit ini cukup membuat Luna sedikit pegal karena beridri terlalu lama. Salah seorang anggota tim disiplin melihat Luna yang terlalu banyak gerak pada posisinya.
"Kamu duduk!" pintanya pada Luna dan membuat keheningan langsung terpecah. Seluruh pasang mata langsung menatap Luna yang sedang memasang wajah bingungnya.
"Saya, Kak?" tanyanya pada anggota tim disiplin itu.
"Iya, kamu. Silakan duduk kalau lelah. Kenapa nggak ke tim medis aja, sih, Dik, kalau sakit?" ucapnya lagi pada Luna yang langsung terlihat tidak senang dengan ucapan yang didengarnya itu.
"Maaf? Sakit? Apa bagi Kakak saya terlihat sedang sakit?" Luna bertanya kembali padanya yang terlihat sedang meremehkan keadaan Luna.
"Lah, memang benar kamu sakit, 'kan? Kalau kamu nggak sakit, kenapa berjalan menggunakan tongkat?" Ucapannya semakin membuat Luna kesal.
"Anda membuat saya merasa terhina sekali, Kak. Seakan di mata Anda, saya adalah orang yang lemah dan butuh bantuan orang lain. Memang benar saya lelah, tapi itu juga berlaku untuk teman-teman saya semua di sini, Kak. Kondisi saya ini tidak mengundang perhatian lebih dari Anda. Saya tahu Anda bersikap baik pada saya, tetapi penyampaian Anda salah terhadap saya. Dan itu melukai harga diri sebagai penyandang disabilitas." Suasana semakin menegang mendengar perseteruan antara Luna dan anggota tim disiplin itu.
"Kamu merasa terhina dengan ucapan saya? Jangan terlalu baper, Dik. Inilah dunia perkuliahan, di mana omongan itu terkadang lebih menusuk daripada pisau."
"Oh, begini dunia perkuliahan? Jadi, inikah ajaran ucapan selama ospek yang katanya mengenal dunia baru dan berbudaya? Berbudaya dari mananya, ya, kalau seniornya sendiri aja ucapannya masih tidak bisa dijaga." Luna semakin menjadi dengan rasa kesal yang memupuk di hatinya.
"Rena udah. Dik, maafkan atas perkataannya, ya. Maaf membuat suasana yang tak seharusnya ada, jadi hadir di sini. Kalian semua dipersilakan untuk duduk. Tim disiplin selesai untuk di sini. Terima kasih atas waktunya." Tim disiplin pun langsung meninggalkan tempat.
Mulai terdengar suara bisik-bisik usai konflik singkat tadi. Luna langsung menghela napas pelan dan merasa matanya memanas akan sesuatu. Ia pun memejamkan matanya dan berharap air mata tidak mampir membasahi wajahnya.
"Oke-oke minta perhatiaannya sebentar. Seusai ini kalian akan dipandu oleh kakak pembimbing kalian untuk bertemu dengan kelompok lainnya dalam mengerjakan tugas yang akan diberikan oleh panitia. Jadi, dimohon kalian segera bersiap-siap, ya."
Usai pengumunan tersampaikan, mereka semua segera bersiap. Luna langsung berjalan pelan menuju tempat yang diarahkah oleh kakak pembimbingnya.
"Jadi, tugasnya yaitu mencari teka-teki yang disembunyikan di lokasi sekitar tempat kelompok kalian ini. Nanti teka-tekinya disusun dan yang tercepat memecahkan teka-tekinya, langsung perwakilan menghampiri panitia yang duduk di bawah pohon itu, ya."
"Iya, Kak!"
"Oke, sekarang silakan dimulai." Luna pun langsung mencari teka-teki di sekitar rumput-rumput yang berada di dekatnya dan ternyata tidak ada. Ketika ingin berpindah tempat, salah satu tongkatnya menyangkut di rumput-rumput itu. Ia pun mencoba menarik-narik tongkatnya dengan pelan, namun tidak berhasil juga.
Tiba-tiba, seseorang membantunya untuk menarik pelan tongkat Luna dari bawah. Orang itu tersenyum manis pada Luna yang langsung dibalas dengan senyuman kecil juga oleh Luna. "Kamu nggak papa, 'kan?"
Luna menggeleng pelan. "Nggak papa kok. Terima kasih, ya."
Orang itu mengangguk. "Sama-sama. Oh iya, kenalin aku Shena. Kamu siapa?"
"Aku? Oranglah," canda Luna yang membuat Shena tertawa geli. Luna pun ikut tertawa kecil.
"Maksud aku, namamu siapa?" tanya Shena ulang sambil menepuk pelan sebelah bahu Luna.
"Aku Aluna. Panggil aja Luna," balas Luna sambil melangkah pelan melanjutkan tujuannya mencari teka-teki.
"Jurusan apa kamu?" Shena bertanya lagi sambil ikut mencari teka-teki.
"Sastra Indonesia." Jawaban singkat Luna membuat Shena berjingkat pelan
"Wah! Sama dong, Lun. Akhirnyaaa, aku ketemu dengan keluarga barukuu." Saking senangnya, Shena memeluk Luna pelan serasa mereka telah akrab lama padahal baru berkenalan beberapa menit yang lalu.
Mereka pun akhirnya mengobrol akrab sambil mencari teka-teki satu sama lain.
***
"Rena, kamu apa-apaan, sih? Ucapannya tadi itu loh nggak bisa dijaga banget!" protes pria berambut gondrong ini.
Rena hanya mendengus pelan ketika dikritik seperti itu. "Bodo amatlah. Orang dia emang kelihatan sakit gitu, 'kan? Apa aku salah?"
"Tapi, ucapanmu tadi itu harusnya disaring dulu sebelum ngomong. Bikin orang salah paham tau nggak!" sahut temannya yang lain.
"Sudah, cukup! Ini evaluasi buat tim disiplin, ya. Untuk ketuanya, tolong kasih laporan ke saya begitu ospek hari ini selesai. Tahan dulu semuanya, kita lanjut evaluasi nanti," ucap presiden BEM yang menengahi konflik kecil di dalam anggota tim disiplin.
"Al, dia itu nggak usah dimasukin tim disiplin lagi, deh, besok!" pinta pria berambut gondrong tadi.
"Entar dieval sama Alvin, Rey!" sahut Vero yang tiba-tiba datang entah dari mana asalnya.
"Oke-oke!"
***
Teka-teki telah berhasil diselesaikan oleh masing-masing kelompok yang terbagi. Kini saatnya adalah acara penutupan ospek. Penutupan ini dilakukan dengan melakukan acara makan bersama di hall kampus.
Luna berjalan pelan usai dari kamar mandi. Didampingi oleh Shena yang entah kenapa selalu mengikuti dirinya ke mana pun Luna pergi.
"Setelah ini kamu langsung pulang, Lun?" tanya Shena tiba-tiba.
Luna mengangguk kecil. "Iya, aku langsung pulang."
"Dijemput sama siapa kamu?"
"Dijemput sama angkot, hahaha." Candaan garing Luna membuat Shena ikut tertawa bersamanya.
Acara penutupan pun berlangsung. Seluruh mahasiswa baru pun bersorak gembira telah terbebas dari serangkaian ospek yang telah dijalani selama seminggu lebih ini. Akhirnya, mereka pun telah resmi menjadi mahasiswa baru di jurusan yang mereka pilih. Aktivitas perkuliahan semakin nampak di depan mata dengan hitungan jam.
Perayaan pelepasan balon begitu meriah diiringi suara petasan yang menghiasi langit senja.
Luna menatap ke arah langit dan tersenyum kecil. "Selamat datang di kehidupan barumu, Luna. Di sinilah kamu mulai berperang. Berperang dengan keadaan yang nyata. Tanpa peduli adanya kawan atau musuh. Yang terpenting adalah kebahagian mama dan papa di sana. Melihat Luna tumbuh dewasa dan bisa membanggakan kalian. Kebanggaan yang akan diraih atas dasar usaha keras Luna sendiri untuk kalian. Berbahagialah di sana, Ma, Pa."
Setelah mengucapkan harapannya, tiba-tiba pikiran Luna merasa kacau.
*
"Jadi, selama ini kamu menipuku? Berlagak tidak mengenalku, tetapi kamu telah mengenalku sejauh itu? Jawab aku Luna!"
Luna terdiam, dia bingung harus menjawab apa.
"Aku kecewa sama kamu Luna. Ternyata kamu tidak lebih dari seorang penipu. Aku-- argh!"
*
"Argh! Siapa kamu!" Luna memekik sambil memegangi kepalanya dan membuat beberapa pasang mata menatapnya heran. Spontan tubuhnya terjatuh duduk karena pegangan tongkatnya terlepas.
"Luna kamu kenapa? Kamu nggak papa, 'kan?" Shena menghampiri Luna dan memasang raut wajah khawatir ketika melihat Luna memegangi kepalanya dengan wajah ketakutannya.
Beberapa panitia juga ikut menghampiri Luna. Terlihat tim medis yang membawa tandu berjalan cepat ke arah Luna. Mereka pun segera mengangkat Luna ke atas tandu dan merebahkan tubuh Luna yang masih sadar dengan memegangi kepalanya.
Shena pun mengikuti langkah tim medis sambil membawakan kedua tongkat Luna.
Sesampainya di ruang medis, Luna terduduk dan ditanyai oleh salah seorang tim medis.
"Kamu kenapa, Dik?" Luna hanya menggeleng pelan tanpa menjawab satu kata pun.
Tim medis yang tahu jika Luna membutuhkan waktu untuk sendiri pun langsung bergegas meninggalkan Luna seorang diri di dalam.
Luna mengatur napasnya dan membuka kedua matanya pelan-pelan dan air mata menetes membasahi pipinya. "Sebenarnya, apa yang terjadi sama aku?"
***
-imel-
Surabaya, 15 Desember 2018.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro