Bab 3
Karya Ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta no. 28 tahun 2014. Segala bentuk pelanggaran akan diselesaikan menurut hokum yang berlaku di Indonesia.
Author @fireytika
Co-writer @benitobonita
Karya ini adalah kolaborasi Fireytika & Benitobonita. Di publish ulang di akun author.
"Turunkan aku!" seru Aluca panik. Rasa takut menguasai gadis itu. Dia segera mencengkeram erat sabitnya agar tidak terjatuh.
Lompatan lain kembali dilakukan sang Vampir. Aluca tanpa sadar menutup mata dan menyembunyikan wajahnya pada dada pria itu.
Vampir itu menunduk dan tersenyum kecil melihat gadis yang berada di dalam pelukannya gemetar ketakutan. "Apa kau takut akan ketinggian? Sayang sekali ..., pemandangan di atas sini sangat indah."
"Jangan melihat ke bawah. Cukup lihat diriku," lanjut vampir itu berusaha menenangkan Aluca.
Aluca menelan ludah. Dia perlahan-lahan membuka mata dan mengamati wajah Vampir yang telah menyelamatkannya. Cahaya bulan menerangi kulit pucat pria itu dengan mata merah yang bercahaya di dalam kegelapan.
Napas Aluca tercekat dan jantungnya hampir berhenti berdetak. Pria itu ternyata memiliki wajah yang cukup menyenangkan untuk dipandang.
Tanpa sengaja mata mereka bertatapan. Pipi Aluca memerah sebelum dia berteriak nyaring untuk diturunkan.
*****
Langit masih sangat gelap ketika vampir itu menjejakkan kaki pada daratan dan menurunkan Aluca dengan lembut. Gadis itu berdiri sempoyongan. Dia melihat sekeliling untuk menemukan pepohonan rapat dan hamparan rumput khas hutan berada di sekitarnya. Sebuah sungai besar yang mengalirkan air bening berada tidak jauh di sepan mereka.
"Maafkan aku, tetapi wangi darahmu sangat menggoda," ucap vampir itu lembut.
Aluca terkesiap. Dia refleks menutupi bagian lehernya yang terluka kemudian melangkah mundur.
"Ada apa?" tanya sang Vampir dengan ekspresi khawatir. "Apa kau masih trauma dengan ulah ketiga buronan itu? Jangan khawatir. Mereka tidak akan bisa beregenerasi lagi."
Aluca mengertakkan gigi. Dia tidak akan tertipu oleh tingkah sok polos yang ditunjukkan oleh pria itu. Tanpa sadar dirinya berjalan mundur lebih jauh.
"Hei! Berhen ...." seru sang Vampir, tetapi terlambat.
Aluca seketika jatuh ke dalam air. Gadis yang sebelumnya sudah kehabisan tenaga akibat pertarungan sebelumnya kehilangan kesadaran dan tenggelam.
*****
Aluca duduk, gemetar kedinginan dengan tubuh basah kuyup. Gadis itu berusaha menggunakan api unggun yang berada di depannya sebagai penghangat. Ujung matanya mengawasi vampir yang berdiri dan bersandar pada batang pohon.
"Aku bermaksud memandikanmu bukan meminta kau tenggelam," ucap vampir itu dengan ekspresi menahan tawa. "Pakaianmu basah. Lepaskan saja. Kau bisa memakai jubahku sebagai selimut.
"Ti-tidak mau ...." Pipi Aluca terasa hangat seketika saat mendengar tawaran vampir itu.
"Dasar keras kepala. Kau akan sakit apabila tidak segera berganti pakaian." Vampir itu melepaskan mantel hitam yang dia gunakan sedari tadi, lalu menyodorkannya ke arah Aluca.
"Dan itu salah siapa?!" Aluca mendelik dengan tatapan terbuas yang bisa dia berikan. Namun, angin dingin yang tiba-tiba bertiup membuat gadis itu bersin seketika.
Vampir itu terkekeh saat Aluca memutuskan untuk bangkit berdiri dan merebut jubah dari genggamannya dengan wajah cemberut.
Aluca melihat sekeliling dan menemukan sebuah tempat yang cukup tertutup rapat oleh pepohonan. Dia berjalan cepat ke tempat itu dan menoleh ke belakang. Si Vampir tidak terlihat.
Gadis itu meletakkan jubah pada salah satu ranting pohon, lalu melepaskan pelat pelindung dada. Rasa dingin membuat Aluca kembali bersin. Dia menanggalkan pakaiannya yang masih meneteskan air dan melemparnya ke atas rumput.
"Woah! Besar sekali! Sangat disayangkan mereka tertutup selama ini."
Suara vampir itu membuat Aluca menoleh seketika dan dia menahan napas. Vampir yang sebelumnya tidak terlihat sekarang berdiri sangat dekat dengan mata terfokus kepada bagian atas tubuhnya yang telanjang.
"Kya! Apa yang kau lakukan! Balik tubuhmu!" Aluca spontan menutupi tubuhnya dengan kedua tangan. Wajahnya sepanas kepiting rebus yang baru selesai dimasak.
"Aku khawatir kau akan jatuh pingsan ..., ternyata aku malah mendapatkan jackpot," lanjut sang vampir dengan santai. Pria itu sama sekali tidak terlihat akan mengikuti keinginan Aluca.
Aluca bergerak mundur ke arah semak-semak terdekat dan bersembunyi. Dia menatap galak ke arah vampir itu dan kembali berteriak, "Berhenti melihatku!"
"Kau imut sekali saat marah." Vampir itu terkekeh dan matanya berbinar jenaka. "Aku ingin menontonnya selama ...."
Aluca tiba-tiba melempar sebuah benda hitam yang lengket ke wajah vampir mesum yang tidak tahu waktunya berhenti mengganggu.
Pria itu terdiam sejenak sebelum menjerit panik. "Apa ini?! Lepaskan! Lepaskan!"
Sang Vampir berlari tidak tentu arah dengan jari-jari tangannya berusaha menarik lepas benda yang menutupi seluruh permukaan wajahnya. Namun, kedua tangannya malah ikut melekat. Pria itu terus meronta dan menabrak pepohonan yang berada di sekitar sambil terus merengek.
Aluca mendengkus jengkel. Gadis itu berjalan meraih sabit dan tas selempang miliknya yang terlepas dari genggaman si Vampir yang masih sibuk berlari, lalu mengambil baju dari dalamnya dan segera memakainya.
Dia melirik sejenak ke arah pria yang kini mengeluarkan suara pekikan sebelum melangkah menuju api unggun, lalu duduk untuk menghangatkan diri. Tabrakan terakhir antara sang Vampir dengan batang pohon membuat gadis itu akhirnya menggerakkan jari tangan kiri.
Benda hitam yang sebelumnya seakan menjadi kulit wajah kedua korbannya bergerak melepaskan diri dan jatuh ke atas rumput. Benda itu bertransformasi menjadi seekor kelinci hitam dan melompat lincah ke arah pohon yang berada di sebelah Aluca sebelum tiba-tiba menghilang.
Vampir yang sedari tadi berlari tidak tentu arah akhirnya mendekati Aluca dengan napas tersengal-sengal. "Penyihir kecil ... kau hampir membuatku kehabisan napas."
Aluca mengabaikan pria itu dengan membalikkan tubuh. Dia berharap vampir yang membuatnya kesal segera pergi meninggalkannya sendiri.
Pria itu menghentikan akting bernapasnya. Dia mengamati punggung Aluca sebelum berdecak kecewa. Tidak berapa lama dirinya menarik keluar sebuah buku bersampul hitam dari balik jubah, lalu membukanya. "Hmm ... hari ini berkabut, aku telah berjalan selama tiga hari dan belum juga menemukan tempat untuk menginap ...."
Mata Aluca melebar seketika.
Suara lembaran kertas yang bergesekan terdengar sebelum pria itu melanjutkan perkataannya. "... cara membunuh vampir ... tikam jantungnya .... Astaga! Penyihir Kecil! Apa kau seorang psikopat?"
"Bu-buku ...." Gadis itu meraih sabit raksasa yang sebelumnya dia letakkan di sisi dan bangkit dari duduknya.
"Ups, angin kencang sekali ... akan sangat disayangkan apabila buku ini jatuh ke dalam air," ucap pria itu menyeringai. Tangan kanannya mengayun-ayunkan buku yang berada di dalam genggamannya mendekati tepi sungai.
"A-apa yang sedang kau lakukan? Kembalikan barangku!"
"Namaku Zenith," ucap sang vampir ceria. "dan siapa namamu, Penyihir Kecil?"
"I-itu bukan urusanmu ...." Mata gadis itu mengamati buku miliknya dengan tatapan khawatir.
Zenith menjulurkan lengannya lebih jauh sehingga benda itu kini berayun di atas sungai. "Ck ... ck ... ck, bukan seperti itu caranya menjawab pertanyaan seseorang."
"Aluca. Namaku Aluca. Apa kau puas?"
Zenith menarik kembali lengannya. Manik merah pria itu berbinar geli dan dia tertawa kecil melihat reaksi panik Aluca. "Aluca, apa kau bersedia menemaniku makan malam?"
"Aku tidak memiliki keinginan untuk pergi bersama vampir yang hampir membunuhku," jawab Aluca dengan tatapan berapi-api. Pipinya yang sebelumnya dingin terasa hangat akibat merasa emosi.
Vampir itu membalikkan tubuh dan kembali menyorongkan buku yang dipegang olehnya ke arah sungai.
Jantung Aluca berdebar cepat. Di antara kertas itu ada foto ayahnya! Apabila benda itu rusak oleh air, dia tidak akan memiliki apa pun sebagai petunjuk. "Hen-hentikan! Aku bersedia pergi denganmu!"
Zenith menyeringai. Dia menunjukkan sepasang taring kecilnya, lalu sedikit merunduk dan berkata dengan hormat. "Aku akan mengembalikannya setelah kita sampai di kafe."
Aluca melotot geram dan dengan bibir terkatup dia berkata, "Tunjukkan jalannya."
Tawa kecil terdengar dari bibir Zenith. Dia menyorongkan lengan kiri ke arah Aluca dan berkata, "Mari."
Dengan wajah masam, gadis itu akhirnya berjalan bersisian dengan sang vampir yang memasang ekspresi ceria.
Versi komik dibuat oleh Fireytika, bisa dibaca gratis di webtoon
https://www.webtoons.com/id/challenge/aluca/ch-1-the-first-bite/viewer?title_no=280580&episode_no=1
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro