b a b - 1
Seorang pria dengan tegas membuka pintu di hadapannya setelah sebaris kata ia ucapkan. Gambar lambang keluarganya terlihat di pintu sebelum memudar. Dan setelahnya, pintu ia buka sehingga menimbulkan suara ribut.
"Gusion!"
Seorang pemuda dengan netra brunette, menatap sayu. Kedua tangannya berwarna merah, mengalir setetes demi setetes. Menyadari hal itu, si pria langsung berlari dan sigap menangkap tubuh adiknya yang nyaris terjatuh.
"Sudah Kakak bilang, bukan? Jangan pernah menyentuh jendela itu!" serunya. Ia menatap tangan adiknya dan memerintahkan pelayan pribadinya untuk mengambil obat.
Saat pelayan itu keluar, seorang pengawal yang bertugas menjaga pekarangan di bawah menara masuk. "Tuanku...." Ia menunduk memberikan hormat.
"Apapun yang kalian katakan, harus bisa membuatku senang. Jika tidak, kalian tahu akibatnya," tegas si pria dengan nada menuntut membuat suasana ruangan itu makin mencekam.
"Maafkan kelalaian saya, Tuan. Seorang pencuri berhasil masuk dan Tuan Muda mencoba mengejarnya—"
"Bawa pencuri sialan itu ke hadapanku!"
"Tapi kami kehilangan jejak—"
"Bawa atau kalian akan kehilangan kaki dan tangan kalian!" Aura membunuh terpancar jelas membuat si pengawal langsung mengundurkan diri. Pelayan yang tadi pergi, kembali dengan botol berisi ramuan aneh.
"Tuanku." Ia memberikannya pada si pria. Pria itu menerimanya, membuka tutup botol dan menuangkan isi cairannya perlahan ke mulut kering adiknya.
"Gusion ...."
***
Sebuah apel terlihat di lempar-lempar ke udara seolah mainan. Si pelaku tidak mempedulikannya dan sibuk berpikir. "Aku heran, mansion itu benar-benar penuh dengan misteri." Ia berucap entah pada siapa.
Dilangkahkan kakinya hingga sampai di penginapan sederhana. Terlihat seorang wanita keluar dari penginapan. Claude tersenyum lebar. "Pagi Nona Vance, pergi lagi?" sapa Claude sambil melemparkan apel ke wanita itu.
Wanita yang dipanggil Nona Vance itu hanya tersenyum dan menerima apel dari Claude dengan senang hati. "Tugas pengawasan."
"Ahahaha, aku harap adikmu baik-baik saja," ujar Claude berlalu masuk ke penginapan. Nona Vance hanya tersenyum dan menghilang. Tidak ada yang tahu, yah tidak ada yang mau tahu juga.
Claude memasuki ruangannya, melemparkan kantung kertas belanjaannya ke meja. Beberapa buah berguling hingga jatuh ke lantai. Dexter yang tidur di meja sempat terkejut sebelum berbinar senang melihat betapa banyaknya buah di hadapannya sekarang.
Claude yang malas langsung merebahkan dirinya di kasur. "Huh, jika aku bisa mengambil harta House Paxley, aku bisa makan ayam hari ini," gerutunya.
"Aku dikurung."
Ucapan itu terus terngiang-ngiang. Semalam adalah malam yang cukup melelahkan sepanjang karirnya sebagai seorang pencuri. Bukan, bukan soal ia yang harus mati-matian kabur dari penjaga sihir di sana. Maksudnya, bagaimana bisa ia disuruh menyelesaikan teka-teki? Pemuda dengan netra brunette itu cukup memberinya banyak misteri. Yah jika ia seorang pencinta misteri, ia akan meladeninya dengan senang hati.
Claude bosan dan bergerak mengambil kursi, menatap dunia luar dari jendela ruangannya. Ucapan bahwa ia dikurung, pisau yang dilempar dan memantul di jendela, dan tangannya yang terluka saat menyentuh udara kosong. "Kau memintaku mengeluarkanmu, huh?" bisik Claude.
Ia melirik ke bawah dan menyadari seorang wanita ramping dan wanita gempal tengah asyik mengobrol. Heh~ gosip baru kah? "Nyonya Wuidson! Apa ada gosip baru?!" seru Claude dari jendelanya sambil melambaikan tangan.
Wanita gempal yang dipanggil Nyonya Wuidson mendongak dan mencela, "Apa urusan pemuda sepertimu menanyai gossip, hah? Dasar tidak tahu malu."
Claude hanya menunjukkan cengiran tak bersalah dan berkata, "Aku bosan, tidak ada topik terhangat, kah? Berita yang pasti disukai media kerajaan!"
Nyonya Wuidson baru mau mengatakan tidak sebelum wanita ramping di sampingnya angkat bicara. "Ada satu, aku mendengarnya dari beberapa pelayan di House Paxley. Rumah mereka dimasuki pencuri itu dan Tuan Muda mereka terluka."
"Keluarga sihir yang hebat itu? Bagaimana bisa? Ku kira dengan kekuatan House Paxley, mereka dapat menghentikan pencuri itu," timpal Nyonya Wuidson.
Wanita itu hanya terkekeh. "Yah para warga lebih memilih pencuri itu menghabiskan harta para bangsawan yang rakus," ujarnya.
"Ahahaha itu benar. Tapi bagaimana bisa Tuan Muda terluka?" tanya Nyonya Wuidson. Wanita di hadapannya hanya menggeleng.
"Hei, aku penasaran. Keluarga Paxley isinya siapa saja?" tanya Claude. Yah ia ingin sedikit mencari informasi.
"Dasar bocah tak tahu diri. Untuk itulah kau harus belajar jika mau menetap di Aberleen!" bentak Nyonya Wuidson membuat Claude meringis. Dia hanya butuh harta para bangsawan dan informasi keamanan dibanding silsilah keluarga mereka.
"Ahahaha, hanya ada dua orang. Si sulung, Duke Aamon Paxley dan si bungsu, Tuan Muda Gusion Paxley." Wanita itu menjawabnya dengan lancar. Claude hanya ber-'oh' panjang dan mengucapkan terimakasih yang dibalas senyum oleh wanita itu.
Rasanya baru kali ini melihat Nyonya Wuidson mengobrol dengan wanita secantik itu. Bahkan kecantikannya menyaingi wanita bangsawan yang bersolek atau bahkan wanita simpanan mereka. Tatapan mata tajam dengan surai putih. Ah, Claude merasa cukup merinding saat ditatap mata itu.
"Hm ... Gusion, ya?"
.
"Hoahmm...."
Claude meregangkan tubuhnya dan menatap pasar yang masih ramai walau sudah siang. Beginilah ia saat siang hari, berjalan tak menentu dan menjalani hari yang membosankan. Ia juga membiarkan Dexter berkeliling sendiri, berharap monyet itu membawa makanan saat kembali ke penginapan.
Claude menatap bosan ke jajaran toko di kiri hingga tak memperhatikan jalannya. Dan seperti yang diramalkan, ia menabrak seseorang dan membuat tas kain orang tersebut jatuh. Claude meringis. "Maaf, aku tidak lihat jalan," ujarnya.
Pemuda yang ditabraknya hanya tersenyum dan berjongkok. Ia mengambil beberapa barang yang terjatuh dan memasukkannya kembali ke tas. Tidak ingin menjadi beban, Claude membantu pemuda itu. Surai putihnya mengingatkannya pada seseorang.
"Maaf sudah menabrakmu," ujar Claude untuk memastikan bahwa ia dimaafkan sembari memberikan barang yang ia kumpulkan. Obat dan peralatan rumah sakit.
"Tidak masalah. Aku juga salah karena terburu-buru." Ia menawab sambil membenarkan monocle-nya. Terlihat retakan membuat Claude tersentak. "Ah, sial!"
"monocle-mu—"
Lonceng menara jam terdengar mendengung. Pemuda itu menoleh dan bergegas. "Maaf aku terburu-buru. Terimakasih membantuku membereskannya!" serunya sambil berlalu pergi.
Claude menatapnya. Ah semoga saja pemuda itu tidak meminta Claude untuk mengganti rugi monocle-nya. Itu terlihat sangat mahal. Dan sepertinya dia seorang dokter bangsawan. Yah, tampilannya cukup elegan untuk menjadi dokter kalangan bawah.
Sebuah objek bersinar yang terpantul sinar mentari menarik atensinya. Claude berjongkok dan memungut sebuah botol kaca dengan bentuk yang indah. Cairan berwarna ungu kemerahan membuatnya bingung. "Heh, apa ini milik dokter tadi? Apa ini obat?"
***
"Tuan Nathan, kau cukup terlambat. Ini sangat mengejutkan mengingat dirimu yang begitu tekun dan selalu tepat waktu." Seorang pria berbicara dengan nada menyindir melihat pemuda dengan surai putih keabuan itu memasuki mansionnya.
"Hanya kecelakaan kecil. Dimana Gusion?" tanya pemuda itu tak mengindahkan sindiran si pria.
"Pasienmu sudah menunggu, Dokter."
Pemuda bernama Nathan itu mendengus dan menyeringai. "Gelagatmu cukup sopan, Duke Aamon."
"Hanya menjamu tamu kehormatan," balas si pria, Si sulung House Paxley, Duke Aamon.
Mereka berjalan beriringan memasuki ruangan dan menaiki tangga. Hening hanya langkah kaki mereka yang terdengar. Suaranya menggema hingga sampai di pintu. Aamon maju dan mengucap sebaris mantra hingga segel terbuka dan pintu ia buka perlahan.
Seorang pemuda tengah tertidur pulas di ranjang yang tersedia. Wajahnya cukup pucat dan tidurnya terlihat tidak nyenyak. "Apa ia mencoba keluar?" tanya Nathan sambil mendekati Gusoin dan memegang tangannya yang berbalut perban.
"Bukan dia, mungkin 'dia'. Yah siapa yang tahu," dengus Aamon.
"Obat memang tidak bisa menyegelnya, hanya bisa menenangkannya. Kau harus cepat mencari—"
"Aku tahu, aku sudah berusaha. Para leluhur itu hanya mengoceh dan tidak pernah mau turun tangan." Aamon menarik kursi dan duduk, memperhatikan Nathan yang tengah memeriksa adiknya.
Nathan tersenyum. "Leluhur keluargamu memang cukup menyebalkan. Peraturan mereka membuat Gusion tertekan, benar?"
"Siapa tahu."
Nathan mengambil tas kainnya dan mencari sesuatu. Pandangannya kosong sejenak. Ia ingat, sudah meracik dan memasukkan obat khusus itu di tasnya. Sekilas kejadian tadi membuatnya menghela napas kasar.
"Frustasi, Tuan Nathan?"
"Obatnya menghilang."
Aamon langsun berdiri, membuat kursi yang ia duduki terdorong ke belakang dan terjatuh. Ia menatap tak percaya pada pemuda di hadapannya. "Hilang?"
"Ah sialan! Jangan bilang pemuda itu yang mengambilnya." Nathan terlihat cukup panik dan menggigiti kukunya.
"Bagaimana bisa kau seceroboh itu?" Aamon berusaha menetralkan suaranya, tidak ingin membentak orang di hadapannya.
Nathan hanya menghela napas kasar.
***
Claude hanya menatap cairan di dalam botol dan mencoba memantulkannya dengan sinar mentari sore. Disaat itu seorang wanita berambut merah terlihat kelelahan dan memasuki penginapan. Gusion yang duduk di tangga depan pintu hampir terabaikan.
"Adikmu berbuat ulah lagi, Nona Vance?" tanya Claude sambil terkekeh.
"Yah, bocah mana yang ingin membuat keributan dengan beruang di tengah hutan? Anak itu benar-benar ...." Nona Vance memasuki penginapan, meninggalkan Claude yang tertawa terpingkal-pingkal.
Ia kembali menatap botol. "Jika kujual, dapat berapa kantung koin emas, ya?" gumamnya.
"Apa itu obat?" suara wanita yang berat membuat Claude tersentak dan nyaris melempar botol itu. Terlihat tubuh gempal Nyonya Wuidson yang baru pulang berbelanja. Lihat saja kantung belanjanya yang penuh bahan makanan.
"Aku menemukannya. Seorang dokter bangsawan menjatuhkan ini," ujarnya sambil menunjukkan cengiran tak bersalah.
Nyonya Wuidson hanya menggelengkan kepala dan menyuruh Claude menyingkir dari tangga. Dan dengan begitu Nyonya Wuidson masuk. Ah, ia kembali berbicara sebelum menutup pintu. "Kurung monyetmu, dia membuat keributan tadi. Aku tidak mau penginapanku diisi oleh dua monyet."
Claude hanya terkekeh. Itu keributan biasa. Nyonya Wuidson tidak akan berani mengusir orang yang menjadi ladang uangnya.
Claude kembali duduk di tangga, memainkan botol itu dan terdiam menatap langit. "Aneh."
***
regards
—ann.ru
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro