0.1
Derap langkah sepatu sekolah terdengar menggema di lorong kelas yang tampak sepi. Suara nafas tampak tak beraturan, menghirup oksigen tanpa perlahan. Pikirannya hanya satu, masuk ke kelas sebelum guru masuk, terlebih lagi hari ini adalah hari pertama masuk setelah libur kenaikan kelas.
“Hari pertama sudah telat?”
Langkahnya terhenti. Kalimat yang barusan ia dengar yang penuh akan tekanan membuat dadanya bergemuruh takut. Mata yang masih menatap lantai perlahan menaikkan kepalanya. Melihat seorang pria berpakaian rapi berdiri tegap dengan kedua tangan menopang di perut buncitnya.
“Fadil Alsa, mantan siswa kelas IPA 6. Telat di hari pertama menjadi siswa kelas 12 IPA 2?”
Alsa menelan ludahnya sekuat tenaga. Berusaha berani menatap balik mata yang sedang menatap tajam ke arahnya.
“Ma-af Pak.” ucap Alsa pelan.
Padahal dua sampai tiga langkah lagi ia sudah berdiri tepat di depan pintu kelasnya. Tapi takdir mengantarnya ke dalam masalah.
“Berdiri di depan bendera, sampai masuk jam istirahat!”
Alsa menatap tak percaya ke arah Pak Dodi di depannya. Menatap sendu berharap apa yang barusan diucapkan tak harus dilaksanakan. Namun, Alsa tahu Pak Dodi adalah tipe guru yang tidak akan menarik ucapannya kembali.
Dengan rasa kesal Alsa memutar tubuhnya, melangkah enggan ke arah lapangan yang terlihat sangat terik. Setidaknya berdiri kurang lebih 1 jam di sana lebih baik, dari pada masuk ke kelas dalam keadaan telat di saat bertemu teman baru di kelas barunya.
***
“Bangsat lo! Bisa gak! Gak usah ngejer-ngejer gue sampe ke toilet cowok?”
Suara keras tampak terdengar jelas oleh telinga Alsa yang sedang merapikan pakaiannya di toilet paling ujung.
“Ya makannya lo liat gue! Jangan terus acuhin gue!” suara perempuan membalas ucapan laki-laki barusan. Alsa benar-benar tidak mengenali suara barusan yang ia dengar.
“Bedebah gila lo! Awas gue mau pergi!”
Ruang toilet pria seketika hening, kini bergantian dengan suara isak yang ditahan. Suara wanita yang masih bertahan di toilet pria. Alsa tak habis pikir. Bagaimana bisa seorang siswi bisa berani dan tahan di dalam toilet pria yang baunya cukup menyengat hidung.
Klek!
Alsa membuka pintu toiletnya, melangkah keluar. Ia menengok ke arah kanan dan jatuh ke mata siswi yang tampak terkejut akan adanya dirinya. Namun, secara cepat siswi tersebut berusaha bersikap biasa saja. Dan memutus langsung kotak mata dengan Alsa, serta melangkah ke luar.
Setelah merapikan rambutnya, Alsa pergi ke luar toilet. Berjalan pelan menuju kelasnya. Lorong koridor cukup sepi, hanya ada beberapa siswa yang tengah duduk seraya memakan camilan yang mereka beli di kantin. Lorong yang kini Alsa pijak, adalah lorong kelas 12, yang di mana toilet beraja diujung, yaitu bersebelahan dengan kelas 12 IPA 6. Alsa tersenyum membalas senyuman siswi yang tengah duduk berdua di depan pintu masuk.
"Hai Fadil."
Rika. Teman kelasnya sewaktu kelas 11. Seorang gadis yang memiliki potongan rambut sepundak. Sangat pas dengan bentuk wajahnya yang tak begitu bulat.
"Hi Rika, gue labas ya. Tahu sendiri tadi gue abis dijemur." Alsa tertawa renyah, dan melangkah menjauh menuju kelasnya.
Bila ditanya mengenai teman. Alsa kurang atau sulit untuk bersosialisasi. Ia akan diam bila tak diajak bicara. Singkatnya ia tidak mau memulai suatu perbincangan. Tanpa adanya landasan Alsa yang membutuhkan. Cukup sulit bila hidup memiliki karakter atau kepribadian seperti itu. Namun, bagi Alsa dirinya sudah bisa menerima atau menjalaninya secara santai, walau terkadang ada waktu di mana dirinya merasa sepi dilingkungan yang ramai.
Ruang kelas 12 IPA 2 tampak asing, begitu pun beberapa orang di dalamnya. Alsa cukup tak tahu nama orang-orang yang kini sedang menatap ke arahnya. Tatapan penuh tanya, dan intimidasi. Tapi Alsa terus melangkah, menuju bangku kursi paling belakang sebelah kanan. Tepat di samping siswa yang tengah mengunyah roti dengan santai.
"Gimana? Enak gak dijemur gitu?"
Satu pertanyaan disaat Alsa mendudukkan pantatnya. Ia menatap malas ke arah teman di sampingnya. Rambut yang tampak gondrong melebihi telinga, yang anehnya bisa selamat sampai sekarang.
"Kalo enak itu, gue gapai mimpi gue tanpa adnya pengorbanan," balas Alsa.
"Yaelah namanya juga mimpi, pasti tidur dulu baru ada."
Tentu saja Alsa sudah menebak balasan yang akan ia terima. Ucapan yang tidak pernah ada ujung, ketika mengobrol dengan Rangga. Teman satu-satunya yang ia punya. Yang sama-sama pindah dari IPA 6 ke IPA 2 bersama dengannya.
Alsa hanya mendesis pelan. Kemudian ia menaruh kepalanya di atas kedua tangannya sebagai bantal. Cukup lelah berdiri satu jam dengan pancaran sinar matahari cukup panas.
"Btw giamana suasana kelas ini pas gue tadi gak masuk?" ucap Alsa, matanya terpejam.
Rangga yang masih mengunyah kuenya, menengok ke arah Alsa.
"Biasa aja."
"Gak ada yang sepesial?"
"Gak ada."
"Kok?"
"Eh ada ding."
Alsa mengangkat kepalanya, menatap Rangga penuh tanya.
"Apa?"
"Ya lo yang dijemur. HAHAHAHA."
Jikalau kelas ini sepi, Alsa sudah memukul kepala Rangga dengan tas beratnya ini.
"Setan lo!"
Alsa kembali menjatuhkan kepalanya, kepalanya cukup pusing karena hari pertama sudah kena masalah. Namun, di saat matanya sudah ingin memejam. Telinga Alsa mendengar tawa yang cukup enak. Ia pun membuka matanya kembali, dan menangkap seorang siswi yang tengah berjalan bersama temannya dengan tawa menghias di wajahnya. Dan Alsa barusan menyadari, bahwa mata yang tadi ia tatap, sangat berbeda dengan mata yang kini ia lihat. Mata dari siswi yang bisa Alsa rasakan penuh akan sandiwara.
***
TBC
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro