Part. 32
Entah rasanya ada sesuatu yang hancur di dalam sini. Situasi apa ini sebenarnya? Rinzy benar-benar tidak mengerti dengan perasaannya sekarang. Marah dan kesal bercampur, sama seperti apa yang dirasakan waktu itu.
Apakah kali ini hanya karena Alren kasihan pada Nessa? Kenapa terlihat seperti ia menikmati hal itu. Sungguh, ini membuat Rinzy muak.
Sepasang manusia tengah bercumbu mesra tepat di hadapannya. Gadis berkuncir yang berada tepat di belakang mereka. Ia tersenyum miring dengan mata yang berkaca-kaca.
“Recil,” gumam Rinzy kemudian terdiam sejenak. “Nggak boleh. Perasaan ini nggak boleh ada.” Tidak ingin berlama-lama, Rinzy memutuskan untuk pergi dari sana dan menuruni anak tangga dengan cepat.
Sepanjang menuruni anak tangga Rinzy terus merutuki kebodohannya. Bodoh sekali dirinya, ia berniat membantu Nessa. Walaupun sebenarnya tidak berhubungan dengan Alren. Tapi, gadis sialan itu malah bersama kekasihnya.
Sungguh ini adalah hak bodoh yang paling bodoh yang pernah ia lakukan.
Sembari menuruni tangga dengan sesekali mengusap air mata. Tidak sengaja ia menabrak seorang laki-laki.
“Sori,” ujar Rinzy. Kemudian beranjak pergi. Namun tiba-tiba pergelangan tangannya ditahan laki-laki itu membuat ia menoleh. “Apa?”
“Kenapa?” tanya laki-laki itu mengamati wajahnya. “Lo nangis?”
Rinzy melepas genggaman laki-laki itu. Menyeka air matanya. Kemudian tersenyum tipis.
“Eh, Dewi. Nggak, biasalah. G-gue kalo kena debu dikit langsung perih sampe keluar air mata gini. Santai aja.”
Dewa menghela napas sejenak. Gadis itu pikir ia bodoh tidak tahu, kalau hal itu bohong.
Laki-laki itu menyelipkan helai rambut yang terlihat berantakan ke belakang telinganya. “Nggak perlu bohong,” ujar Dewa tersenyum tipis.
Rinzy terdiam mematung. Kemudian mundur sedikit merapihkan sendiri rambutnya. “Lo ngomong apa, sih?”
“Ayo, ikut gue.”
“Ke mana?”
“Makan.”
Tanpa menunggu persetujuan Rinzy, laki-laki itu lantas menarik sebelah tangannya, beranjak pergi menuju kantin. Dewa memesankan es krim dan susu coklat untuk kekasih sahabatnya itu.
“Ini makanan kesukaan gue, lo tau?” tanya Rinzy seraya membuka bungkus es krim cone itu. “Tapi, semua cewe emang suka es krim, sih.”
“Iya, itu makanan kesukaan lo. Gue sering liat lo makan ini sama roti.”
“Eh? ... betewe thanks, Dew. Lo baik banget.”
Dewa tersenyum tipis memandangi wajah gadis dihadapannya ini. Jika dilihat-lihat Rinzy memang cantik, lebih tepatnya manis. Pantas saja sahabatnya yang bodoh itu menyukai hingga jadi budak cinta seperti itu.
“Gue mau tanya sesuatu.”
“Hm? Mau tanya apa? Silakan.”
Laki-laki itu sedikit memajukan tubuhnya hingga mentok dengan ujung meja kantin itu.
“Nama lo sebenarnya Rinzy? Atau Reenzy?”
Mendadak Rinzy terdiam, ia merapatkan mulutnya seraya mengerjap. Tubuhnya mendadak membeku. Dari mana Dewa mengetahui nama aslinya? Apa laki-laki depannya ini ada hubungannya dengan pekerjaannya bersama Mami Alren.
“Rinzy Aurelia Raquildis, itu nama lo?” tanya Dewa lagi.
“Iya, itu nama gue. Lo liat di daftar presensi juga ada.”
“Gue cuma mastiin sesuatu. Nggak perlu sampai tegang gitu.”
Rinzy tersenyum tipis. “Gue nggak tegang, Dewi. Santai, kok. Lo tanya itu aja?”
Dewa mengangguk kecil seraya masih memperhatikan Rinzy yang makan es krimnya itu. “Rinzy, apapun alasan lo pacaran sama Alren. Tolong jangan sakitin dia, gue tau dia emang agak bego. Tapi dia tulus sayang sama lo.”
“Iya, gue tau.”
“Tolong jaga sahabat gue.”
Seketika Rinzy terdiam. Lontaran kata-kata Dewa seolah-olah tahu, kalau dirinya akan menyakiti Alren dan membuangnya begitu saja.
Gadis itu kembali melanjutkan memakan es krim, seraya mengalihkan pandangannya ke arah lain. Tiba-tiba seorang gadis cantik, rambut yang terurai, dengan pakaian feminim itu tengah membeli minum. Rinzy yang berusaha mengenali orang itu, tiba-tiba pandangan mereka bertemu hingga membuat ia sedikit tersenyum.
“Rinzy? Apa sekarang waktunya Alren harus ketemu tunangannya? Gue belum siap,” batin Rinzy.
***
Setelah kejadian tadi Alren belum bicara apapun. Bahkan saat pulang sekolah, Rinzy meminta tolong Dewa untuk mengantarnya pulang itu semua karena uang sakunya terlupakan. Ia masih belum tahu, apa yang dipikirkan laki-laki itu. Bukankah seharusnya dirinya yang marah? Namun, malah Alren yang mogok bicara dengannya.
Bahkan saat makan malam tadi. Laki-laki itu makan di dalam kamar dan tidak keluar sejak tadi. Entah apa yang dipikirkan, sungguh tingkahnya seperti anak kecil.
Tok.
Tok.
Tok.
“Recil, keluar sekarang! Aku mau ngomong. Ngapain, sih makan di dalam? Nanti kalo semut terus kamu digigit gimana? Aku nggak—“
Belum selesai gadis itu berbicara. Tiba-tiba pintu itu terbuka, Alren yang sudah siap untuk pergi. Bukannya menyahut perkataan kekasihnya. Ia malah melewati Rinzy begitu saja.
“Recil kamu mau ke mana, sih?” tanya Rinzy mendekati Alren yang tengah terduduk sembari memakai sepatunya. “Ini udah malam banget, mau balapan? Kamu inget kan—“
“Kamu ini pacar aku atau bukan?” potong Alren kemudian bangkit berdiri.
Gadis itu menautkan kedua alisnya. “Kamu ngomong apa, sih?”
“Kenapa kamu mau aja dipegang sama Riko? Dia itu musuh aku. Apa kamu udah nggak suka sama aku lagi?”
Rinzy mendecak kecil. “Apa aku keliatan cewe murahan? Itu cuma pegang tangan, bocil. Emang pegang tangan bisa ngukur perasaan sayang aku menurun? Pasti kamu dibodohi Nessa. Kenapa jadi berlebihan gini? Bukannya seharusnya aku yang marah sama kamu? Kamu tau, letak kesalahan kamu di mana? Coba kamu pikir.”
Wajah Alren yang sebelumnya terbakar amarah. Perlahan memudar dan ia mulai memikirkan kesalahan yang dilakukan sejak saat di kafe saat itu.
“Kayanya aku tau, salahnya di mana,” ujar Alren dengan wajah sedikit menunduk. Kemudian perlahan ia menarik kedua tangan Rinzy. “Kata Dewa kamu nangis karna liat aku sama Nessa di rooftop. Itu boongan, kok, aku nggak beneran kiss sama dia."
Rinzy langsung menepis tangan Alren, kemudian melipat kedua tangannya depan dada. “Buat apa aku nangisin cowo yang selingkuh? Di saat aku bantu teman kamu, kamu malah kiss sama dia depan aku. Ck, aku nyesel udah bantuin dia.”
Alren memegang kedua pundak Rinzy. “Itu bukan kaya kamu liat. Kita cuma mau tes, kamu sayang nggak sama aku. Pas tau kamu nangis, aku jadi merasa bersalah. Maafin aku ya, sweetie.”
“Itu artinya kamu nggak percaya sama aku. Buktinya kamu sampe perlu tes.”
Laki-laki itu menuruni tangga dari pundak Rinzy. “Aku nggak suka ada yang sentuh kamu gitu. Si bangsat Riko juga liatin kamu gitu banget.”
Cup.
Mendadak Alren membeku, kemudian mengangkat sedikit wajahnya melihat gadis itu. Kekasihnya ini mendadak mengecup sebelah pipinya.
“Hukuman karna ngomong kasar.”
Alren mengerjap, lalu mengalihkan pandangannya ke lain arah. Sungguh, ia sangat malu. Bahkan detak jantungnya seperti akan terdengar pada Rinzy.
“K-kamu mengalihkan pembicaraan aku? Aku kan lagi serius.”
Rinzy yang sebelumnya sebal. Mendadak luluh karena wajah Alren yang memelas tadi. Laki-laki itu lebih mirip anak umur lima tahun yang merengek pada ibunya.
“Jangan diem terus, dong, sweetie. Aku jadi merasa bersalah. Maaf ya, sayang,” lanjut Alren kemudian menarik tangan Rinzy perlahan dan memeluknya dengan hangat.
Rinzy hanya diam dan tidak membalas pelukannya sama sekali. Karena tidak ada respons dari kekasihnya, Alren melonggarkan pelukannya perlahan.
“Maaf,” tutur Alren lembut.
Gadis itu menarik napas panjang dan menghela kasar. Ia tidak ingin membicarakan perkara bodoh seperti ini, Rinzy lebih memilih terduduk di sofa, menyalakan televisi dan kembali memakan buah apel yang dibawa Bibi tadi.
Yang sebelumnya Alren berniat pergi dan bertemu Nessa. Sepertinya ia tidak akan pergi. Ia harus mengurus kekasihnya yang tengah marah ini. Kemudian Alren mengikuti Rinzy dan terduduk di sebelahnya.
“Aku nggak jadi pergi," ujar Alren lagi.
Rinzy yang tengah menonton sinetron hanya melirik sekilas masih fokus melihat layar televisi.
“Niatnya aku mau pergi sama Nessa. Maaf, aku nggak izin dulu," lanjutnya.
Masih sama lagi-lagi Rinzy hanya melirik sekilas.
“Sweetie, jawab, dong.” Alren menarik-narik tangan Rinzy agar mau menjawabnya. “Sayang, masa aku didiemin gini. Nggak kasian sama aku?”
Setelah Rinzy selesai makan potongan buah apel itu. Ia lantas mematikan televisi dan menoleh pada Alren.
“Kaya anak kecil, tau nggak?” tutur Rinzy tiba-tiba.
“Iya, maaf, ya.”
Gadis itu mengusap lembut rambut Alren dengan sedikit tersenyum. “Lain kali kalo nggak tau itu tanya. Aku pasti jelasin kok. Kalo pun aku marah, pasti tetep aku jelasin, sayang."
“Maaf,” tutur Alren pelan seraya menurunkan tangan Rinzy, siap-siap akan memeluknya. Namun, mendadak terhenti tepat saat nada panggilan ponselnya berdering.
“Bentar,” ujar Rinzy seraya meraih ponselnya di atas meja. Baru saja gadis itu akan bangkit berdiri mengangkat panggilan itu. Alren menarik tangannya dan menyuruhnya menelpon dekat dirinya.
“Halo, iya. Ini siapa, ya?”
“Gue Riko, lo lagi sibuk nggak?”
“Mau ngapain?”
“Ngajak makan aja.”
“Hah? Lo mau traktir gue?”
“Bisa dibilang gitu. Gue mau ngomong sesuatu.”
“Hm, kalo lo mau ngomong sesuatu yang penting gue bakal ikut. Kalo nggak, gue tolak.”
“Iya penting. Gue jemput.”
Rinzy melirik pada Alren sejenak, sebelum melanjutkan perkataannya.
“Nggak, gue sendiri aja. Kafe waktu itu.”
“Oke, gue otw sekarang.”
“Oke.”
Tidak ingin membuat Alren salah paham, ia langsung mematikan panggilan teleponnya.
“Kenapa mukanya cemberut gitu? Nggak usah pikir aneh-aneh. Nanti aku jelasin pas pulangnya. Aku ke kafe bentar,” ujar Rinzy seraya bangkit berdiri memegang ponselnya.
“Mau ke mana? Sama siapa? Perlu aku antar nggak? Ini udah malam, sweetie.”
“Jangan salah paham. Aku ketemuan sama Riko—“
“Kamu ngapain ketemu sama cowo itu lagi?”
“Nanti aku jelasin, jangan bikin mood aku jelek. Pokoknya aku nggak ada hubungan apa-apa, terserah mau percaya atau enggak,” pungkas Rinzy langsung beranjak ke kamar.
***
“Setelah gue pikir-pikir kata-kata lo waktu itu ada benernya juga. Nanti gue coba ngomong sama Nessa. Thanks,” ujar Riko kemudian meraih cangkir kopi dan mengendapnya pelan.
Rinzy hanya menatap datar, sembari melipat kedua tangannya depan dada. Ternyata laki-laki tidak keras kepala seperti yang dibayangkan.
“Baguslah, kalo bisa dipercepat ngomong sama Nessa. Gue nggak suka dia nempel sama cowok gue.”
Riko tersenyum miring. Ah, gadis dihadapannya ini benar-benar sangat pintar. Sepertinya gadis ini lebih baik mengikuti casting untuk sinetron atau film.
“Gue salut sama lo, Risha.”
Seketika gadis itu melotot, tubuhnya mendadak beku. Ia benar-benar terkejut, apa maksud perkataan Riko ini. Kenapa ia bisa menyebutkan nama panggilan yang asli.
“Eh, sori maksud gue Rinzy. Kadang gue lupa, kalo lo pacar Alren si bocah tengil itu.”
“Tunggu, maksud lo? Salut, salut kenapa? Ngomong yang jelas bisa nggak?!”
“Ya, gue salut karena baru pertama kali, ada orang yang bisa bikin gue nurut sama perkataannya.”
“Owh, thanks.”
“Lo mau pesen makan?”
“Nggak usah, thanks, Ko. Gue balik duluan aja. Udah kelar, kan? Udah makin malam.”
“Oke, mau gue anter?” tawar Riko tersenyum tipis.
Rinzy memakai kembali sling bag-nya, kemudian bangkit berdiri. “Thanks, gue sendiri aja.”
“Oke, hati-hati lo.”
Gadis itu hanya tersenyum tipis dan beranjak pergi dari kafe itu. Tanpa ia sadari, Rinzy tengah dipantau oleh seseorang laki-laki dengan pakaian serba hitam terduduk atas motor. Tepat di parkiran.
“Risha?”
Langkah Rinzy mendadak terhenti, mendengar suara yang sangat familiar. Bahkan benar-benar diingat jelas dalam pikirannya. Perlahan gadis itu menoleh, tapi tidak siapapun selain laki-laki di atas motor itu.
Rinzy kembali melangkah mendekati depan toko yang sudah tertutup, seraya menunggu kedatangan Alren untuk menjemput.
“Risha, tunggu," panggil seseorang.
“Mas, panggil saya?”
Orang berpakaian hitam itu, perlahan membuka topi dan masker yang terpakai di sana. Saat itu juga Rinzy terkejut dengan telapak tangan menutup mulutnya.
“Dion?” ujar Rinzy.
“Hai, sayang, apa kabar? Kamu makin cantik aja.”
Hayiii semuaaa (≧▽≦)
Sebelumnya, selamat tahun baru yaa.
Semoga tahun ini menjadi tahun yang penuh kebahagiaan bagi kita semua, Amin.
Balik lagi dicerita Alren dan Rinzy. Hm, padahal niatku tahun baru ini, mau up dua kali, tapi ya semampuku hanya segini ༎ຶ‿༎ຶ maaf yaaa.
Terima kasih semua, udah baca, komen dan vote cerita ini. Jangan lupa share ke temen-temen kalian yaaa.
Jangan lupa vote dan komen ya. (人 •͈ᴗ•͈)
(◍•ᴗ•◍)
Ria sheria
01/01/22
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro