Part. 18
Sikap laki-laki itu membuat Rinzy mendadak berpikir keras selama di UKS tadi. Pasalnya tumben sekali, Alren membantunya rasanya sedikit aneh. Bukannya ingin berprasangka buruk, hanya saja laki-laki membuatnya berpikir demikian.
Setelah tahu dirinya sakit perut karena lapar yang disebabkan bekalnya tumpah. Bocah itu meminta Givon yang kebetulan lewat depan UKS untuk membelikan makanan sesuatu. Tingkahnya sangat aneh.
“Jangan-jangan itu bukan bocil tapi—“ ucapan Rinzy terhenti saat orang yang dipikirkan itu muncul tepat depannya.
Motor sport berwarna hitam pekat dengan sentuhan sedikit warna abu-abu gelap. Jaket hoodie hitam yang dikenakan dan helm full face yang entah berapa harga.
Kenapa bocah ini malah semakin tampan begini? Sepertinya selama ini Rinzy baru menyadarinya. Pantas saja, banyak siswi sekolah menyukai laki-laki ini.
Rinzy yang masih terdiam, mendadak lamunan anehnya itu hilang.
“Biasa aja liatinnya. Di rumah juga liat gue lagi.”
“Pede banget bocil. Ngapain belum pulang? Sana pulang,” usir Rinzy yang masih berdiri samping pos satpam menunggu ojek online.
Entah apa yang dipikirkan Alren. Lantas ia mematikan mesin motor, menuruni motor itu. Kemudian membuka jaket.
“Pake ini, terus naik,” ujar Alren masih memakai helm mengulurkan tangan memberikan jaket.
Rinzy terdiam seraya menautkan kedua alisnya sedikit heran.
“Malah diem, cepet. Mau gue pakein?” balas Alren.
Rinzy mengambil jaket itu. “Gue pake buat apaan, bocil?”
Alren yang sudah menaiki, lantas menoleh pada gadis itu yang masih terdiam.
“Sini,” perintah Alren.
“Mau ngapain?”
Tidak ingin kerepotan karena gadis berkuncir ini terus bertanya-tanya. Alren membuka helm, lalu Ia menarik tangan Rinzy mendekatinya. Mengikis jarak antara mereka berdua, perlahan Alren mengambil jaket itu dari tangan Rinzy.
Perlahan laki-laki itu melingkar tangan di pinggang Rinzy, mengikat jaket dengan posisi ikatannya dibagian belakang.
Cobaan apa lagi ini? Beberapa detik Rinzy terpaksa menahan napas, juga menutup kedua matanya. Ia benar-benar tidak bisa berada di dekat laki-laki dengan jarak seperti ini. Netra laki-laki itu yang tajam, bibir kecil yang selalu membuatnya naik darah.
Pantas saja banyak yang menyukai bocah ini. Ia benar tampan, lebih tepatnya manis. Terlalu larut dengan pikiran sendiri, mendadak gadis itu terkejut.
“Lo minta gue cium, hm?” lontar Alren membuat Rinzy seketika terbelalak.
Tuk.
“Awh, cewek pulpen! Sakit!”
Buru-buru Rinzy memundurkan tubuhnya, sembari mengusap dadanya beberapa kali. Senjata rahasia Rinzy, pulpen. Selain berguna untuk menuntut ilmu, juga untuk memukul dahi Alren, bocah menyebalkan itu.
“Gue lagi baik, lo bikin emosi mulu,” sambung Alren sembari mengusap dahinya.
“Gue nggak mau pulang bareng lo. Mendingan gue naik ojol.”
“Aneh lo, naik motor sama gue nggak mau. Heh! Cewek lain itu pada ngantri mau gue boncengin.” Seraya kembali memakai helm.
“Ya, lo pikir. Ini gue pake rok pendek, terus gue naik motor gede ini. Nanti orang pada liatin daleman gue dong.”
“Ya makanya, gue pakein lo jaket, biar ngga diliatin.”
Rinzy menunduk sedikit melihat jaket hoodie yang sudah terikat sempurna di pinggangnya.
“Tapi tetep aja keliatan.”
“Lagian lo jadi cewek caper banget, rok dipendekkin. Sekalian nggak usah pake rok.”
“Sok tau banget, siapa yang pendekin? Dari gue pindah udah begini.”
“Iya cerewet. Cepet naik, pegel nih gue.”
“Bentar gue cancel dulu ojolnya.”
“Lama banget.” Alren menarik satu tangan Rinzy menuju ke sebelah bahunya. “Naik.”
“Iya, nggak sabaran banget.” Rinzy lantas menahan bahu Alren untuk menaiki motor besar itu.
Samar-samar terlihat senyuman Alren terukir sempurna dari balik helm full face itu. Entah, mengapa ia ingin menjemput gadis ini pulang? Hm, di dalam otaknya mengatakan, kalau ini untuk permintaan maaf karena kesalahan pahaman tadi saat istirahat. Namun, berbeda dengan hatinya yanb mengatakan, jika dirinya mulai tertarik.
“Jangan sampe jatoh itu jaket kesayangan gue,” ujar Alren sebelum menghidupkan mesin motor.
Rinzy sedikit memiringkan kepalanya. “Kesayangan dari siapa nih?”
“Kepo banget.”
“Dari Nessa ya? Gue buang aja kalo gitu.”
“Buang, tapi gue pecat mau lo?”
Rinzy mendecak kesal. “Yang berhak cuma Mami bukan lo, bocil?”
“Bukan dari Nessa.”
“Terus dari siapa?”
“Bukan dari siapa-siapa.”
Bhak.
Rinzy memukul pundak Alren cukup keras hingga laki-laki mengaduh kesakitan.
“Mukul mulu lo, udah tau gue lagi bawa motor.”
“Lagian lo boong.”
Terdengar kekehan kecil. “Nggak.”
“Udahlah males gue,” balas Rinzy malas.
Mereka berhenti di lampu merah perempatan jalan besar. Ada seorang Pria tua pengendara mobil yang terus melihat Rinzy, rok yang tertutup jaket itu sedikit terbuka. Hingga membuat paha sedikit terlihat.
Alren yang melihat hal itu lantas menarik gas kencang hingga laki-laki tua itu langsung kembali menatap ke depan. Rinzy ikut pun ikut terkejut.
“Woy, liat apa lo bangsat?!” teriak Alren sembari menoleh ke arah mobil yang tepat di sebelahnya. “Keluar lo anjing!”
“Lo kenapa?” tanya Rinzy mendadak panik melihat Alren yang tiba-tiba marah.
Alren memukul kaca mobil itu. Tidak ingin berurusan dengan anak sekolah itu. Pria paruh baya tadi langsung menancap gas ketika melihat jalanan sepi. Padahal belum mampu merah.
“Bangsat!” umpat Alren kemudian menoleh ke belakang. “Tutup yang bener, jaketnya ke angkat tadi. Atau nggak besok lo pake rok panjang aja lah, anjir.”
“Tadi gue lagi buka hape, sori.”
Tidak merespons saat lampu lalu lintas berganti warna, laki-laki itu langsung menarik gas kencang. Refleks Rinzy memeluknya dengan erat.
Setelah berjarak cukup jauh dari perempatan tadi Alren memanggil Rinzy sembari melirik ke arah kaca spion.
“Woy cewek pulpen.”
“Gue ngantuk banget, bocil. Lo mau ngomong apaan?”
“Besok lo ganti rok agak panjang. Kalo nggak gue bawain celana panjang buat lo.”
“Buat apaan?”
“Lo berangkat pulang sama gue.”
“Akhirnya lo berubah pikiran juga. Tapi kepala lo nggak apa-apa kan ya? Maksud gue, nggak kepentok apa gitu?”
“Kepentok kepala lo dari tadi. Kepala lo nabrak helm gue mulu.”
Rinzy terkekeh geli. “Sori gue ngantuk, jadi kepala gue udah oleng.”
“Ya udah tidur.”
“Bocil, lo mau gue mati?”
“Iya biar lo nggak ngerepotin.”
***
Sebelum pulang ke rumah mereka berdua mampir ke warteg dekat rumahnya. Semenjak mereka tinggal berdua, Rinzy selalu dihadapkan dengan ibu-ibu atau anak-anak kecil yang selalu bertanya tentang Alren. Entah itu menanyakan sekolah, bahkan ada yang bertanya nomor telpon. Rinzy benar-benar tidak habis pikir, rata-rata anak sekolah di rumahnya itu menyukai Alren karena motornya.
Bagi keamanan bersama gadis itu terpaksa berbohong dan mengatakan bahwa Alren adalah sepupunya yang tinggal sementara di sini.
Sudah siap dengan hoddie bergambar hiu itu. Rinzy mengetuk pintu kamar Alren beberapa kali.
“Bocil,” panggil Rinzy sebelum mencepol rambutnya.
“Apaan?” Laki-laki membuka pintu kamarnya.
“Mau ke mana lo? Udah jam segini.”
“Biasalah, gue mau pergi. Sumpek di rumah kecil lo.”
Baru saja Alren hendak melangkah pergi. Rinzy langsung menarik tangan laki-laki itu.
“Bocil, temenin gue ke fotocopy yuk.”
“Nggak.” Alren menghempas tangannya. “Bukannya lo punya motor?”
“Itu motor tetangga gue pinjem. Anterin ya, bocil, sebentar aja.” Rinzy menarik tangan Alren seraya mengayun-ayunkan.
“Nggak, gue punya urusan penting.”
Rinzy menghempas tangan Alren kasar. “Balapan mulu, apa untungnya sih? Ngabisin waktu, ngabisin duit. Rugi tau nggak?”
Alren mengetuk dahi Rinzy pelan hingga membuat gadis itu menjauh darinya.
“Lo tau apa? Tau bacot doang. Udahlah gue males berantem, bye bye,” ujar Alren sebelum beranjak pergi.
“Bocil!” teriak Rinzy mengikuti langkah Alren, belum sempat beranjak keluar. Gadis itu malah menabrak pintu. “Aduh, bocil!”
Kangen sama Alren ngga? (◕ᴗ◕✿)
Sori banget aku lama update ಥ_ಥ
Untuk kedepannya aku usahkan up tiap dua hari sekali yaaa
Terima kasih sudah mampir
•
•
•
•
•
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro