Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 16 : Nggak Kuat, Sumpah!

Setelah mengalami serangan jantung karena sikap Al yang seringkali mengejutkan Starla Akhirnya gadis itu terlelap juga. Al meraih ponsel membaca pesan singkat yang baru saja dikirimkan oleh Mentari.

Kiara Mentari Jingga

Aa, Dedek udah di rumah. Aa udah tidur?

Al membalasnya.


Aa keluar, sebentar.

Starla sudah sangat lelap, sambil tersenyum Al mengusap pipi gadis menggemaskan di sebelahnya. Ia tertawa kecil sesekali saat teringat reaksi Starla ketika dia mengecup keningnya.

Mas Al please! Bisa nggak, sih, jangan bikin Lala jantungan!

Al menggeleng lalu mengecup sekilas pipi Starla.

❤️❤️❤️❤️


Al membuka pintu kamarnya, dia terkejut melihat Mentari sudah berdiri di hadapannya dengan wajah tertunduk lesu.

"Dek,"

Mentari mengangkat wajahnya pelan, ia tersenyum ragu. "Aa."

"Kita ke ruang tengah," ajak Al kemudian merangkul bahu adiknya.

"Teh Lala udah bobo, A?"

"Udah, dia udah pules," jawab Al.

Mentari mengiyakan, mereka duduk di ruang tengah.

"Aa."

"Cerita," timpal Al.

"Tari bingung,"

"Bingung kenapa?"

"Jupiter—"

"Cukup, Dek. Jangan bahas dia, kamu dan dia udah selesai, kan?" cegah Al.

"Iya, Aa. Tapi Dedek masih..."

"Lupain dia, Dek. Aa udah pernah bilang, kan' sama kamu."

Tetap saja Mentari terlihat tidak tenang. "Jupiter..."

Al masih diam, menunggu Mentari melanjutkan.

"Jupiter bilang, perempuan yang kemarin mantan pacarnya."

"Terus?" Al sebenarnya malas mendengar, karena dia sudah tahu apa yang dilakukan Jupiter, dia sendiri yang melihat Jupiter berduaan dengan perempuan lain.

"Terus perempuan itu sakit parah dan umurnya nggak lama lagi."

Al berdecih, dia mengusap wajahnya kasar.

"Lanjutin yang mau kamu omongin, Aa akan dengerin dulu."

Mentari mulai berkaca-kaca sambil meremas jari jemarinya.

"Mentari bingung, Aa."

Al menatap Mentari lalu meraih bahu adiknya itu. Mentari menatap wajah Al yang selalu meneduhkan.

"Aa tahu kamu sayang dia tulus, Dek. Aa juga udah kasih kamu kesempatan bisa jalanin hubungan sama dia, iya, kan?"

Mentari mengangguk.

"Tapi, kalau Aa boleh kasih pendapat, apapun yang dia jadikan alasan, nggak bisa mengubah sebuah kesalahan yang dia perbuat ke kamu," terang Al. Kini kedua mata Mentari sempurna memerah, lalu tumpahlah air mata yang sejak tadi dibendung susah payah.

"Kamu ngerti kan, maksud Aa?"

Mentari sesenggukan menahan sesak di dadanya. Kalau saja dia tidak setuju menemui Jupiter kemarin, mungkin hatinya akan teguh membenci lelaki itu. Tapi, mendengar alasan Jupiter malah membuatnya goyah.

"Kesalahan dia nggak bisa semudah itu kamu kesampingkan. Dia udah melukai kejujuran yang ada di dalam hubungan kalian berdua. Dalam kasusnya pun, dia dengan jelas bermesraan, kan? Sama yang kamu bilang mantan pacarnya itu?"

Yang dikatakan Al semuanya benar. Mentari menyadari kesalahan Jupiter sudah keterlaluan. Walaupun benar mantan Jupiter sakit dan umurnya tidak lama lagi, tapi cara Jupiter menjalin hubungan dibelakangnya tetap saja salah, dan lelaki itu bahkan tidak pernah cerita sekali pun terhadap Mentari, tentang mantannya itu.

Alpha menyeka air mata adiknya, kemudian memeluk tubuh yang gemetar itu cukup erat.

"Lupakan dia, Dek. Jangan lagi kamu ulangi kesalahan yang sama. Kamu udah pernah Aa ingatkan, kalau orang tua berkata kamu nggak boleh dulu pacaran, kamu harus nurut, dibaliknya ada kebaikan kalau kamu mengikuti nasehat itu. Tapi kamu memilih jalan kamu, dan akhirnya begini, kan? Aa tahu kamu punya perasaan suka, sayang, bahkan cinta, tapi akan ada waktunya, dan akan ada orang yang tepat untuk kamu, nanti."

"Maafin Dedek, A."

❤️❤️❤️❤️

Ash-Shalatu khairum minan naum...

Starla menyipitkan matanya mendengar kumandang adzan subuh. Al terlihat baru saja keluar dari kamar mandi, sekarang dia sedang menyisir rambutnya yang basah terkena air wudhu dengan jari-jarinya.

Masya Allah suamiku, bersinar karena air wudhu.

Al mengambil kain sarung dan kopiah yang ada di atas meja, lalu dia mengenakannya. Sajadah sudah digelar, segera Al menunaikan kewajiban salat dua rakaat.

Starla tanpa sadar tertegun memperhatikan suaminya. Hatinya merasakan tenteram dan damai melihat pria yang menikahinya taat pada Tuhan.

Sesekali Starla tersenyum-senyum tidak lepas memandangi suaminya yang begitu khusyuk melakukan ibadah. Rakaat demi rakaat tidak ia lewatkan seolah itu adalah pemandangan yang sangat indah.

"Kamu lagi liatin apa?" tegur Al yang ternyata sudah berada di hadapan Starla.

"Astaghfirullah, Mas Al ngagetin aja."

"Saya kan baru selesai salat."

Starla mendengkus. "Iya, aku tahu," balasnya.

"Pasti tahu, soalnya kamu sejak tadi memperhatikan saya salat, iya, kan?"

"What? Hahaha Mas Al, kok jadi kepedean, sih!"

"Emangnya saya salah? Kepedean gimana,"

Starla menggigit bibir. "Iya, tadi kebetulan pas bangun liat Mas mau salat. Aku kan, punya mata, jadi boleh kan' liat?"

"Boleh, sejak tadi saya nggak melarang, kok," kata Al santai.

Starla meneguk ludahnya pahit. Kenapa setiap kali Al menatapnya, jantungnya selalu saja berdegup kencang, darahnya berdesir deras, hatinya berdebar-debar seperti ada ribuan kupu-kupu yang mengepakkan sayap mereka di dalamnya.

"Masih ngantuk?" Pertanyaan Al membuat Starla sadar dari lamunan.

"Enggak, Lala mau cuci muka, terus ke dapur, bantu Mamah."

"Ini masih subuh, Mamah kalau pagi nggak banyak menyiapkan masakan, cuman sekedar untuk sarapan, paling roti isi sudah cukup," jelas Al.

"Oh gitu..." Starla hanya mengangguk.

"Kalau nggak kuliah, setiap subuh gini aku lari pagi, tapi aku lagi haid, nggak boleh lari," ujar Starla.

"Hm, emang kenapa?"

"Sebenarnya bukan nggak boleh, sih, tapi lebih ke aku sendiri. Kalau lagi haid, aku nggak bisa lari atau jalan cepat, bisa-bisa kram perut aku kambuh lagi, deh," terang Starla.

Al berpikir sejenak, lalu dia menarik tangan Starla.

"Mau apa, Mas?"

"Naik sepeda, gimana?"

"Hah? Naik sepeda?"

"Iya, kayak dulu sewaktu kamu masih kecil. Kamu saya bonceng naik sepeda keliling taman."

Starla mengingat kejadian itu, di masa lalu, saat itu Starla habis menangis karena tidak mendapatkan boneka yang dia inginkan di sebuah toko boneka. Starla kecil sedih, karena boneka itu malah dibeli oleh anak lainnya.

Senyuman Starla melingkar manis di bibirnya saat teringat lagi momen itu. Al berusaha menghiburnya, karena saking tidak tahan mendengar tangisan Starla. Akhirnya Al membonceng Starla naik sepeda, rupanya itu berhasil menghentikan tangisannya.

"Gimana? Mau, kan?" ulang Al.

Starla mengangguk. "Iya, deh."

Al sudah mengganti bajunya dengan kaos dan celana yang nyaman dikenakan untuk bersepeda. Begitu juga dengan Starla, walau dia merasa gugup karena harus berboncengan dengan lelaki yang sama yang memboncengnya dulu waktu kecil. Tetapi sekarang status lelaki itu sudah menjadi suaminya.

"Kamu siap?" tanya Al.

"Iya, tapi pelan-pelan ya,"

"Kenapa? Kamu takut kalau saya cepat-cepat?"

"Iya, pelan aja, lebih aman."

"Sesekali cepat juga boleh, lebih menantang."

"Hah?"

Mendadak pikiran Starla malah travelling kemana-mana. Obrolan dia dengan Al kan, tentang sepeda, kok malah jadi seperti membicarakan hal lain sih! Rutuknya dalam hati.

"Kamu kebanyakan bengong," kata Al sambil mengacak rambut Starla.

Sontak pipi Starla kembali merona.

"Udah buruan naik, gih,"

"Iya,"

Starla pelan-pelan duduk di bagian depan sepeda.

"Mas, gimana kalau Lala berdiri aja dibelakang, kok agak aneh ya kalau Lala duduk di depan gini," komen Starla mengurungkan niat untuk duduk di bagian depan.

"Di belakang nanti kamu jatuh, kalau kaki kamu kepeleset gimana?"

Sepeda yang digunakan Al sekarang adalah sepeda yang biasa di gunakan oleh pembalap sepeda. Jadi, tidak ada kursi di bagian belakang, hanya bisa duduk di bagian depan dengan posisi menyamping.

Glek

Tidak ada pilihan, benar juga, apalagi kalau dia bengong menatap punggung suaminya, dia jatuh dan kakinya terkena ruji-ruji sepeda, membayangkannya saja dia sudah ngilu.

"Iya, deh, Lala duduk di depan,"

Akhirnya Starla duduk di depan. Kini jantungnya makin tidak bisa dikendalikan. Berada terlalu dekat dengan wajah Al yang selalu membuatnya salah tingkah.

"Kamu lihat ke depan, jangan lihatin saya."

Starla memelototkan matanya. "Dih! Siapa sih yang lihatin Mas!"

Al tertawa pelan. "Udah ketahuan, masih aja ngelak."

"Apa sih, Mas!"

Daripada terus meledek Starla, Al memilih segera mengayuh sepedanya. Starla sangat kaku, dia bahkan tampak menyembunyikan wajahnya. Al melirik sekilas dan tidak dapat menyembunyikan senyumnya.

Starla mendongak, dia menemukan Al sedang tersenyum lebih mirip cengiran ke arahnya.

"Mas kenapa ngetawain aku ya?"

"Enggak, jangan geer kamu."

Starla berdecih. "Ketahuan masih aja ngelak."

"Jangan suka ikut-ikutan,"

"Siapa yang ikut-ikutan sih!" decak Starla. Dia sendiri tidak sadar kalau perkataannya tadi serupa dengan perkataan Al sebelumnya.

"Mas..."

"Hm."

Starla tampak berpikir, ragu mengutarakan apa yang ingin dia katakan.

"Apa? Kamu mau tanya sesuatu?" ucap Al.

"I-iya, boleh, nggak?"

"Tanya aja," jawab Al masih fokus menatap ke depan sambil mengayuh sepeda.

"Hm, anu, itu... Apa Mas Al sebelumnya sudah pernah pacaran?"

"Sudah."

"Hah?" Starla terkejut.

"Jangan kaget gitu, jangan bergerak berlebihan, nanti kita bisa jatuh," kata Al dengan santainya.

Starla terkejut karena Al menjawab 'Sudah'.

"Ja-jadi Mas Al udah pernah pacaran? Lama nggak?"

"Kenapa? Kamu penasaran?" sahut Al dengan senyum kecil.

"Bu-bukan gitu, aku nggak sangka aja," geleng Starla pelan.

"Starla, bukannya kalau saya jawab belum, kamu akan bilang saya bohong?"

Benar juga, batin Starla.

"Kenapa putus?"

Al menghembuskan napas panjang. "Bisa cari obrolan lain, kan?"

Kenapa ya? Kok, dia kayak nggak mau membahas hal itu. Jangan-jangan terlalu dalam tuh cinta dia ke mantan pacarnya.

"Bukan karena cinta saya dalam ke orang itu. Tapi, bagi saya mantan ya masa lalu."

"Mas Al bisa baca pikiran, ya?" Starla menatap shock pada suaminya.

"Itukan pikiran yang mudah ditebak," jawab Al santai.

Lagi-lagi Starla membenarkan ucapan Alpha.

"Masa lalu nggak bisa dihapus, kecuali kita hilang ingatan."

"Berarti Mas Al masih ingat dong, sama mantan?"

Al mengerem sepedanya mendadak sontak membuat Starla menempel ke dada suaminya.

Apa ini? Jantung Mas Al kok berdegup kencang banget, apa karena lagi naik sepeda, ya?

"Kamu nggak apa-apa, kan, La?" tanya Al.

"Eng-enggak, kenapa Mas Al ngerem mendadak, sih!" sentaknya segera menjauhkan tubuhnya dari dada Al.

"Ada kucing di depan, hampir saya tabrak," jawab Al.

"Hah? Kucing?"

Kucing adalah hewan kesayangan Starla.

"Tuh di depan, dia nggak mau pergi," ucap Al.

"Aku turun bentar, ya."

Al memilih tetap berada di atas sepedanya.

"Mas sini deh, kucingnya lucu banget," kata Starla.

"Enggak, kamu lepasin cepet, La. Jangan di gendong gitu," larang Al.

"Kenapa? Aku suka kucing."

Al malah bergidik merinding.

Starla bangun kemudian memberikan kucing yang digendongnya pada Alpha.

"Coba deh gendong, lucu banget."

Alpha langsung memucat. "La, singkirin cepet!" tekannya.

"Kenapa sih, Mas?"

Keringat dingin keluar dari pelipisnya.

"Cepetan Starla!"

Tanpa disingkirkan, kucing itu langsung pergi dari dekapan Al.

"Yah, kucingnya..."

Al langsung ambruk, dia melepaskan sepedanya dan kelihatan menggigil.

"Mas Al! Mas kenapa?"

Al tidak menjawab, keringat di keningnya makin banyak. Starla panik, dia segera menelpon mertuanya.

"Hallo, Mah, Mas Al tahu-tahu menggigil, Mamah bisa jemput, nggak? Starla di taman dekat rumah, tadi naik sepeda tapi Mas Al..." Starla sangat panik, dia sampai gemetaran, tapi Al menggenggam telapak tangannya erat.

"Saya nggak apa-apa, La."

"Maafin Lala, Mas Al, hiks!"

Dara segera menyusul Al dan Starla. Sementara Starla malah menangis saking cemasnya.

"Mas Al kenapa? Mas Al alergi kucing?" tanya Starla.

Alpha masih menggigil. "Mas, maafin Lala, ya."

"Bukan salah kamu," gelengnya lemah.

Tak berapa lama kemudian mobil jemputan datang. Tidak tanggung-tanggung, Dara, Elang, dan Mentari datang bersamaan.

"Aa!" pekik Mentari.

"Ya Allah Al, kamu kenapa, Nak?" ucap Dara melihat putranya gemetaran.

"Starla, Al kenapa?" tanya Elang tak kalah paniknya.

Starla masih dengan air matanya, dia menjelaskan tentang kucing tadi.

"Bawa Al masuk ya," kata Elang.

"Ayo, Teh," ajak Mentari menenangkan kakak iparnya.

Al akhirnya mendapatkan penanganan dan sekarang keadaannya sudah lebih stabil.

Starla baru tahu, bahwa sejak kecil Al memiliki ketakutan yang berlebihan terhadap kucing. Hal itu menyebabkan Al menggigil, karena kepanikan yang datang saat menyentuh hewan berbulu yang menggemaskan tersebut. Tidak ada pengalaman negatif dan hal lain yang menyebabkan Al memiliki ketakutan seperti itu. Sebelumnya Opa Al yaitu Kusuma, beliau juga memiliki ketakutan berlebihan terhadap kucing.

"Maafin Lala, ya, Mas."

Starla masih menangis sambil duduk di samping suaminya yang terlelap.

"Lala nggak tahu, Lala kira Mas Al suka sama kucing," ucapnya sangat pelan.

Al membuka matanya perlahan.

Kemudian dia langsung bangun saat melihat Starla sedang menangis di sampingnya.

"La, kamu kok, nangis?"

"Mas Al, jangan bangun, Mas masih lemes,"

"Nggak, saya udah baik-baik saja."

Starla malah semakin mengeraskan tangisnya.

"Hiks, maafin Lala," ringisnya.

"Starla, kamu jangan minta maaf terus. Seharusnya saya yang minta maaf," ucap Alpha.

"Kenapa? Kok malah Mas yang minta maaf?"

"Maaf karena jadi suami yang lemah, sama kucing aja takut."

Starla makin terisak-isak. "Kenapa minta maaf, itu bukan sebuah kesalahan!" tekannya.

Al tersenyum. "Saya kira kamu mau ngejek saya."

Starla mendelik, dia mencubit pipi suaminya. "Nggak akan! Yang suka ngejek kan bukan aku, tapi Mas Al!"

Alpha tertawa lalu menggenggam tangan Starla yang barusan mencubit pipinya.

"Jangan nangis lagi, ini bukan salah kamu. Saya juga berusaha menghilangkan ketakutan saya yang berlebihan, tapi itu nggak mudah," terang Al, lalu dia mulai mengusap jejak air mata di pipi Starla.

"Lala tadi takut banget, Lala kaget dan beneran baru tahu. Lala menyesal, Lala-"

Al memotong kata-kata Starla dengan sebuah pelukan hangat.

"Jangan nangis, jangan merasa bersalah," ucapnya sambil mengusap punggung Starla, sesekali Al juga menepuk-nepuk pelan.

Starla tidak dapat menggerakkan tubuhnya, seolah pelukan Al menguncinya seketika.

"Terima kasih, karena sudah mencemaskan saya."

Ampun Gusti Nu Agung, dia ngomong lembut banget, nggak kuat, nggak kuat, sumpah!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro