Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 11 : Saya Seratus Persen Normal

Tubuh Starla mendadak seperti patung. Al tersenyum kecil lalu beranjak dari duduknya untuk sekedar mengusap puncak kepala istrinya.

“Saya ada kerjaan, saya selesaikan kerjaan saya. Kamu tidur aja duluan.”

Begitu saja kemudian Al berlalu meninggalkan Starla.

“Anjayyyyaniiiii!!! Tuh orang berbakat bikin sport jantung. Gimana bisa dia ngelus kepala gue doang kek lagi ngelus kepala anak-anak. Terus gue malah meleyot nggak jelas gini?”

Pipinya panas dan sudah pasti memerah sekarang. Untung saja Al pergi, kalau tidak mungkin dia sudah kehilangan ekspresi, saking malunya.

Starla sudah berada di dalam kamarnya. Untuk pertama kalinya Starla tersenyum-senyum seperti orang gila di atas tempat tidur sambil memegangi puncak kepalanya yang dielus oleh Al tadi.

Percaya tidak percaya, sejak dulu Starla selalu menghindar jika ada teman lelaki yang berusaha menyentuhnya entah itu hanya sekedar berjabat tangan sekali pun. Tapi saat pertama kali Al menangkap tubuhnya yang hampir jatuh saat pertemuan di kantor Al, Starla melupakan bahwa dia mengindari disentuh oleh laki-laki.

Starla diajarkan melindungi dirinya sendiri oleh opanya sejak kecil. Terlebih sebagai seorang perempuan harus memiliki harga diri yang tinggi, jangan mau disentuh jika bukan dengan orang yang berhak menyentuhnya. Starla juga memahami dalam agama tidak boleh bersentuhan dengan lawan jenis, meski dia tidak begitu mendalami, tapi pemahamannya tentang itu, sama dengan muslimah lain yang sudah menerapkan syariat agama dalam hidupnya.

Padahal memakai hijab saja belum. Starla hanya tidak suka di sentuh oleh lelaki selain opanya. Opanya selalu berkata agar Starla memakai hijab, tapi alih-alih berhijab, Starla malah selalu enggan dengan alasan belum siap, belum mampu, intinya hidayah belum sampai ke hatinya untuk mengenakan benda yang bukan sekedar menutupi rambut dan auratnya, melainkan menjaga hatinya juga.

“Ahhh... perutku kok sakit banget sih,” ringisnya.

“Ya Allah, aku kan belum sholat isya?” ia ingat tadi sepulang dari cafe sampai di rumah dia dan Al sholat maghrib setelah itu makan, mengobrol, lalu kemudian dia belum menunaikan sholat isya. Begitu juga Al.

“Aku harus ingetin Mas Al, kalau dia lupa gimana?” Akhirnya Starla memutuskan menemui Al.

“Kamu ngapain?” tanya Al serta-merta mengagetkan Starla yang baru saja keluar dari kamar, rupanya suaminya itu muncul di depannya.

“Ya ampun, Mas, aku kaget,” kata Starla.

“Kamu kaget terus,” komen Al pelan.

“Iya, aku tadi mau cari kamu, Mas.”

“Kenapa? Takut tidur sendiri?”

“Bu-bukan, siapa yang takut!” geleng Starla cepat.

“Terus? Kenapa?”

“Mau ngingetin Mas belum sholat isya.”

“Oh.”

Alpha masuk begitu saja ke dalam kamar setelah menjawab singkat. Starla mengangkat alisnya sambil menganga melihat sikap Al yang menanggapinya dingin.

“Cepetan wudhu,” titah Al.

Starla mengangguk. “Bilang makasih kek, kan gue yang ngingetin,” gerutunya sangat pelan, tentu saja Al tidak mendengarnya.
Saat di dalam kamar mandi untuk berwudhu, Starla malah dikejutkan dengan tamu bulanan yang datang. Rupanya itu yang menjadi alasan dia sakit perut sejak tadi.

“Ya ampun, gimana nih, gue nggak ada pembalut. Pantesan perut sakit banget.” Starla meringis sambil memegangi perutnya.

Kemudian dia keluar sambil menahan rasa sakitnya karena nyeri haid.

“Kamu kok nggak wudhu?” tanya Al melihat wajah Starla yang kering tidak ada jejak basuhan air wudhu.

“Anu Mas, aku, itu loh, aku datang bulan.”

“Oh.” Lagi-lagi Al menanggapi singkat.

“Huuuh...” desah Starla sambil memikirkan bagaimana dia mendapat pembalut, ini juga sudah malam, apa dia harus pergi beli sendiri? Tapi, perutnya sakit.

“Saya salat dulu.” Al begitu saja membiarkan Starla yang sedang berdiri di belakangnya.

“Iya,” angguk Lala agak lemas.

Starla berjongkok sambil memegang perutnya, dia sampai keringat dingin karena keramnya sangat menyiksa. Starla lupa membeli obat pereda nyeri yang biasa di konsumsi saat menstruasi di hari pertama.

Beberapa saat kemudian, Al baru saja selesai menunaikan salat isya. Dia menatap Starla yang masih meringis, berjongkok dibelakangnya sambil memegangi perut.

“Kamu kenapa?” tanya Al.

“Keram menstruasi, Mas.”

“Kamu jangan jongkok di situ, rebahan aja,” kata Al.

“Iya,” jawab Starla perlahan bangun lalu pindah keatas tempat tidur.

“Kamu butuh obat?” tanya Al, dia agak bingung karena tidak tahu apa yang harus dilakukan jika wanita mengalami keram saat haid.

“Obat Lala habis, Mas,” jawab Starla dengan wajah pucat dan berkeringat. “Lala juga lupa kalau pembalut Lala habis,” tambahnya.

Al terdiam beberapa detik sebelum mengambil jaket dan kemudian mengenakannya.

“Mas mau ke mana?” tanya Starla melihat suaminya juga mengambil kunci mobil.

“Kamu kirimin aja foto pembalut yang sering kamu beli, biar saya yang belikan.”

“Hah? Mas Al mau beliin?”

“Kalau bukan saya, terus siapa? Kamu sakit, kan?”

Starla sama sekali tidak menduga bahkan dia tidak meminta suaminya itu melakukan hal tersebut untuknya.

“Iya, sih, Mas. Tapi, apa Mas nggak apa-apa?”

“Iya.”

“Nggak malu?”

“Nggak.”

Namun Starla yang merasa tidak enak sekarang.

“Beneran, Mas?”

“Saya tunggu foto pembalut kamu ya,” ujar Al tanpa menunggu jawaban Starla kemudian pergi begitu saja.

“Masya Allah, suami gue, dia beneran pergi mau beliin gue pembalut?” Starla masih tidak menyangka bahwa suaminya itu akan melakukan hal tersebut untuknya.

Al mengendarai mobilnya agak kencang menuju mini market yang ada di sekitar tempat tinggalnya. Dia masuk ke dalam mini market tersebut lalu menuju rak tempat berjejernya pembalut dengan berbagai merek.

Kemudian dia memeriksa pesan dari Starla.

Mas, ini yang biasa aku beli, tapi kalau nggak ada yang merek lain juga nggak apa-apa. [Foto pembalut—terlampir]

Al mencari yang sama persis seperti yang dikirimkan Starla padanya. Tapi, dia tidak menemukan yang seperti itu. Lalu dia menghampiri pekerja di mini market.

“Pembalut yang begini tidak ada?” tanya Al tanpa basa-basi.

Sontak hal itu membuat kaget karyawan mini market di hadapan Alpha. “Buat siapa, Kak?”

“Buat istri saya,” jawab Al singkat.

Lagi-lagi itu makin membuat karyawan mini market tersentak kaget berpadu dengan kekaguman melihat sosok Al yang bukan hanya tampan tapi juga perhatian. Satu hal yang disayangkan, ternyata lelaki di hadapannya sudah menikah, itu yang ada di pikiran karyawan mini market tersebut.

“Gimana, Mbak?” tanya Al mengulangnya karena orang di depannya malah tertegun.

“Oh iya, Kak, merek ini nggak ada di mini market, biasanya ada di apotek atau supermarket,” terang karyawan mini market itu sambil memilihkan beberapa pembalut yang hampir mirip dengan yang diperlihatkan Al padanya.

“Kalau tidak yang ini saja, Kak,” katanya sambil menyodorkan kemasan pembalut yang berbeda dengan spesifikasi yang sama.

“Hm, kalau begitu sekalian obat pereda nyeri haid ada?” tambah Al setelah mengambil pembalut itu.


***


“Duh Mas Al kok nggak bales lagi ya,” gumam Starla setelah beberapa waktu tadi mengirimkan foto pembalut yang biasa dia pakai. Tapi Al hanya membacanya tidak membalasnya.

Perutnya masih sakit, dia sejak tadi meringis menahan sensasi yang biasa dia rasakan di hari pertamanya menstruasi. Ini akan bertambah parah selama seharian, bisa-bisa dia juga tidak akan tidur malam ini.

Setelah menunggu, akhirnya suara mobil pun terdengar dari dalam kamar Starla.

Alhamdulillah Mas Al udah pulang.”

Tadi dia sempat kepikiran karena Al agak lama sampai kembali di rumah. Mungkin saja Al kesulitan mencari benda yang hanya digunakan oleh wanita tersebut.
Pintu kamar Starla terbuka dibarengi salam dari Al.

Assalaamualaikum,”

Waalaikumsalam,” jawab Starla.

“Ya Allah, Mas? Kok, banyak banget?” Starla kaget melihat Al membawa satu plastik besar berisi pembalut.

“Simpan saja buat persediaan kamu,” jawab Al, santai.

“Ta-tapi ini sih bisa buat setahun deh, kayaknya,” geleng Starla menerima satu bungkus plastik berisi kira-kira sepuluh pack lebih pembalut. Sedangkan dia hanya menghabiskan satu pack saja setiap bulannya.

“Ini sekalian,” tambah Al menyerahkan bungkusan lagi pada Starla.

“Ini apa, Mas?”

“Obat pereda nyeri, kamu minum.” Al melepas jaketnya kemudian duduk di samping Starla yang masih terkejut dengan pemberian suaminya.

“Jangan bengong, cepat pakai pembalutnya, terus minum obatnya.”

Starla malah berkaca-kaca, baru kali ini ada orang yang sedetail itu memberi perhatian padanya.

“Makasih banget ya, Mas. Starla terharu,” ungkap Starla jujur dari dalam hatinya.

Al yang biasanya memperlihatkan ekspresi datar, atau malah tidak berekspresi sama sekali kemudian menampakkan reaksi salting di hadapan Starla. Ia menggaruk tengkuk, bahkan dengan jelas sekali Starla dapat melihat daun telinga Al yang memerah.

“Saya buatkan air hangat,” ucap Al kemudian keluar dari kamarnya.

“Ya ampun, dia tadi malu atau gimana ya? Baru pertama kali gue lihat dia salting kayak gitu,” gumam Starla sambil memegang dadanya yang bergemuruh, berdegup kencang untuk pertama kalinya. Bersamaan dengan itu pipinya merona dan rasa menggelitik seolah ribuan sayap kupu-kupu sedang menari di dalam perutnya.

Sambil memandangi bungkusan pembalut ditangannya, Starla tidak berhenti melingkarkan senyum yang entah artinya apa, intinya Starla senang. Starla terharu karena kebaikan yang Al berikan.

Setelah keluar dari toilet, Starla segera mengambil bungkus plastik yang berisi obat pereda nyeri haid, di sampingnya sudah tersedia segelas air putih hangat, pasti Al yang tadi menyiapkan untuknya.

“Dia di mana?” Starla bergumam sambil menenggak satu butir pil pereda nyeri ditangannya.

“Kamu udah mendingan?”

Starla terkejut dan hampir saja menyemburkan air dari dalam mulutnya, untung tidak sampai terjadi.

“U-udah, Mas,” jawabnya, padahal belum, sih, kan, obatnya juga baru saja dia telan.

Al mengangguk. “Tidur aja kalau udah ngantuk,”

“I-iya,” jawab Starla lalu dia membaringkan tubuhnya ke atas tempat tidur. Al menyusul ke sebelah Starla.

“Kamu selalu begitu?”

“Hah?” Starla menatap Al di sampingnya kemudian mengalihkan pandangan karena tatapan Al terlalu menyilaukan.

“Kamu selalu sakit kalau hendak menstruasi?”

“Oh, itu,” Starla mengangguk. “I-iya, Mas, hari pertama selalu begitu, dan aku biasanya nggak bisa tidur kalau mulesnya malam hari kayak gini.”

Al terlihat mengusap tengkuknya satu kali. “Walaupun minum obat, apa sakitnya tidak berkurang?”

Starla merasa penasaran kenapa Al terus bertanya tentang sakitnya.

“Berkurang, kok, hanya tidak menghilangkan sepenuhnya.”

Al terdiam sambil menarik selimut ke dada Starla.

“Coba pejamkan mata, siapa tahu kamu tidur.”

Jantung Starla kembali berdegup kencang menerima perlakuan Al barusan. “Iya, Mas.”

Al mematikan lampu utama kamarnya, hanya menyisakan cahaya dari lampu tidur yang agak redup.

Masih sama, Starla belum bisa tidur, ditambah irama jantungnya jadi makin absurd karena sikap Al tadi.

Al juga sama, dia belum terlihat memejamkan mata saat Starla menoleh sekilas menemukan kedua mata Al yang juga menatapnya reflek. Mereka sama-sama mengalihkan pandangan, sebelum akhirnya...

“Saya barusan searching google,” kata Al.

“Terus?” sahut Starla penasaran apa maksud suaminya kini.

“Kalau sedang kram begitu, sebaiknya perutnya dielus.”

Dielus???

“HAH? DI-DI APAIN?”

Al menoleh ke arah istrinya, lalu mengembuskan napasnya berat.

“Dielus perutnya Starla, apa perlu sekaget itu?”

Starla meneguk ludahnya lalu menggeleng cepat. “Enggak, bukan gitu, tapi iya, sih, ngagetin. Masa Mas Al ngelus aku, gitu?”

“Emangnya salah? Saya ini suami kamu loh.” Al mengatakannya seperti penuh keseriusan sementara Starla masih dengan wajah bodohnya. “Ngelus tentu boleh, lebih pun, boleh. Iya, tidak?” tambah Al.

“Tapi, Mas,” gugup Starla mulai panik.

“Starla, kamu lupa ya, kamu dan saya sudah sah?”

Kok, tiba-tiba Al membahas tentang itu, sih, batin Starla ketakutan.

“Ingat, kok, Mas... Tapi kan,”

Apa yang harus Starla lakukan sekarang, dia meringis, dia takut Al menyentuhnya. Tapi, sampai kapan? Mereka sudah hampir satu bulan menikah.

“Kamu juga lagi menstruasi, saya tidak akan melakukannya.”

“Hah?”

Kembali Starla menatap Al penuh keterkejutan. “Me-melakukan apa?”

“Jangan lupa Starla, saya ini seratus persen normal.”

_________

Huuuh...  mon maaf readers, karena cerita ini di ikut sertakan lomba, dan ada ketentuan hanya boleh up satu bab sehari dan tidak boleh lebih dari 2000 kata, jadi aku hanya bisa up satu bab aja sehari.

Tungguin terus update mereka yah.... 🔥🔥🔥

Kasih nilai cerita ini dong? Komen di sini ya 😁 1-10 berapa yang kalian kasih?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro