Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 1 : Akal Bulus Starla atau Venus?

Kecup onlen buat yang lanjut baca 😗
Tertanda, Mas Al—Bukan suami mbak Andini.

Mbak Andini siapa sih? Ituloh istrinya Mas Al yang di sinetron kesukaan emak-emak se-Indonesia 🤭😭 namanya sih Andin tanpa i 😭 aku plesetin aja jadi Andini. Penting nggak? Penting ajalah ya 😩

Pas baca ini di tempat kamu jam berapa? Nggak jawab kualat loh 🗿 Canda deh canda 🙂

*****

Malam makin dingin menyumsum setelah Starla menyibakkan tirai jendela kamarnya agak lebar. Tadinya, sih, untuk melihat pemandangan malam diluar yang nampak indah dari dalam kamarnya. Malam terasa sama, gelap dan menggigil di kota Bandung. Kulit Starla yang halus terasa beku kala dijamahnya sendiri. Pukul dua puluh dua, matanya masih terjaga seolah kantuk enggan menghampiri. Starla mengambil ponsel yang tergeletak di atas meja belajarnya menampilkan sebuah pesan dari Opanya, yang membuatnya tercengang membaca isinya.

Opa <3

Starla, Opa harap kamu tidak menolak rencana yang sudah Opa katakan waktu itu. Kamu ikut ya, bertemu dengan keluarga Alpha lagi. Waktunya akan Opa beritahu nanti. Selamat istirahat kesayangan Opa... 

“Apa ini?”

Panik. Apa yang disampaikan Opanya itu nyaris membuat jantung Starla copot. Lelucon kah, atau Opanya itu mulai pikun? Dasar cucu durhaka! cacinya pada diri.

Awalnya dia tidak menyangka kalau omongan itu serius. Starla mengira itu hanyalah bercandaan semata. Pertemuan pertama mereka beberapa hari lalu, dia anggap hanya untuk silaturahmi saja.

Starla menggigit ujung kukunya sembari berpikir apa yang harus dia lakukan? Menerima permintaan Opanya, atau mengabaikan?

“Ini sih udah parah. Jadi Opa serius. Gue harus nikah sama Mas Al? Ya Allah gusti nu Agung. Apa harus banget, umur gue, kan, baru dua puluh. Masa nikah muda? Mas Al? Ganteng, sih, tapi—gunung es! Bukan ih, lebih dingin lagi. Pikasebeuleun pisan! (Baca ; Menyebalkan )

Starla mondar-mandir sambil terus memikirkan apa yang harus dia lakukan setelah ini, tapi otaknya buntu, dia tidak dapat berpikir apapun selain ingin langsung menolaknya keras.

Sewaktu Starla kecil, dia memang menyukai Alpha. Sempat dia berkata pada opanya, bahwa hanya dia yang pantas menjadi pendamping hidup Al. Starla mengutuk ucapannya sewaktu dulu. Anak umur sepuluh tahun sudah memikirkan masalah pernikahan. Dan lagi sekarang, opanya malah mengabulkan keinginannya sewaktu kecil. Padahal itu dulu, berbeda dengan Starla yang sekarang.

“Gue nggak mau! Mas Al itu dingin banget, gue nggak tahu harus gimana caranya bertahan di samping dia. Jangankan hidup sebagai suami-istri. Bertahan disampingnya beberapa menit aja gue udah membeku."

Namun sekali lagi, ini bukan main-main. Opanya sendiri yang memintanya. Opanya adalah kelemahan Starla.

***

Paginya Starla menjalani rutinitasnya sebagai seorang mahasiswi tingkat akhir. Setahun lagi Starla akan menyelesaikan kuliah sarjana strata satunya. Itu adalah harapan terbesar Starla. Menyelesaikan kuliah, bekerja menjadi wanita karir. Ah, tampak menyenangkan, bukan? Ya, kalau saja Opanya tidak memaksanya menikah.

Siapa juga yang mengira hal itu akan terjadi. Menikah di usia muda tidak pernah masuk dalam planningnya. 

“Ngapa muka lo ditekuk, La? Lagi dapet ya? Atau lo lagi meratapi nasip kejombloan lo yang hakiki itu?" tegur sahabat Starla—Venus Mutiara Kalila. Tentunya itu bukan sebuah pujian atas dedikasi Starla mengabdikan hidupnya sebagai jomblo sampai usianya dua puluh tahun.

Hari gini masih ada gitu? Cewek jomblo sampai umur dua puluh tahun karena belum pernah pacaran sama sekali seumur hidupnya. Ya, ada, lah, buktinya Starla Aurora Putri—Penyandang predikat jomblo bahagia.

"Berisik lo Venus!"

Sahabat Starla itu seharusnya jangan menegur. Ibaratnya, Starla sekarang sedang berada dalam Zona Merah—senggol bacok—salah sedikit kena semprot dan habislah. 

“Duh galak amat neng. Pantes JOMBLO! Hahahaha!" Venus makin tertawa lebar seolah sengaja mengejek Starla lebih-lebih lagi.

"Lo bener ya, nggak ada prihatin sama sekali dengan gue!" dengkusnya, kesal.

Meskipun  begitu, Starla berpikir setidaknya ia harus cerita juga, kan? Dia tidak mau tekanan batin, atau darah tinggi karena menahan beban sendirian. Ada Venus, sahabatnya. Buat apa juga dia menahan beban itu sendiri. Itulah gunanya sahabat, sesekali berguna untuk menampung beban hidup agar sedikit lebih ringan.

"Ck. Ngomong buru, lo kenapa?"

"Hufft..."

"Lo kenapa, sayangku? Gue laper, nih, mau makan loteknya Bi Asih!"

"Makan aja otak lo!"

"Ya gue kan laper, tau! Makanya lo mau cerita apa nggak, nih?"

"Yaaa... Mau, sih, tapi..."

"Ya elah, Starla Aurora Putri! Cepet ngomong sebelom gue tinggal!" ancam Venus.

"Gue dijodohin, Ve!" Starla meringis sambil memejamkan matanya. Haaah, sejujurnya dia malas membahas ini. Tapi kalau dia tahan, itu membuatnya stress sendiri.

What? Lo dijodohin?" Mata Venus melebar menyiratkan keterkejutan luar biasa.

"Iya," angguk Starla lemah.

Venus tertegun sebelum akhirnya...

"Hahahaha lo lawak apa gimana, La? Astaghfirullah Lala, lo kelamaan jomblo terus ngarep dijodohin sama cowok ganteng kayak di novel gitu? Gusti... Makanya Lala, lo kan, cantik, banyak yang suka. Susah amat sih pilih salah satu buat lo jadiin. Daripada lo stress begini."

"Lo bisa nggak, sih, jangan samakan hidup kayak novel yang lo baca? Hidup enggak seindah yang di novel-novel! Apalagi hidup gue sekarang!"

Venus berdecak sambil menggaruk alisnya. "Iya, tapi kan novel juga tercipta dari imajinasi yang biasanya  relate sama kehidupan sehari-hari, Lala!"

Sahabat Starla itu memang paling suka membaca novel. Semua aplikasi baca novel online sudah dia download. Tidak heran, jika ocehannya setiap hari tidak jauh dari pembahasan tokoh novel yang Starla tidak pahami sama sekali. Alih-alih membaca novel, Starla malah lebih suka nonton drama Korea.

"Tapi, La, novel perjodohan itu laris loh. Gimana, ya, menarik aja untuk dibaca." Lagi-lagi disangkutpautkan dengan novel.

"Please, deh, Ve..." geram Starla.

Venus malah tertawa lebar, agak jahat nggak sih? melihat Starla yang sama sekali tidak sedang bercanda, lebih mirip putus asa malah.

Starla lalu menjitak kening teman laknat di sebelahnya itu. Kesal, karena belum selesai dia bercerita, sahabatnya itu terus meledeknya.

“Sakit!!! Gue aduin Mars baru tahu lo!” Venus mengusap keningnya sambil meringis, lumayan juga rasanya, batinnya.

Mars adalah kekasih Venus. Mereka berpacaran sejak sekolah SMP. Gila? Ya gitu deh. Entah saking setianya Venus, bucin akut sama cowok badboy bernama Marselino Abraham yang akrab dipanggil Mars. Awet banget, ya, kan? Soalnya... Mars juga bucin parah dengan Venus. Intinya mereka jodoh, hanya tinggal di sahkan saja di depan penghulu. Itu cita-cita mereka.

“Ngadu aja sana! Lagian lo jadi temen nggak ada empatinya ya! Gue serius lo bilang bercanda, hah! Siapa juga yang lagi mengkhayal Venuuuussssssss! Gue berani sumpah kalau sampai gue bohong lo dan Mars putus mau?” Starla melototi Venus saking kesalnya.

“Ya Allah ni anak, lo ngajak ribut? Doain temennya putus?” debat Venus tidak terima.

“Marah, kan, marah, kan... Habisnya lo ngeselin, udah lah. Kalau nggak mau nemenin gue curhat, gue mending ke kantin!” kesal Starla.

"Heh yang mau makan lotek kan gue, kok jadi lo yang mau ke kantin?" potong Venus malah membahas makanan disaat seperti itu.

"Lo pikirin aja tuh Mars kesayangan lo, jangan sampai putus!"

“Ya iyalah. Gue dan Mars nggak akan putus! Gila kali, lo!”

“Iyaaaaaaa.... Gue percaya!” ketus Starla sambil merengut, nasibnya sungguh sial.
Melihat wajah murung Starla, sepertinya kali ini Venus memang keterlaluan menganggap itu bercanda.

"Emang lo serius, La?"

"Lo kira gue lagi menghayal gitu?"

“Jadi lo beneran dijodohin, La? Ya Allah! Kok, bisa? Ganteng nggak?”

Starla menarik napasnya dalam-dalam, sebelum matanya kembali melotot ke Venus. Kali ini, dia tidak dapat lagi mentolelir temannya yang menyebalkan itu. Bisa-bisanya Venus malah bertanya tentang fisik cowok yang mau dijodohkan dengannya.

“Venus!!! Sempet-sempetnya, sih!” Mata Starla mendelik seperti akan keluar.
Bukannya takut, Venus malah tertawa geli melihat reaksi Starla.

“Sabar sayangku... Iya iya, duh oke deh. Gue akan serius mendengarkan. Jadi, gini loh Starla lo ambil sisi positifnya, selama ini kan lo juga jomblo. Selagi itu cowok yang akan dijodohin sama lo orangnya ganteng, baik, tajir, pengertian, ramah, kenapa enggak? Iya nggak?”

Merasa frustasi. Starla memilih bungkam. Tidak ada yang tahu rasanya dijodohkan jika belum merasakan sendiri. Apalagi di jaman modern seperti sekarang, kenapa dia malah seolah kembali ke zaman Siti Nurbaya?

"La! kok, diem, sih?"

Starla menelungkupkan kepalanya ke atas meja, dia juga tidak mau mengangkat wajahnya saat Venus menggoyangkan tubuhnya memintanya untuk bangun.

“Lala? Gue salah ngomong kah? Lagian sih, lo selama ini nggak mau terima Bumi. padahal kalau lo jadian sama Bumi, otomatis lo nggak akan sampai dijodohin kayak gitu?” cicit Venus.

Omong-omong soal Bumi. Dia adalah cowok satu kampus Starla, lebih tepatnya mereka satu SMA dan sejak awal bertemu Starla, Bumi sudah menyukai Starla.

"Maksud lo gue pacaran dengan Bumi?"

"Iya, kan, kalau lo punya pacar, pasti opa lo mikir dua kali untuk jodohin lo. Lo itu udah dewasa, La. Bukan anak kecil lagi," terang Venus.

Benar juga, pikirnya.  Starla mendadak segar setelah mendengar ucapan Venus yang dianggap sebagai pencerahan. Masuk akal, sih, kalau dia memiliki pacar, mungkin saja Opanya akan berhenti menjodohkannya dengan Alpha.

"Lo brilliant, Venus!"

“Apa, sih? Jangan bilang lo mau ngajakin Bumi pacaran?”

“Kan lo yang ngasih gue ide, Venus! Dia pasti mau, kan?” Tingkat percaya dirinya terhadap Bumi memang tinggi, soalnya Bumi sudah menyukainya sejak dulu, dan Starla tahu itu.

“Lo sinting ya, La! Kalau gitu namanya lo manfaatin Bumi dong! Jangan pernah lo lakuin itu ke Bumi, kasian dia! Dia kan tulus sama lo,” Venus sambil membayangkan seorang Bumi yang memiliki hati selembut kapas harus menerima perlakuan semena-mena sahabatnya.

Tapi Starla tidak peduli dengan larangan Venus. Baginya itu satu-satunya cara, lagi pula kalau nanti Opanya sudah tidak merongrongnya lagi, dia bisa meminta putus baik-baik dengan Bumi, kan?
Seandainya saja sesederhana itu.

“Woy!!!” Venus mengagetkan Lala, karena hampir lima menit temannya itu bengong sendirian seperti orang kerasukan.

“Venus! Belegug! ” Bahasa Sunda kasarnya pun kembali menggema dikelas. Sampai-sampai Bumi yang baru masuk ikut terperanjat mendengar teriakan Starla yang melengking sampai telinganya berdengung. Venus menutup kedua telinganya, mencegah sesuatu yang buruk terjadi pada gendang telinganya sendiri.

"Woilah, Starla! Suara udah kayak sempritan malaikat sangkakala!" kata teman sekelas Starla di sebelahnya sambil menutup telinga juga.

"Diem lo!" sahut Starla malah melotot. Kemudian dia tersenyum ke arah Bumi yang masih tercengang dengan teriakannya.

Astaghfirulloh. Rusak sudah reputasi kamu, Starla Aurora!” Venus menutup mulutnya melihat Bumi menatap ke arah Starla dengan raut wajah yang shock. Tapi, sedetik setelahnya Bumi ikut tersenyum pada Starla.

Assalaamu’alaikum, Lala...”

Starla menyeringai kecil, lalu membalas lagi senyuman teman sedari SMA-nya itu. Jadi deh, mereka saling senyum-senyum nggak jelas. Bumi tersenyum karena menyukai Starla, sementara Starla tersenyum karena maksud terselubung.

“Hem... nih, anak! Udah kebaca isi otaknya sekarang. Pasti mau manfaatin orang ini mah,” dengkus Venus sembari bergumam pelan.

Waalaikumsalaam calon imam, Bubu udah lama nggak menyapa Lala nih,” jawab Starla berlagak manis, sok asyik dan nyebelin kalau batin Venus saat ini. Sedikit... menjijikan, sih, itu pendapat Starla mendengar ucapannya sendiri barusan. Bubu adalah nama panggilan Starla untuk Bumi sewaktu SMA.

Barulah Bumi terlihat shock karena sebelumnya Starla tidak pernah bersikap semanis itu padanya.

“Bubu kok kaget gitu, sih?”

Starla tersenyum manis. Bumi meneguk ludahnya susah payah sambil mencubit pipinya sendiri, pikirnya kalau-kalau dia mimpi. “Ah sakit!” ringisnya.

"Lo kenapa, Bu?"

“Gue nggak mimpi, kan? Biasanya lo jutek sama gue. Kok?”

“Emang salah kalau gue lembut? Atau, lo lebih suka gue jutek?” timpal Starla, santai. Sayangnya itu hanya tipu muslihatnya semata. Semoga saja Bumi tidak terkena rayuan Starla yang hanya dusta, kicau Venus dalam hatinya yang masih memantau pergerakan sahabatnya.

“Bo-boleh dong! Malah bagus. Akhirnya Starla bisa bersikap lembut sama Bumi. Ada kemajuan, tapi sorry ya. Tugas hari ini nggak boleh sampai lo lewatin! Starla Sayang...” tegas Bumi yang notabene seorang asisten dosen.

“Oh tidak perlu cemas, Bumi. Tugas udah gue kerjain kok. Gue mau ajak lo ke kantin sekarang, mau kan?” Sepertinya Starla memang berniat meminta bantuan Bumi setelahnya.

Venus hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkah Starla.

“Wow. Ada angin apa, nih? Tugas udah, sikap manis, terus sekarang? Lo Starla? Atau jangan-jangan lo abis kebentur tembok?”

Bumi sulit percaya, memang seharusnya dia tidak percaya, sih. Nyatanya Starla tidak mungkin semanis itu kalau tidak ada maunya. Tapi Bumi pasti tidak kepikiran alasan dibalik itu selain karena tugas.

“Angin cinta mungkin.” Starla menyengir tanpa dosa.

Sabodo teuing ah.” Venus mengusap wajahnya pasrah. Kalau Bumi tergoda? Ya, sudah!

______

Komen lanjut kalau mau di up sampai end ~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro