#AB-11
" Emosi yang tak terkontrol membawa seseorang jatuh dalam sebuah masalah. Ketika masalah itu terlanjur menghantui maka keterpurukan yang akan terjadi, hingga air mata itu jatuh kemudian. Berharap jika tangisan itu tak terjadi isak."
.
.
.
.
(Author ***** POV)
Yoongi sadar jika Jungkook itu istimewa. Jungkook itu lembut seperti kapas, sangat disayangkan jika ia membuatnya menangis. suatu kesalahan terbesar dalam hidupnya jika membiarkan cairan bening jatuh dari kelopaknya, membuat ia tak jauh bedanya sebagai penjahat karena menyakiti yang ia sayangi.
Dan saat pintu kamar si bungsu terbuka, betapa terkejutnya seorang Jeon Yoongi. dimana kanvas dan juga kuas yang sempat ada di sana, walau itu sebiji dan berukuran kecil. Hanya tergantikan dengan rak buku besar penuh dengan buku, jauh lebih banyak ketimbang miliknya. Itu membuat wajah putih Yoongi memicing tak suka.
"Apa yang terjadi dengan kamarmu Kook, kenapa semua hanya buku dengan rak besar? Diamana lukisan indahmu?" Yoongi memasuki kamar tersebut dengan tatapan tak percaya dan juga bingungnya. Ini salah, pikirnya... ini bukan kesukaan Jungkook, adiknya. mungkinkah ini perbuatan ayah dan ibunya.
"Mereka mengganti semua barang dikamarku hyung, mereka tak suka dengan suasana kamarku. Mereka bilang jika aku menyimpan banyak buku pelajaran dan mempelajarinya aku akan pintar." Sedikit takut dengan kepala menunduk, rasa gugup datang dengan tanda tangan kanan yang terusap canggung. Jungkook menggigit bibir bawahnya tanpa sadar, ia tak mau berpapasan langsung dengan wajah kaget sang kakak.
"Dan kau hanya diam saja?!" menyentuh kedua pundak sang adik, mengguncangnya sebentar. Sukses membuat kedua mata kakak beradik itu saling berpapasan. Kini, yang Yoongi lihat adalah manik mata berkaca milik adiknya.
"Aku tidak punya pilihan lain hyung, appa akan memukulku dan eomma akan memarahiku. Aku-"
Jungkook mencicit lirih ia tak berani menceritakan kejadian selepas pulang dari les tadi. Kegagalan kecil yang ia terima justru mendapatkan hadiah menyakitkan dari sang ayah. Beberapa kali Jungkook mengusap lengan kanannya, sebuah lebam biru yang nampak dan Yoongi menyadari hal kecil itu dan dengan refleksnya menggapai tangan sang adik.
"Ada apa dengan tanganmu, siapa yang melakukannya! Katakan pada hyung siapa yang menyakitimu Kook!" Yoongi melihat luka lebam itu, membolak balikan tangan sang adik dengan gelisah. Ia mengumpat dalam hatinya, saat melihat luka yang singgah pada adiknya. saat itulah Yoongi tahu siapa biang keladinya.
"Appa, dia pelakunya?" Yoongi menajam, ingin rasanya dia datang ke ruangan sang ayah dan meminta penjelasan. Apa dan kenapa menyakiti Jungkook yang notabene anaknya sendiri. Tak adakah rasa sayang dan kemanusiaan dari seorang ayah?
Hingga tega melakukan hal demikian, sementara Jungkook hanya diam tanpa menjawab dan justru menunduk dengan gigi menggigit bibir bawahnya. Kenapa dia harus takut dengan Yoongi, jika sang kakak bisa membantunya. Hanya saja Jungkook tak mau masalah ini semakin runyam, ia hafal betul bagaimana sifat sang Alpha yang mudah emosi jika dirinya tersakiti.
"Jungkook katakan pada hyung!" Yoongi masih menatap luka lebam itu, ia tak mengusap dan masih memegang tangan sang adik dengan sedikit kuat.
"Hyung..." Jungkook tak tahu bagaimana cara mengatakannya, berbagai pelik pikiran penuh ketakutan berputar dalam otaknya. Bagaimana jika sang kakak mengamuk dan memperkeruh suasana. Jungkook hanya takut suasana marah yang tiba-tiba sementara hatinya masih sakit dengan perkataan sang ayah yang menghakiminya.
"Jungkook!" lagi-lagi Yoongi menuntut, ia meminta kejelasan dari sang adik sekarang juga. bahkan ia menatap wajah tertunduk sang adik.
Jungkook bingung ia terus menggigit bibir bawahnya. Ia juga ingin menangis rasanya....
"Beta jawab pertanyaanku, appa.. dia yang melakukan ini bukan?" tanyanya dengan tatapan tajam, bahkan kini kedua tangan Yoongi menarik Jungkook untuk mendekat lebih.
"Hyung..." Jungkook merasa sesak, ia bisa melihat bagaimana tatapan marah Yoongi. Ia sendiri merasa lebih takut, saat Yoongi seperti ini. bahkan tangannya terasa lebih sakit saat Yoongi mencengkram lebih kuat. sadar atau tidak tenaga sang kakak jauh lebih besar dan tangan yang terlihat lentik itu justru lebih bertenaga lebih baik dari pada dirinya. Jungkook rasa Yoongi memang marah besar, haruskah ia bercerita.
"KENAPA KAU HANYA DIAM SAAT AKU INGIN MEMBELAMU KOOK!"
Lagi-lagi Yoongi mencengkram lebih kuat tangan sang adik, hal itu membuat Jungkook meringis dan mengaduh kesakitan. Mendengar bagaimana sakitnya sang adik, membuat namja dengan kelopak sipitnya itu segera melepaskan cengkraman tangannya dan melihat sang adik yang menjatuhkan air matanya. Air mata yang tak mampu dibendung lagi oleh namja bergigi kelinci itu, ia bahkan sedikit terisak dengan tubuh bergetar sembari mengusap tangannya pelan.
Yoongi yang merasa bersalah melihat kedua telapak tangganya, warna telapak merah muda yang baru saja mencengkram tangan sang adik. Menambah luka yang semakin sakit dan membuat Betanya harus seperti ini. Ini sama saja ia jahat layaknya sang ayah.
Lebih parahnya lagi dia sempat membentak sang adik, menghancurkan hati kecil kesayangannya.
"Hikksss.... hikkksss... Yoongi hyung, maafkan aku..."
Tes...
Tes...
Tangisan itu... datang, dengan kucuran yang deras keluar dari kelopak matanya. Tubuh sang adik bergetar, bukan hanya itu saja Jungkook langsung berjongkok. Ia menutup wajah dengan kedua tangannya dan menangis pilu. Ia akui kalau Jungkook tipe namja yang cengeng dan lemah lembut hingga satu bentakan keras mampu menghancurkan segalanya. Jungkook itu istimewa seperti kapas, dan Yoongi harusnya selalu ingat pedoman itu. Ia merasa bersalah dan membuatnya semakin runyam, apakah ia salah sebagai Alpha pelindung Betanya, nyatanya ia malah membuat isakan itu datang akibat perbuatannya. Tak dapat dipungkiri jika ego dan emosi Yoongi jauh lebih kuat dari logikanya. Mungkin ia harus belajar untuk mengontrolnya.
"Jungkook, maafkan aku." Yoongi menghampiri sang adik, duduk bersimpuh di depan namja yang tengah menangis pilu itu. Tanpa aba-aba dirinya langsung memeluk sang adik dan menenggelamkan wajah sembab serta basah akan air mata itu di dalam pelukannya. Mengusap pelan dan sayang juga bibirnya tak lelah menggumamkan kata maaf berkali-kali.
"Hikksss... hikksss.... maaf hyung, aku takut untuk menceritakanya hiikkksss... hikksss... aku takut melihat hyung marah pada appa dan eomma hikkksss... hikksss..."
Hati kecil Jungkook terasa nyeri, membayangkan jika sang kakak dan kedua orang tuanya bertengkar adalah hal yang paling ia jauhi. Ia tak suka... sangat-sangat tidak suka. Jika bisa ia ingin menyembunyikan hal kecil yang melibatkan kedua orang tuanya, lantaran ia tahu kalau Yoongi akan marah besar.
Tapi, hal itu membuat Jungkook lupa. Lupa bahwa Yoongi menjaganya melebihi dirinya, sayang yang jauh lebih besar dari dirinya. Dan Yoongi menjaga Jungkook bak porselen yang tak membiarkan seseorang membuatnya retak ataupun pecah. Apakah Jungkook tak sadar akan hal itu....
Yoongi rasanya tak mampu bernafas, ia terlalu terbawa suasana sekarang. Oh... bodohnya dia yang tak bisa menjaga egonya dan membuat Jungkook seperti ini. Ia jadi bingung sendiri, ingin marah tapi tak bisa, ingin kesal tapi tak mampu. Semua kesal dan emosinya seakan tertahan karena tangisan sang adik. Ia tidak bisa memberontak kedua orang tuanya jika sang adik seperti ini.
Hal yang tidak disukai oleh Yoongi adalah ketika Jungkook malah pasrah dan memilih melindungi orang yang sudah menyakitinya. Ini salah... tak ada yang benar dan terlihat tidak adil.
"Jungkook, kenapa kau harus meminta maaf pada hyung. Kau tidak salah saeng, maafkan aku yang membentakmu tadi." Rambut hitam sang adik diusapnya lembut, mencoba memberikan rasa nyaman pada setiap usapannya. Tutur kata yang lembut bagaikan mantra penenang untuk kelinci kesayangannya, juga senyuman manis layaknya gula menjadi obat bagi adiknya. sayangnya Jungkook masih nyaman tenggelam dalam pelukan sang kakak, ia masih menangis dengan air mata yang berderai.
"Tolong hikksss... tolong jangan memarahi appa hyung. Jungkook tak ingin Yoongi hyung dimarahi appa." pelukan sang adik semakin menguat. Jungkook bahkan tak ingin melepaskan tubuh itu ketika sang kakak hendak berdiri. Ia memilih menggeleng kuat untuk menolak semua yang dilakukan sang ayah.
Yoongi menjadi serba salah sekarang. Ia tahu alasannya, kenapa sang adik enggan menceritakan kejahatan sang ayah. Jungkook terlalu menyayangi dirinya juga ayah dan ibunya. Jungkook tak ingin hubungan seorang anak dan orang tua merenggang hanya karena dirinya. Mungkin ini tidak adil bagi Yoongi karena semua rasa sakit itu harus diterima oleh sang adik, sementara dia ditempatkan pada zona aman oleh adiknya sendiri. Ia bagaikan hidup dalam lingkaran pelindung yang ia buat untuk sang adik jika seperti ini.
Jungkook rela tersakiti dan memilih diam ketimbang melihat dirinya di marahi oleh sang ayah. Jujur saja itu membuat Yoongi merasa terharu, kenapa hati sang adik bisa seluas lautan?
"Jungkook..." dan Yoongi tak tahu harus apa, hingga membiarkan sang adik menangis dalam pelukannya. Ia menatap ke arah dinding dengan tatapan sendu dan menerawang. Kebodohan yang dilakukan oleh orang tuanya membuat masa muda sang adik dipenuhi kesedihan, Yoongi sendiri yang melihat hal itu layaknya seorang penonton merasa muak. Ia tidak tega jika adiknya harus dipaksa menanggung beban sebesar ini. ini salah... dan akan salah jika hal benar saja Yoongi belum menemukannya.
Sampai kapan?
Sampai kapan ayah dan ibunya sadar jika Jungkook istimewa. Hanya karena ia bodoh dalam hal mata pelajaran dan tak naik kelas bukan berarti Jungkook anak orang lain dan dipukul seperti ini. Yoongi terus terbayang akan luka lebam sang adik sembari berekspetasi bagaimana sang ayah menyakiti adiknya. pantas saja Jungkook sedikit sembab dan serak saat berbincang dengannya di luar tadi. Dan bodohnya ia tidak tahu luka itu sebelum masuk rumah, mungkin dia terlalu asik mengobrol dengan Taehyung tadi.
Ini salahnya, pikirnya.
Kesalahan seorang Alpha yang gagal menjaga bertanya.
Hingga pada saatnya tangis itu makin lama, makin tenang. Tak ada isakan dan gumaman memohon seperti tadi, ia merasakan jika Jungkook sangat tenang dalam pelukannya. Bahkan pelukannya sedikit mengendur, nafas teratur dan....
"Jungkook, kau tak apa?"
Mendorong secara perlahan tubuh sang adik, memastikan keadaan sesungguhnya sang adik. mata yang terpejam dengan nafas teratur, wajah lelah itu membuat Yoongi meringis. Jungkook tertidur, lelah karenan menangis dan kelopak sembab itu tak cocok untuk wajah tampan dan manis adiknya.
Membiarkan sang adik nyaman dalam pelukan ditangannya, membuat Yoongi mengusap sekali lagi rambut sehitam arang itu dan juga menghapus jejak air mata itu dengan lembut penuh hati-hati.
"Hatimu pasti hancur kan Kook... kau terlalu kuat menahan sistematika appa dan eomma. Seharusnya hyung yang ada di posisimu bukannya kau. Hyung sakit melihatmu menangis, hyung akan marah jika kau disakiti termasuk oleh mereka. Apakah hyung akan diam? Sementara kau menanggung ini semua di punggungmu, aku hyung yang gagal menjagamu saeng. Aku bukan hyung yang baik..."
Yoongi menarik nafasnya lebih dalam, mendongakan kepalanya dan memejamkan matanya sebentar. Ia melihat bagaimana wajah lelah sang adik yang terlelap. Ia rasa ia harus mencari cara agar sang adik tak jatuh lebih dalam sistematika bodoh ini. Tapi apa? ia hanya seorang namja dewasa yang tak punya kedudukan selain sebagai mahasiswa cerdas. Sementara kedua orang tuanya adalah orang penting yang mencintai jabatan dan harta.
Ia benci dengan statusnya ini, status sebagai anak dari dua orang yang hidup penuh kesempurnaan. Selama ini Yoongi belajar jika dunia ini tidak sempurna.
Dengan perlahan Yoongi berdiri, menjujung tubuh terlelap sang adik. membawanya ke tempat tidur dan menaruhnya perlahan, sangat hati-hati agar Jungkook tak terbangun.
Tersenyum...
Yoongi tersenyum, ia lagi-lagi mengusap rambut hitam sang adik. ketika kening lebar milik sang adik terlihat, saat itulah kecupan lembut menghampirinya. Kecupan yang biasa ia lakukan untuk sang adik semenjak mereka kecil.
Tes...
Tes...
Hanya saja Yoongi menangis saat dia mengecup kening itu. Ia menangis... menangisi nasib Jungkook yang malang.
"Andai aku bisa menggantikan posisimu saeng..."
Harapan yang tak akan mungkin terkabul. Mungkin Tuhan mendengar tapi belum tentu dikabulkan....
..................................
.
.
.
"Suamiku, bagaimana kalau Yoongi kita masukan ke hardvart saat lulusan sarjana, bukankah meneruskan S2 disana akan lebih hebat bukan?" sang istri menyeruput teh kesukaannya, bau melati yang selalu memabukan pikirannya adalah favoritnya.
Duduk disamping sang suami yang memainkan laptop tapi hanya beberapa saat yang lalu karena dia juga menyudahi acaranya dan meminum kopi americano favoritnya.
"Itu pasti, bukankah Yoongi kebanggan keluarga kita. Dia adalah murid terpandai. Kau tahu, sayang... aku tak ingin anak bodoh itu mempengaruhi Yoongi lebih jauh lagi. Walau mereka kakak adik tetap saja mereka berbeda."
"Kau benar suamiku, aku sangat setuju. Yoongi harus jauh dengan Jungkook, bagaimana Yoongi akan maju jika selalu dekat dengan anak yang bodoh dan tak naik kelas itu. mau ditaruh mana muka kita, saat tetangga tahu jika anak kita tidak akan naik kelas tahun depan. Oh... kita keluarga terpandang sayang."
Sang ibu terlihat kesal, di wajahnya ada sedikit sesal yang terlihat. Ia bangga dengan anak pertamanya dan bukan anak keduanya yang dia anggap sebagai gen penuh kebodohan.
"Bagaimanapun kita harus menjauhkan Yoongi dari Jungkook."
"Kau benar suamiku, Yoongi harus-"
"Harus apa, eomma appa... aku harus apa?!"
Tiba-tiba ada yang memotong pembicaraan mereka, membuat dua orang tua itu melotot terkejut. Kedatangan sang anak yang sedari tadi dibahas membuat mereka menegang, namun bisa disembunyikan.
"Astaga..."
Yoongi menghembuskan nafasnya lelah dan kesal. Ia bahkan mengusap rambutnya kesal sedikit menjambak tanpa menimbulkan rasa sakit. Menurut Yoongi bukan Jungkook yang bodoh, melainkan kedua orang tuanya yang bodoh. Bahkan lebih bodoh dari seekor anjing tetangganya yang sudah beranak.
"Pernahkah kalian berpikir bahwa ada manusia terbodoh di dunia?" pertanyaan yang menantang, tersenyum santai dengan wajah tanpa rasa takut. Yoongi sudah muak meski ia hormat.
"Yoongi kau tidak tidur sayang? Jangan bergadang kau akan ujian bukan?" sang ibu hendak berdiri menghampiri sang anak, jika saja Yoongi tak mengangkat tangan kanannya untuk menghentikan langkah kaki sang ibu. Dan itu tanpa suara Yoongi melakukannya.
"Appa... Eomma, jangan buat aku berpikir buruk tentang kalian. Jangan buat rasa sayangku hilang karena tingkah kalian, aku sangat menghormati kalian. Tapi, sikap kalian pada Jungkook membuatku ragu untuk mempertahankan sayang dan hormatku pada kalian. Pernahkah kalian berpikir jika kalian berada di posisi Jungkook? dia tidak bodoh eomma, appa. Dia berbeda dari segi pemikiran, tapi dia punya kelebihan dan kalian enggan tahu akan hal ini."
"Kau bilang Jungkook punya kelebihan? Kelebihan apa yang ia punya selain melukis hal yang tak berguna."
Sang ayah menimpal, ia sedikit emosi dan terpancing. Sang istri masih bisa merendam emosinya dengan mengusap bahu suaminya. Ia tidak mau Yoongi anak kesayangannya mendapat amukan dari suaminya. Hanya Jungkook yang boleh dan bukannya Yoongi.
Yoongi mendecih, ia lelah berdebat dengan sang ayah. Hanya saja pemikiran kolot orang tua di depannya memang harus dibenahi. Berharap masa depan dalam keluarga ini bisa diralat.
"Leonardo.. pelukis lukisan terkenal Monalisa saja bisa membawa sejarah. Kenapa appa berpikir bahwa pelukis itu adalah hal yang rendah sementara appa saja pernah membeli lukisan ratusan juta yang appa pajang di depan sana. Appa pikir, appa tak menelan ludah sendiri?" Yoongi tak takut, ia sangat datar mengatakan hal itu. tersenyum dengan tipis seakan menantang ayahnya, ia juga tak peduli jika pria di depannya menghajarnya.
"Kau menantangku Jeon Yoongi!"
"Ya dan aku muak hidup dalam sistematika kolot kalian. Dimana yang bodoh selalu kalah oleh yang pintar, aku benci dengan hal itu. Dan aku harap aku tak berdosa karena menentang kalian yang bodoh dengan prinsip kolot kalian."
"YOONGI!"
"Jungkook adikku, jangan sampai aku marah pada kalian. Aku tak pernah main-main eomma... appa..."
Pergi...
Namja bermata sipit itu pergi. Kulit pucat yang terbalut dengan jaket kesayangannya sudah tak nampak dari penglihatan kedua orang tuanya yang kini seperti kehilangan kata-kata.
"Apakah anak itu masih waras!" sang ayah mengepalkan tangannya, ia sangat bersungut emosi. Ia tak menyangka sang anak akan seberani itu padanya. Membesarkan dirinya dengan susah payah juga penuh kasih sayang malah ini balasannya. Ia rasa Yoongi durhaka padanya. Terlalu menyepelekan dirinya dan menentang dirinya.
Dengan sang istri yang berusaha menenangkan dirinya belum cukup mampu meredam semua emosinya. Rasanya akan ada yang meledak dalam dirinya, ia ingin menghajar sang anak jika ia bisa. Hanya saja bisikan sang istri yang berusaha menenangkan dirinya terngiang terus saat ini.
Berpikir bahwa Jungkook biang keladi dari Yoongi yang selalu menentangnya. Yoongi adalah anak penurut dan berubah perlahan saat hubungan dia dengan adiknya semakin melekat. Ini berbahaya pikirnya, sangat sulit untuk mengendalikan si sulung di kemudian hari.
Berpikir keras dan mengobrak-abrik rencana kembali....
Jauh disana, lebih tepatnya di mana Yoongi berdiri di atas balkon rumahnya. menikmati suasanya malam yang terlihat indah di depan matanya. Ia tersenyum, tersenym dengan damai tapi tidak dengan hatinya...
"Tuhan, bisakah kau membantuku?"
Sebuah harapan darinya, sebuah doa terlantun lirih padanya. Penguasa dunia yang menciptakan segala isinya. Berharap keajaiban itu ada dan akan selalu ada untuknya, ia hanya ingin Tuhan mengabulkan harapan kecilnya. Harapan yang selalu ia lantunkan setiap kali sebelum tidur hingga ia dewasa seperti sekarang.
Malam ini...
Yoongi tak berniat menghentikan air matanya.
Ia ingin menggantikan sang adik yang selalu menangis, menggantikan Jungkook yang sembab. Dan juga... menggantikan sang adik yang tak tennag dengan tidurnya.
Ia kakak yang baik jika kalian tanya.
...................................................................
Tbc...
Cerita ini udah baper belum ya? Apakah fanfic ini sudah baper? Oh ya bagaimana menurut kalian? Disini author berusaha sebaik mungkin agar jalan ceritanya menarik dan bisa menghibur kalian. Untuk chapter selanjutnya author akan usahakan akan lebih baik lagi dan bisa ngebut sedikit hehehe...
Jangan lupa vommennya agar author tahu seberapa besar apresiasi kalian pada fanfic ini. semoga kalian gak kapok mampir ya hehehe...
Maaf banyak banget ocehan saya, harap makulm author emang begini orangnya.
Salam cinta buat kalian...
Semoga bahagia selalu dan bisa meet up...
Gomawo and saranghae...
#el
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro