Chapter 31: Ritme yang Mulai Berantakan
Turnamen hold’em poker sudah memasuki game ke delapan. Sejauh ini, Ogura berhasil menjadi pemilik chip terbanyak, senilai 7.550.000 yen, naik setengah dari modal awalnya.
Ogura terus mengamati pergerakan Tuan Otawara dengan saksama. “Ada apa dengannya? Kenapa di tujuh gim yang sudah berlangsung, dia tidak terlihat bersemangat seperti di gim pertama? Malah Mikuni yang lebih banyak melakukan pergerakan.”
Permainan ke sembilan di mulai. Karena Tuan Kenji yang duduk di sebelah kanan Ogura adalah big blind, Ogura mendapatkan kesempatan pertama untuk menentukan taruhannya. Kali ini, Ogura mendapatkan kartu dua sekop dan dua wajik.
“All in.” Ogura meletakkan sebuah chip di hadapannya, membuat suasana riuh penonton terjadi lagi di gim ini karena dia mempertaruhkan seluruh chip miliknya di awal, yang membuat orang-orang bertanya-tanya apa kartunya.
Berbeda dengan gim pertama, Tuan Otawara langsung fold tanpa pikir panjang. Tak lama, seorang pengawal datang menghampirinya, membisikkan sesuatu padanya. Pengawal itu pergi begitu mendengarkan perkataan Tuan Otawara yang sepertinya adalah sebuah perintah.
“Asuka ikuti pengawal itu,” ucap Kaguya.
“Osh.” Asuka bergegas mengikuti pengawal itu dengan tetap menjaga jarak.
“Bagus, Kaguya. Ternyata kita punya pemikiran yang sama.” Ogura sedikit tersenyum setelah mendengar perintah yang Kaguya berikan kepada Asuka.
Asuka mengikuti pengawal itu hingga dia keluar dari gedung Kasino. Baru sekitar beberapa meter, pengawal itu berhenti dan merogoh ponselnya dari kantong celana, menerima panggilan entah dari siapa. Asuka pun bersembunyi di balik tiang besar penyangga gedung. Begitu pengawal itu lanjut berjalan, Asuka juga lanjut mengikutinya. Tapi, tiba-tiba pengawal itu berhenti lagi. Mencegah dirinya agar tidak ketahuan, Asuka berpura-pura membenarkan ikatan sepatunya dengan berdiri mengangkat satu kakinya.
Benar saja, pengawal itu menoleh ke belakang dan melihat ke arah Asuka. Dia hanya sejenak saja menoleh, lalu kembali berjalan. Karena terlalu memiringkan badannya, alat komunikasi milik Asuka terlepas tanpa disadari olehnya.
Di turnamen hold’em poker di mana Ogura baru saja melakukan All in, tiba giliran Tuan Hebi, pemilik chip terendah di turnamen ini. Sebagian besar chip-nya hilang karena kalah melawan Ogura di gim kelima.
Tuan Hebi berdiri, memegang kedua kartunya. “Call!” Dia langsung melemparkannya ke depan bagian yang akan diletakkan lima kartu di meja, sehingga kartu Pair Ace-nya terlihat.
Ogura ikut berdiri dan menatap Tuan Hebi dengan tersenyum. Dia juga ikut membuka kartunya dan meletakkannya di sebelah kedua kartu milik Tuan Hebi. Semua pemain ikut berdiri dan terkejut begitu melihat Pair Two melawan Pair Ace.
“Siap mengembalikan chip-ku, merah muda?” Tuan Hebi tersenyum meledek Ogura.
“Entahlah. Kau sendiri siap menjadi orang pertama yang kalah di turnamen amal ini?” Ogura memberikan senyuman licik terbaiknya kepada Tuan Hebi, agar dia gentar.
Suasana di sekitar meja itu semakin tegang dan penontonnya pun semakin bertambah akibat kegaduhan yang terjadi. Tatapan mereka tertuju pada bagian bandar meletakkan kelima kartu di atas meja. Tiga kartu pertama adalah kartu dua keriting, Ace hati dan sepuluh hati.
“Lihat? Three of a Kind Ace. Sebaiknya kau duduk kembali dan diam saja sampai semuanya berakhir,” ucap Tuan Hebi dengan sombongnya.
Ogura tak menanggapinya. Karena saat ini, dia sedang mengamati keadaan di sekitarnya. Kartu keempat pun dibuka Bandar, yakni empat sekop. Membuat kemungkinan Ogura menang semakin kecil karena hanya kartu dua hati lah yang bisa menyelamatkannya.
“Aku mohon dua hati, dua hati, dua hati.” Ame terus memanjatkan harapannya.
Kartu kelima pun terbuka. Seketika riuh suara penonton dan juga pemain lain mengguncang gendang telinga setiap orang yang ada di meja Texas Hold’em Poker itu. Kemungkinan yang hanya seperti butiran pasir itu, terjadi. Kartu kelimanya adalah dua hati.
“Lihat? Four of a Kind. Sebaiknya kembali pulang, lalu temani istri dan anakmu karena mereka merindukanmu saat ini. Jangan lupa sampaikan salamku pada mereka, ya? Bilang kalau aku ini yang telah membuat ayahnya menangis.” Ogura tersenyum puas menatap Tuan Hebi.
Perkataan Ogura itu disambut riuh tawa oleh yang lainnya. Dia sengaja melontarkan perkataan itu agar bisa berkomunikasi dengan temannya meski cuma sebentar.
“Kaguya, periksa Asuka. Dia terlalu lama. Yume, bawa Ame pergi dari sini.”
Kaguya langsung berlari mencari Asuka keluar gedung Kasino, sedangkan Kuro berdiri lebih dekat dengan Ogura agar bisa membantunya jika terjadi sesuatu.
“Tapi, Ogura. Apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Ame terdengar sangat panik.
“Tidak ada waktu, Ame. Ayo pergi,” ucap Yume dengan tergesa-gesa.
“Aku tidak suka atmosfer ini,” ucap Ogura merasakan akan ada hal buruk terjadi.
***
Kaguya baru saja tiba di depan Kasino. Dia terus melihat ke sekelilingnya, mencari keberadaan Asuka. Dia mencoba memanggil Asuka lewat alat komunikasi, tapi tak ada respon juga darinya. Dari kejauhan, terlihat Asuka berjalan kembali menuju Kasino. Dia pun menghembuskan napas lega karena melihat Asuka baik-baik saja tanpa terluka sedikitpun.
“Kenapa kau ada di luar?” Asuka menatap Kaguya dengan tatapan heran.
“Kenapa kau tidak menjawab panggilanku melalui alat komunikasi?” Kaguya menatap tajam Asuka dan juga memegang kuat kedua pundaknya.
“Aku tidak dengar apapun. Jangan-jangan ….” Asuka meraba telinganya dan akhirnya menyadari kalau alat komunikasinya sudah tidak ada.
“Kemana alat komunikasimu?” Kaguya melepaskan kedua tangannya dari Asuka dan meraba kedua telinga Asuka untuk memastikannya kembali.
“Entahlah,” jawab Asuka agak linglung.
Kaguya mematikan alat komunikasinya dan memasukkannya ke dalam kantong jas. “Sebenarnya ada juga yang ingin aku diskusikan padamu, mumpung kita ada di luar saat ini.”
“Apa itu?” Asuka menatap serius Kaguya.
“Ada pengkhianat di antara Troublemaker,” jawab Kaguya.
Adreanlin Asuka tersentak. "Apa maksudmu?" tanyanya bingung.
Kaguya memalingkan badannya menghadap ke arah kiri membelakangi Kasino. Dia mengambil ponselnya untuk menunjukkan pesan yang dikirimkan oleh Sagiri, namun dia tiba-tiba ragu menunjukkannya karena takut Asuka marah. Namun, saat Kaguya mau menghadap Asuka lagi dan ingin menunjukkan pesannya ….
Dorr!
Suara tembakan terdengar jelas berasal dari arah gedung yang berhadapan dengan Kasino. Dan seketika itu juga, tubuh Kaguya perlahan jatuh ke tanah saat sebuah peluru tepat mengenai dada kirinya, yang membuatnya juga mengaluarkan darah dari mulutnya. Sementara Asuka hanya bisa diam dan terkejut melihat hal itu terjadi di hadapannya.
“Ka—Ka—Kaguya …,” ucap Asuka dengan air mata yang mulai membasahi pipinya. Dengan cepat, dia menghapus air matanya dan berlari dari tempat itu untuk bersembunyi. Benar saja, peluru kedua dilesatkan ke arahnya. Beruntung dia berhasil menghindarinya.
Asuka kembali menangis karena belum bisa merelakan kepergian Kaguya. Meski kecil harapannya, dia merasa Kaguya masih bisa diselamatkan. Melihat laki-laki yang dicintainya tewas di hadapannya, takkan mudah melewatinya.
***
Di saat yang sama di meja Turnamen Poker diadakan, bandar baru saja selesai merapikan kembali chip dan memberikannya kepada Ogura.
“Kaguya!” teriak Ame.
“Ada apa, Ame?” tanya Kuro.
“Kaguya tertembak. Cepat tolong dia! Asuka juga sedang dalam keadaan terdesak,” jawab Ame yang suaranya terdengar sangat panik.
Adrenalin Ogura dan Kuro sama-sama tersentak setelah mendengar ucapan Ame. Karena Kuro berdiri tak jauh darinya, Ogura menatap Kuro dan menagayunkan kepalanya ke atas satu kali, bermaksud meminta Kuro untuk menanyakan lebih jelasnya kepada Ame.
“Di mana mereka berdua?” tanya Kuro lagi.
“Tepat di depan kasino,” jawab Ame.
Ogura mengirimkan kode morse kepada Taka untuk menanyakan apa yang terjadi menurut pantauannya. Namun, tak ada respon sama sekali dari Taka. Dia mengepalkan tangan kirinya dengan kuat dan mencengkram chip dengan tangan kanannya sampai patah.
“Jarak tembak, posisi, dan tidak merespon. Taka ….” Ogura menggertakkan giginya saking kesalnya mengetahui kalau Taka berkhianat dan membunuh rekannya sendiri.
Seorang penjaga berdiri di depan pintu masuk, bermaksud menjelaskan apa yang terjadi. “Perhatian semuanya! Diharap untuk tidak panik. Silahkan gunakan pintu keluar yang ada di belakang Kasino. Keluarlah satu-persatu dengan tertib, sehingga tidak ada satupun orang yang terluka akibat berdesakan. Silahkan mulai evakuasinya!”
Para pengunjung tidak mau semudah itu menuruti perkataan penjaga tanpa mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Mereka berusaha meneriakan kebingungan mereka, sehingga membuat aula menjadi gaduh dan suasana justru semakin sulit dikendalikan.
“Ada serangan teroris dan satu orang baru saja tertembak!” teriak penjaga itu.
Mendengar informasi semacam itu, satu-persatu pengunjung mulai meninggalkan Kasino melalui pintu belakang. Mereka yang semula dipenuhi kebingungan, kini dipenuhi dengan kepanikan. Tuan Otawara dan juga Tuan Mikuni ikut keluar melalui pintu belakang bersama dengan para pengawal mereka.
Kuro menghampiri Ogura dan berdiri di belakangnya. “Apa yang harus kita lakukan?”
“Berimprovisasi,” jawab Ogura.
“Aku sama sekali tidak bisa menghubungi Asuka dan Kaguya,” ucap Kuro lagi.
Ogura mengambil ponselnya dari kantong celana, berniat menghubungi ponsel Asuka. Dengan cepat, panggilannya pun dijawab oleh Asuka. “Bagaimana situasinya?” tanyanya.
Asuka tak merespon, namun Ogura bisa mendengar suara isak tangisnya. “Menangis takkan menyelesaikan apapun, Asuka. Aku tahu kehilangan orang yang kita cintai itu sangat menyedihkan. Aku pernah berada di posisi yang sama denganmu. Tapi saat ini situasinya sedang genting. Aku butuh informasi darimu, karena kau ada di depan sana. Jadi, pause sejenak kesedihanmu dan kembalilah jadi ‘Brutal Girl’ yang paling ditakuti di Arufabetto lagi.” Ogura bisa mendengar Asuka perlahan menghapus air matanya dan menenangkan dirinya. Hal itu membuatnya merasa lega.
“Dua buah mobil mini van hitam baru saja diparkirkan di seberang jalan. Banyak orang turun dari situ membawa senjata, mungkin mereka berniat menyerbu tempat ini.”
Ogura mengepal tangan kirinya. “Bagus, terima kasih informasinya. Pergi dari sana sekarang, Asuka. Kita pergi dari tempat ini. Aku dan Kuro menunggumu di dalam.”
Asuka tiba-tiba mematikan ponselnya begitu saja.
“Perempuan ini,” geram Ogura dengan penuh emosi. Dia berniat untuk menyusul Asuka, tapi dengan cepat tangannya ditahan oleh Kuro. Dia pun kesal dan langsung menoleh ke arah Kuro. “Apa yang kau lakukan?”
“Kau ini sangat cerdas, pertahankanlah hal itu dalam kondisi apapun. Bukannya aku tidak menyayangi rekan-rekanku, hanya saja aku terus berusaha berpikir tenang saat ini.” Kuro menatap mata Ogura dengan tajam, berharap Ogura untuk bisa mengerti.
Ogura dapat merasakan cengkraman tangan Kuro yang semakin kuat memegang tangannya, menandakan bahwa Kuro juga sebenarnya merasakan hal yang sama dengannya.
Ogura langsung berbalik badan dan mengelak tangan Kuro agar berhenti memeganginya. Dia berjalan menuju pintu belakang, tempat pengunjung lainnya keluar. “Jangan diam saja. Ada hal yang seharusnya kita lakukan. Kita selesaikan ini semua.”
“Osh.” Kuro langsung mengikuti Ogura dari belakang.
***
Sementara itu, di depan Kasino, di balik tiang penyangga tempat Asuka bersembunyi. “Ada delapan orang, cukup banyak.” Dia bisa melihat jumlah orang yang ingin menyergap dari pantulan kaca Kasino, meski tidak terlalu jelas.
Asuka melepaskan sepatu haknya agar lebih mudah bergerak. Dia pun memegang pistolnya dengan tangan kanan, lalu memegang sebuah amunisi di tangan kirinya. Dia menarik napas panjang, lalu menghembuskannya perlahan. Dengan cepat, dia berlari ke arah kanannya menuju tiang yang satunya sambil menembakkan senjatanya ke arah dua penyergap yang berdiri paling kanan. Dan, dua penyergap itu pun roboh.
“Dua sudah, enam lagi.” Asuka mengisi ulang kembali pistolnya.
Prang!
Kaca-kaca di Kasino pecah karena ditembaki para penyergap itu, membuat Asuka tak lagi bisa melihat keberadaan mereka.
“Boleh juga mereka,” ucap Asuka kesal. Dia mengambil sebuah granat dari dalam tas kecil yang dibawanya. “Untung aku bawa ini,” ucapnya dengan tersenyum lebar.
Asuka menarik napas panjang lagi, lalu menghembuskannya perlahan sebelum memulai penyerangan kedua. Ditariknya pengunci granat itu, lalu dia melangkahkan kakinya ke kanan untuk mengelabui penyergap. Dengan cepat, dia berlari ke arah kiri, melempar granatnya ke arah empat penyergap di sisi kiri dan menembakkan senjatanya ke dua penyergap lainnya yang ada di sisi kanan. Granat meledak, merobohkan empat penjaga di sisi kiri. Peluru yang ditembakkannya pun berhasil bersarang tepat di bagian vital kedua penyergap lainnya. Kedelepan penyergap itu berhasil dirobohkan olehnya sendirian.
Asuka melangkah menghampiri Kaguya dan duduk bersimpuh tepat di sebelahnya. Kedua jarinya menutup mata Kaguya yang masih terbuka. Namun, dia sudah tak kuasa lagi menahan kesedihannya dan langsung memeluk erat Kaguya. Dia menangis dalam dekapan dada laki-laki yang sangat disayanginya itu.
“Kau bilang lebih baik mati bersamaku, dibandingkan hidup tanpaku. Tapi kenapa kau malah pergi meninggalkanku? Sebelum kita berdua menerima tugas ini, kau melamarku dan memintaku menjawabnya setelah urusan ini selesai. Tapi kenapa kau malah pergi meninggalkanku? Bagaimana caramu mendengarkanku berkata, ‘Aku bersedia’?”
Asuka melepaskan pelukannya dan menggenggam tangan kanan Kaguya dengan kedua tangannya.
Dorr!
Sebuah peluru melesat tepat mengenai sisi leher bagian kanan Asuka, yang membuatnya langsung terkapar dalam posisi telentang, namun tetap menggenggam tangan kanan Kaguya dengan tangan kirinya.
Di sisa-sisa napasnya, Asuka dapat melihat dengan jelas laki-laki berdiri di sebelah kanannya dan tengah menodongkan pistol ke dadanya. “A—A—Aizen pasti … akan … membunuhmu, Yuki ….” Dia sedikit tertawa menatap laki-laki itu.
Dorr!
Tembakan kedua tepat bersarang di dada kiri Asuka.
“Coba saja kalau Aizen bisa,” ucap laki-laki bernama Yuki itu datar.
Bersambung.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro