Chapter 28: Siapa di Antara Mereka Berdua?
Ogura berdiri menghadap Taka, kemudian mengangkat revolvernya tinggi-tinggi dengan tangan kanannya dan memutar bagian pengisian pelurunya dengan tangan kirinya. Begitu selesai, dia mengayunkan pistolnya ke kanan agar bagian pengisian pelurunya masuk, mengarahkan pistolnya ke kepalanya, lalu mengokangnya.
“Aku tidak pernah membunuh. Kalau tembakan ini ada pelurunya, artinya aku berbohong. Kalau tidak ada, artinya aku berkata jujur.” Ogura pun menarik pelatuknya.
Trak!
Bunyi nyaring terdengar dari pistol Ogura, tanda bahwa tidak ada peluru di bagian selongsong yang berhenti setelah dia memutarnya tadi.
Ogura memasukkan peluru kedua di bagian selongsong yang masih kosong, kemudian melakukan hal yang sama persis seperti tadi. Melihat hal itu, Ame sudah tak sanggup lagi melihatnya dan berniat untuk menghentikan Ogura. Namun, dia langsung dicegah oleh Kuro yang berdiri di dekatnya.
“Aku sudah pernah menikah, hampir punya anak, dan ketiga anggota keluargaku meninggal dengan cara yang konyol.” Ogura menarik pelatuknya lagi.
Trak!
Untuk kedua kalinya, tak ada peluru di selongsong yang dikokang Ogura.
Sambil Ogura melakukan hal itu lagi, Asuka dan Yume menatap ke arah Kaguya dan Taka yang ada di sebelah mereka untuk mengonfirmasi apakah yang dikatakan oleh Ogura itu benar atau tidak. Kaguya dan Taka menganggukkan kepala mereka, membuat Asuka dan Yume langsung merasa prihatin dengan apa yang terjadi pada Ogura itu.
“Aku tidak pernah mengkhianati siapapun.” Ogura menarik pelatuknya lagi dan ….
Dorr!
Suara tembakan begitu keras terdengar di ruangan yang luas itu. Tapi suaranya bukan berasal dari pistol Ogura, melainkan dari pistol Taka. Sebelum Ogura menarik penuh pelatuknya, Taka langsung menembak pistolnya hingga terpental ke belakang.
Ogura memegangi telinga kanannya, karena suara pistolnya yang ditembak oleh Taka membuat telinganya berdengung. “Kenapa kau malah menginterupsiku? Aku belum selesai melakukan Russian Roulette-nya. Masih ada tiga putaran lagi.”
Taka menghampiri Ogura sambil memasukkan kembali pistolnya ke dalam sarung yang tersemat di balik jaketnya. Dia berhenti tepat di hadapan Ogura dan menatapnya dengan tajam. “Jangan buktikan dirimu pantas dipercaya atau tidak lewat sebuah keberuntungan. Bukan begitu cara kerjanya. Kalau kau ingin mendapatkan kepercayaan kita, maka bimbinglah kita menyelesaikan rencana tanpa ada dari kita yang terluka atau bahkan tewas. Jadilah pemimpin yang seperti itu. Russian Roulette ratusan kali tidak akan menghasilkan apapun.” Dia langsung keluar dari markas tanpa mengatakan apapun lagi.
Suasana canggung mengakuisisi markas saat ini. Tak ada dari mereka yang tahu harus mengatakan apa pada Ogura. Mereka sama-sama takut membuat suasananya semakin keruh. Namun … Kuro dengan santainya menghampiri Ogura dan memegang pundaknya.
“Mata Taka mungkin lebih baik dariku, tapi telingaku jauh lebih baik darinya. Putaranmu tadi itu berpola. Kau seakan tahu di mana letak pelurunya. Aku tidak tahu bagaimana caramu melakukannya. Tapi yang jelas, tak akan ada satupun peluru yang keluar dari pistolmu sampai di ronde akhir. Aku benar, kan?” Kuro melepaskan tangannya dari pundak Ogura dan menatapnya dengan menyilangkan kedua tangannya di dada.
“Seram … seram … seram…. Akhirnya, ada juga yang bisa membongkar trikku. Meskipun tidak benar-benar membongkarnya, kuakui telingamu itu menyeramkan juga.” Ogura menatap balik Kuro dengan tersenyum.
Mendengar percakapan di antara keduanya, Asuka langsung marah besar. “Itu artinya, apa yang kau lakukan tadi hanyalah sebuah kebohongan? Kau membohongi kami untuk percaya padamu? Baiklah, akan aku permudah.” Dia menodongkan kembali pistolnya ke arah Ogura, yang langsung direspon senyuman olehnya.
Ogura menghampiri Asuka dan menempelkan keningnya pada moncong pistol Asuka. “Silahkan, tembak saja. Itu artinya kau tidak percaya padaku. Sejak awal, aku sama sekali tidak pernah mencoba membuat kalian percaya padaku. Aku hanya melakukan tindakan dan mengatakan hal-hal yang sesuai dengan keinginanku. Mau percaya atau tidak, terserah kalian.”
Asuka bersiap menarik pelatuk pistolnya sambil tetap menatap Ogura dengan tajam. Dan tiba-tiba saja ….
“Berhenti!” teriak Ame. Ame langsung menghampiri Asuka dan Ogura, lalu mendorong keduanya agar menjauh satu sama lain, meskipun keduanya tidak bergeser karena Ame terlalu lemah. “Kita ini satu tim. Kalau mau melakukan hal semacam ini, harusnya sejak awal saja. Kita sudah sampai sejauh ini dan besok adalah puncak dari tugas pertama kita sebagai Troublemaker.”
Asuka terdiam dan memasukkan kembali pistolnya. Sementara Ogura menyilangkan kedua tangannya di dada, siap mendengarkan perkataan Ame.
Ame berdiri menghadap Asuka dan membelakangi Ogura. “Ogura memang seorang pembohong, tapi aku selalu bersyukur setiap kali dibohongi olehnya. Kenapa? Sebelumnya dia bilang ingin membunuh Shougi Ikari, tapi ternyata itu tidak dilakukannya. Puluhan kali dia selalu mengatakan akan membunuhku setiap kali menatapnya, tapi sampai sekarang aku masih hidup padahal sudah ratusan kali aku menatapnya. Ini bukan soal berbohong itu benar atau salah, tapi soal makna di balik kebohongan itu sendiri.”
Hening. Semua terdiam begitu mendengar perkataan Ame. Namun dengan mesranya, Ogura memeluk Ame dari belakang dan menyandarkan kepalanya pada pundak Ame.
“Manis sekali perkataanmu tadi. Kalau aku ini perempuan, aku pasti sudah jatuh cinta padamu. Aku pasti akan merasa senang karena sudah dibela sampai seperti itu olehmu. Aku jadi terharu.” Ogura menatap Ame dengan tersenyum, yang membuat pipi Ame memerah karena merasa malu mendengar pujian yang Ogura berikan.
“Kau benar-benar terharu?” tanya Ame.
“Tentu saja tidak.” Ogura langsung melepas pelukannya dari Ame, yang membuat Ame langsung jongkok dan memutar-mutar telunjuknya di lantai.
Melihat kelakuan Ame, semuanya tertawa. Bahkan, Yume dan Kuro juga tersenyum meskipun hanya senyuman tipis saja.
Kuro menatap Ogura dan menunjuk ke arah pintu keluar dengan ibu jarinya. “Bukan kah kau seharusnya menjelaskannya kepada Taka mengenai tindakanmu melakukan Russian Roulette? Mungkin jika tidak dijelaskan dia tidak akan mengerti.”
Ogura melirik sedikit ke arah pintu keluar, lalu tersenyum setelahnya. “Tidak perlu. Dia tipikal orang yang suka menggunakan caranya sendiri untuk mengerti.” Dia sebenarnya tahu kalau Taka berdiri di balik pintu, namun dia tidak memberitahukannya kepada Kuro.
“Tapi, kenapa kau tadi tiba-tiba menodongkan pistolmu pada Taka? Apa tujuanmu melakukan hal itu?” Kaguya menatap serius Ogura, begitu juga dengan yang lainnya.
Ogura hanya tersenyum dan sedikit tertawa. “Tidak ada masalah serius. Aku hanya ingin tahu siapa saja yang lebih mempercayaiku dibanding mempercayai Taka. Itu saja.”
Jawaban Ogura membuat kelima rekannya menganggukkan kepala dengan tersenyum, seakan percaya pada jawabannya itu. Padahal, jawaban itu hanyalah salah satu alasannya saja, bukan alasan utama dia menodongkan pistolnya kepada Taka.
Ogura mengambil ponselnya dari dalam kantong dan melihat isi pesan yang diberikan Mr. Y sebelum dia meneleponnya tadi. Isi pesan itu adalah, “Shin dan timnya menemukan sebuah fakta bahwa salah satu anggota Troublemaker adalah anggota ‘Black Mask’. Meskipun kemungkinannya sangat kecil, tapi kau harus tetap waspada.”
Ogura tersenyum begitu membaca ulang pesan itu. “Kau mengirimkan pesan ini hanya padaku saja, ya, Mr. Y? Jadi, aku punya dua hipotesa terkait hal itu. Pertama, kau sangat percaya padaku sehingga mendiskusikan hal ini denganku. Kedua, akulah orang yang paling kau curigai sebagai pengkhianatnya. Karena dengan mengirim pesan ini, kau seakan mengirim sinyal padaku kalau aku sedang diawasi. Menarik. Mana yang kira-kira akan lebih dipercaya oleh anggota Troublemaker pada akhirnya? Penciptanya atau pemimpinnya?”
***
Jam sebelas malam di Kantor Pusat perusahaan suku cadang milik Otawara Shinji. Tuan Otawara baru tiba di basement untuk mengambil mobilnya dan segera pulang. Tiba-tiba saja dia menghentikan langkahnya, lalu melihat ke sekelilingnya karena merasa sedang diikuti.
“Siapa di sana?” tanya Tuan Otawara. Dia pun melonggarkan dasinya dan kembali berjalan menghampiri mobilnya. “Mungkin cuma perasaanku saja.”
Setelah masuk ke dalam mobil, Tuan Otawara terkejut begitu melihat ke cermin tengah mobilnya di mana ada seseorang duduk di kursi belakangnya.
"Paman Otawara, bagaimana kabarmu?" Orang itu menyalakan lampu dalam mobil, sehingga dirinya bisa dilihat jelas oleh Tuan Otawara.
Tuan Otawara mengelus-ngelus dadanya setelah melihat yang duduk di kursi belakangnya ternyata The Grim Reaper, lengkap dengan balutan perban hitam di seluruh wajahnya. "Aku tidak suka caramu menyelinap seperti ini, Reaper. Apa kau punya kunci cadangan mobilku atau meretas sistem keamanan mobilku untuk masuk ke dalam?" Dia menoleh ke arah Reaper dan mematikan kembali lampu sambil menatapnya dengan kesal.
Reaper tertawa. "Tidak perlu tahu bagaimana caranya aku bisa masuk ke dalam, Paman. Tujuanku ke sini ingin memberitahukanmu sesuatu.”
Tuan Otawara melepaskan dasinya dan kembali menatap ke depan. “Memberitahuku apa? Kalau tidak penting, aku akan benar-benar marah padamu.”
Reaper tertawa lagi. “Seekor 'Ular' sedang mengincarmu dan bersiap menancapkan bisanya padamu, Paman. Di turnamen poker nanti, sebaiknya kau hati-hati."
“Aku tidak mengerti maksudmu,” ucap Tuan Otawara bingung.
Reaper lagi-lagi tertawa. “Yang jelas, aku sudah memperingatkanmu, Paman. Kalau kau tidak hati-hati kau bisa saja terkena gigitannya. Kalau begitu, sampai jumpa lagi.” Reaper langsung keluar dari mobil itu meninggalkan Tuan Otawara dengan kebingungan.
Tuan Otawara pun memacu mobilnya pergi dari basement itu, sementara Reaper terus berdiri menatap ke arah mobil Tuan Otawara yang semakin jauh meninggalkannya.
"Apa perlu kita mengawalnya di hari itu?" tanya Hayate yang tengah berdiri menyandar pada tiang penyangga di belakang Reaper dan menyilangkan kedua tangannya di dada.
Reaper memasukkan kedua tangannya ke kantong celana dan berbalik badan menghadap Hayate. "Tidak perlu. Biarkan mereka bermain-main sebentar dengan Paman Otawara. Kalau waktunya sudah tiba, baru kita yang akan bermain-main dengan mereka."
Hayate menatap sejenak Reaper, lalu menundukkan kepalanya. "Aku mengerti. Kalau begitu, sebaiknya sekarang kita ke bar. Mereka pasti sudah menunggu."
“Iya, aku tahu.” Reaper berjalan duluan, diikuti oleh Hayate di belakangnya.
Ketika mereka berdua baru saja meninggalkan Kantor Otawara Shinji, sebuah pesan singkat masuk ke ponsel milik Reaper dan langsung dibaca olehnya. Pesan itu dikirim dari kontak yang dinamakannya ‘Admiral’ dan isi pesannya adalah, “Ada tiga orang polisi datang ke tempatku. Mereka mencari orang yang bertemu denganmu di malam sebelum ketujuh ‘monster’ itu berkumpul. Kalau dibiarkan, rencana penyamarannya bisa terbongkar.”
Reaper menghentikan langkahnya dan menatap ke depan mengepal kuat kedua tangannya. “Sampaikan ke yang lain, Hayate. Kita akan melakukan Rencana B.”
***
Di waktu yang sama di markas Troublemaker. Berjam-jam sudah berlalu sejak para anggota Troublemaker mengajari Ame secara bergantian. Asuka dan Yume sudah pulang satu jam yang lalu. Tiga dari anggota Troublemaker sudah tertidur pulas, yakni Kaguya, Kuro, dan Ame. Sementara Taka belum kembali semenjak keluar sore tadi dan Ogura tengah menikmati segelas sake di mini bar dengan hanya menyalakan satu lampu saja.
Ogura terus memutar-mutar gelas sake-nya, dan terus menatapnya dengan tatapan kosong. Meskipun sedang melamun, dia melirik sejenak ke belakang karena menyadari ada seseorang yang berdiri tak jauh di belakangnya. Dia pun berbalik badan dan melempar gelasnya, namun orang itu bisa menangkapnya dengan mudah.
“Kalau aku ini Ame, dadaku pasti sudah memar karena terkena lemparan gelasmu.” Taka melempar lagi gelasnya kepada Ogura, yang langsung ditangkapnya dengan baik.
Ogura menghadap ke meja lagi, lalu menuangkan sake ke dalam gelasnya. “Aku sering ditikam dari belakang. Entah sudah berapa ratus kali. Jadi, insting untuk mengetahui keberadaan seseorang yang ada di belakangku, sudah sangat terasah.”
Taka mengambil sebotol white wine dari rak botol, lalu duduk di sebelah kiri Ogura. “Itu artinya kau tahu kalau aku berdiri di balik pintu tadi.”
Ogura tertawa kecil dan menggeleng-gelengkan kepalanya, sementara Taka meneguk white wine-nya langsung dari botolnya.
Ogura melirik ke arah Taka. “Kau menerima pesan dan dihubungi oleh Mr. Y tadi?”
Taka menganggukkan kepalanya. “Mr. Y sepertinya punya banyak sekali nomor ponsel dan alamat e-mail. Nomor Mr. Y di kontakku dan Ame saja berbeda, meskipun orangnya sama. Itu sebabnya, dia bisa menghubungi kita berdua di waktu yang bersamaan.”
Ogura menatap Taka dan mengajaknya bersulang. “Jadi, menurutmu siapa di antara kita berdua pengkhianatnya? Siapa di antara kita berdua anggota ‘Black Mask’ yang sedang melakukan penyamaran? Dan siapa di antara kita berdua yang akan menikam dari belakang?”
Taka menatap balik Ogura dan menerima ajakan bersulangnya. “Entahlah.”
“Kalau menurutmu, Kaguya?” Ogura menatap ke arah Kaguya yang tengah berdiri tak jauh di belakang mereka, begitu juga dengan Taka.
“Aku sendiri juga tidak tahu,” jawab Kaguya datar.
Seketika itu juga, ponsel mereka bertiga bergetar bersamaan karena ada sebuah pesan singkat yang baru saja masuk. Dari ponsel ketiganya, siapa yang kira-kira mendapatkan pesan dari Hayate? Atau hanya sebatas kebetulan?
Bersambung.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro