Chapter 26: Kesibukan di Dua Jalur yang Berbeda
Jam dua belas siang. Setelah pertemuan di Shigure Corperation, Tim Troublemaker berkumpul di meja Texas Hold’em Poker yang mereka jadikan meja rapat. Meja yang sebelumnya rapi itu, berubah menjadi berantakan. Tumpukan kotak pizza, beberapa kaleng minuman, bekas plastik makanan ringan, dan juga beberapa senjata milik mereka.
Sementara keenam rekannya duduk di kursinya masing-masing, Ogura duduk di sisi lain meja layaknya seorang bandar judi. Dia tengah membersihkan pisau-pisaunya dengan kain. “Besok, kita akan terbagi menjadi empat tim. Yakni ‘Waarnemer’, ‘Three Musketeers’, ‘Eagle Eye’, dan ‘Adorable Rain’.”
Kaguya menyeruput kopi kalengannya, lalu menyandarkan badannya pada kursi dan menatap Ogura heran. “Maksudnya?”
Ogura menancapkan tiga buah pisaunya dengan pola segitiga tepat di hadapannya. “’Three Musketeers’, tugasnya adalah saling membantu satu sama lain dalam mengendalikan keadaan. Anggotanya Kaguya, Kuro, dan Asuka. Saat turnamen dimulai, aku tidak bisa bicara dengan kalian, tapi aku tetap bisa mendengarkan. Jadi, aku ingin kalian bertiga selalu memberikanku informasi jika ada sesuatu yang janggal terjadi di dalam Kasino.” Ogura menatap ke arah mereka bertiga secara bergantian, yang langsung dibalas dengan anggukkan kepala dari ketiganya.
Tak seperti Kuro dan Asuka, Kaguya terlihat masih ragu seperti ada yang mengganjal pikirannya. Ada perkataan Ogura yang membuatnya bingung. “Kau bilang, kau tidak bisa bicara pada kami saat turnamen dimulai. Lalu, bagaimana caramu memberikan instruksi atau sekedar berinteraksi dengan kami?” Kaguya terus menatap Ogura, begitu juga yang lainnya.
Ogura sedikit tertawa, lalu menancapkan sebuah pisau di sebelah kanan tiga pisau berpola segitiga dan menatap ke arah Taka setelahnya. “’Eagle Eye’, tugasnya menjaga tim yang ada di dalam Kasino dari jarak jauh. Memantau lewat rekaman CCTV atau bisa juga dengan teropong senjatanya. Selain itu, dialah yang akan jadi jembatan komunikasi di antara aku dengan kalian. Apa kau bisa melakukan hal itu dengan baik, Taka? Mengingat … kau pernah ada di posisi itu sebelumnya dan gagal melakukannya.”
Taka menatap balik Ogura dengan tajam, mengokang pistolnya dan meletakkannya kembali di atas meja dengan menghadap ke arah Ogura. “Aku bukan tipikal orang yang suka melakukan kesalahan yang sama. Dan aku juga bukan tipikal orang yang bisa terus bersabar jika masa lalunya diungkit oleh orang lain.”
Ogura tertawa kecil dan menggelengkan kepalanya. “Seram … seram … seram….”
Pertikaian kecil antara Ogura dan Taka membuat suasana menjadi canggung. Tapi karena pertanyaannya belum sepenuhnya terjawab oleh Ogura, Kaguya memilih untuk mengabaikan kecanggungan itu.
“Tapi, bagaimana cara Taka menjembatani komunikasinya?” tanya Kaguya.
Ogura mendaratkan telapak tangan kanannya di atas meja, lalu mengetuk-ngetuk meja beberapa kali hanya dengan menggunakan telunjuknya. Melihat hal itu, Kaguya semakin bingung, begitu juga dengan anggota yang lain. Namun, ketika Kaguya ingin bertanya lagi ….
“’Jangan sampai salah mengartikan setiap kode yang akan aku berikan besok.’ begitulah arti dari Kode Morse yang dikirimkan Ogura lewat ketukan jari telunjuknya.” Taka menunju telapak tangan Ogura yang ada di atas meja.
Ogura mengangkat tangannya dari meja, lalu menatap Kaguya dengan tersenyum.
“Bagaimana? Sudah mengerti sekarang bagaimana caranya?”
Kaguya menganggukkan kepalanya dengan tersenyum dan berkata, “Sudah.”
Ogura menancapkan dua buah pisaunya di sebelah kiri tiga pisau berpola segitiga dan menatap ke arah Ame dan Yume bergantian. “’Adorable Rain’, tugasnya mengawasi dari dalam mini bus dan pergi jika keadaannya menjadi buruk. Ame akan membimbing semua tim yang ada di dalam Kasino lewat pantauan CCTV dan Yume yang akan menjaganya. Kalau aku bilang kalian harus pergi, artinya kalian harus pergi tanpa perlu banyak bertanya lagi.”
Adrenalin Ame tersentak. Dia terlihat sangat tidak setuju dengan apa yang Ogura katakan. “Apa maksudmu? Aku tahu keadaan bisa berubah kapan saja, tapi kenapa kami malah disuruh pergi meninggalkan kalian? Bukankah kami seharusnya menjemput kalian?”
Ogura menunjuk Ame menggunakan pisaunya, lalu menggores meja dengan bentuk lingkaran berukuran kecil dan menusuk-nusuk meja beberapa kali di sekitar ukiran lingkaran itu. “Semut akan lebih mudah dimusnahkan jika mereka berkumpul dalam satu tempat, tapi akan sulit dimusnahkan jika mereka semua berpencar.”
Ogura pun kini menatap Ame dengan tatapan serius. “Bagus kalau kau sudah mengerti keadaan bisa berubah kapan saja, tapi kau juga harus mengerti bagaimana cara menanggulangi keadaan yang sudah memburuk. Daripada mengkhawatirkan kita berlima yang notabenenya memiliki ketangkasan bertarung, lebih baik kau pikirkan dirimu sendiri yang tidak memiliki hal itu. Bahasa kasarnya, dalam situasi itu kau hanya akan menjadi beban bagi kami.”
Mendengar perkataan Ogura, Ame sama sekali tak bisa membantahnya. Dia hanya bisa mengepal kuat kedua tangannya dan menundukkan kepala. Dia begitu kesal karena merasa dirinya sangatlah lemah dan hanya menjadi beban saja bagi yang lainnya.
Ogura menancapkan pisaunya lagi di depan semua pisau yang telah ditancapkannya tadi. “Terakhir, ‘Waarnemer’, yaitu aku sendiri. Aku akan benar-benar fokus mengamati gestur, gerak-gerik, kebiasaan, dan perilaku Otawara Shinji selama turnamen itu. Aku bukan tidak membutuhkan bantuan kalian untuk melakukannya, tapi aku justru sangat membutuhkan hal itu. Kalau ditambah pengetahuan kalian, aku yakin keakuratan analisaku akan bertambah sampai empat kali lipat dari biasanya.” Ogura tersenyum lebar menatap keenam rekannya.
Setelah merasa semua rekan-rekannya telah mengerti rencana yang akan mereka eksekusi besok, Ogura mencabut semua pisaunya dan menatanya kembali di dalam jaket. Begitu selesai, dia langsung berdiri dan melangkah pergi meninggalkan tempat rapat.
“Kau mau ke mana?” tanya Kaguya heran.
“Sudah kubilang, kan? Kita akan melatih Ame menggunakan senjata dan bertarung dengan fisiknya.” Ogura sengaja meninggikan suaranya agar Ame juga dapat mendengarnya.
Ame yang semula menundukkan kepala meratapi kelemahannya, langsung bangkit dari kursinya. Dia mengepalkan kedua tangannya dan mengakatnya sepundak, lalu menatap ke atas seperti orang yang sudah terisi penuh dengan semangat. Kelakuan Ame itu membuat keenam rekannya tersenyum dan geleng-geleng kepala.
***
Di waktu yang sama di Kantor Pusat Kepolisian Arufabetto, tepatnya di ruang kerja keenam anggota tim khusus Tuan Shin. Sagiri berdiri di depan layar proyektor, baru selesai menjabarkan biodata, catatan kriminal, serta kabar burung mengenai ketujuh anggota Troublemaker. Namun, dirinya terlihat tak begitu bersemangat. Mengingat, ruangan yang harusnya diisi enam orang itu, hanya ada dirinya, Kotaro dan OC saja.
Kotaro bersandar pada kursi dan menaikkan kedua kakinya ke atas meja kerjanya dengan posisi menyilang. “Ah … kita harus mulai dari mana? Melihat catatan kriminal mereka, semuanya sama-sama tidak bisa dipercaya. Mereka punya potensi yang sama mengkhianati Mr. Y. Sulit bagiku secara pribadi mempercayai mereka.”
Sagiri mematikan proyektor dan menyalakan lampu ruangannya kembali. Dia kembali ke meja kerjanya, meratapi berkas mengenai ketujuh anggota Troublemaker di tangannya. “Andai saja ada Waltz, setidaknya kita bisa punya satu atau dua rencana meskipun hasilnya tidak bagus. Kalau hanya ada kita bertiga, percuma.”
Kotaro menurunkan kedua kakinya dari atas meja, lalu duduk memangku kepalanya dengan tangan kanannya yang bertumpu pada meja. “Benar. Aku dan kau kan ‘otak’nya di otot, tak seperti Waltz. Meskipun kuakui kau lebih rajin dan teliti dibandingkan diriku. Makanya kau diangkat menjadi asisten pribadi Sensei.”
Sagiri langsung bangkit dari kursinya dan menghampiri meja kerja Kotaro. Dia berdiri tepat di hadapan Kotaro, memrentangkan kedua tangannya ke atas meja dan menatap kesal Kotaro. “Sudah tahu begitu, kenapa kau malah bertukar posisi dengan Waltz? Kalau kalian tidak bertukar tempat, Waltz bisa ada di sini dan ikut mendiskusikan penyelidikan.”
Kotaro berdiri dan menatap balik Sagiri dengan kesal juga. “Itu artinya kau ingin aku yang babak belur? Bagaimanapun juga aku ini ‘Senpai’-mu, hormatlah sedikit. Lagipula Waltz tidak bisa mengendarai sepeda motor, mana mungkin dia bisa mendekati CFR.”
Sagiri mendekatkan wajahnya pada Kotaro dan mengernyitkan keningnya. “Tapi kemampuan bertarungmu jauh di atas Waltz. Kau pasti bisa seimbang melawan ‘Brutal Girl’ itu. Setidaknya, kau pasti tidak mengalami luka separah dia. Bilang saja kalau kau ingin bertemu dengan si CFR itu karena kau sudah lama mengidolakannya. Iya, kan?”
Kotaro memundurkan wajahnya karena perkataan Sagiri itu memang benar, tapi dia tidak mau mengakuinya. Dia memalingkan wajahnya ke sana ke mari, lalu menatap Sagiri lagi. “Kenapa tidak kau saja yang melawan ‘Brutal Girl’ itu? Kaliankan sama-sama perempuan. Setidaknya, dia pasti lebih mengalah. Bilang saja begitu melihat wajah tampan ‘Giggolo’ itu kau jadi tertarik dengannya. Iya, kan?”
Kini giliran Sagiri yang memundurkan wajahnya. Mereka berdua pun saling adu kepala dan menatap sinis satu sama lain, tak mau mengalah. Di tengah pertikaian di antara keduanya, tiba-tiba saja ….
“Ketemu. Sepertinya aku tahu kita harus memulai penyelidikan ini ke mana.” OC bangkit dari kursinya dan terus menatap layar komputernya.
Sontak, Sagiri dan Kotaro pun menghampirinya dan ingin melihat juga layar komputer OC. Namun, mereka berdua sama-sama tidak mengerti apa maksudnya. Di layar komputer OC terpampang sebuah foto gedung parkiran yang gambarnya buram. Keduanya saling senggol dengan siku, karena tak mau bertanya duluan. Akhirnya, Sagiri pun mengalah.
“Apa maksudnya dengan gambar ini OC?” Sagiri menatap OC yang masih diam mematung menatap layar komputernya.
Kotaro menyilangkan kedua tangannya di dada dan memegangi dagunya dengan tangan kanannya. “Apa jangan-jangan dua sosok bayangan yang ada di dalam foto itu, salah satunya adalah pimpinan ‘Black Mask’, TGR? Kau kan penggemar beratnya, pasti kau tahu postur idolamu meski hanya sebatas bayangan buram saja.”
OC langsung mengguncang tangan kiri Kotaro saking senangnya. Dia tidak menyangka Kotaro mengerti apa yang dimaksudkannya. “Kau setuju, kan, Kotaro? Sudah kuduga kau pasti akan memahami teoriku ini. Itu pasti dia, Kotaro. Aku yakin sekali. Aku sudah menjadi penggemar beratnya sejak kemunculannya beberapa bulan lalu.”
Sagiri menepuk keningnya. “Kadang, aku tidak mengerti bagaimana jalan pikiran seorang fans terhadap idolanya. Sampai-sampai bisa tahu idolanya hanya dengan bayangan hitam yang tidak jelas begitu.” Dia menatap kedua rekannya dengan tatapan kasihan karena turut prihatin melihat keduanya sudah seperti budak idolanya sendiri.
“Lalu, siapa sosok pria yang berdiri dijuan maga dan posisi?” tanya Sagiri.
OC menatap Sagiri dengan tatapan kecewa. “Itu dia, aku tidak tahu. Karena anggota ‘Black Mask’ yang baru diketahui hanya TGR dan Hayate saja. Yang jelas, itu bukanlah Hayate, karena tinggi badannya hanya sekitar 175cm. Sementara sosok bayangan di sebelah TGR itu tingginya mencapai 180-183cm.”
“Tidak,” ucap Kotaro. Kotaro mengembalikan zoom in dari gambar itu dan menunjuk ke arah dua bayangan hitam berada. “Bisa saja itu Hayate. Dari jarak CCTV ke gedung parkiran itu cukup jauh. Kalau salah satu dari mereka berdiri dekat ke tepian, mereka akan terlihat lebih tinggi. Begitu juga sebaliknya. Tinggi badan tidak bisa kita jadikan acuan.”
Mendengar penjelasan Kotaro, OC beserta Sagiri kembali meniliti gambar itu dengan saksama. Namun, Sagiri baru menyadari sesuatu yang cukup penting.
“Sebentar. Kenapa kita menyelidiki gambar ini? Memangnya, ada hubungannya dengan Troublemaker?” Sagiri menatap OC dengan serius, diikuti juga oleh Kotaro. Keduanya sama-sama menunggu jawaban dari OC.
OC menepuk keningnya dan menggelengkan kepala. “Maaf, aku lupa memberitahu kalian berdua.” OC duduk kembali di kursinya, kemudian membuka sebuah file folder yang berisi rekaman video dengan tanggal yang berurutan. “Ini adalah hasil gambar salah satu CCTV di sekitar Kota S seminggu yang lalu. Rekaman ini diambil sekitar jam sepuluh malam. Artinya TGR bertemu dengan seseorang di Kota S, Kota di mana Shigure Corperation berada, di malam sebelum pertemuan yang Mr. Y adakan dengan ketujuh anggota Troublemaker.”
Adrenalin Kotaro dan Sagiri tersentak. Keduanya langsung kembali ke mejanya masing-masing untuk mengambil senjata dan juga perlengkapan mereka.
Melihat hal itu, OC bingung. “Kita pergi ke sana? Tapi, kalau sosok bayangan hitam itu ternyata adalah Hayate bagaimana?”
Sagiri memasukkan kembali pistolnya ke dalam sarung yang tersemat di pinggangnya. “Meskipun kemungkinannya kecil, setidaknya kita telah mencoba.”
Kotaro menatap sejenak OC dengan tersenyum. “Daripada cuma berdiam berdiri di sini dan bertengkar terus dengan adik seperguruanku. Iya, kan?”
“Kau lah yang memulainya,” ucap Sagiri kesal.
Melihat semangat Kotaro dan Sagiri, OC pun memasukkan segala macam peralatannya ke dalam tas dan juga koper kecil miliknya. “Aku yakin itu pasti TGR. Tapi aku tidak yakin kalau sosok yang bersama dengannya itu adalah Hayate. Kalau memang benar sosok itu adalah salah satu daki ketujuh anggota Troublemaker, itu artinya Mr. Y dalam bahaya.”
Setelah mereka menyiapkan segala peralatan yabg dibutuhkan, mereka pun bergegas menuju gedung parkiran di Kota S itu dengan menggunakan mobil jip. Ekspresi Kotaro dan Sagiri memang terlihat tenang selama perjalanan, namun di dalam pikiran keduanya dan juga OC, sangat berharap bahwa apa yang ditemukan nanti bukanlah hal yang mereka takutkan. Meski tak bisa mereka pungkiri kalau kemungkinan kecil itu bisa sangat mungkin terjadi.
Bersambung.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro