Chapter 22: Permainan yang Seru
Ogura, Taka, dan Ame tiba di markas. Ogura dan Taka berjalan terburu-buru setelah keluar dari mobil, membuat Ame kesulitan mengejar mereka. Ame juga belum mengerti apa yang sebenarnya terjadi, karena pertanyaannya tadi tidak dijawab oleh Ogura maupun Taka.
Begitu Ogura dan Taka masuk ke dalam markas, keempat rekannya yang lain langsung menghampiri keduanya dengan ekspresi cemas dan khawatir tergambar di wajah mereka masing-masing.
"Kalian berdua sudah melihat pesan dari Mr. Y?" tanya Kaguya.
"Sudah. Ame yang memberitahukannya pada kita berdua," jawab Ogura menatap balik Kaguya dan menyilangkan kedua tangannya di dada.
"Lalu, apa yang harus kita lakukan?" tanya Asuka.
Ogura menundukkan kepalanya sejenak, lalu menatap Asuka. "Untuk saat ini, tak ada yang perlu kita lakukan. Karena kita baru 'diperhatikan' belum 'diburu'. Tapi kalau melihat isi pesan Mr. Y sepertinya dia sama sekali tak ada niatan untuk memburu kita. Dia terlihat seperti orang yang ingin mengambil pekerjaan kita."
Kuro menatap Ogura dan ikut menyilangkan kedua tangannya di dada juga. "Kalau seseorang ingin mengambil pekerjaan orang lain, hanya ada satu cara yang dapat dilakukannya. Cara pengecut yang tidak pernah aku sukai."
"Hal itu bisa sangat mungkin terjadi. Dengan senang hati aku akan menyambutnya." Ogura tersenyum puas seperti sudah tak sabar lagi.
Di tengah pembicaraan itu, Ame mengangkat tangannya, yang langsung membuat dirinya jadi fokus tatapan keenam rekannya. "Aku sama sekali tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Bisa salah satu dari kalian jelaskan padaku?"
Taka berdiri menghadap Ame dan menatapnya datar. "Bagi kami para pembunuh bayaran atau orang-orang yang bekerja di dunia bawah, tentu tahu siapa serigala yang dimaksudkan oleh Mr. Y. Dia adalah Shin Musano, Kepala Kepolisian Arufabetto. Jika orang sepertinya sudah memperhatikan kita, itu artinya kita benar-benar harus waspada. Lengah sedikit saja, kita akan tertikam taring kawanan serigalanya. Kau mengerti sekarang?"
Ame menelan ludah dan menganggukkan kepalanya. Rasa penasarannya berubah menjadi perasaan takut. Mendadak, dia merasa menyesal sudah bertanya.
Ogura menurunkan kedua tangannya dan menatap keenam rekannya satu-persatu. "Seperti yang sudah kubilang tadi. Untuk saat ini kita tidak perlu melakukan apapun. Pulang dan tidurlah dengan nyenyak. Kumpulkan tenaga sebanyak mungkin, kalau-kalau serigala bersama kawanannya datang menyerbu. Kalian mengerti?"
"Osh," ucap keenamnya serempak.
***
Satu jam sebelumnya di sebuah bar di Kota F. Mr. Y sedang bertemu dengan seseorang. Keduanya duduk bersebelahan di meja yang berhadapan langsung dengan bartender.
"Untuk saat ini hanya itu yang bisa aku laporkan, Tuan," ucap laki-laki berbadan kekar dan berambut hitam cepak, yang tak lain adalah orang yang bertemu dengan Mr. Y
"Terima kasih atas laporanmu. Kau sudah boleh pergi sekarang." Mr. Y meneguk minumannya dan mengelap mulutnya dengan ibu jarinya.
"Baik, Tuan." Laki-laki itu pun keluar dari bar.
Mr. Y terjebak dalam lamunannya. Dia terus saja menatap gelas minumannya sambil sesekali memutar-mutarnya. Entah apa yang sedang dipikirkannya saat ini. Tapi dari raut wajahnya, dia terlihat murung dan sedih.
Tiba-tiba saja, ada seorang pria berpakaian rapi duduk di sebelah kiri Mr. Y. "Satu botol guiness," ucapnya pada bartender.
Mr. Y tersadar dari lamunannya begitu mendengar suara pria yang baru saja duduk di sebelahnya itu. Dia menoleh perlahan ke sebelah kiri, dan benar saja, pria itu adalah orang yang sangat dikenal olehnya.
"Shin. Untuk apa kau datang menemuiku? Tidak baik seorang kepala polisi terhormat berada di bar kecil seperti ini. Apa yang akan masyarakat katakan nanti?" Mr. Y memalingkan pandangannya ke depan, lalu meneguk lagi minumannya.
Tuan Shin tertawa kecil dan langsung meneguk minumannya yang baru saja datang. "Ah ... ini yang aku butuhkan. Aku ke sini untuk menikmati bir dan mengenang masa-masa saat aku masih menjadi seorang perwira. Kebetulan saja aku bertemu denganmu di sini."
Mr. Y memajukan gelasnya ke depan, bermaksud meminta bartender menambah lagi minumannya. "Langsung saja ke intinya, Shin. Kau dan aku adalah sahabat yang sudah sejak lama saling mengenal. Sesama sahabat, tak ada yang perlu disembunyikan."
Tuan Shin memutar kursinya menghadap ke arah Mr. Y, menyilangkan kedua tangannya di dada dan menatap Mr. Y dengan serius. "Aku dengar Tuan Okada memintamu melakukan sesuatu. Sesuatu yang tidak mudah untuk dilakukan. Aku ingin mendengar langsung darimu, apa permintaanya kepadamu?"
Mr, Y sedikit tertawa. "Maaf, aku tidak tahu apa maksudmu. Kalau kau ingin bermain gim simulator investigasi, aku tidak berminat untuk ikut di dalamnya."
Tuan Shin memutar kursinya lagi membelakangi meja. "Kau yang berkata tidak ada yang disembunyikan dari sahabat, tapi kau sendiri yang menyembunyikan sesuatu dariku. Saat ini,"-Tuan Shin menyandarkan kedua tangannya pada meja dan menatap ke langit-langit-"aku sedang bermain sebuah gim yang lumayan seru. Yaitu, gim merebut pekerjaan seseorang yang tidak kompeten dalam pekerjaannya. Apa kau tertarik untuk ikut bermain, Y?" Tuan Shin menatap Mr. Y dengan tersenyum, yang langsung dibalas oleh Mr. Y dengan tatapan tajam.
Begitu minumannya datang, Mr. Y langsung menenggaknya sampai habis dan berjalan pergi keluar dari bar itu. Namun begitu sampai di pintu, dia menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Tuan Shin. "Baiklah, aku akan ikut bermain. Tapi jangan salahkan aku jika semua pemainmu kalah semua nanti." Mr. Y mengeluarkan senyumannya, lalu pergi dari situ.
Tuan Shin menenggak juga minumannya sampai habis, mambayarkan minumannya dan juga minuman Mr. Y, lalu keluar dari bar itu. "Tujuh 'Monster' menakutkan melawan tujuh 'Pahlawan' terkuat. Siapa kira-kira yang akan menang?"
***
Di tengah keramaian malam di Kota M, Taka berbaur dengan pejalan kaki lainnya. Dia tak memandangi sekitarnya dan hanya fokus pada jalan yang ada di depannya. Tibalah dia di sebuah restoran sushi. Bukannya masuk ke dalam restoran, dia justru memasuki jalan sempit yang ada di sebelah restoran.
Taka terus menelusuri jalan sempit itu, hingga pada akhirnya dia sampai di Blok toko-toko tua yang jarang sekali dilalui orang-orang. Dia menengok ke kiri dan kanan sejenak, lalu kembali berjalan dengan memilih jalan di sebelah kanan.
Di jarak lima ratus meter di belakangnya, ada seorang pria sedang membidiknya dari atap sebuah toko dengan menggunakan senjata laras panjang. Dia terus mengarahkan teropong senjatanya ke arah area dada Taka tanpa goyah sedikitpun. Dia menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan, kemudian menarik palatuk senjatanya.
Secara mengejutkan di saat yang bersamaan Taka berbalik badan. Di momen sepersekian detik itu, dia menembakkan pistolnya ke arah atas yang menurutnya menjadi titik di mana si penembak jitu berada. Setelah menambakkan pistolnya, dia langsung bersembunyi di samping tempat sampah yang ada di sebelah kanannya, sehingga dia berhasil menghindar.
Pria itu menurunkan kepalanya, guna menghindari tembakan Taka. Benar saja, tembakan Taka mengenai tembok yang jadi penyangga senjatanya. Karena menghindar, sekitar satu detik dia lepas dari pantauan teropong senjatanya, namun dia sempat melihat Taka bersembunyi di balik tempat sampah. Dia pun membidik tempat sampah itu, lalu menarik pelatuknya lagi sampai beberapa kali untuk memberikan tekanan kepada Taka.
Namun ....
"Masih cepat seribu tahun bagimu untuk membunuhku. Siapa namamu?" Taka sudah berada di belakang pria itu dan menodongkan pistol ke kepalanya.
"Hamada, namaku Hamada." Hamada mengangkat kedua tangannya dan bangkit dari posisi tengkurapnya. "Bagaimana bisa kau sudah berada di sini? Padahal, aku melihatmu bersembunyi tadi." Dia duduk dengan bertumpu pada kedua lututnya dan kedua tangannya di belakang kepala.
Taka tetap menodongkan senjatanya sambil melepaskan teropong senjata milik Hamada. "Jangan pernah sekalipun melepaskan pandanganmu dari ini, Hamada. Satu detik saja, kau akan kehilangan segalanya. Aku membuat kesan seakan aku ingin bersembunyi. Saat kau menghindari tembakanku, aku langsung berlari secepatnya menuju ke sini. Sehingga, kau sama sekali tak menyadari kalau aku sudah tidak berada di sana."
"Jadi tembakanmu tadi tidak meleset? Melainkan, kau sengaja menembakkannya ke tembok itu?" Hamada menatap Taka dengan tercengang seakan tak percaya.
Taka menganggukkan kepalanya, lalu menempelkan moncong pistolnya ke kening Hamada. "Kau mungkin hebat dalam menembak, tapi kau tidak terampil dalam membunuh."
Hamada memejamkan matanya, pasrah. Jika Taka benar-benar menembaknya, dia sudah siap menemui ajal. Karena inilah risiko pekerjaan yang harus diterima olehnya.
Melihat Hamada memejamkan matanya, Taka menurunkan bidikan pistolnya ke paha Hamada. "Sampaikan salamku pada serigala alpha yang memerintahkanmu ke sini." Taka langsung menarik pelatuk pistolnya, yang membuat Hamada langsung terkapar memegangi area pahanya dan merintih kesakitan.
"Argh ... argh ... argh.... Terima kasih." Meskipun kesakitan, Hamada tetap berusaha menatap Taka dengan tersenyum karena sudah mengampuni nyawanya.
Taka menendang senjata milik Hamada, hingga terjun ke bawah dan hancur berantakan. Dia menyembunyikan pistolnya kembali ke dalam jaket, lalu berjalan pergi meninggalkan Hamada. "Aku tidak menembaknya di area yang fatal. Dalam waktu sebulan kau pasti akan sembuh. Tapi,"-Taka menghentikan sejenak langkahnya dan menoleh ke arah Hamada-"selamat merintih kesakitan selama menuruni tangga."
Hamada tertawa begitu mendengar guyonan Taka, namun setelah Taka pergi dia menangis karena tak sanggup lagi menahannya. Dia merasa bersyukur karena Taka tidak membunuhnya. Padahal, Taka bisa saja melakukannya.
***
Di saat yang sama, di jalanan sekitar Kota O. Yume sedang menunggu lampu merah selesai sambil menurunkan satu kakinya dari motor. Tiba-tiba saja, datang seorang pengendara motor di sebelah kirinya. Pengendara itu menatap ke arahnya, menganggukkan kepalanya satu kali dan memain-mainkan gas motornya seakan tengah mengajak Yume berduel.
Tersulut. Yume pun memain-mainkan gasnya juga sebagai tanda kalau dia menerima tantangan dari pengendara itu. Begitu lampu hijau menyala, keduanya langsung memacu motornya dengan cepat. Mereka berdua menyalip mobil demi mobil dan terus berpepetan jika tak ada yang menghalangi jalan mereka.
Menembus bagian luar restoran yang dipenuhi orang, masuk ke dalam jalan pertokoan yang ramai orang berlalu lalang, sampai menghancurkan beberapa fasilitas umum. Keduanya sama sekali tak saling mengalah, meskipun Yume terus unggul di depan. Namun, Yume mencium adanya kejanggalan dari balapan yang mereka berdua lakukan.
Banyak gangguan yang mereka ciptakan dan banyak juga beberapa tempat yang rusak akibat ulah mereka, namun belum ada satupun polisi yang mengejar mereka. Yume akhirnya memasuki jalan perumahan, lalu berhenti pertigaan jalan yang sepi. Pengendara yang mengajaknya berduel pun berhenti tak jauh di belakangnya. Yume turun dari motornya dan melepaskan helmnya. Dia mengambil pistol dari balik jaketnya, lalu berjalan menghampiri pengendara itu sambil terus menodongkan pistolnya.
Begitu sudah berada di hadapan pengendara itu, Yume menatapnya dengan tajam. "Siapa kau sebenarnya? Untuk apa kau mengajakku berduel seperti ini?"
Pengendara itu menurunkan sedikit resleting jaketnya dan membuka helmnya, sehingga Yume bisa melihat wajahnya yang blasteran Arufabetto-Eropa. "Salam kenal, namaku Kotaro Minerva." Dia menyodorkan tangannya bermaksud mengajak Yume berjabat tangan.
Yume tak menjabat tangan Kotaro dan malah mengarahkan pistol ke kepalanya. "Aku tidak butuh namamu. Yang ingin aku tahu siapa kau sampai bisa membuat polisi tak mengejar kita berdua? Atau jangan-jangan, kau ini salah satu serigala yang dikirim?"
Kotaro sedikit tertawa. "Sebenarnya, aku menawarkan diri untuk mengejarmu karena aku sangat penasaran dengan wajah aslimu. Kau adalah sosok 'Cute Face Rider' yang selama ini aku selalu perhatikan setiap kali ikut balapan liar. Kau benar-benar menakjubkan!"
Mendengar perkataan Kotaro, Yume kehilangan minat untuk membunuhnya. Perasaan kesalnya kini berubah menjadi perasaan jijik. Kotaro yang awalnya dianggap sebagai musuh, kini dianggapnya sebagai hama. Namun, Yume tak buta.
Yume menghampiri Kotaro dan mencengkram kerah jaketnya. "Jangan berpura-pura. Kalau ingin mengetahui tentang diriku, datanglah langsung ke balapan. Bukan membacanya melalui berkas di kantormu." Yume melirik ke arah kertas yang terselip di bagian dalam jaket yang Kotaro kenakan.
Sontak, Kotaro terdiam tak bisa mengelak. Kepura-puraannya tak mampu menipu Yume, karena dia melakukan kesalahan kecil. Dia pun hanya bisa melihat Yume kembali menaiki motornya dan pergi meninggalkannya.
"Gawat ... Shin Sensei pasti akan marah besar padaku. Aku bisa disuruh push-up seribu kali." Kotaro menyandarkan kepalanya pada setang, meratapi nasib yang akan menimpanya setelah kembali dari sini.
Bersambung.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro