Chapter 18: Refleks, Hujan, dan Meleset
Pistol dari orang yang ingin menembak Ogura terlempar. Tembakan Taka mengenai area telapak tangannya, yang membuatnya langsung duduk bersimpuh memegangi lengannya.
“Argh! Tanganku …,” rintih orang itu kesakitan.
Ogura melirik ke arah Taka dan menatap matanya yang memandang orang itu dengan tatapan membunuh. Dia sendiri sudah mengarahkan pistolnya ke kaki orang itu dan hanya tinggal menarik pelatuknya saja, tapi ternyata Taka jauh lebih cepat darinya.
Taka berjalan menghampiri pistol milik orang itu yang tergeletak di lantai. “Pergilah sebelum aku berubah pikiran dan menembak kepala kalian berempat,” ucapnya datar. Taka langsung menginjak pistol itu hingga hancur. Sontak, mereka berempat lari terbirit-birit.
Ogura menyimpan kembali pistolnya di pinggang, lalu meneruskan melepaskan ikatan Youu yang belum selesai Taka kerjakan. Sementara Taka, membereskan serpihan-serpihan pistol yang baru saja diinjak olehnya.
“Lucu sekali. Kau yang menghancurkannya, kau juga yang membereskannya.” Ogura tertawa kecil sambil sesekali melirik ke arah Taka.
“Daripada aku menembak mereka sebagai gertakan, lebih baik begini, kan?” Taka tetap fokus mengumpulkan serpihan pistol tanpa menatap balik Ogura.
Setelah semua ikatan Youu berhasil dilepaskannya, Ogura menepuk-nepuk pipi Youu dengan pelan untuk memastikan apa dia masih sadar atau sudah pingsan. “Youu, Youu, Youu. Apa kau masih sadar? Kalau iya, jawab aku.”
Youu menganggukkan kepalanya dengan pelan dan berusaha mengeluarkan senyuman di wajahnya. Hal itu membuat Ogura dan Taka tersenyum tipis karena merasa lega keadaan Youu tidak seburuk kelihatannya. Mereka berdua pun membawa Youu ke rumah sakit agar mendapatkan perawatan, baru kembali ke markas setelahnya.
***
Jam empat pagi di markas Troublemaker. Ogura dan Taka baru saja kembali setelah membawa Youu ke rumah sakit. Meski terlihat tetap tenang, namun mata keduanya terlihat sangat kelelahan. Namun, rasa lelah mereka sirna sebagian begitu melihat ketiga rekannya tertidur dengan pulasnya di jalur bowling.
“Jalur satu sampai tiga sudah digunakan. Aku ambil jalur lima, kau jalur empat, ya?” Ogura menatap Taka dan menaikkan kedua alis matanya.
Taka geleng-geleng kepala. “Terserah kau saja.”
Ogura melangkah mendahului Taka menuju ke jalur bowling. Setelah beberapa langkah, Ogura mengambil pistol dari balik jaketnya dan berbalik badan dengan cepat. Namun, ketika dia ingin mengarahkannya ke Taka, Taka sudah lebih dahulu mengarahkan pistolnya ke kepala Ogura.
Sontak, Ogura pun tertawa. “Seram … seram … seram….” Dia menjatuhkan pistolnya dan mengangkat kedua tangannya.
Taka menurunkan pistolnya dan mengambil pistol miliknya yang baru saja dijatuhkan Ogura. “Apa maksud dari tindakanmu ini? Aku kesulitan mengartikannya dengan baik.”
Ogura tertawa lagi dan menurunkan kedua tangannya. “Aku juga tahu orang itu akan mengarahkan pistolnya kepadaku. Jadi, aku sudah siap menembaknya. Tak kusangka, ternyata kau jauh lebih cepat. Membuatku penasaran, siapa kau sebenarnya?”
“Aku hanya pembunuh bayaran biasa. Tidak kurang, tidak lebih.” Taka berjalan menuju jalur empat arena bowling dan melewati Ogura begitu saja. Sementara Ogura menganggukkan kepalanya, mencoba percaya dengan apa yang Taka katakan.
Begitu keduanya tiba di arena bowling, Ogura tertawa begitu melihat pose tidur ketiga rekannya. Taka merasa heran dan mencoba mencari tahu alasan Ogura tertawa, namun tak dapat menemukannya.
“Apanya yang lucu?” tanya Taka.
Ogura menunjuk ke arah Kuro yang tidur di jalur tiga. “Lihat tangan kanan Kuro yang bersiaga di dadanya. Kau juga pasti sadar kalau ada pistol di sisi kiri jaketnya. Jadi, dia bisa mengambil pistolnya dengan mudah.”
Ogura menunjuk ke arah Kaguya yang tidur di jalur dua. “Tak perlu kuberitahu, kau pasti juga menyadari ada beberapa pisau berukuran kecil terusun rapi di balik lengan bajunya, sama sepertiku.
Ogura menatap ke arah Ame dan menghela napasnya. “Kita berdua tahu siapa yang akan mati pertama kali kalau tempat ini tiba-tiba diserang musuh.”
Taka hanya geleng-geleng kepala setelah mendengar alasan Ogura tertawa. Menurutnya, itu hanyalah hal sepele yang tak perlu dibahas. Dia pun merebahkan badannya jalur empat yang bersebelahan dengan Kuro.
Bukannya tidur di jalur yang tersisa, Ogura malah berjalan sampai di tempat pin bowling berada, lalu mengambil sebuah pin dan membawanya menghampiri Taka. “Mau melihat hiburan pagi-pagi buta?” tanyanya dengan tersenyum menatap Taka.
“Kalau Kuro marah, aku tidak mau ikut campur.” Taka memilih acuh dan memejamkan matanya pura-pura tidak tahu apa yang ingin Ogura lakukan.
Ogura mencari terlebih dahulu ke arah mana dia ingin melempar dan mengukur jaraknya. Setelah yakin dengan perhitungannya, Ogura melemparkan pin bowlingn-nya ke area kosong di dekat pintu masuk. Dan begitu pinnya mendarat dan menghentak keras lantai ….
Dorr!
Suara pistol Kuro bergemuruh ke seluruh penjuru ruangan. Tembakannya tepat mengenai pin bowling, yang membuatnya langsung hancur berantakan. Sementara pisau yang dilempar Kaguya tepat mengenai titik mendaratnya pin bowling.
Secara bersamaan, Kuro dan Kaguya menatap satu sama lain guna mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Mereka pun mendengar tawa kecil Ogura yang tengah berdiri di belakang keduanya.
Kuro menatap Ogura dengan sinis. “Orang yang mengganggu tidurku, biasanya tidak pernah kubiarkan bernapas lebih lama lagi.”
Kaguya menggaruk-garukkan kepalanya dan menatap Ogura dengan tatapan lesu. “Apa kau tidak punya hobi lain?”
Bukannya merasa bersalah, Ogura malah semakin puas tertawa. Ketika dia melihat Ame baru saja terbangun dengan santainya seakan tak terjadi apa-apa, tawanya semakin lepas.
“Suara nyaring apa tadi?” Ame mengucek-ngucek matanya dan menatap ke arah Ogura.
Ogura menghentikan tawanya dan menatap Ame dengan tersenyum. “Tidak ada apa-apa, Ame. Kembalilah tidur. Kita akan menjagamu dengan baik. Kalau perlu, tidurlah di sebelah Kuro. Setidaknya, kau tidak akan langsung mati begitu saja.”
Mendengar ucapan Ogura itu, Kaguya, Kuro, dan Taka sedikit tertawa. Karena kesadarannya masih melayang-layang di udara, Ame tidak tahu apa yang Ogura katakan.
“Apa kita ingin membahas hal yang penting? Kalau begitu, aku mau membasuh wajahku terlebih dahulu.” Ame langsung berdiri dan pergi ke kamar mandi.
“Tanggung jawab. Kau telah membuatnya terbangun seperti itu,” ucap Taka.
“Iya, aku tahu. Lagi pula, aku memang ingin menanyakan sesuatu padanya.” Ogura berjalan menghampiri Taka, lalu duduk di antara Taka dan Kuro. Setelah duduk, dia sengaja menepuk-nepuk pundak Taka supaya membuatnya sulit tidur.
“Kalian juga sebaiknya jangan tidur terlebih dahulu. Bukankah ini saat yang pas untuk para laki-laki di tim ini saling berkomunikasi agar lebih mengenal satu sama lain?” Ogura menatap Kaguya, Kuro dan Taka berharap agar mereka mau mendengarkannya.
“Perkataanmu ada benarnya juga.” Kaguya bangkit dari baringannya dan duduk bertongkat lutut membelakangi arena bowling.
“Apa boleh buat.” Kuro juga bangkit dari baringannya dan duduk bersila.
Taka mendesah saat bangkit dari baringannya. Agar rasa pegal di kakinya tidak muncul, dia menjurkan kedua kakinya ke depan sambil melakukan pelemasan pada lehernya.
Selang beberapa saat, Ame kembali dari kamar mandi dan langsung duduk di hadapan Ogura, Taka, dan Kuro. “Ada hal penting apa yang ingin kita bicarakan?” tanyanya serius.
Ogura menopang dagunya dengan tangan kanannya dan menatap Ame dengan serius. “Kita berenam, sama sekali buta akan dirimu. Artinya, kita tidak tahu seberapa kuat dirimu dari segi fisik dan kemampuan bertarung. Kalau soal meretas kau berada di atas banyak orang, tapi itu dirimu sebagai The Rainmaker. Yang mau aku tanyakan, sebeberapa hebat kemampuan fisik dan keahlian bertarungmu sebagai Ame?”
Ame menundukkan kepalanya dan menggaruk sisi kanan keningnya dengan telunjuk. “Aku tidak pernah bertarung dengan siapapun, apalagi menggunakan pistol seperti yang kalian semua lakukan. Aku tidak suka melakukan hal semacam itu.
Ogura, Taka, Kuro, dan Kaguya saling menatap satu sama lain. Isi kepala mereka sama saat ini. Ame yang tak pernah bertarung dan menggunakan senjata, malah berani mengambil pekerjaan berbahaya yang mempertaruhkan nyawa seperti ini.
Taka menyilangkan tangannya di dada dan menatap Ame tajam. “Bahaya itu ada di mana saja, Ame. Karena adalah seorang hacker, yang pasti memeliki musuh. Jika musuhmu menggunakan segala cara untuk mengalahkanmu dan menempuh jalan dengan menghabisi nyawamu, kau akan mati dalam hitungan detik tanpa melakukan perlawanan.”
Ogura mengambil pistol milik Kuro yang disembunyikannya di balik sisi kiri jaketnya, lalu meletakkannya di bawah dan mendorongnya ke arah Ame. “Maka dari itu, mulai besok kau akan belajar cara membela diri. Suka atau tidak.” Ogura menatap Ame dengan tersenyum, yang membuatnya langsung menelan ludah karena takut.
Prok! Ogura menepuk tangannya cukup keras, sehingga semuanya terkejut. “Baiklah, mengenai hal itu kita sudah menemukan jalan keluarnya. Sekarang, ada hal lain lagi yang ingin kutanyakan kepadamu, Ame. Mau menjawabnya atau tidak, terserah kau.”
Ame menatap Ogura dengan ekspresi takut. Dia tidak tahu apa yang ingin Ogura tanyakan. Tapi ketika dia melihat ekspresi ketiga rekannya yang lain terlihat serius, dia pun mencoba menghilangkan rasa takutnya.
“Hampir satu tahun yang lalu, kau membuat geger negara ini. Kau meretas sebagian besar ponsel semua orang hanya untuk menunjukkan sebuah video hujan berdurasi pendek. Apa tujuanmu melakukan hal itu? Apa arti dari video hujan itu?” Ogura menopang kepalanya dengan tangan lagi, bersiap mendengar jawaban Ame.
Ame tertawa kecil, membuat mereka berempat cukup terkejut. Tapi mereka tak mau bertanya kenapa Ame tertawa, karena mereka tahu itu hanyalah ungkapan ekspresi yang Ame keluarkan setelah mendengar pertanyaan serius Ogura.
Ame menghentikan tawanya. Dia menekuk kedua kakinya, lalu memeluknya dan menyandarkan kepalanya pada kedua lututnya. “Banyak orang bilang kalau setiap ada manusia yang meninggal, maka akan ada hujan yang mengiringinya. Aku terlahir tepat di hari kakekku meninggal. Hari itu tidak turun hujan. Jadi, demi menghormati mendiang kakekku, aku diberi nama ‘Ame’ yang artinya adalah hujan. Lima belas tahun kemudian, ibu dan ayahku meninggal karena kecelakaan pesawat. Dan lagi-lagi saat itu tidak turun hujan.
“Aku tinggal bersama pamanku setelah itu. Rasa sedih dan kehilangan kedua orang tua, membuatku menutup diri dan menjadi hikikomori. Hari-hariku hanya kuhabiskan dengan bermain gim dan berselancar di dunia maya. Disaat itulah aku mulai belajar caranya meretas sebuah sistem. Belajar dan terus belajar, sampai akhirnya tak ada lagi yang bisa aku pelajari.
“Tanpa sadar, sudah dua tahun berlalu sejak orang tuaku meninggal. Aku pun berpamitan dengan pamanku karena ingin tinggal sendiri. Aku pergi sejauh mungkin, karena aku tidak mau menyeret pamanku ke dalam bahaya. Hanya dialah satu-satunya keluarga yang kumiliki. Sebelum pergi, aku ingin memperingati kepergian kedua orang tuaku, tapi lagi-lagi hujan tidak turun juga. Saat itulah kuputuskan untuk membuat hujanku sendiri.”
Ame menyembunyikan wajahnya dengan mendekapkannya ke lutut. Dia memeluk semakin erat kedua kakinya, guna melampiaskan rasa sedih yang sedang bergejolak saat ini. Melihat kondisi Ame itu, Kaguya ingin menceritakan masa lalunya juga. Maksudnya adalah untuk membuat Ame merasa kalau dia tidak sendirian.
“Aku juga kehilangan kedua orang tuaku. Ayahku selingkuh, lalu ibuku memutuskan untuk bunuh diri. Ayahku menikah lagi. Seperti tidak ada puasnya, dia berselingkuh lagi. Ibu tiriku terbakar emosi dan membunuhnya. Setelah membunuh ayahku, ibu tiriku bunuh diri. Aku punya dua ibu yang hidupnya berakhir dengan seutas tali. Sekarang, aku tinggal bersama adik perempuan ayahku yang seorang PSK.” Kaguya menatap Ame dengan tatapan datarnya.
Mendengar cerita Kaguya, tak hanya Ogura, Taka, dan Kuro saja yang langsung menatap ke arahnya, Ame pun juga. Mereka berempat memalingkan wajah dan menundukkan kepala bersamaan setelah beberapa saat.
Taka mendesah. Dia merasa bahwa mau tidak mau dia juga harus menceritakan tentang dirinya juga. “Sejak kecil aku ditelantarkan di panti asuhan. Saat umurku lima belas, aku dikirim ke Angkatan Darat, guna menjalankan pelatihan untuk menjadi tentara. Dua tahun setelahnya, aku direkrut ke dalam tim berjuluk ‘Elite Squadron’ dan tergabung dalam regu merah. Pasukan khusus berisi tentara muda berbakat yang tugasnya menjalankan misi yang menggunakan taktik gerilya. Lalu, datang sebuah tugas mustahil di atas meja regu merah. Menyelamatkan Kepala Polisi Kota T dari penyanderaan teroris yang seluruh badannya dipenuhi bom di mana-mana.”
Ogura menoleh ke arah Taka dan menatapnya datar. “Kejadian terkelam sepanjang masa Kota T. Tokoh utama penjaga keamanan Kota T tewas karena serangan teroris. Di berita, para teroris langsung meledakkan diri karena tak mau menunggu kedatangan negosiator. Aku penasaran, berita itu palsu atau tidak? Sepertinya kau tahu apa jawabannya, Taka.”
Kepala Taka tertunduk. “Saat itu terjadi hujan lebat disertai badai, sehingga jarak pandangku sedikit. Saat itulah untuk pertama kalinya dalam hidupku, tembakanku meleset.”
Bersambung.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro