Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 61

"Aku hanya ingin tahu kebenarannya."

Barangkali akan ada gunanya suatu saat nanti.

***

Beberapa saat setelahnya, Si Ming kembali dengan membawa buku tebal kecokelatan. Menunjukkan pada Long Jun yang entah kenapa sontak terpaku, mata bergetar yang diakhiri dengan desahan lembut.

"Yan Yue Hua jelas tidak memiliki kehidupan masa lalu, kehidupannya saat ini adalah murni yang pertama kali."

"Lalu ... wajahnya, kenapa ...?" Wen Rou jelas terkejut, merebut buku tersebut dari Long Jun.

"Bagaimana mungkin ini terjadi?" gumam Ta Hai.

"Aku tahu kalian pasti mengira Yue Hua ini reinkarnasi Ayong, tapi perlu kuberitahu ... Ayong tidak akan bisa bereinkarnasi." Keseriusan Si Ming sontak menarik pasang mata ke arahnya.

"Apa maksudmu? Apa yang terjadi pada jiwanya?"

"Mengenai kemiripan wajah, tentu aku sendiri tidak bisa menjelaskannya, Tian Di. Itu ... murni Langit yang menentukan, tapi aku bisa menjelaskan yang terjadi pada jiwa Ayong."

"Katakan," pinta Wen Rou cepat.

"Semasa Ayong hidup, tepatnya sebelum kematiannya. Ayong pernah mengatakan sesuatu dan menjadikan darahnya sebagai tanda keseriusannya."

"Aku akan menerima hukuman mati, tapi ...! Jika setelahnya terbukti diriku tidak bersalah ... maka kehidupan kalian semua bahkan keturunan-keturunan kalian dari berbagai generasi akan menanggung dosa-dosa kalian," lirih Long Jun, layaknya seseorang yang sedang membaca buku kehidupan masa lalu dalam kepalanya.

"Benar, Ayong mengatakan hal itu dan menggores telapak tangan, meneteskan darahnya." Wen Rou membenarkan seolah kejadian itu barulah terjadi kemarin.

"Perkataan itu yang membuat rohnya melebur dan jiwa menghilang, menyatu dengan Alam Manusia. Setiap hal yang terjadi pada manusia baik perang, penyakit, rasa dengki, iri dan hal buruk lainnya ... itulah Ayong," jelas Si Ming.

"Jika Zhao Yong tahu ... bukankah ini akan menjadi masalah baru?" tanya Ta Hai.

"Zhao Yong, tentu akan semakin marah akan kehidupan." Wen Rou menyentuh pelipisnya, memijat-mijat ringan.

Long Jun hanya memejamkan mata, menenangkan dirinya yang masih terkejut. Begitu mata terbuka kembali, dirinya menatap arah gerak jarum lempengan tembaga emas. Jauh dalam matanya terpancar kekhawatiran lengkap dengan kristal-kristal bening.

***

"Paman ...! Awen!"

"Mo Wang." Hormat keduanya.

"Shehan? Xun Xiao?"

"Mereka sudah pergi dan siap bertindak sesuai perkataanmu," jawab Awen.

"Paman, kenapa ...? Masih kurang setuju dengan arahanku?"

"Jelas aku paham perasaanmu, tapi kenapa makhluk lainnya yang tak ada hubungannya dengan konflik kita harus ikut menderita?"

"Cukup! Paman, ingat siapa dirimu sekarang," tekan Zhao Yong.

"Tentu aku ingat! Bahkan tahu betul besarnya ambisimu saat ini." Tatap lekat Paman.

"Baiklah ... Paman mungkin hanya butuh sedikit waktu lagi untuk menerima, bukankah begitu, Paman?" Awen bermaksud menghentikan ketegangan.

"Jika begitu, pikirkan cara yang dapat menguntungkan Alam Iblis nantinya," tekan Zhao Yong lagi.

"Paman," panggil Awen, menyadarkan dirinya untuk merespon.

"Mo Wang jangan khawatir, akan kupikirkan caranya," jawab Paman Ming.

Zhao Yong mengibaskan jubahnya dengan keras, wajah kesal kini menghadap ke arah lautan lava. Menengadah, menyalurkan asap merah kehitaman yang keluar dari tangannya ke atas langit, berbaur dengan langit gelap yang memantulkan cahaya kemerahan pula.

Sementara Yue Hua yang kini tertidur dalam kamarnya tampak gusar, kedua bola matanya bergerak-gerak lengkap dengan keningnya yang memunculkan garis-garis, ketidaktenangan.

"Cheng Yuan ...!"

Tak mendapat respon, dirinya memutuskan bergabung dalam keramaian. Mata memandang lurus Cheng Yuan yang duduk di antara hakim. Saat itulah, Yue Hua mengalihkan pandangan pada panggung, melihat kanselir dengan orang lainnya bersujud dengan tangan terikat.

"Bunuh dia! Penjahat mati saja sana!"

"Bunuh dia! Bunuh!"

"Apa yang terjadi?"

Tak ada yang merespon pertanyaan Yue Hua. Bukan hanya itu, orang-orang tampak tidak bisa melihatnya, membuat dirinya sendiri bingung akan situasi.

BLESHH!!!

BLESH!

BRUKK!

Pandangan kembali berfokus pada panggung yang berlumuran darah. Darah yang terus mengalir dari luka menganga leher seorang kanselir juga lainnya yang tak diketahui siapa. Sontak, Yue Hua terduduk lemas, menjatuhkan sebulir air mata, tersenyum pahit dengan tangan menggenggam erat tanah.

Fuqin ... Muqin, apa begini caranya kalian dulu meninggalkanku?

Satu per satu orang-orang pergi, dan di antaranya memang tidak ada yang bisa melihat keberadaan Yue Hua. Bahkan saat dirinya telah bangun sekalipun, orang-orang melalui tubuhnya begitu saja, tak tersentuh. Namun, Yue Hua tak ambil pusing akan hal aneh tersebut, memilih mengikuti Cheng Yuan kemudian, berjalan berdampingan hingga tiba dalam kediaman tan hua.

"Kau sering kemari?"

"Aku sudah membalaskan dendam keluargamu ... Yue Hua, bisakah kau kembali? Aku merindukanmu ...."

"Aku di sini, di sampingmu!"

"Kembalilah ke dunia ini, jangan pergi ke alam yang tak bisa kudatangi."

"Aku melakukannya demi keselamatanmu, Cheng Yuan ... semua demimu."

Setetes air mata bergulir, jatuh dari wajah seorang Cheng Yuan yang begitu terlingkupi kesedihan juga kesepian, menghantam permukaan. Setetes air itu pula berhasil menghantam hati Yue Hua, berusaha memeluk Cheng Yuan yang tak bisa digapai, berkali-kali terus mencoba hingga dirinya terjatuh dengan hanya bisa melihat kepergian Cheng Yuan.

"Cheng Yuan! Aku di sini ...!"

"Jika kau ingin kembali maka aku bisa membantumu, Yue Hua."

"Siapa ...? Siapa kau?!" Yue Hua bangun, menengadah mencari asal suara yang bergema di segala arah.

"Tidak penting siapa diriku. Kutanya, apa kau ingin kembali ke tempat asalmu?"

"Jika aku pergi, Zhao Yong ... dia ...."

"Tindakan Zhao Yong adalah tugasku untuk menghentikan. Jika kau bersedia, kau hanya perlu mengatakannya tulus dalam hatimu maka aku akan segera mengirimmu kembali ke alam asalmu."

Tiba-tiba cuaca berubah, angin kencang yang entah darimana datangnya mengambil alih. Tak sampai di situ saja, bahkan sang raja siang yang menggantung di singgasananya selama ini secara perlahan menghilang, termakan kegelapan layaknya malam tanpa bintang.

"Cheng Yuan!!!"

Dengan napas memburu, Yue Hua terbangun. Melihat sekitaran dengan keringat memenuhi pelipis.

"Apa itu hanya mimpi?"

Pertanyaan itu seolah bagaikan suatu pengingat bagi seseorang yang kini tersadar dari duduknya dalam posisi meditasi, tepat di dalam kamar paviliunnya, membuka kedua pasang mata yang seketika melangkah ke luar. Melihat kegelapan langit yang juga tanpa matahari.

"Long Jun!" panggil Ta Hai yang menghampiri dengan terburu-burunya.

"Apa semua alam mengalami hal ini?"

"Bukan hanya itu, bahkan siluman, Klan Duyung dan suku Iblis sudah bertindak. Mereka semua menyerang setiap alam secara bersamaan. Bahkan, menyebar wabah penyakit di Alam Manusia," jelas Ta Hai.

"Kirimkan pasukan langit membantu alam lainnya."

Long Jun mengepal sebelah tangan, mengatup rapat-rapat mulutnya yang menggambarkan garis tajam dari wajahnya yang jelas tak santai. Dimulai dari saat ini pula, tidak lagi ada cahaya terang menghiasi langit termasuk seberkas saja tidak, kedamaian hancur sepenuhnya. Tidak tahu kapan pagi atau siang dan tidak tahu pula sudah berapa hari berlalu.

Sementara Alam Manusia disibukkan dengan bencana wabah penyakit, salah satunya cacar yang menyebar hampir di setiap tempat. Juga bencana banjir yang menyebabkan gagal panen serta tutupnya jalur perdagangan, mematikan aktivitas kota sepenuhnya.

Ding Bei serta Zhen Xi yang sebelumnya memang ditugaskan untuk bertanggung jawab akan Alam Manusia, kini membawa beberapa pasukan langit bersama dengan prajurit kerajaan menjaga kota, dipimpin oleh Cheng Yuan serta Yuan Feng. Sementara Ding Bei dan Zhen Xi sendiri, sibuk mencari iblis penyebar cacar tersebut. Bahkan, Long Jun meminta beberapa Dewa Pengobatan untuk turun membantu.

Hal buruk lainnya juga tak terkecuali dengan alam lainnya, seperti Laut Timur yang sibuk dengan penyerangan Klan Duyung, bermaksud untuk merebut wilayah Laut Timur. Hal sama juga dialami Alam bunga dan Binatang. Alam yang tadinya dipenuhi warna kini hanya berupa alam mati tanpa warna dan dipenuhi abu. Hanya Alam Roh yang tidak terlalu terkena dampak serangan, setiap orang dalam alam sana berhasil menciptakan perisai dan tidak ingin ikut campur urusan pertempuran yang terjadi di luar sana.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro