Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 29

Kerajaan Yi - Alam Manusia.

"Guniang, ada apa?" tanya WanWan pelan.

"Hanya merasa bosan," gumam Yue Hua.

Paman kenapa tidak menemuiku hari ini? Apa telah terjadi sesuatu?

"Yan Guniang! Guniang! Guniang, apa kau sedang memerhatikan?"

"Guniang ... Guniang ... psstttt ... psssttttt!"

Melihat Yue Hua tidak bereaksi di dekatnya, WanWan seketika menyenggol pelan kakinya, menyadarkan Yue Hua yang terduduk melamun sambil memutar-mutar kuas di tangan. Tidak fokus dengan sesi pembelajaran yang hampir setiap siang dirinya jalani.

"Ada apa WanWan?" tanya Yue Hua dengan polosnya.

"Yan Guniang, apa sedang merasa tidak enak badan?"

"Ti-tidak ... lanjutkan saja Ny. Min," jawab Yue Hua.

Ny. Min kembali melanjutkan pembelajaran mengenai etiket istana dalam serta tata upacara pernikahan lengkap dengan hal lainnya. Hanya saja, rasa bosan yang dialami Yue Hua jauh lebih besar daripada keingintahuannya, tidak seperti hari-hari kemarin. Bagi dirinya, pembelajaran seperti ini bisa dilakukan sendiri lewat buku tanpa perlu seorang mentor, karena keberadaan mentor sama halnya dengan menambahkan ramuan tidur dalam makanan.

Namun, tidak ada yang bisa dirinya lakukan, karena mentor diberikan oleh permaisuri langsung dan ini merupakan salah satu aturan yang harus dirinya jalani sebelum pernikahan.

***

WUSH ...!

"Keahlian memanahmu semakin dan semakin membaik," puji Yuan Feng.

"Jarang aku bisa mendapatkan pujianmu."

"Itu bukan pujian untukmu ... melainkan untukku, Taizi."

"Kau semakin dan semakin pandai bergurau sekarang."

Keduanya tertawa dengan busur panah di tangan, satu per satu secara bergantian meluncurkan anak panah runcing, menghunjam bidikan.

"Belakangan ini, aku tidak melihat Lu Ring menemuimu ... berhati-hatilah," ujar Yuan Feng.

"Jika dirinya menargetkan aku, tentu tidak perlu khawatir. Sayangnya, bukan aku targetnya, diriku juga tidak bisa 24 jam selalu melindungi dan bersama Yue Hua."

"Selama dirinya sudah terpilih, tidak ada jalan mundur baginya."

"Kekuasaan ... hal yang paling kejam," gumam Cheng Yuan.

"Persiapkan dirimu dengan apa pun yang akan terjadi, jangan terlalu tenggelam dalam lautan hatimu."

"Tepatnya kau ingin menenangkanku atau tidak?"

"Jangan terlarut dalam mimpi indah palsu, sadar dan terima kenyataan meskipun pahit dan gelap ... tidak ada yang selalu berjalan sesuai kehendak kita sendiri, tapi akan jika itu takdir yang menetapkan," jawab Yuan Feng.

"Perkataanmu, sungguh kejam padaku."

"Sebagai teman tentu aku berharap akan kebahagiaanmu, tapi sebagai bawahanmu, aku harus menyadarkanmu demi kerajaan serta rakyat."

"Jangan khawatir, aku akan menjaga semuanya dengan baik ... apa pun itu termasuk Yue Hua," ujar Cheng Yuan mantap.

Cheng Yuan membidik, mengunci erat titik target dengan binar mata tajamnya, melepaskan panah, melesat dengan cepat tanpa ragu hingga menghunjam tepat sasaran.

"Ayo kita pergi!"

Dengan senyum mengembang, Cheng Yuan meletakkan busur panah di atas meja. Meninggalkan lapangan memanah bersama Yuan Feng.

"Luruskan lagi punggungmu, mata lurus ke depan dan langkahkan kaki seringan mungkin tanpa mengeluarkan suara," ujar Ny. Min.

Yue Hua mengikuti arahan, selangkah demi selangkah dan bolak-balik di halaman depan kediaman. Tampak lelah, keringat pun menghiasi pelipisnya, sementara Ny. Min terus saja mengoceh dengan buku di tangannya, membaca peraturan istana dalam.

Paman, ke mana dirimu saat aku benar-benar butuh sekarang ...? Tolong bantu aku pergi dari sini.

Merasa terawasi, sontak Yue Hua mengalihkan pandangan ke arah gerbang, menangkap bayangan aneh yang sembunyi-sembunyi sebelum akhirnya tersenyum, melihat seseorang mendekat dengan hati-hatinya.

"Apa yang kau lakukan?" tanya pelan Yue Hua.

"Tentu menolongmu," jawab Cheng Yuan pelan.

Ny. Min masih membelakangi, fokus dengan bacaannya tanpa tahu Cheng Yuan meraih tangan Yue Hua, keluar dari kediaman dengan meninggalkan WanWan dan Yuan Feng di halaman.

"Kembalilah dan lanjutkan besok," ujar Yuan Feng.

Ny. Min seketika menghentikan mulutnya yang berkoar-koar, berbalik. "Yan Guniang?

Wajah kebingungan Ny. Min sontak mengundang tawa WanWan, berhenti menjadi tawa tertahan setelah melihat pandangan Yuan Feng, diam dan serius.

***

"Aku harus kembali, jika tidak ...."

"Yuan Feng akan mengurus semuanya, jangan khawatir," potong Cheng Yuan.

"Tepatnya mau ke mana kita?"

"Tidakkah kau bosan?" tanya Cheng Yuan.

"Tetap saja, aku tidak seharusnya pergi tanpa izin."

Cheng Yuan menghentikan langkah, menatap Yue Hua yang dianggapnya berubah setelah memasuki istana sekarang, berubah seperti bukan dirinya yang biasa, seolah kehidupan istana mulai menggerogoti jati dirinya yang berani dan berjiwa bebas.

"Tidak akan ada yang terluka karenamu, jadi kali ini jangan khawatir."

"Kau yakin?"

"Tentu ... maaf atas keterlambatanku terakhir kali," ujar Cheng Yuan.

"Kita sudah janji tidak akan mengungkit hal itu lagi."

"Gantinya, aku ingin membawamu ke suatu tempat."

Cheng Yuan meraih kembali tangan Yue Hua, berjalan dalam lingkungan istana selama sesaat hingga tiba di suatu tempat yang memiliki kolam cukup besar, kolam dengan bunga teratai yang di kelilingi pohon willow.

"Ini ...?"

"Tempat kesukaanku," jawab Cheng Yuan.

Keduanya duduk di pinggiran kolam, di bawah pohon willow rindang dengan rerumputan hijau menjadi alasnya.

"Kejadian terakhir, membuatku sadar. Diriku harus berpikir dua kali agar orang-orangku tidak terlibat."

"Aku tahu," ujar Cheng Yuan.

"Kudengar, Lu Ring belum menemuimu sekalipun sejak kejadian terakhir kali. Aku sedikit khawatir."

"Tidak akan terjadi apa-apa, jangan memikirkannya."

"Aku tidak bodoh, aku tahu betul orang seperti apa Lu Ring."

"Kau takut?"

"Bohong jika bilang tidak, tapi aku tidak akan membiarkan diriku dikalahkan dengan mudah," jawab Yue Hua yakin.

"Kuat dan bertahanlah selama mungkin, jangan tinggalkan aku seorang diri dalam istana sesak ini."

"Pasti, karena itu jangan terlalu mengkhawatirkan aku ... aku tidak ingin menjadi beban orang lain."

"Kau bukan orang lain, kau adalah hidupku," ujar Cheng Yuan, tersenyum hangat.

Yue Hua terdiam, hanya menatap Cheng Yuan dengan kaca-kaca bening memenuhi kedua matanya. Hal yang sama pun terjadi pada Cheng Yuan, menarik dan mendekap erat Yue Hua sebelum kaca-kaca bening mengalir keluar. Tanpa keduanya ketahui, Lu Ring telah menyaksikan kedekatan mereka dengan penuh amarah.

Keesokan harinya, seperti hari kemarin, cuaca cerah dengan langit biru dan awan putih. Yue Hua baru saja selesai merapikan diri, memastikan terakhir kali bahwa dirinya kini telah siap menyambut hari baru di depan cermin.

"Paman," panggilnya tersenyum, menyelesaikan sesi bercerminnya.

"Apa semua baik-baik saja?"

"Paman anggap aku ini apa, tentu baik-baik saja."

"Syukurlah," ujar Paman Ming.

"Jangan terlalu ikut campur urusanku, tidak baik bagi seorang abadi ikut campur urusan manusia, bukankah begitu?"

"Aku di sini sebagai pelindungmu, bagaimana bisa melihatmu terluka?"

"Paman, aku tidak selemah itu. Biarkan aku menyelesaikan masalahku sendiri ... hitung-hitung berlatih mental serta kecerdasanku dalam istana ini."

"Tidak bisa ...."

Tok tok tok!

"Yan Guniang!"

"Masuklah, WanWan."

Seketika Paman Ming mengubah wujudnya menjadi tak terlihat dengan WanWan yang masuk bersama seorang wanita asing layaknya dayang.

"Kita harus pergi," beritahu WanWan.

"Pergi?"

"Aula kediaman Huanghou ... Huangtaihou juga di sana," jawab WanWan serius.

Pandangan Yue Hua juga berubah serius, perasaan tidak enak seolah menjalar. Dirinya melihat ke arah Paman Ming berada tadi kemudian berdiri, pergi meninggalkan kediamannya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro