Chapter 11
"Kalian bicaralah," ujar Awen, pergi meninggalkan ruangan.
***
Namun, setelah beberapa menit berlalu dari sejak Awen meninggalkan mereka. Keduanya masih diam, mungkin pikiran masa lalu kembali bermunculan dalam pikiran, bergentayangan yang mengakibatkan kerongkongan enggan bersuara.
"Lama tidak bertemu, membuatku tidak tahu harus mengatakan apa." Zhao Yong memecahkan keheningan, membuyarkan lamunan.
"Sekarang kau sudah pulih, rencana atau pikiran apa yang akan kau lakukan ke depannya?"
"Aku akan mencari pasukan sebanyak mungkin atau ... mencari sekutu dengan alam lain yang bersedia."
"Untuk mengalahkan Long Jun?"
"Bukan ...."
"Lalu?" Menatap serius, menanti jawaban.
Dengan tatapan yakin, Zhao Yong menatap balik Paman Ming. Sontak, tatapan Zhao Yong berhasil membuat Paman Ming mengalihkan pandangan. Bukan karena canggung, melainkan tatapan Zhao Yong membuat dirinya teringat kembali dengan Zhao Yong yang dikenalnya dulu.
"Kau ingin semua orang merasa takut dengan kehadiranmu? Menjadikan Alam Iblis sebagai alam yang berkuasa?"
"Apakah itu salah? Langit yang memaksaku hidup dalam Alam Manusia dengan kejam, setelahnya terlahir sebagai iblis ... yang kuinginkan adalah kedamaian hati, tapi lagi-lagi dihentikan dan orang yang menghentikan adalah Long Jun, mantan sahabatku bukan orang lain. Bukankah takdir ini sungguh kejam?" Zhao Yong menitikkan air mata.
"Aku tidak percaya dengan takdir. Yang kupercaya adalah hidup yang kujalani, hidup yang akan kubuat. Aku ingin lihat kehidupan seperti apa yang menantiku," tambah Zhao Yong, mengusap pergi air mata yang sempat menghiasi wajahnya.
"Long Jun tidak akan membiarkanmu. Sebagai Dewa Perang yang menjunjung kedamaian, dia tidak akan melepaskanmu," ujar Paman Ming.
"Aku juga tidak akan melepaskan mereka yang menghalangi jalanku," sahut Zhao Yong, tegas.
"Apa kau tahu, alasan di balik Long Jun menjadi Dewa Perang?"
"Dia hanya terlalu bodoh, menganggap semua hal salahnya."
"Terlalu baik dan bertanggung jawab memang bisa diartikan bodoh, tapi ... kebaikan yang ditunjukkan padamu, aku yakin kau tahu artinya."
Tentu aku tahu, dua kali kami bertarung dan dia punya kesempatan membunuhku. Namun, dia hanya melukaiku. Berharap aku kembali menjadi diriku yang dulu, membangunkan Fu Rong dengan menghilangkan Zhao Yong.
"Paman, mari tidak membicarakan hal ini."
"Pikirkan baik-baik, masih belum terlambat untuk berhenti."
Zhao Yong menuangkan air panas ke cangkir, menegak yang kemudian bersikap seolah tidak terjadi apa-apa.
"Bagaimana dengan Paman sendiri? Apa alasan di balik Paman yang tinggal di alam ini?"
"Tidak ada alasan, aku hanya suka berkunjung ke alam lain lalu menyadari Alam Manusia sejatinya alam yang menarik."
Paman Ming mengambil cangkirnya, sesaat melihat air yang mengeluarkan uap tersebut seolah untuk menyembunyikan sesuatu dari balik matanya.
"Lalu bagaimana Paman bisa menjadi tabib?"
"Tidak ada alasan, sama sepertimu yang tiba-tiba terlahir sebagai iblis."
"Lalu kenapa tidak menemuiku setelah tahu semuanya?" tanya Zhao Yong lagi.
"Aku hanya perlu waktu, bersepakat dengan diriku akan perbuatan yang kulakukan dulu sebagai manusia. Kau tahu, peperangan terakhir yang kulakukan dengan mengatasnamakan dirimu ... perang itu berakhir mengantarkan kita dalam kehidupan sekarang ....
"... Mungkin, ini hukuman atau mungkin juga, ini berkat ... berkat, telah diberikan kehidupan baru," ujar Paman Ming lagi, tersenyum pahit.
Jika kau tahu ada seorang wanita yang mirip dengan Ayong ... apa yang akan kau lakukan? Haruskah aku memberitahumu atau ... merahasiakannya?
Keesokan harinya, di tengah kota yang selalu ramai ini. Lebih tepatnya dalam toko yang dipenuhi aroma wewangian bunga, lengkap dengan bedak, pewarna pipi dan bibir, pelukis alis serta lainnya terpajang di sekitar.
Tepat di luar toko, keramaian terjadi. Terlihat beberapa pria berdiri menatap ke dalam, lebih tepatnya melihat ke arah wanita muda yang sedang memilih pewarna pipi. Wanita itu jelas adalah Lu Ring.
"Xiaojie, kita harus segera kembali," ujar pria yang tampak seperti pengawalnya.
(Xiaojie itu berarti nona muda).
"Para pria tidak berguna." Melihat ke arah luar dengan tatapan jijik.
"Ayo pergi!" ujarnya pada kedua pengawal.
Dirinya melesat keluar, menampilkan wajah sombong tanpa melirik sedikit pun pada para pria yang tampak ingin bicara atau mendekatinya.
"Lu Guniang! Bisakah kita bicara, aku putra kedua dari kediaman ...."
"Aku tidak perlu tahu dari mana dirimu, tidak perlu repot-repot memperkenalkan ... tidak ada gunanya," potong Lu Ring, berlalu pergi begitu saja.
"Dasar sombong! Jika bukan karena keluargamu, aku yakin tidak akan ada satu pun pria yang bersedia mendekatimu. Kau pikir aku sudi menerimamu sebagai wanitaku? Cuihh! Mimpi kau!"
"Wanita itu pikir dia akan menjadi Taizifei, kurasa jadi selir Taizi saja Huangdi tidak akan menyetujuinya," tambah pria lainnya, jelas memanas.
"Keluarganya penuh dengan kekejaman, korupsi serta haus kekuasaan. Aku sangat menjunjung Huangdi akan keputusannya untuk memutuskan garis keluarga Lu dalam istana!" ujar pria lainnya lagi, tidak kalah geramnya.
Merasa puas dengan makian, satu per satu mereka bubar. Sementara Lu Ring yang tidak tahu apa-apa berjalan dengan wajah sombongnya seolah dirinya yang paling cantik dan berkuasa. Tanpa tahu bahwa tatapan semua orang padanya adalah tatapan benci serta muak.
"Ahhh! Aahh ...! Singkirkan! Cepat singkirkan!"
"Maaf, aku tidak melihat jelas barusan."
"Kau! Tangkap dia!" teriak Lu Ring, sibuk menyingkirkan sayur-sayur layu yang menutupinya.
Kedua pengawal segera melangkah, menghampiri wanita muda yang melempar sayuran. Saat kedua pengawal semakin dekat, saat itulah dua pria yang tampaknya pengawal istana lengkap dengan pedang menghampiri, berdiri di depan melindungi wanita pelempar sayur.
"Pengawal istana?" gumam Lu Ring, bingung akan situasi.
"Kalian mundurlah!" perintah Lu Ring pada kedua pengawalnya.
"Apa kalian tidak tahu siapa aku?" tanya Lu Ring, terkesan menekan.
"Putri kanselir," jawab salah satu pengawal istana.
"Lalu kenapa berani menghalangiku?!"
"Perintah Huangdi tidak bisa kami bantah." Melirik ke samping, jelas mengarah pada si wanita pelempar sayuran layu tadi.
"Kalian!"
"Lu Guniang, akhirnya kita bertemu," sahut wanita pelempar, melangkah keluar dari perlindungan dua pengawal kerajaan yang menghadangnya.
"Kau ... apa mungkin?"
"Benar, aku putri dari pejabat Yan ... Yan Yue Hua, wanita terpilih untuk mengisi posisi Taizifei."
"Ternyata itu kau, kupikir kau begitu cantik, tapi setelah melihat aku sadar kalau Taizi tidak akan menyukaimu," ujar Lu Ring, tersenyum mengejek.
"Tetap saja orang yang akan menikahinya adalah aku."
"Pernikahan belum terjadi, tapi kau begitu yakin. Entah dari mana keyakinan itu datang, bisakah kau memberitahuku?"
"Aku tahu nyawaku dalam bahaya sekarang, jika bukan aku yang menjadi Taizifei maka akan ada wanita lain yang akan. Jelas itu bukan dirimu."
"Kita lihat saja nanti ...! Siapa yang akan lebih berkuasa! Siapa yang akhirnya akan berada di atas!" ancam Lu Ring, mata melotot.
"Baik ... kutunggu," sahut Yue Hua santai, tersenyum.
Lu Ring pergi begitu saja dengan kedua pengawalnya, mengepal erat kedua tangannya dengan senyum yang dipaksakan. Sementara Yue Hua, mendesah dengan perbincangan mencekam barusan.
"Lu Guniang, kenapa harus melibatkan dirimu dengannya? Itu akan lebih bahaya untukmu."
"Tidak bisa melampiaskan pada ayahnya, lampiaskan pada putrinya. Bukankah kalian juga benci dengan perlakuan bawahan kanselir kemarin?"
"Benar, sungguh terima kasih karena tidak melaporkan keteledoran kami kemarin pada siapa pun."
"Baiklah, kalian pergi dan awasi aku dari jauh. Aku tidak ingin orang-orang melihat," ujar Yue Hua, melangkah pergi.
Pasalnya kedua pengawal mengenakan pakaian resmi pasukan Kerajaan Yi, berwarna biru gelap. Jelas, orang-orang awam sekalipun akan mengetahui hal tersebut, menjadikan Yue Hua tidak akan bisa bergerak leluasa di sekitaran kota ini dengan adanya keberadaan mereka.
Sementara Zhao Yong, Awen dan Paman Ming berada dalam keramaian. Berbaur melihat sekitaran dengan Awen yang sibuk membeli cemilan pinggiran, atau tepatnya penasaran akan hal baru yang dilihatnya.
"Cobalah, ini sungguh enak." Menyodorkan sekantong makanan yang dibelinya.
"Kau makan saja sendiri," ujar Zhao Yong datar, menjadikan Awen seketika menyingkirkan sodorannya.
Paman Ming terkekeh kecil. Kekehan yang perlahan menjadi keseriusan, mata lekat memandang lurus. Segera, dirinya berdiri di hadapan Zhao Yong dan Awen, menghadang.
***
Sedikit info^^
Aku mau sedikit jelasin perbedaan antara kata 'Guniang' dan 'Xiaojie' dalam chapter ini. Berhubung keduanya itu punya arti sama, yaitu nona muda.
Guniang, itu menunjukkan kalau antara si pemanggil n yang terpanggil terdapat persamaan derajat sosial. Atau bisa juga, perbedaan kesenjangannya tidak begitu jauh.
Sedangkan,
Xiaojie, itu menunjukkan adanya perbedaan derajat sosial. Kesenjangannya jauh.
Harap dimaklum, karena zaman dalam cerita ini masih sangat menjunjung perbedaan kelas sosial, bisa dikatakan itu dinomorsatukan😥😥
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro