ꜱᴇᴍʙɪʟᴀɴ
"ɪ ᴄʟɪᴍʙᴇᴅ ᴛʜᴇ ᴄʀᴏɴᴇ's ᴛᴏᴏᴛʜ ᴀɴᴅ ᴅʀᴀɴᴋ ғʀᴏᴍ ᴛʜᴇ ғɪʀᴇ ғᴀʟʟs."
《》
Nana tak bersuara sama sekali semenjak dirinya dan Atsumu memasuki mobil yang kini melaju pergi.
04.45
Lima belas menit sebelum Nana kehilangan Osamu yang akan segera lepas landas menuju Amerika.
"Tenang," kata Atsumu berusaha menenangkan. "Bakal sempet kok."
Gadis itu menghela nafas panjang.
Saat sampai di tempat parkir bandara, seorang petugas tetiba mengisyaratkan Atsumu untuk menepi. Jam digital yang menunjukan pukul 04.52 tak luput dari lirikan mata.
Sementara Atsumu melayani pertanyaan si petugas, Nana berlari menghiraukan panggilan dari dua orang dibelakang.
Sekali ini saja, Nana ingin melakukan apa yang hatinya perintahkan. Menuruti kata nurani, memperjuangkan keinginan diri sendiri.
Netra coklat melirik kesana kemari, lelah tak begitu terasa akibat adrenalin yang terpicu tinggi. Kedua kaki kembali dipaksa bergerak, mengikuti petunjuk bertuliskan 'penerbangan internasional' yang sebelumnya tertangkap oleh mata.
"Ah, sial." Gadis itu berhenti karena kelelahan, fokus berpusat pada pesawat yang baru saja lepas landas. Suara peringatan keberangkatan sudah menggema semenjak gadis itu menginjakan kaki di gedung bandara.
Merutuk, mengucap segala sumpah serapah yang ada di kepala. Bersiap menangis sejadinya saat sudah sampai dirumah. Mengingat hal bodoh apa saja yang ia lakukan sampai kehilangan orang yang disayang.
Lalu kedua matanya menangkap figur laki-laki yang sangat ingin ia temui, akhirnya harapan menjadi kenyataan.
"Osamu!"
Mahkota abu berbalik, netra sewarna membulat tak percaya. Mendapati perempuan yang ia cinta berdiri didepan mata, memegangi lutut seraya mengatur nafas meskipun kesulitan.
Badan kurusnya berjalan mendekat, tatapan bingung masih saja melekat. Untuk apa ia kemari? Bagaimana caranya? Bersama siapa?
Setelah berhasil mengatur nafas, Nana menegakan punggung dan memasang ekspresi ketus. Tangannya mengepal, meninju perut saudara yang lebih muda.
"Aduh!" Osamu meringis, mulutnya kembali terkatup sebelum mengeluarkan satu kalimat utuh.
"Kalau suka tuh bilang!"
Perempuan dihadapannya menghela nafas berat. Kali ini bukan karena kelelahan, dirinya mengumpulkan emosi yang selama ini tertahan, berniat mengeluarkannya perlahan-lahan.
"Kenapa sih? Nggak bilang aja dari awal?" Suara Nana mulai parau. "Sengaja mau buat aku ngerasa bersalah karena nggak peka selama dua tahun kebelakang?"
Osamu tak menjawab. Bingung harus berkata apa, harus merespon bagaimana. Kenyataannya memang dirinya sendiri tak pernah berani menyatakan perasaan secara blak-blakan.
"Aku suka kamu." Nana memelankan volume, "kamu sendiri yang bilang buat selalu katakan apa yang sebenarnya aku mau. Tapi kamu-"
Osamu menunduk tak sanggup menatap, hatinya berdebar setelah mendengar kalimat pertama. Pikirannya bertanya-tanya kenapa Nana terdiam tiba-tiba.
"Kok kamu masih disini?! Katanya mau ke Amerika?"
Efek adrenalin yang tinggi mulai stabil kembali, pengaturan otak mulai mengganti perasaan dengan pemikiran. Gadis itu menatap bingung, alis yang ditekuk seakan meminta penjelasan lebih lanjut.
"Aku disini nganter aja."
"Hah?!"
Osamu mengendikan bahu, "yang pergi jadinya Kak Iwaizumi, alumni Seijoh. Barusan dia yang terbang ke Amerika."
"Jadi kamu tetep disini?!"
"Iya."
Kedua bahu Nana mulai melemas mengikuti helaan nafas yang dihempas, kedua kelopak menutup paksa. Hati mengatai Atsumu yang lagi-lagi ketahuan membohongi. 'Atsumu anjing.'
"Terus kenapa tadi ngirim pesan kayak gitu? Buat apa? Bikin aku panik? Mau aku nangisin kamu? Mau bikin aku nyesel-"
Mulut Nana tertutup rapat saat mendengar tawa lepas keluar dari mulut seorang Atsumu Miya. Bahkan kedua matanya sampai menyipit, semburat merah tipis ikut terlihat pada kedua pipi tampan. "Iya, maaf. Aku niatnya becanda doang kok."
"Haaaaaah?!" Gadis itu melangkah maju seraya mengepalkan tangan, Osamu langsung memegangi pergelangan meskipun sempat kewalahan.
“Kamu serius suka aku?” Tanya Osamu setelah memposisikan Nana tepat di depan tubuhnya. Kedua pergelangan masih ditahan, Netra coklat dan abu saling bertatapan.
"Iya. Kan kita temen? Masa nggak suka?"
Sebelum sempat melayangkan protes, bada Osamu ditarik agar membungkuk sedikit. Bibir bertemu bibir. Ciuman singkat membawa hangat. Keduanya mempertahankan posisi selama setengah menit, baru berhenti saat saudara yang lebih tua datang mengganggu.
"Udah dong woy!" Atsumu mengomel dongkol.
Nana melepas ciuman dengan tawa ringan yang keluar sebagai bentuk kebahagiaan. Osamu tak jauh berbeda, Netra abu kini menatap langsung tanpa merasa ragu ataupun malu seperti dulu.
"Makannya cari pacar." Ledek Osamu seraya merangkul Nana dari belakang. Tangan melingkari perut, dagu menempel pucuk kepala. Tatapan meremehkan kembali dilayangkan pada si kembaran.
"Muka kamu tuh kayak kancut."
"Berarti muka kamu lubang anusnya."
"Kan kalian kembar?!"
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro