Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

ᴛᴜᴊᴜʜ

"ɪ'ᴠᴇ ɢᴏᴛ ᴅᴜᴛɪᴇs, ʀᴇsᴘᴏɴsɪʙɪʟɪᴛɪᴇs, ᴇxᴘᴇᴄᴛᴀᴛɪᴏɴs. ᴍʏ ᴡʜᴏʟᴇ ʟɪғᴇ ɪs ᴘʟᴀɴɴᴇᴅ ᴏᴜᴛ, ᴜɴᴛɪʟ ᴛʜᴇ ᴅᴀʏ ɪ ʙᴇᴄᴏᴍᴇ, ᴡᴇʟʟ, ᴍʏ ᴍᴏᴛʜᴇʀ. sʜᴇ's ɪɴ ᴄʜᴀʀɢᴇ ᴏғ ᴇᴠᴇʀʏ sɪɴɢʟᴇ ᴅᴀʏ ᴏғ ᴍʏ ʟɪғᴇ."

《》

"Siapa?"

"Anaknya teman ibu."

Perempuan paruh baya itu bahkan tak bertanya apakah sang anak mau atau tidak mengikuti permintaannya, ia hanya memberitahukan detail acara makan malam bersama yang akan dilaksanakan bersama salah satu kolega. 

"Ya." Nana menjawab pendek seraya berjalan menaiki tangga menuju kamar.

"Jangan lupa gunakan baju yang pantas, berdandan yang cantik. Teman ibu punya anak laki-laki."

"Lalu?"

"Lakukan saja." 

Gadis itu mendengus, mengingat percakapan siang tadi yang membawanya kepada situasi saat ini. Keluarganya bertamu kerumah salah satu kolega, baru Nana ketahui anak laki-laki yang sempat disinggung sang Ibu adalah Minoru. Teman sekelasnya, sekaligus laki-laki yang sering menggodanya. 

"Konichan?" 

"Ah, maaf." Gadis itu tersadar dari lamunan, "kenapa?"

Ibunya tersenyum lurus, seakan mengirimkan peringatan bahwa Nana harus bertindak sebagaimana yang ia ajarkan. 

"Kami tak akan buru-buru," Ayah Nana mulai membuka suara. "Toh putri kami masih menjalani tahun terakhirnya di sekolah."

Dentingan piring mengisi hening, suara tawa kecil seorang perempuan yang tampak awet muda ikut terdengar keluar. "Tentu saja, Minoru pun sama. Kalian berdua satu kelas, bukan?"

"Ya," Minoru tersenyum bangga. "Kami juga cukup dekat. Iya kan Konichan?"

Nana mengangguk pelan, nafasnya mulai terasa tak karuan. Perasaan mengatakan hal yang sama, mengira-ngira hal buruk akan terjadi setelahnya.

"Tapi, rasanya memang perlu dibicarakan dengan matang." Ibu Nana meminum sampanye yang disediakan, "kupikir begitu, mengingat pernikahan ini akan menyatukan dua keluarga pemilik perusahaan terbesar di Hyogo."

Gadis itu menahan nafas, tebakannya benar. Sebelum sempat bereaksi apa-apa, ia izin meninggalkan ruang makan. 

Disisi lain, Osamu merasa tak tenang. Netra abu memandangi ponsel dengan tatapan lesu, memikirkan jawaban dari Nana yang terkesan ambigu. 

Mulut Osamu bergerak menggumamkan sesuatu, but i like you....

Tetiba layar ponselnya memperlihatkan sesuatu yang membuatnya kaget bukan kepalang, buru-buru tombol hijau ditarik sebagai jawaban.


"Belum tidur?"

"Osamu!"

"Kenapa?"

Suara nafas yang berat terdengar jelas, laki-laki itu mulai khawatir hal buruk menimpa perempuan yang ia cinta.

"Aku dijodohin."

"Hah?"

"Enggak mau."

"Tunggu-tunggu, apa sekali lagi?"

"Ibu ngajak makan malam bareng temennya gitu, terus anak temennya ibu ternyata Minoru."

"Minoru? Yang sering godain kamu itu?"

"Iya!"

"Terus sekarang gimana?"

"Nggak tahu, nggak mau."

Hening, untuk beberapa detik keduanya sama-sama terdiam. Osamu mengeraskan rahang, sementara perempuan diujung telepon berjuang menahan tangisan.

"Samu...."

"...iya?"

"Aku nggak mau."

Osamu tak menjawab.

"Aku masih mau main bareng temen-temen voli. Masih pengin becanda bareng Atsumu. Masih suka ngobrolin hal-hal nggak penting sama Suna. Ngatain alumni bareng Ginjima. Masih mau capek-capek ngurus ini itu sebelum lomba."

Laki-laki diujung telepon hanya menghela nafas berat. "Kamu mau nikah, Na. Bukan mau mati."

"Aku masih mau pulang bareng Samu. Enggak peduli kamu benci sama aku karena aku cerewet atau terlalu baik."

Osamu mengacak rambut keras.

"Aku suka temenan sama 'Samu."

Suara ketukan ikut terdengar ke telinga laki-laki bersurai abu. Telepon dimatikan setelah Sang Ibu menyuruh Nana kembali bertingkah sebaga tamu.

Osamu memukul meja belajarnya keras-keras, memancing atensi dari saudara yang lebih tua. "Kenapa sih?!"

Dada naik turun dengan nafas berat, Netra abu ditutup kelopak kuat-kuat.

Sebenarnya apa yang putri keluarga Nashio itu inginkan? Setelah berkata bahwa dirinya sangat nyaman, bahkan suka dengan kehadiran Osamu Miya, ia malah melabeli hubungan mereka dengan status teman.

Kalau boleh egois, emosi Osamu memang lebih terpancing ke arah situ. Pikirannya berkecamuk diisi hal-hal berat yang menunggu keputusan berani untuk segera ditindak lanjuti.

Beasiswa. Amerika. Cita-cita. Gadis yang ia suka. Teman. Pernikahan. Berakhir ditinggalkan seperti apa yang pernah ia bayangkan.

Kira-kira, apa yang akan Osamu Miya lakukan?

Lalu, apa Nana akan pasrah saja, mengikuti ketentuan ibunya seperti yang sudah-sudah?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro