Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 11 : Sang Peramal

Kami mendapat tangkapan besar.

Setelah puas berenang kami duduk-duduk sebentar di atas batu besar dekat air terjun.

"Angela dan Katrine pasti kelaparan. " Adnan menyibak rambutnya yang basah. Sepertinya rambutnya memanjang tanpa ia sadari menutupi mata.

"Mereka kan bukan bocah. Kalau lapar mereka pasti nyari makanan sendiri. " komentar Sais sinis.

"Tapi Ketua tadi bilang kita harus cepat atau para wanita di rumah kelaparan kan? Ketua mau melupa? "

"Yasudah, kau sendiri saja pulang sana! Manjat tebing!!"

"Apaan.. Dasar Ketua tidak berperi kemanusiaan!!.. " entah dari mana Adnan mendapat keberanian mencela sang Ketua yang baru dikenalnya. Muncul begitu saja.

Sementara itu manik hijau Sais berkilat marah menatap Adnan. "Bicara apa kau?? " nada suara Sais menakutkan. Dengan kecepatan tak normal ia menyambar leher Adnan dan mereka berdua menyeburkan diri ke dalam air danau. Sais mencekik leher Adnan di air. Terus memaksa Adnan agar tenggelam didalam air.

"Terimalah kemarahan Ketuamu yang tak manusiawi iniiii... Hihihi... "

"Sais! " Evrin sudah berdiri saja karena panik. "Hentikan! bocah itu bisa mati!!! "

Evrin semakin khawatir. Masalahnya wajah Adnan sudah membiru dan megap-megap meminta oksigen. Sementara Sais masih tak mengendorkan cekalannya yang kuat.

Robin yang semula biasa saja juga ikut berdiri. "Ketua!!! " panggilnya khawatir.

"Apa sih? " hardik Sais sambil menatap Robin kesal. Seolah sedang direcoki saat main permainan yang seru. Dia langsung melempar Adnan yang lemas karena kekurangan oksigen. Mengatur nafas untuk mengembalikan kesadarannya. Astaga. Tadi itu Sais apa bukan?? Batin Adnan ngeri.

"Ayo kita pulang saja!!" kata Robin. Tubuh atletisnya cekatan mengikat para ikan di punggungnya. Lalu benar-benar memanjat tebing purba itu dengan tangan kosong.

"Ayo Ad!" Evrin mengulurkan tangan untuk membantu Adnan naik ke permukaan. Sais mendecih.

"Hati-hati kakimu Pangeraaaan.. " Sais berkata dengan nada lucu. Lalu tertawa terbahak-bahak. Puas sekali melihat ekspresi ketakutan Adnan yang hampir mati tadi.

"Grrrrrr... " Adnan mengeretakkan giginya. Kesal!!

"Kau bisa manjat tebing Adnan? " tanya Evrin ragu.

"Tentu saja bisa. Aku nggak akan dipermalukan lagi sama Si Ketua So... " Adnan ragu melanjutkannya. Takut Sais jadi berubah bengis seperti tadi.

"Ayo lah! Mereka sudah setengah jalan tuh. "

Pemuda berambut cepak itu mengangguk dan mengikuti Adnan dari belakang. Masalah memanjat ini bukan persoalan sulit bagi Adnan. Ia tak takut ketinggian. Tak takut dengan tantangan di atas mereka. Hingga mereka tiba di tanah lapang tempat pakaian mereka berada. Pintu masuk yang berupa goa dan labirin ada di depan mereka.

Perkampungan kecil itu mulai ramai. Beberapa menyapa Sais sambil mengangkat tangan dan tersenyum. Sais hanya membalas dengan cara serupa.

Tiba di rumah, mereka mendapati beberapa anak-anak bermain dengan Angela. Mereka memainkan keping-keping tanah liat yang disusun kemudian dirubuhkan dengan benda seperti bola sebesar kepalan tangan.

"Angela!! " Sais memanggil Angela yang masih bermain. Tawanya tetap terbawa saat mendekati kami.

"Ada apa ketua? "

"Masak ikan yang dibawa Robin! "

"Baik Ketua.. " Angela dengan senang hati menerima ikan-ikan dari Robin. Cara termudah memasaknya mungkin dengan cara dibakar saja. Menghemat tempat dan waktu.

"Silahkan tunggu sambil beristirahat.. " kata Angela riang lalu masuk ke dalam rumah.

"Istirahat? Enak saja. Kita pergi dulu menemui tetua perkampungan ini. Ayo!!"

Keempat cowok Ksatria Elite itu berjalan lagi. Sehingga mereka tiba di gubuk tua yang paling kecil dari semua rumah. Saat memasuki ruangan, bau dupa terhidu oleh indra penciuman. Seorang wanita tua yang tuna netra duduk di tengah ruang sambil mengelus kucingnya, berwarna bulu putih yang lebat. Rambut putih si wanita tergerai lurus.

"Siapa? " tanyanya parau. Wanita tua itu mengendus lalu terkejut bukan kepalang. "Demi Dewa. .." sang wanita tua berdiri. Berjalan mantab seolah bisa melihat dan tiba dihadapan Adnan. Kemudian membungkuk dalam. "Selamat datang Sang Almer.. " ucapnya penuh takzim.

Adnan dibuat bingung bukan kepalang dengan sikap si wanita tua. Ia menyentuh bahu wanita tua agar berdiri. "Terimakasih.. "

"Niaa.. Namaku, Pangeran.. "

"Iya.. Niaa.. " Adnan gemetar setiap kali Nia memanggilnya pangeran. Seolah ia dihantam dengan banyak hal yang belum ia pahami sepenuhnya.

"Bolehkah Nia meramal anda Tuan? Memperlihatkan masa lalu atau masa depan anda? " Nia mengulurkan tangannya. Adnan menatap yang lain. Meminta pendapat. Sais mengangguk.

Perlahan, telapak tangan Adnan menyentuh telapak si wanita. Sensasi yang dirasakan Adnan adalah seperti tersedot ke dalam pusaran yang tidak jelas. Hingga ada gambar solid yang menampakkan kerusakan di sebuah kota.

Lebih banyak mayat yang bergelimpangan..

Mayat yang tidak bernetra.

Manusia hidup yang saling meringkuk ketakutan.

Sesosok wanita yang adalah ratu menggendong bayi yang sedang menangis keras. "Maafkan Ibu.. " Ratu mengecup bayinya sayang. Kemudian Bayi itu tiba-tiba menghilang dari tangan sang Ratu.

Gambar beralih lagi menjadi pusaran yang tidak jelas. Adnan kembali ke kesadarannya yang sekarang.

Perasaannya kacau. Nafasnya menderu. "Apa itu tadi? " tanya Adnan linglung. Jika itu adalah masa lalunya, apakah sang ratu tadi adalah ibunya??

"Kau yang melihatnya Tuan Mudaa.. " cicit Nia sedih. "Ada yang berusaha mendapatkanmu sehingga meluluh lantakkan kota."

"Apa? Siapa? "

"Musuhmuu.. " Nia membisik. Ia menjadi gelisah seketika. Seolah ingin membuang kenangan yang tak ingin diingatnya. "Lebih baik kalian cepat selesaikan urusan kalian dan pergilah dengan kedamaian. " kata Nia khawatir.

"Baiklah Nia.. Semoga harimu menyenangkan.. " Sais mengecup dahi Nia. Kemudian berbalik pergi mangajak para anggotanya.

"Siapa Nia, Ketua? " tanya Adnan penasaran.

"Dia peramal. Juga orang yang merawatku dari kecil." kata Sais.

Adnan terdiam. Tubuhnya mengalami tremor saat membayangkan musuh yang memiliki kekuatan dahsyat menghancurkan kota. Mengambil jiwa-jiwa dengan ilmu hitamnya. Tiba-tiba kepalanya berdenyut sakit.

Akh..

Sais langsung menyeret Adnan masuk ke dalam rumah. Kemudian mengunci pintu. Ia biarkan saja Adnan yang terus saja kesakitan. Bergelung di lantai sambil mencengkeram kepalanya yang berdenyut mau pecah.

"Sais. Bagaimana ini? " tanya Evrin khawatir.

"Adnan yang harus melawannya sendiri. " ucap Sais sendu.

Melawan? Musuh yang bahkan tak tampak? Musuh yang justru hidup di dalam tubuhnya?

Bahkan tak ada seorang pun yang bisa membantu Adnan!













Well... 😢

Mohon tinggalkan jejaak.. 🙏🙏 Terimakasiih.. 🤓🤓🤓

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro