Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

4


"Eh Bram tumben nyamperin pas makan siang?" tanya Laksmi kaget dan Bram tak kalah kaget, tidak mungkin Laksmi tidak tahu karena menurut kakaknya, Laksmi sudah menunggunya. Ia tadi ditelepon oleh Berta agar mengambil hasil tes ibunya yang beberapa hari lalu diambil darahnya untuk serangkaian tes.

"Loh tadi Kak Berta nyuru aku ke sini, ambil hasil tes ibu, katanya kamu sudah tahu," sahut Bram. Dan Laksmi mengangguk sambil meraih amplop putih di lacinya, akhirnya Laksmi mengerti kalau ini hanya cara Berta agar mereka lebih dekat lagi.

"Sebenarnya biar aku yang antar ke rumahmu, tapi gak papa juga kamu yang ke sini. Mengenai hasil tes ibu nggak ada yang perubahan apapun, seperti biasa, tekanan darah ibu yang selalu tidak stabil, aku sudah memberikan resep dan aku pikir yang menjadi pemicu ya apa yang ibu pikir," ujar Laksmi, Bram hanya mengangguk dan mendengarkan Laksmi menjelaskan apa yang perlu ibunya hindari.

"Apa aku salah jika menikah dengan wanita yang aku cintai Laksmi?" tanya Bram dengan suara pelan, saat Laksmi telah selesai berbicara tentang penyakit ibunya.

"Tidak Bram, tidak ada yang salah, hanya harusnya sejak awal kamu berusaha mendekatkan istrimu dengan ibu dan kakakmu, jika sudah seperti ini akan semakin sulit, jalan satu-satunya kamu harus keluar dari rumah itu." Laksmi terlihat menelepon seseorang dan tak lama datang seseorang mengantar goodybag. Laksmi mengeluarkan dua kotak makan dan 2 botol air mineral.

"Kita makan dulu Bram, aku tahu masalahmu akan berat jika kau tak segera menyelesaikannya dengan benar, kasihan istrimu."

Laksmi membuka kotak makan dan mendorong perlahan ke sisi Bram di seberang tempat duduknya, memberikan sendok dan garpu yang Bram terima sambil berusaha tersenyum. Bram menyuapkan makanan tanpa bersuara. Laksmi tahu Bram sedang berpikir cara terbaik untuk mendamaikan istri dengan kakak dan ibunya.

"Aku yakin kau tahu semua dari Kak Berta," ujar Bram sambil melanjutkan makan siangnya.

"Ya semuanya tapi aku netral Bram, aku membayangkan sulitnya menjadi istri seorang Bramantyo Dirga Adi Laksono dan menurut kakakmu istrimu terlalu sederhana dandanannya, aku pikir itu bisa dipoles." Laksmi tersenyum  menatap Bram yang menggeleng dengan keras.

"Istriku tak biasa berdandan berlebihan, ia ... "

"Tapi ini harus Bram, masa suaminya punya perusahaan banyak dia terlihat biasa-biasa aja, apa kata orang? Belikan barang yang pantas Bram."

"Sudah, selama kami pacaran aku sering memberinya barang-barang seperti itu tapi dia merasa tak pantas memakai."

Laksmi menghela napas mengakhiri makan siangnya dan menepuk tangan Bram.

"Bicarakan baik-baik dengan istrimu, mengapa ia harus tampil maksimal saat sudah masuk dalam lingkaran keluargamu."

"Aku nggak akan maksa dia Laksmi, aku mencintai dia apa adanya," sahut Bram pelan.

"Iya aku ngerti tapi paling tidak, dia menghargai jabatanmu, apa kata rekanan bisnismu, juga ribuan karyawanmu jika bulan depan dia tampil di sisimu pas ulang tahun perusahaanmu dengan tampilan yang tak pantas, aku tahu selera baju yang kamu pakai, dan semua yang melekat padamu bukan barang murah, nah selera itu tularkan pada istrimu, suami istri itu harus seimbang Bram agar tida terlihat aneh."

Bram menatap Laksmi yang juga menatapnya, wanita yang ia kenal sejak kecil karena orang tua mereka bersahabat baik, wanita yang Bram anggap tidak lebih dari saudara. Sedang Laksmi menatap laki-laki gagah di depannya yang menjadi cinta pertamanya namun pupus saat Bram memilih menjauh. Sempat sakit hati dan memilih bergonta-ganti pacar hingga akhirnya berlabuh pada laki-laki yang tulus mencintainya namun Tuhan terlalu cepat mengambilnya.

"Ada apa kau menatapku?" tanya Bram pada Laksmi.

"Kamu juga menatapku, apa aku terlihat aneh?" Laksmi balik bertanya.

"Kau selalu terlihat cantik, hanya sayangnya aku menganggapmu seperti saudara Laksmi."

"Aku tahu, makanya dulu aku segera menjauh darimu saat kau terlihat menolakku, sakit? Pasti, tapi hidup harus tetap berlanjut jika aku menuruti kata hati aku bisa hancur Bram, ah ya istirahat siang hampir berakhir Bram, kau tak kembali ke kantormu? Maaf bukan mengusir tapi aku mau melanjutkan kerjaku."

Bram tersenyum dan bangkit, secara bersamaan pintu terbuka masuk seorang laki-laki berpostur tinggi,  berkulit agak gelap dan meminta maaf karena tidak tahu jika Laksmi ada tamu.

"Nggak papa Steve, ini Bram teman kecilku, dan kenalkan Bram ini Steve teman kerja di rumah sakit ini." Laksmi bangkit dari duduknya, berdiri di samping Bram.

Bram dan Steve bersalaman, lalu Bram pamit, melangkah melewati pintu dan membiarkan pintu terbuka saat senyum Laksmi masih ia lihat di mulut pintu.

Dengan satu gerakan Steve menarik Laksmi dan menutup pintu dengan kakinya. Memeluk wanita cantik itu dan menciumnya dengan rakus. Sekuat tenaga Laksmi mendorong dada Steve dan saat terlepas ia berusaha bebas dari pelukan Steve.

"Kau ... apa kata orang Steve, aku janda, carilah wanita yang sepadan."

Laksmi menjauh namun Steve kembali meraih pergelangan tangan Laksmi.

"Kau kira aku tak tahu, laki-laki itu kan yang katamu akan segera menggantikan almarhum suamimu? Ciri-ciri laki-laki yang kau katakan padaku tempo hari ada padanya."

"Yaaa memang dia tapi tidak sekarang kami butuh waktu untuk lebih dekat." Laksmi menarik pergelangan tangannya dan duduk ke tempatnya kembali dengan napas yang masih menderu menahan marah.

"Oh setelah ia bercerai dengan istrinya atau kau mau jadi orang ketiga dalam rumah tangganya?"

Laksmi kaget, ia tak mengira Steve tahu banyak tentang Bram.

"Dari mana kau tahu? Dia baru beberapa hari lalu menikah dan ... "

"Seperti biasa kau ceroboh, kau tak menutup pintu ruang kerjamu ini dengan baik, aku duduk di kursi luar sana di samping pintu, aku menunggu lama, tapi aku berusaha betah menunggumu, mendengar dia curhat tentang istrinya dan keluarganya, aku yakin kau merasa ada celah untuk masuk, namun kau jangan lupa akupun akan berusaha sekuat tenaga untuk mengikatmu, kau sudah membuat aku jatuh cinta dan meninggalkan aku begitu saja untuk menikah dengan almarhum suamimu, ingat kini kau bebas jadi aku punya kesempatan untuk mendapatkanmu."

Steven duduk di seberang meja kerja Laksmi berhadapan dengan wanita cantik yang takkan pernah bisa ia lupakan, meski Laksmi menganggap hubungan mereka tak serius namun Steve terlanjur banyak berharap. Mungkin bagi Laksmi, Steve hanyalah teman tidur kesekian tapi bagi Steve, Laksmi adalah wanita istimewa yang akan membawanya pada jalan bahagia, apapun rintangannya akan ia lakukan karena saat ini Laksmi tidak terikat oleh siapapun.
.
.
.

"Akhirnya kau pulang, duduk dulu di sini, jangan masuk kamarmu, yang perlu aku ingatkan padamu, tak usah kau menunggu Bram saat dia sedang lembur, jika kau menunggu di kantormu, makan kerjanya akan terganggu, dia tidak akan fokus, dia akan selalu berpikir padamu yang sedang menunggunya, saat ini dia sedang ada tamu, rekanan kerja dari negara tetangga yang akan menjadi mitra kami dalam mega proyek, bersama Berta juga ada di sana."

Meli yang duduk agak jauh dari ibu mertuanya di ruang makan hanya mengangguk pasrah, ia ditelepon langsung oleh ibu mertuanya untuk segera pulang dan ia tak punya alasan untuk menolak.

"Mari kita buat kesepakan yang aku ingin Bram tidak usah tahu, sudah bagus kau bisa menjadi istri Bram, kau masih bisa merasakan cinta Bram yang tulus padamu hingga ia berani menentangku, dengarkan aku, ingat dan patuhi, pertama jangan pernah menampakkan diri di kantor kami, kantor manapun, sekalipun kau diajak Bram,  kau harus menolak dan cari alasan yang masuk akal aku tak mau tahu, kedua jangan pernah mau jika Bram mengajakmu berbulan madu, dia meminta ijin padaku bulan depan seminggu akan mengajakmu berbulan madu, ingat ia memegang beberapa perusahaan, tak ada waktu baginya untuk bersenang-senang, ketiga aku beri kau waktu satu tahun, ingat hanya satu tahun dan tak lebih untuk memiliki anak, jika tidak tinggalkan Bram, paham?!"

Meli hanya mengangguk pasrah, ia tak tahu harus bagaimana lagi. Di depannya adalah wanita yang melahirkan suaminya, yang selalu suaminya katakan bahwa di dunia ini wanita yang sangat ia cintai selain dirinya adalah wanita di depannya ini.

"Jadi gunakan waktu satu tahun ini dengan baik untuk berusaha memiliki anak, masih bagus kan? Aku beri kau waktu lama untuk dekat dan memeluk Bram yang mencintaimu dan kau juga mencintainya, daripada aku yang sepanjang pernikahanku tak pernah merasakan cinta suamiku karena cintanya untuk wanita lain, dan kau tahu siapa wanita itu?"

Meli menggeleng dia semakin takut saat wajah ibu mertuanya agak condong padanya.

"Ibumu, ibumu yang telah mengambil seluruh cinta suamiku, hingga tak tersisa untukku."

Mulut Meli terbuka lebar dan segera menutupnya dengan tangannya, lalu menunduk dan mengusap dadanya, tak mengira ada kisah menyakitkan di masa lalu ibunya yang akan berakibat pada kehidupan rumah tangganya.

🍀🍀🍀

1 Agustus 2020 (07.25)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro