Chapter 7
"Nagisa... menyukai... (y/n)-chan!" ucap Nagisa sambil menyembunyikan wajahnya di bahu (y/n).
"Eh?"
Nagisa melepaskan pelukannya. (Y/n) pun membalikkan tubuhnya agar bisa berhadapan dengan Nagisa.
Saat mata mereka saling menatap, Nagisa jadi kikuk sendiri. Ia berfikir keras agar suasana bisa menjadi lebih santai.
"Ehe~ Bercanda doang, kok. Nagisa kan polos seperti bayi. Masa anak bayi tahu soal cinta-cintaan" seru Nagisa sambil tertawa.
(Y/n) terdiam sejenak lalu ia pun ikut tertawa.
"Aduh, kau ini. Kukira kenapa. Bikin kaget saja".
"Hehe... Nagisa cuman penasaran kalo (y/n)-chan dikerjain bakal marah atau engga" ucap Nagisa sambil menggaruk-garuk bagian belakang kepalanya yang tidak gatal.
"Kau ini ada-ada saja. Tentu saja aku tidak akan marah. Orang jahat mana sih yang tega memarahimu?" balas (y/n) sambil tersenyum.
"Hehe... Ah! sudah jam segini! Nanti Rei-chan bisa marah kepadaku. Aku harus segera kembali. Mata ne, (y/n)-chan!" pamit Nagisa sambil berjalan sedikit terburu-buru meninggalkan (y/n) sendirian.
"Mata ne!" ucap (y/n) sambil membalas lambaian tangan Nagisa.
***
Diam-diam, ternyata Rei mendengarkan percakapan antara (y/n) dan Nagisa dari balik tembok.
Ia mendengar suara langkah kaki Nagisa yang semakin mendekat. Lalu, ia berpura-pura baru datang dan bertemu dengan Nagisa secara tidak sengaja.
"Oi! Nagisa-kun! Kau kemana saja? Lama sekali. Semuanya sudah menunggumu di kelas"
"Ehehe~ Maaf, Rei-chan! Ayo kita ke kelas"
Sejujurnya, Rei juga menyukai (y/n). Ia iri kepada Nagisa yang selalu akrab dengan (y/n).
***
(Y/n) pun melanjutkan perjalanannya menuju rumah Makoto. Letak rumah Makoto tidak terlalu jauh dari rumahnya sehingga ia dapat dengan mudah menemukan rumah Makoto.
(Y/n) berdiri di depan sebuah rumah. Di temboknya ditempeli sebuah papan yang bertuliskan "Tachibana".
Kurasa ini rumahnya..
(Y/n) pun memencet bel rumah. Namun pintu tak kunjung dibukakan.
"Are? Apa sedang tidak ada orang di rumah?"
Beberapa saat kemudian. Pintu rumah pun akhirnya dibuka.
Disana berdiri dua orang anak kembar. Mereka adalah adik Makoto, Ran dan Ren.
Ah! Lucunya!, gumam (y/n) yang gemas melihat Ran dan Ren.
"Ara! Konnichiwa! Maaf mengganggu waktunya. Aku datang kesini mau menjenguk Makoto-san. Makoto-san nya ada di rumah?" ucap (y/n) sambil tersenyum.
"Oniichan? Ada, kok. Ayo silahkan masuk" jawab Ran sambil membalas senyuman (y/n).
"Arigatou!"
Ran dan Ren pun menuntun (y/n) di dalam rumah.
"Ibu kalian sedang bekerja, ya?" tanya (y/n) sambil berjalan.
"Tidak. Okaasan sedang merawat nenek kami yang sedang sakit" jawab Ren.
"Karena oniichan sakit, kami berdua tidak bisa ikut dan harus menjaga oniichan" lanjut Ran.
"Oh, begitu. Ngomong-ngomong, Makoto-san sedang sakit apa, ya?"
"Kami juga tidak tahu. Dari kemaren oniichan sama sekali tidak keluar kamar" ucap Ren sambil memasang wajah sedih.
"Okaasan dan kami berdua sudah mencoba membujuk oniichan, tapi ia tetap tidak mau keluar. Dia hanya bilang sedang tidak enak badan. Kami benar-benar khawatir" ucap Ran.
Makoto-san, sebenarnya kau ini kenapa?, gumam (y/n) dengan penuh rasa khawatir.
(Y/n) mengelus-elus kepala Ran dan Ren.
"Tidak usah khawatir, Makoto-san pasti tidak apa-apa, kok" ucap (y/n) sambil tersenyum manis.
Mereka pun sampai di depan pintu kamar Makoto.
Ran dan Ren mencoba mengetuk-ngetuk pintu kamar.
"Oniichan! Ada teman oniichan menjenguk! Oniichan!" seru Ran
Oniichan! Tolong buka pintunya!" seru Ren sambil tetap mengetuk-ngetuk pintu.
Tetapi, pintu kamar Makoto tetap tidak terbuka.
Ran dan Ren menjadi sangat khawatir.
(Y/n) mencoba mengetuk pintu.
Sedangkan di dalam kamar, Makoto sedang mencoba untuk tidur di kasurnya. Ia tidak bisa tidur semalaman. Ia juga tidak makan apapun sejak kemarin. Kepalanya pun terasa sangat sakit. Dirinya bensr-benar hancur karena kejadian kemarin.
"Makoto-san! Kau ada di dalam?!"
Begitu Makoto mendengar suara lembut (y/n) ia merasa sangat terkejut.
Itu kan, suara (y/n)?, gumamnya.
"Makoto-san!"
"Makoto-san! Ini aku, (y/n)"
Makoto memaksakan dirinya untuk bangun dari tempat tidur dan berjalan menuju pintu.
Lalu ia membuka kunci pintu kamarnya.
Matanya terbelalak melihat sesosok wanita pujaan hatinya berdiri di depan pintu bersama kedua adiknya.
"Oniichan!" seru Ran dan Ren serempak. Mereka berdua langsung memeluk kakak sulungnya itu.
"Adik-adikmu sangat mengkhawatirkanmu" ucap (y/n).
"Oniichan masih sakit, ya?" tanya Ren.
"Sudah agak enakan, kok. Kalian tidak perlu khawatir" ucap Makoto sambil tersenyum kepada kedua adik kembarnya itu.
"Benarkah? Tapi wajahmu pucat sekali!" ucap (y/n) khawatir.
"Tidak apa-apa, kok" jawab Makoto sambil tersenyum.
Ran dan Ren melepaskan pelukan mereka dari Makoto.
"Ya sudah. Oniichan, neesan, kita ke bawah dulu, ya" pamit Ren sambil berjalan menuruni tangga.
"Um" ucap (y/n) sambil mengangguk.
"Ayo, silahkan masuk dulu, (y/n)-san" ujar Makoto yang mempersilahkan (y/n) untuk memasuki kamarnya.
(Y/n) pun masuk ke dalam kamar Makoto.
Tiba-tiba, kepala Makoto terasa sangat sakit. Membuatnya jatuh terduduk di lantai.
(Y/n) yang melihat hal itu spontan merasa panik dan langsung berlari mendekati Makoto.
"Makoto-san? Kau kenapa?!" seru (y/n) sambil memegangi bahu Makoto.
Dan tak lama kemudian, Makoto pun jatuh pingsan. Pandangannya semakin lama semakin kabur. Begitu pula dengan pendengarannya.
"Makoto-san! Kau tidak apa-apa? Makoto-san!" teriak (y/n) yang semakin merasa panik setelah melihat Makoto jatuh pingsan di lantai.
Suara (y/n) semakin samar di telinga Makoto.
"(Y/n)...-san" bisik Makoto.
***
Tak berselang lama, Makoto pun akhirnya siuman.
Ia terbaring lemas di lantai kamarnya. Kepalanya dialasi oleh bantal. Sebagian tubuhnya ditutupi selimut.
Ia membuka matanya perlahan. Pandangannya masih sedikit kabur. Namun ia bisa melihat sesosok perempuan berada di sampingnya.
"Makoto-san! Kau sudah sadar? Makoto-san!" ucap (y/n) yang duduk tepat di samping Makoto sambil menggenggam erat salah satu tangan Makoto.
Makoto menatap wajah (y/n) yang penuh dengan kekhawatiran. Mata (y/n) sedikit berkaca-kaca. Walau begitu, ia masih terlihat cantik di mata Makoto.
"Makoto-san! Kau bisa mendengarku?"
"(Y/n)...san?" bisik Makoto.
"Yokatta! Aku sangat khawatir!" ucap (y/n) sambil meneteskan air mata. Namun, ia masih berusaha untuk tersenyum.
Makoto terkejut melihat ekspresi (y/n) yang begitu khawatir pada dirinya. Apalagi wajah mereka sekarang sangat dekat satu sama lain. Membuat jantung Makoto berdegup sangat kencang.
Makoto pun tersenyum manis kepada (y/n). Lalu, ia mencoba untuk bangun dari tidurnya.
"Eh? Makoto-san! Jangan dulu banyak berge..."
Tiba-tiba, Makoto memeluk erat tubuh (y/n) dan menenggelamkan kepalanya di bahu (y/n).
"Eh? A... ada apa, Makoto-san?" tanya (y/n).
"Terima kasih sudah mengkhawatirkanku, (y/n)-san" ucap Makoto di telinga (y/n).
"Um" jawab (y/n) sambil tersenyum. Lalu ia membalas pelukkan Makoto.
Pelukan Makoto benar-benar membuat (y/n) nyaman. Tubuh Makoto yang besar membuat tubuh (y/n) menjadi hangat.
Apakah... masih ada kesempatan untukku mendekati (y/n)? Aku benar-benar menyukainya. Aku sangat ingin memilikinya! Aku benar-benar tidak bisa menghilangkan perasaan ini, gumam Makoto.
Makoto pun melepaskan pelukannya dari (y/n).
"Oh iya! Kau pasti belum makan obat, kan? Ini. Tadi sebelum aku datang kesini, aku mampir dulu ke apotek" ucap (y/n) sambil menyerahkan sebuah kantong kresek kecil berisi beberapa obat.
"Hee? Kau sampai membeli obat juga? Maaf merepotkanmu, (y/n)-san. Tapi, bagaimana kau bisa tahu obat apa yang kuperlukan?" tanya Makoto sambil menerima kantong kresek itu.
"Oh soal itu, sejak SD aku selalu ikut ekskul PMR. Jadi aku bisa mengira-ngira kau sedang sakit apa sekarang"
"Oh begitu. (Y/n)-san keren sekali, ya" puji Makoto sambil tersenyum.
"Tidak juga, kok. Entah kenapa dari kecil aku senang sekali mengobati orang lain yang sedang sakit"
"Aku kagum kepadamu, (y/n)-san"
"Ah... B...bukan! Bukan maksudku ingin dipuji atau semacamnya. Tapi memang itu yang kurasakan"
"Um, aku mengerti, kok. Makanya aku mengagumimu"
"Eh? Benarkah? A...arigatou" ucap (y/n) sedikit malu-malu. Wajah malu-malu (y/n) membuatnya semakin terlihat inut. Hal itu mengakibatkan Makoto tidak bisa berpaling darinya.
"Ngomong-ngomong, sebelum makan obat, Makoto-san harus makan dulu. Tadi aku membuatkan bubur untukmu. Mau aku suapi?" tanya (y/n) sambil meraih sebuah mangkok berisi bubur dari meja yang berada disampingnya.
"Eh? Di...disuapi?!" tanya Makoto. Wajahnya mendadak jadi semerah tomat.
"Iya. Habisnya kata adik-adikmu kau sama sekali tidak makan apa-apa kan dari kemarin? Kalau aku biarkan kau makan sendiri, nanti makanannya malah tidak dimakan lagi"
"Tidak tidak. Pasti kumakan kok. Biar aku sendiri saja. Aku tidak mau merepotkanmu"
"Tidak apa-apa. Sudah, ayo buka mulutmu!" ucap (y/n) sambil menyodorkan sesendok bubur kepada Makoto.
Makoto pun akhirnya menyerah dan membuka mulutnya. Lalu ia memakan sesendok bubur yang disodorkan oleh (y/n). Sejujurnya, hal itu membuat Makoto merasa sangat malu.
Makoto mencoba mencerna bubur tersebut.
"Enak!"
"Benarkah? Terima kasih!" jawab (y/n) sambil tersenyum. Lalu ia melanjutkan menyuapi Makoto.
Makoto makan dengan sangat lahap. (Y/n) merasa sangat senang karena Makoto sanhat menyukai bubur buatannya.
Kalau kau yang membuatnya, apapun itu pasti akan kumakan dengan lahap. Apalagi kalau kau juga yang menyuapi aku, (y/n)-san, gumam Makoto. Pikirannya itu membuatnya tertawa sendiri.
"Ada apa? Apa ada yang lucu?" tanya (y/n) heran.
"Tidak, kok" balas Makoto sambil tersenyum.
"Aduh, kau ini. Nanti tersedak, loh. Sudah, ayo buka mulutmu lagi" ucap (y/n) sambil menyodorkan sesendok bubur kepada Makoto.
Akhirnya Makoto berhasil menghabiskan buburnya.
"Ahh... Perutku sudah kenyang. Hontouni arigatou, (y/n)-san. Maaf sudah membuatmu repot begini"
"Tidak masalah. Hmm, tunggu sebentar..." ucap (y/n) sambil mendekat ke wajah Makoto. Lalu ia menyentuh dahi Makoto untuk mengukur suhu tubuhnya.
Mata (y/n) fokus pada dahi Makoto. Sedangkan mata Makoto fokus kepada wajah (y/n) yang berada cukup dekat dengan wajahnya. Membuat jantungnya berdegup sangat kencang.
(Y/n) melepaskan tangannya dari dahi Makoto.
"Suhu tubuhmu sedikit panas. Berarti sekarang, makanlah obat ini" ucap (y/n) sambil mengeluarkan dua jenis obat dari kantong keresek yang sedang dipegang Makoto. Lalu (y/n) juga menyerahkan segelas air putih kepada Makoto agar memudahkan Makoto meminum obatnya.
Makoto pun mengambil obat tersebut dan segera meminumnya.
"Bagaimana? Sudah enakan?"
"Um, sepertinya aku sudah sehat sekarang. Arigatou ne"
"Tidak masalah. Aku sarankan kau harus segera tidur sekarang. Dari wajahmu kelihatannya kau kekurangan tidur"
"Wah! Ketahuan lagi, ya?" ucap Makoto sambil tertawa dan menggaruk-garuk bagian belakang kepalanya yang tidak gatal.
"Aduh. Tentu saja terlihat! Kantung matamu tebal begitu. Sini, biar aku tuntun" ucap (y/n) sambil mengangkat salah satu lengan Makoto dan meletakannya di bahunya.
"Eh? Tidak usah dituntun. Aku bisa berjalan sendiri, kok!"
"Yang benar? Aku takut kau nanti pingsan lagi" ucap (y/n) sambil tetap menuntun Makoto untuk berdiri dan berjalan menuju kasurnya.
Makoto benar-benar terpesona dengan sikap (y/n) yang begitu baik kepadanya.
(Y/n)-san, baik sekali kepadaku. Semua ini membuatku tidak ingin menyerah untuk memilikinya. Apa sekarang aku ungkapkan saja perasaanku ini, ya? Um, harus kulakukan sekarang, pikir Makoto.
Karena keinginannya yang besar itulah, Makoto mendorong (y/n) ke kasurnya. Sehingga membuat (y/n) dalam posisi terlentang. Lalu ia menjatuhkan tubuhnya dan menahan berat tubuhnya dengan kedua tangannya yang ia letakan di samping tubuh (y/n). Sekarang posisi tubuh Makoto terletak tepat diatas tubuh (y/n). Merka pun saling menatap satu sama lain
Suasana pun menjadi hening sejenak. Jantung (y/n) berdegup sangat kencang. Ia takut Makoto akan melakukan hal yang tidak-tidak kepadanya.
"M...Makoto. A...apa yang mau kau lakukan?"
Sejujurnya, Makoto tidak akan melakukan hal aneh kepada (y/n). Ia hanya ingin mengungkapkan perasaanya. Tetapi setelah melihat wajah (y/n) yang terlihat waspada, Makoto jadi ragu-ragu untuk mengatakannya. Tiba-tiba ia mengingat saat Haruka mengatakan bahwa ia juga menyukai (y/n).
Dengan berat hati, Makoto dengan cepat langsung berdiri kembali.
"M...maaf, t...tadi aku tidak sengaja mendorongmu. Kau...tidak apa-apa, kan" ucap Makoto.
(Y/n) mengubah posisinya menjadi duduk di kasur Makoto.
"Tidak apa-apa, kok. Maaf, ya. Tadi aku sudah berfikir yang tidak-tidak"
Makoto terkejut dengan ucapan (y/n). Ternyata dugaannya tadi memang benar.
"Ah! Itu! Tidak apa-apa, kok. Kau wajar berfikir seperti itu. Maafkan aku"
Apa memang tidak ada kesempatan bagiku?, gumam Makoto.
***
Makoto pun merebahkan tubuhnya diatas kasurnya. Kepalanya terasa sakit.
"Ada apa, Makoto?" tanya (y/n) yang sedang duduk di kursi yang terletak tepat disamping kasur Makoto.
"Tidak...kepalaku hanya...sedikit sakit" ucap Makoto sambil terengah-engah. Wajahnya juga semakin pucat, membuat (y/n) menjadi khawatir.
Dengan cepat, (Y/n) meletakkan tangannya di dahi Makoto lagi. Ternyata suhu tubuh Makoto menjadi lebih panas dari sebelumnya.
"Ya ampun, panas sekali!"
Untungnya, (y/n) sudah menyiapkan semangkuk air dan kain untuk mengompres Makoto. Dengan cepat, ia segera meletakan kain tersebut di atas dahi Makoto.
Nafas Makoto masih terengah-engah. Ia memejamkan matanya karena menahan hawa panas yang keluar dari tubuhnya.
Kenapa suhu tubuhnya menjadi sepanas itu? Padahal tadi Makoto-san sudah memakan obat, gumam (y/n) penuh rasa khawatir.
Makoto meraih tangan (y/n) dan menggenggamnya sangat erat
"Maafkan aku, tapi... bisakah kau.. menemaniku dulu... sebentar saja" ucap Makoto pelan sambil memandangi wajah (y/n).
"Tentu saja! Aku tidak akan pulang sampai suhu tubuhmu benar-benar turun! Kau tidak perlu khawatir. Sekarang tidurlah. Aku akan menemanimu disini" jawab (y/n) sambil membalas genggaman tangan Makoto. Wajah (y/n) terlihat sangat khawatir.
"Arigatou. Maaf...selalu merepotkanmu"
***
Makoto pun akhirnya tertidur lelap.
(Y/n) memandangi wajah Makoto yang sedang tertidur. Wajahnya terlihat sangat damai.
Suhu tubuhnya sudah mulai turun, gumam (y/n) sambil meletakan punggung tangannya di dahi Makoto.
(Y/n) membetulkan posisi selimut Makoto agar menutupi perutnya.
(Y/n) pun perlahan berdiri dari kursi. Ia tidak ingin mengganggu waktu istirahatnya Makoto dan berencana untuk pulang. Mengingat jam sudah menunjukan pukul 8 malam.
Tiba-tiba,
Tangan Makoto menggenggam erat tangan (y/n) sehingga menahan (y/n) untuk pergi. Wajah Makoto tiba-tiba menjadi gelisah.
"Kumohon, jangan pergi" bisik Makoto sambil tetap tertidur. Sepertinya ia sedang mengigau karena efek dari demamnya yang cukup tinggi tadi.
(Y/n) merasa tidak tega harus meninggalkan Makoto sendirian. Sehingga ia akan menunggu Makoto sebentar lagi.
Saat hendak duduk kembali, tiba-tiba Makoto menarik tangan (y/n) sehingga (y/n) terjatuh tepat di samping Makoto.
Saat (y/n) tertidur tepat di samping Makoto, barulah Makoto kembali tidur dengan tenang.
Wajah mereka sangat berdekatan. Hidung mereka berdua hampir bersentuhan. Jantung (y/n) berdegup sangat kencang. Ia dapat melihat wajah Makoto dengan sangat jelas dari dekat. Bahkan ia dapat merasakan nafas Makoto yang sedang tertidur tepat di depan wajahnya.
Tiba-tiba, tangan Makoto merangkul tubuh (y/n). Lalu ia menarik tubuh (y/n) mendekat ke dadanya. Pelukan Makoto sangat erat hingga membuat (y/n) tidak bisa bergerak. (Y/n) bisa merasakan otot tubuh Makoto bersentuhan dengan tubuhnya. (Y/n) juga bisa mendengar suara detak jantung Makoto dengan sangat jelas. Perasaan (y/n) benar-benar campur aduk.
Lama kelamaan, berada di dalam pelukkan Makoto yang hangat membuat (y/n) benar-benar nyaman. Lalu tanpa (y/n) sadari ia pun terlelap.
***
Jam menunjukan pukul 12 malam. Makoto tiba-tiba terbangun dari tidurnya. Ia terkejut melihat (y/n) sedang tertidur tepat di depan wajahnya.
K...kenapa (y/n)-san tertidur disini?, gumam Makoto. Jantungnya berdebar-debar sangat kencang.
Ia memandangi wajah (y/n) yang sedang tertidur lelap. Bahkan saat tidur pun, wajah (y/n) terlihat sangat cantik sehingga membuat Makoto makin terpesona melihatnya.
Makoto melihat bibir (y/n) yang sedikit terbuka.
Makoto ingin sekali mencium (y/n).
Tanpa ia sadari, wajahnya semakin mendekati wajah (y/n) lalu ia menutup matanya.
Bibir Makoto semakin mendekati bibir (y/n).
Tetapi,
Secara tiba-tiba Makoto menghentikkan gerakannya itu sehingga mereka belum sempat berciuman.
"Aku sepertinya, menyukai (y/n)-san"
Tiba-tiba ia mengingat perkataan Haruka saat itu.
Apa yang kulakukan? Aku tidak boleh membiarkan perasaan ini menguasaiku. Aku tidak boleh mengecewakan sahabatku. Dan lagi... kalau aku mencium (y/n)-san sekarang, (y/n)-san pasti akan sangat membenciku. Ingat! Orang yang (y/n)-san sukai adalah Haru-chan, bukan aku, gumam Makoto.
Dengan berat hati, Makoto memindahkan kepalanya kebelakang sehingga menjauh dari wajah (y/n).
Sejujurnya, Makoto merasa sangat sedih. Hatinya terasa sangat hancur karena ia tidak bisa mengungkapkan perasaanya pada orang yang sangat ia sukai.
Kenapa aku harus menyukai gadis yang sama dengan sahabatku sendiri? Tidak, akulah yang harus mengalah, pikir Makoto.
Ia pun mengganti posisi tidurnya menjadi berhadapan dengan tembok, agar ia tidak bisa melihat wajah (y/n). Tak lama kemudian, Makoto pun kembali tertidur.
***
Jam menunjukan pukul 5 pagi.
Tanpa Makoto sadari, ia telah mengubah posisi tidurnya sehingga ia berhadapan lagi dengan wajah (y/n).
(Y/n) membuka matanya perlahan. Begitu pula dengan Makoto. Mereka bangun tidur secara bersamaan.
(Y/n) dan Makoto saling menatap satu sama lain. Wajah mereka mendadak menjadi semerah tomat.
(Y/n) dan Makoto segera bangun dari tidurnya. Mereka berdua saling memalingkan muka. Lalu mereka berdua mencoba mengingat-ingat kejadian sebelum mereka bisa tidur bersama.
Suasana pun menjadi sangat canggung.
Mereka berdua sama sekali tidak berbicara satu sama lain selama beberapa detik karena mereka berdua masih merasa shock.
"O...ohayou" ucap Makoto.
"Ohayou" jawab (y/n) sambil menahan rasa malu.
"A...apa kau mengingat kejadian tadi malam? Aku, tidak menyakitimu kan?" tanya Makoto ragu. Ia takut tanpa ia sadari ia telah melakukan sesuatu yang aneh terhadap (y/n).
(Y/n) hanya menggeleng-gelengkan kepala. "T...tidak kok. Y...yang aku ingat, kau tiba-tiba menarik tanganku, lalu aku terjatuh di kasur. T...tapi, kurasa saat itu kau sedang mengigau"
"Maafkan aku, (y/n)-san. Aku benar-benar menyesalinya"
"Tidak apa-apa, kok. Lagipula, Makoto-san tidak melakukan apa-apa" ucap (y/n) sambil menolehkan wajahnya kearah Makoto.
Makoto hanya tersenyum simpul.
"Bagaimana keadaanmu? Apa masih sakit?"
"Tidak, kok. Aku sudah sehat sepenuhnya. Semua ini berkat (y/n)-san. Hontouni arigatou ne" ucap Makoto sambil tersenyum.
"Syukurlah. Senang bisa membantumu, Makoto-san. Lain kali jangan sampai sakit lagi, ya" balas (y/n) sambil tersenyum.
Makoto hanya menganggukkan kepala.
Lalu, (Y/n) meraih ponsel dari tasnya. Ia menerima sebuah pesan singkat dari ibunya.
Gawat! Okaasan pasti sedang mencariku sekarang. Apa yang harus kulakukan? gumam (y/n) yang merasa panik.
(Y/n) pun membuka pesan singkat tersebut lalu membacanya. Ternyata ibu (y/n) hanya memberi tahu (y/n) bahwa ia baru bisa pulang ke rumah hari ini.
Syukurlah! Okaasan baru pulang hari ini. Aku harus segera pulang, gumam (y/n).
Lalu (y/n) berpamitan untuk pulang.
***
Mereka berjalan menuju pintu rumah Makoto.
"M...Makoto-san, aku pulang dulu, ya"
"U...um. Perlu aku antar?"
"Tidak perlu Aku bisa sendiri, kok. Lagipula, Makoto-san kan baru sembuh. Istirahat saja, ya dirumah"
"Baiklah. Terima kasih sudah mau merawatku, (y/n)-san. Hati-hati dijalan, ya"
(Y/n) hanya mengangguk sambil tersenyum. Lalu, Makoto pun membuka pintu rumahnya
Ternyata,
Di depan pintu sudah berdiri Haruka yang hendak menekan bel rumah Makoto.
Wajahnya benar-benar shock ketika melihat (y/n) berada di rumah Makoto di waktu yang tidak wajar.
Haruka menjadi curiga terhadap mereka.
Apa yang (y/n)-san lakukan di rumah Makoto? Ini kan masih sangat pagi?, gumam Haruka.
~Bersambung
---------------------------------------------------
Tadaimaaaaaa~~
Yami kembaliiiiiiii
ppuppuppuppu~~
Hufftt... perjuangan banget buat update chap 7 ini. Soalnya chap ini jumalh katanya paling banyakk. Tangan Yami sampe pegel2 wkwkwkw....
Tapi gapapaa,,,
Demi reader-chan apa sih yang enggak. Mwehehehe...
Semoga kalian suka yaa sama updatean kali ini...
Apa lagi, ya? Yami lagi bingung mau curcol apaan wkwkw
Sekian dulu aja deh dari Yami buat up kali ini. Sampai ketemu di chap selanjutnyaaaaa.....
❤(ӦvӦ。)
ppuppuppuppu~~
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro