Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bagian 12

Seorang gadis kecil sedang memainkan sebuah boneka berambut pirang yang dikepang dua. Gadis kecil itu tengah menari-nari, seakan mampu mengajak boneka itu ikut bersenandung, tertawa, dan bergerak aktif dengannya.

"Gembira sekali sayang?"

Gadis itu berhenti menari saat mendengar suara lembut menyapanya dari ambang pintu. Sontak saja anak itu berlari kencang, dan memeluk wanita yang tersenyum lebar itu.

"Bunda!" serunya dengan nada yang bahagia. "Bunda pulang cepat hari ini."

"Iya. Haru ini kan, Elka ulang tahun." Wanita itu berlutut di depan putrinya, lalu merapikan rambut putrinya itu. "Kita buat kue sama-sama, ya?"

"Siap, Bunda! Aku harus apa nih?"

Echi, nama wanita itu, dia tersenyum menatap putri semata wayang yang hari ini genap berusia tujuh tahun itu. "Pertama-tama, kamu harus telfon Ayah, biar cepat pulang malam ini. Kita rayakan ulang tahun kamu bersama-sama."

"OKE, BUNDA!" jawab Elka semangat. Gadis kecil itu kemudian berlari dengan sangat kencang hingga tak memerhatikan sekitar, kakinya tersandung box mainan, tubuh kecilnya limbung begitu saja. "AW!"

"Astaga, sayang! Kamu harus lebih hati-hati." Echi menghampiri putrinya itu, membantu agar bisa kembali duduk.

Elka memandangi lututnya yang memar, matanya menahan air mata yang siap tumpah. "S-sakit, Bun ...."

"Sakit ya?"

Elka mengangguk. "Iya. Sakit banget," katanya lagi semakin lirih.

Wanita yang mengandungnya selama sembilan bulan itu hanya tersenyum kecil. Kemudian tangan lembutnya menutup luka itu, sementara tangan satunya dia gunakan mengelus-elus kepala Elka yang menunduk memperhatikan tangan Bunda menutup lukanya.

"Dengan kekuatan ibu peri. Sim salabim, lukanya sembuh!"

"Wahhh!" Elka menatap takjub pada lututnya yang kini tanpa memar. Bahkan rasa sakit itu menghilang. "Bagaimana bisa?"

Echi tersenyum geli. "Ini salah satu kelebihan Bunda." Lalu wanita itu mendekatkan telunjuknya di depan bibir. "Jangan bilang siapa-siapa, oke? Ini hanya rahasia Elka dan Bunda."

Elka mengangguk dengan wajah yang lucu. "Siap, Bun. Jadi, ternyata Bunda ini ibu peri seperti di barbie?"

"Tentu saja. Ibu peri yang selalu melindungi Elka, di mana saja dan kapan saja," jawab Echi sebelum akhirnya merengkuh tubuh kecil putrinya yang kini bersorak bahagia.

Elka terbangun dari tidurnya dengan napas terengah-engah. Rambutnya berantakan, menempel di pelipis hingga lehernya akibat keringat dingin yang membanjiri tubuh. Gadis itu memegang kepalanya, tiba-tiba merasa sesuatu hantaman keras yang membuatnya terasa sangat sakit.

Tiba-tiba saja ingatan masa lalu itu membuatnya merinding. Elka memang memiliki trauma saat bundanya meninggal, terutama saat ia harus terkunci di ruang gelap saat hujan dan guntur seakan menyerang bumi. Dari keterangan ayahnya, Elka tahu bahwa sebagian ingatannya menghilang. Elka tidak menyangka akan dihadapkan dengan mimpi berupa kepingan dari ingatan masa lalu.

Rasanya ... sedikit menakutkan.

Entah ini benar-benar ingatan masa lalu, atau tipuan bunga tidur? Bagaimana bisa bundanya dengan mudah menyembuhkan memar hanya dengan tangan kosong? Bagi Elka kecil, itu mungkin kekuatan super yang patut membuatnya terkagum. Tetapi, untuk ukuran remaja sepertinya saat ini, hal itu jelas menakutkan.

Elka bisa kerasa pelipisnya kembali berdenyut, gadis itu segera membaringkan tubuhnya lagi. Dia merasa tenaganya terkuras hanya karena mimpi seperti itu. Setelah berbaring dengan nyaman, Elka mensuggesti diri sendiri, agar tidak perlu terlalu cemas mengenai mimpi tersebut.

Hal yang Elka tidak sadari bahwa, ada dua orang yang memerhatikannya dari balkon. Tirai putih itu tertutup sempura, menyamarkan keberadaan Desca dan Ledrik.

"Apa Tuan yakin akan mengembalikan ingatan itu lewat mimpi seperti ini?" tanya Ledrik.

Desca mengangguk singkat. "Ya. Tidak mudah baginya jika harus menerima dalam keadaan sadar. Aku yakin, Echillent telah menghapus ingatan putrinya, tapi hal itu dilakukan dengan tidak sempurna. Buktinya, aku bisa mengembalikan ingatan itu."

"Mungkin, Nona Echillent melakukannya tanpa kontak fisik secara langsung."

"Tentu saja."

>><<

Elka pikir dengan mengabaikan godaan untuk mengulang mimpi semalam, akan membuatnya lebih baik. Nyatanya tidak. Tanpa bisa dicegah, gadis itu terus terbayang adegan di mimpi itu. Hingga saat mereka kembali menyusun rencana, Elka tak bisa fokus.

"Ada apa, Elka?" tanya Tomi, yang memang ikut ke markas hari ini. "Dari tadi aku perhatikan kamu seperti kurang fokus."

"Maaf." Elka memijit pelipisnya. "Mungkin gue hanya cemas dengan kasus ini aja."

"Tidak biasanya."

Benar yang dikatakan Tomi. Tidak biasanya. Karena hal yang biasa terjadi adalah Elka orang yang paling optimis bisa menyelesaikan kasus.

Hari ini mereka memulai rapat sebelum kembali melakukan penyelidikan lapangan. Bersama dengan Tomi dan Adira yang hadir langsung di markas.

"Lo yakin nggak apa-apa, El?" tanya Rimba. Elka menggeleng, tersenyum kecil.

"Santai aja. Gue fine kok."

"Oke. Kita akan mulai rapatnya, mungkin dengan menujukkan potret yang diambil Elka di gang itu." Rimba mengambil beberapa kertas yang sudah diprint, memperlihatkan potret mayat mengenaskan di sana.

"Sayang sekali, TKP dibakar habis." Tomi mendesah. "Saya mengirimkan tim ke TKP guna mengecek laporan kalian, namun sesampainya di sana, tim melapor bahwa tempat sampah itu dibakar habis dan hanya menyisakkan bau tak sedap yang menyengat."

"Seharusnya kita tahu mereka nggak akan meninggalkan jejak yang sudah sempat kita endus begitu saja," timpal Andra ikut menyanyangkan petunjuk yang hilang ini.

"Lalu bagaimana sekarang?" tanya Annisa. "Dari hasil pemantauan aku sama Sam juga belum menemukan titik terangnya."

"Ya. Hasil dari pengamatan cctv nggak membantu sama sekali," lanjut Sam.

"Untuk itulah kenapa gue bawa Adira hari ini." Andra menepuk pundak Adiknya itu. "Mungkin, kita akan sangat terbantu dengan kemampuan melukisnya Adira."

Tomi mengeryitkan dahinya. "Dia ...."

"Adik saya, sekaligus yang pernah melihat langsung wajah si pelaku."

"Tapi, bagaimana dia tahu kalau itu wajah si pelaku? Dia melihat kejadiannya?" Kemudian mereka tersadar, bahwa Tomi belum tahu seputar kemampuan esper Andra maupun Adira.

Elka menghela napasnya, merasa tidak ada jalan lain selain menjelaskan. "Sebelum gue jelasin sesuatu, lo harus janji untuk nggak menyangkal apa pun."

"Maksud kamu?" Tomi menatapnya bingung. "Kenapa saya harus menyangkal?"

"Karena penjelasan kenapa Adira pernah melihat wajah pelaku, mungkin sulit diterima akal logis lo sebagai polisi." Tomi terdiam. Elka melanjutkan. "Mungkin lo pernah dengar tentang yang namanya indra keenam. Andra dan Adira memiliki itu."

Tomi melongo. "Sorry?"

"Andra dan Adira punya satu kemampuan yang tidak bisa di nalar. Mereka esper. Andra yang bisa melihat masa depan melalui sentuhan langsung, sementara Adira bisa membaca pikiran melalui tatapan, atau sentuhan secara langsung." Elka menghela napas lagi saat melihat wajah Tomi kaku dan pucat. "Singkatnya, mereka manusia dengan kemampuan special."

Hening.

Tomi baru bisa bersuara saat beberapa menit sejak penjelasan itu berlalu dengan keheningan.

"J-jadi ... itu kenapa Andra bisa tahu saat ada orang yang berencana ke gang menemui kalian?" Elka mengangguk mantap. "Dan itu sebabnya ...." Tomi kehilangan suaranya. Sekarang dia paham, mengapa para remaja ini bisa begitu mudah mendapat informasi yang bahkan tidak bisa digali oleh pihak kepolisian. "Ini benar-benar gila!"

"Ya, ini memang segila itu," timpal lima remaja—kecuali Adira—di ruangan itu.

Tomi mendecak. "Lalu soal Adira, itu artinya dia sempat membaca pikiran pelaku, sehingga dia menyimpulkan bahwa dia melihat wajah pelaku?"

"Ya."

"Apa kamu yakin dia pelakunya?" tanya Tomi menatap Adira lekat. "Bisa saja orang itu kepikiran karena cemas sudah menyaksikan tindakan pembunuhan?"

Adira tersenyum miring melihat tatapan Tomi yang intens itu. "Tentu saja saya yakin. Oh, ya Karina Sekarayu. Mengapa Bapak memikirkan nama itu ditengah rapat kita?"

Tomi memgerjap, berdeham keras, lalu dengan canggung mengalihkan tatapan, berusaha untuk tidak membalas tatapan para remaja yang kini menyorotinya.

Elka menyeringai. "Jangan menatap Adira, jika sedang lengah dengan pikiranmu sendiri, my bro!"

Tomi hanya bisa mendengus, tim ini semakin aneh saja. Lagi pula, bukan salahnya mengapa tiba-tiba kepikiran gadis pegawai kasir toserba itu. Dia juga tidak tahu alasannya.

>><<

Berikan alasan kenapa ngeship Elka-Desca

Lalu, kenapa ngeship Rimba-Elka?

Untuk Sam-Annisa, kalian pengen sweet momen yang gimana? Kok aku rada bingung ya. Soalnya, Sam ini emang aslinya agak kaku sama cewek. Annisa juga anaknya polos nggak ketulungan. Gmna dong, guys? Suka bimbang aku sama dua anak ini.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro