Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

ೃ༄⸙͎ empat

"Nobara, apa kita sudah berakhir?"

Desir angin menyapu halus surai legamnya. Membawa serta aroma rerumputan basah, sekaligus memberi kesan tentram begitu bising gesek dedaunan terdengar pada indera.

"Dia meninggalkanku tanpa mengatakan apapun."

Hati Itadori tersentuh begitu diri mendengar langsung lirih pilu suara Fushiguro. Begitu pula Nobara. Yang bahkan sekarang bisa saja terisak menyadari rekannya pergi tanpa memberi kabar pasti.

Tanpa kata pisah kasih.

Yang meninggalkan sepotong kenang pada hari-hari indah bersama.

"Kenapa Gojo Sensei tidak memberi tahu kita." Nobara memecah senyap yang dibiarkan meringsek masuk dalam percakapan. "Kalau itu atas perintah [Name], lantas apa alasannya?"

Semua kembali terdiam. Merasakan sendiri perih hati yang melukai perasaan ketiganya. Meski tak akan sedalam sayatan pada hati Fushiguro. Namun Nobara juga Itadori seakan merasa salur rasa sakit yang Fushiguro pancarkan tanpa sengaja.

Dalam senyap Gojo menguping pembicaraan mereka.

Membeku.

Kala rasa batinnya terkoyak begitu kata sendu terlontar dari bibir muridnya. Seakan panah beracun yang ia hunuskan. Membidik tepat pada hatinya yang penuh dengan rasa bersalah.

Dan kini semakin menjadi.

Ketika diri mulai menyadari suatu hal.

Fushiguro adalah pacar [Name].

Racun panah kian menyebar melumpuhkan sendi. Membuatnya meringkuk sendu, di samping tembok kayu yang menyimpan banyak kenang kala mereka masih bersama. Hatinya seketika bergetar sangat hebat. Merasa, bila kenyataan seakan menampar dirinya dengan gamblang.

Selembar kertas pada genggaman pun jadi pelampias pitam. Dirematnya kasar. Lantas memutuskan untuk mengurung niat, yang menginginkan diri beserta ketiga muridnya pergi ke Kyoto pekan ini.

Bukankah Gojo harus mengajak ia seorang?

Ah, kenapa bayang wajah gadis itu terlintas dalam angan? Menyulut emosi, hingga frustasi dalam dirinya saja.

Tak ingin berlama larut dalam angan, pria bermanik langit kini menenggak kasar liur, merilekskan pundak dan mulai mengatur mimik wajah. Dia tak boleh terlihat buruk di depan anak didiknya. Terlebih kini keadaan menjadi begitu keruh selepas [Name] pergi dari pelukannya.

Melangkahkan kaki mantap. Gojo Satoru pun siap memulai dramanya.

"Megumi!! Aku ada perlu denganmu. Bisakah kau kemari?" Kepala bersurai salju nampak mencuat dari balik tembok kayu. Mengagetkan mereka yang tengah termenung. Terlebih menyentak Fushiguro yang sedang ingin bermalas-malasan saja hari ini.

"Ada apa Gojo Sensei." Fushiguro bertanya memastikan.

"Kemari saja kau Megumi bawel."

Gusar napas terhembus begitu diri mendengar gelar bawel tersemat di belakang namanya. Mengedikkan bahu sejenak ke arah kedua rekannya, untuk kemudian mengambil langkah pergi mendekatinya. Selain menyebalkan dan biang kerusuhan, Gojo Sensei ini tipe orang yang akan mengomel jika keinginannya tak segera dipenuhi.

Bila sudah terjadi, maka tingkat menyebalkan dari sang sensei pun akan meningkat berkali-kali lipat. Fushiguro tak suka itu. Lebih baik turuti saja daripada baut mulutnya terlepas.

"Megumi segera dekatkan telingamu!"

"Tidak bisa sensei. Menjinjitpun saya tidak akan sampai."

"Ya sudah cari kursi sana."

"Sensei, apa gunanya engsel tulang punggung?"

Gojo tersenyum polos sambil menggedik bahu, untuk kemudian meledak dalam tawa, tatkala indera mendengar jawaban yang berhasil menyenggol humornya. Telebih kala manik yang tertutup kain hitam berhasil mengintip sekilas raut sebal dari Fushiguro.

Nampak jengkel namun dibumbui sabar tiada dua.

Tawa yang hendak dilanjutkan terpaksa ia redam, begitu diri merasa hawa keberadaan shikigami yang mencekam di sekitarnya. Oh tidak, Megumi marah batinnya.

"Ekhm," Gojo berdehem sejenak untuk memberi sinyal agar ia tak perlu melakukannya, "Megumi, mau kah kau ikut bersamaku?"

Fushiguro putuskan untuk mengedikkan bahunya sebagai jawaban, "Tergantung anda mengajak saya keman--"

"Bagaimana kalau aku bilang kita akan pergi ke Kyoto?" potong Gojo cepat.

Fushiguro membelalak dalam sepersekian detik.

Menyadari.

Apakah ini kesempatan yang Tuhan berikan untuknya?

⚜️

"[Name] san sangat hebat! Mechamaru sampai kewalahan menjadi teman berlatih anda!"

Binar manik kebiruan menjadi pertanda begitu ia mengagumi sosok yang tengah berjalan disampingnya. Sambil merekah senyum penghangat dada ia bercerita, tentangnya dan Mechamaru, katananya, keluarganya, hingga watak dari setiap murid yang akan menjadi teman baru sang [Name].

"Zenin Mai itu sedikit ketus. Tapi dia baik kok." ocehnya selagi menapak kaki beriringan dengan sang gadis.

"Zenin? Ku rasa ada satu lagi Zenin di Tokyo." [Name] segera memotong.

"Ah! Kau benar! Mereka bersaudara. Anak kembar dari keluarga Zenin."

"Oh! Memang mirip!" [Name] menepuk pelan dahinya. Menyadari. Jika wajah keduanya nampak mirip jika disandingkan.

"Eh--jangan kau sentuh luka itu [Name] san!!" Miwa kalap menyingkap poni sang gadis menawan, berceloteh jika luka di dahinya bisa infeksi apabila disentuh dengan tangan kotor.

"Sebaiknya anda bersihkan terlebih dahulu. Aku akan menghatarkan anda." tangan seketika di genggamnya erat. Melontarkan senyum manis sebelum menarik tubuh sang gadis untuk berlari bersama dalam lorong yang sepi.

[Name] menyadari gemerlap rasa hangat tertabur memenuhi rongga dada. Kala diri menangkap senyum polosnya. Yang cerah nan tulus bak rekah yang selama ini dirindukannya.

Menatap sayu lantai, sang gadis merasa kepingan memori sendu bermain dalam angannya. Yang menyisa kenang siksa dalam kepala. Yang meninggalkan setoreh luka kala diri menyadari tak akan lagi bersama.

Rindu.

Rasa rindu itu begitu menyiksa batinnya.

Rindu yang menginginkan hadir sosoknya.

Rindu kala mengingat seutas senyum tulus darinya.

Ia rindu Itadori.

Rindu Nobara.

Juga Fushiguro.

Teramat.

"Kita sudah sampai [Name] san!" lamunan terusik kala indera menangkap sosok Miwa tengah berjalan menghampiri pintu kayu usang di ujung koridor. Melepaskan genggaman dengan senyuman. Kemudian berlalu menyisa kenang hangat tangan halusnya menyentuh raga.

Aku bahkan meninggalkan mereka begitu saja. Tanpa senyuman. Tanpa kata pisah. Hanya menyisa kenang manis yang terasa pahit jika diingat.

Lantas, apakah aku ini masih bisa dianggap teman?

Bunyi langkah serta percakapan yang terdengar sayup dari balik pintu mengejutkan diri sang wanita. Utahime yang baru saja mengetes alat kehamilan di ruang toilet buru-buru memasukkan barang bawaan ke dalam kantong.

Termasuk dua test pack yang dimasukkannya asal dalam saku kimono.

Merapihkan sejenak pakaian dan rambut, wanita itu pun melangkah keluar dengan seutas senyum manis yang jarang beliau tampakkan.

"Oh! Miwa dan [Name]." ujarnya hangat.

"Ah!! [Name] ini Utahime sensei. Aku lupa mengenalkan beliau pada anda."

"Aku sudah bertemu dengannya tadi pagi Miwa."

"Benarkah?!" Miwa terkesiap selagi menutup mulut dengan kedua tangan. "Aku merasa terlalu bersemangat hari ini." celotehnya dalam bisik samar.

Menyembunyikan gemas dalam senyum, untuk kemudian [Name] menunduk hormat sebagai salam pada sang wanita. "Mohon bantuan untuk kedepannya, Sensei."

"Mohon bantuannya juga." manik sejenak melirik ke arah Miwa yang nampak sibuk memperhatikan kantong kimononya. Terkesiap. Untuk kemudian bergegas mengucap kata pisah. "A-aku ada urusan sebentar lagi. Jadi silahkan-- aku harus segera pergi."

Kedua gadis dihadapannya mengangguk berhias kurva manis. Meniti sosok sang wanita. Sampai menghilang bayang punggungnya di ujung lorong. [Name] selepas itu barulah melangkah pergi menuju bilik yang akan disinggahi.

Sebelum dirinya teringat akan sesuatu, dan menoleh menghadap Miwa yang sibuk menatap dedaunan.

"Miwa!" panggilnya.

Begitu diri berhasil mendapatkan atensi gadis bermanik biru, ia pun melanjutkan kata,

"Pergilah. Aku akan lama."

✧ ೃ༄*ੈ✩

Sedikit panjang dan membosankan mungkin, tapi aku harap kalian tetap menanti chapter selanjutnya!

20 December 2020
©agathis_

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro