Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

CHAPTER 1. THE KANAYA


Tahun 3800 ALV di Kota Lonia, Negeri Aleronn, Planet Alver.

Michael berdiri, memandang ke arah taman dari jendela kastel depan yang terbuka. Daun-daun dari pepohonan tampak berguguran, menghamparkan warna kuning keemasan pada rumput di depan benteng sekaligus istana itu. Sentuhan warna kuning, emas, dan merah dramatis pada pohon-pohon maple terlihat mendominasi pemandangan pagi.

"Azmera telah mengumumkan kedatangannya," gumam sang Czar Aleronn, yang juga dikenal sebagai Czar Alvern Putih. Netra hijau lelaki berambut pendek ikal cokelat pirang itu mengamati pemandangan dari jendela. Tubuhnya yang tinggi tegap terlihat gagah dengan tunik panjang hitam dan jubah hitam kebangsawanan.

"Kau sudah bangun rupanya," kata Ardian. Sang Czar Alvern Hitam sekaligus Wakil Czar Aleronn itu berjalan mendekati Michael.

Rambut hitam gimbal yang panjang berayun mengikuti gerakan langkah lelaki itu. Netra aswadnya mengamati Michael dari atas sampai bawah, merasa heran melihat sang Czar Aleronn tampak berpakaian rapi seperti mau pergi. Michael menatap Ardian sambil tertawa kecil.

"Aku akan ke Paxton hari ini. Azmare telah tiba, sebentar lagi akan ada festival panen. Aku khawatir karena biasanya logon keluar dari sarang mencari mangsa di waktu yang sama. Aku akan memeriksa dan memperingati para manusia murni di sana. Setelah itu, aku akan ke Bellva," kata Michael.

Ardian mendengkus, menyadari Czar Alvern Putih itu telah membaca pikirannya.

"Hmm ... apa kau akan pergi seharian? Aku berencana akan ke Belize hari ini," sahut Ardian. Sang Czar Alvern Hitam melangkah menuju ruang tengah. Tunik putih panjang di tubuh lelaki itu terlihat kontras dengan warna kulitnya yang sedikit gelap sebagai ciri dari keturunan alvern hitam yang mengendalikan api. Michael mengekor dari belakang.

Di ruangan yang besar dengan nuansa warna batu alam, tampak Thea, istri Ardian, sedang menyiapkan sarapan bersama para elda. Beberapa potong roti kering, sup krim, salad buah dan sayur, serta minuman buah, disajikan di atas meja batu marmer berukuran cukup lebar. Terlihat pula dua piring besar meat pie yang tampak menggoda sang Czar Alvern Putih.

"Sebaiknya kau tidak usah ke Belize dulu hari ini," kata Michael sambil meraih sepotong meat pie dan memakannya dengan nikmat. Ardian mendudukkan tubuhnya ke kursi, meraih roti, dan mencelupkannya pada sup krim yang disediakan Thea di sebuah mangkok kecil, lalu mengunyahnya dengan lahap.

"Jadi, kau akan pergi seharian rupanya," gumam Ardian sambil mencelupkan kembali roti ke sup krim sebelum memasukkannya ke mulut. Lelaki itu begitu menikmati masakan sang istri. Thea menggelengkan kepala. Wanita berambut hitam panjang, tinggi semampai dengan sepasang anting besar itu menatap Michael dan Ardian bergantian.

"Memangnya kalian mau ke mana?" tanya wanita alvern hitam berkulit putih itu, pertanda bahwa dia tidak memiliki kekuatan pengendali api, seperti alvern hitam umumnya. Netra aswad milik istri Ardian kembali sibuk mengamati para elda yang membantu. Sesekali dia memberi instruksi pada mereka.

"Aku seharusnya akan ke Belize hari ini, tetapi Michael bilang dia akan pergi ke Paxton dan Bellva." Ardian kembali meraih sepotong roti dan mencelupkannya ke sup krim. Michael duduk sambil meraih meat pie lagi. Kembali dua czar yang sudah bersahabat dari kecil itu menikmati makanan kesukaan masing-masing.

"Aku hanya ingin melihat apakah persiapan festival panen telah siap, sekaligus memperingatkan manusia murni di sana agar berhati-hati. Sudah hampir tiba waktunya logon keluar dari sarang." Sang Czar Aleronn itu berusaha memasang ekspresi datar sambil menghabiskan sisa meat pie di tangan.

Thea tersenyum. "Benarkah? Hanya itu alasanmu?" Ardian memandang istrinya dengan kening berkerut. Wanita itu tertawa kecil.

Terdengar suara langkah kaki memasuki ruang tengah. Seorang alvern berpakaian seragam Aleronn datang bersama seorang lelaki dan wanita dengan dua anak lelaki kecil berumur delapan dan tiga tahun.

"Eric, kau rupanya." Michael berdiri menyambut sang Ketua Keamanan Aleronn. Netra hijaunya menatap ke arah belakang lucca itu.

"Maafkan bila aku mengganggu, Czar. Aku membawa Dean Ian beserta keluarganya. Mereka ingin bertemu kalian dan Gregory." Michael menganggukkan kepala pada Eric dan memandang pada Dean Ian dan istrinya. Lucca Eric mengangguk hormat, lalu berbalik melangkah keluar ruangan.

"Le 's 'olla! Lama tidak berjumpa," sapa Michael. Ain birunya menatap dua anak lelaki yang berdiri di depan orang tua mereka. "Ah, dua kesatria ini pasti Ellio dan Benjamin. Kalian sudah besar ternyata."

Czar yang ramah itu menyamakan tingginya dengan dua bocah replika Dean Ian. Tersenyum lembut, lelaki itu mengusap-usap rambut mereka. Salah satu yang berusia lebih muda menggelayut manja, merangkul sang pemimpin. Michael tertawa, lalu balas memeluk si Kesatria kecil.

"Le 's 'olla, Czar Michael. Kami harap, kami tidak mengganggu waktu kalian. Aku kebetulan ingin mendiskusikan tentang Nubia dengan kalian dan Gregory," ujar Ian pada Michael. Istrinya terlihat mengawasi anaknya, khawatir akan berbuat nakal pada sang Czar.

"Oh, sayang sekali, Gregory tidak ada di sini. Dia belum kembali dari Nubia," jawab Michael.

Dean Ian terkejut. "Benarkah? Aku kira dia sudah kembali dari kemarin. Apa dia menginap di Nubia lagi?"

"Dia lebih betah tinggal di Nubia daripada di kastel ini," sahut Ardian. Czar itu masih asyik memakan roti kering dengan sup krim.

"Benjamin, ayo, turunkan tanganmu, jangan mengganggu Czar Michael," kata wanita bertubuh tinggi sedang dan langsing itu. Netra abu-abunya menatap Benjamin dengan gusar. Namun, anak itu tidak mendengarkan kata mamanya. Malah semakin menggelayut di pelukan Michael , membuat sang Czar murah senyum itu kembali tertawa. Thea menghampiri sang Kepala Sekolah Nubia dan istrinya itu.

"Kalian bicara apa, masa mengganggu. Duduklah ... kebetulan aku masak cukup banyak pagi ini." Thea tersenyum seraya memberi instruksi pada salah satu elda, "Tolong ambilkan roti kering dan meat pie dua piring lagi, dan mangkuk kecil untuk Dean Ian dan Ms. Rexanne."

Dean Ian mengangguk pada Ardian yang tampak diam menikmati sarapannya. Sang Wakil Czar Aleronn balas mengangguk. Lelaki berambut hitam ikal sedikit panjang itu duduk di samping Czar Ardian dengan netra biru mengamati istrinya yang sibuk mendudukkan kedua anak mereka yang tidak mau diam.

"Mamaaaaa ...." Suara anak lelaki kecil terdengar bersamaan dengan munculnya anak laki-laki berumur sekitar delapan tahun, berambut hitam ombre putih acak-acakan dan kulit putih, dengan tatapan mengintimidasi, ketika melihat ada seorang bocah sebesar dirinya sedang memandang balik dengan tatapan yang sama dan kening berkerut, lalu seorang lagi yang lebih kecil duduk, sambil mengambil roti kesukaannya.

"Eh, Torrent ... kau sudah bangun rupanya. Sarapan dulu, ya." Thera bergegas meraih tangan anak itu, mendudukkannya di kursi dekat sang papa, Czar Ardian.

Michael mendesah. Sudah waktunya aku berangkat, pikir sang Czar Aleronn. Dalam hati dia merasa tidak tenang dan diam-diam merasa malu, karena cemburu melihat kebahagiaan dua keluarga itu.

"Sebaiknya aku pergi sekarang. Mungkin aku akan kembali sore hari," kata Michael kepada Ardian.

Wakil Czar Aleronn itu mengangguk. "Hati-hati, dan lekas kembali," ujarnya, yang dibalas anggukan oleh Michael.

"Oh, kau akan pergi rupanya. Maaf, kau jadi terganggu karena kami." Dean itu menatap Michael dengan penuh sesal.

"Tidak, tentu saja tidak. Aku seharusnya minta maaf karena aku harus meninggalkan kalian. Aku harus pergi ke Paxton, lalu ke Bellva."

"Bila kau sudah menemukannya, lekaslah bawa dia pulang agar kau ada yang menemani. Jadi, kau tidak akan merasa kesepian lagi," kata Thea sambil tertawa.

Ardian menoleh ke arah sang istri. "Dia? Siapa?" tanyanya. Kening lelaki yang memiliki tubuh tinggi sama dengan Michael, tetapi memiliki badan yang lebih besar itu berkerut.

Thea mendengkus. "Kau ini ... masa tidak mengerti dengan sahabatmu sendiri. Sudah waktunya dia menemukan kanaya. Kasihan, dia menunggu terlalu lama."

Ardian menoleh cepat ke arah Michael yang meringis mendengar ucapan Thea. Mulut wakil Czar Aleronn itu terbuka ingin mengucapkan sesuatu ketika suara salah satu anak lelaki kecil mendahuluinya.

"Apa itu kanaya?"

Rexanne melebarkan mata pada anaknya yang berambut hitam kuning keemasan acak-acakan dan netra biru sapphire.

"Ellio, tidak boleh menyela obrolan orang tua," kata wanita itu. Kening Ellio berkerut.

"Orang tua? Czar masih muda. Kenapa dibilang tua?" katanya polos.

Ain milik Rexanne makin melebar. Dean Ian berdeham. Ellio memandang sang ayah, tak mengerti kesalahan apa yang dia perbuat.

Benjamin menepuk bahunya. Ellio menoleh. Si adik itu menjulurkan lidah pada sang kakak, lalu tertawa keras. Tangan Ellio bergerak memukul kepala anak lelaki berambut cokelat terang dan netra biru itu. Rexanne tidak sempat mencegahnya. Benjamin pun menangis.

"Berisik!" umpat Torrent. Ain hitam milik putra Ardian itu menatap kesal pada dua pengganggu cilik, terutama pada si kecil yang telah menghabiskan rotinya.

Benjamin pun menangis lebih keras, membuat Ian harus turun tangan dengan tatapannya yang khas. Anak malang itu langsung terdiam seketika melihat mata sang papa yang terlihat seram. Rexanne menarik napas lega mengetahui kesatria kecil kesayangannya sudah berhenti menangis.

Michael menggeleng-gelengkan kepala sambil tertawa kecil. Berjanji dalam hati, dia tidak akan membuat anaknya takut pada sang ayah kelak.

"Baiklah, aku pergi sekarang. Salvhe ashta."

"Salvhe ashta," sahut Ardian dan Ian bersamaan.

****

Michael melesat ke langit biru, memandang hamparan padang rumput keemasan dan pepohonan yang mulai berubah warna menjadi kuning, jingga, dan merah, sambil mengepakkan sayap putihnya.

Dia sudah menemui para tetua manusia murni, menanyakan tentang persiapan pesta panen, persembahan untuk Dewi Aleta, sebagai rasa syukur atas hasil yang mereka peroleh.

Hatinya merasa tenang karena persiapannya sudah hampir selesai, lalu mereka akan mengadakan festival panen secepatnya. Tidak lupa pula, dia mengingatkan para tetua manusia murni agar waspada terhadap kemunculan logon. Dia sudah memerintahkan para neci untuk berjaga-jaga di Desa Paxton.

Langit biru tampak cerah, cuaca masih terasa hangat. Ain hijaunya yang tajam menangkap bayangan beberapa ekor tupai hutan kecil berbulu kuning kecokelatan berlarian, mengumpulkan makanan ke sarang mereka di Hutan Paxton.

Mengepakkan sayap ke arah Bellva, dia belum juga menangkap aroma sang kanaya. Dari atas kota wisata itu, ia menatap perahu-perahu yang membawa manusia murni melintasi laut.

"Sepertinya aku perlu membuat jembatan antara Bellva dan Lonia agar memudahkan alvern yang belum siap terbang bila akan mengunjungi kota wisata," gumamnya pelan.

Czar itu berputar sekali lagi melintasi Kota Bellva, menghela napas dengan raut wajah kecewa. Aroma sang kanaya, masih tidak ada.

Bertemu dengan beberapa alvern putih dan hitam yang menganggukkan kepala sambil mengepakkan sayap-sayap mereka, Michael hanya membalas anggukan dengan senyum yang dipaksakan. Perasaannya sungguh tidak nyaman. Dia merasa malas kalau harus segera pulang ke kastel tanpa sang kanaya pujaan.

Michael berputar lagi, bingung akan ke mana. Lelaki itu lalu memutuskan mengepakkan sayap ke arah hutan di Desa Paxton. Mungkin mengamati hewan-hewan hutan yang sibuk mengumpulkan makanan akan membuatnya terhibur.

Netra hijau Michael menatap sebuah lembah dengan hamparan kembang berwarna-warni secara tidak sadar. Dia heran, bunga-bunga itu tampak segar, tidak berwarna kuning keemasan atau merah sebagaimana mestinya ketika azmera tiba, tetapi justru tampak terlihat indah dengan warna asli. Lelaki itu pun memutuskan turun ke lembang untuk melihat lebih dekat lagi.

Lembah apa ini? Bagaimana mungkin aku tidak melihat lembah seindah ini sebelumnya? pikirnya heran.

Sang Czar Alvern Putih mengamati sekeliling lembah sambil membenahi jubah yang sedikit kusut. Perlahan sayap si Pemimpin Aleronn itu mulai terlihat samar, lalu menjadi tak kasatmata, kembali ke dalam tubuhnya.

Michael berjalan sambil menikmati bunga-bunga lembah dengan warna yang memikat. Ada kuning, putih, merah, ungu, dan banyak lagi warna lain. Bahkan, dia melihat ada kembang berwarna biru yang menarik perhatiannya.

Lelaki itu penasaran. Dia mendekat dan membungkuk, mencium aromanya. Sungguh harum ... bunga apa ini? pikirnya. Pendengarannya kemudian menangkap suara air terjun tidak jauh dari tempatnya berada. Michael berdiri, menegakkan tubuh.

Tiba-tiba, sang Czar mendengar suara seorang gadis bersenandung. Dia melangkah menghampiri asal nyanyian dengan penuh rasa ingin tahu.

Dan, di sana ... indra penciumannya menangkap aroma yang sama dengan bunga biru, tetapi ada yang berbeda. Harum semerbak seperti kembang asing itu membuat jantung sang Czar berdebar kencang. Kanaya! Jerit Michael girang dalam hati.

Dia mendekati sumber aroma dan suara nyanyian hingga tiba pada tepi air terjun. Lelaki itu mencoba mengintip ke arah bawah dari balik batu besar. Michael terpana seketika. Sang Kanaya sungguh cantik jelita.

Michael segera memejamkan mata sambil berusaha merendahkan tubuh di balik batu ketika menyadari sang Kanaya sedang mandi. Hatinya bergetar, mengingat kulit putih si gadis yang tadi tertangkap oleh pandangan.

Memutuskan menunggu dengan jantung semakin berdebar, dia berusaha menghitung jari-jari tangan yang tidak akan berubah jumlahnya. Lelaki itu semakin gugup. Dia mulai merasa seperti orang bodoh. Michael mendengarkan suara nyanyian si kanaya dalam diam dan dengan jantung yang semakin menggila.

Tidak lama kemudian, suara gadis itu berhenti. Michael mendengar suara langkah si kanaya yang hampir mendekati tempat persembunyiannya. Dengan cepat dia bangkit dan menghadang sang dara.

Si dara terkejut menyadari ada seorang lelaki aneh di depannya. Ain biru gadis itu melebar begitu menyadari sang pemuda adalah seorang alvern. Manusia biasa mana mungkin berjubah sebagus itu. Dia memakai jubah bangsawan Aleronn! Pekiknya dalam hati.

Secepat kilat perempuan itu menerobos tubuh lelaki yang menghadang, membuat sang pemuda terjengkang karena kaget, lalu berlari dengan sekencang-kencangnya menjauh dari si alvern aneh. Dia tidak mau ditangkap dan dibawa ke Dark Holes. Gadis itu masih ingin hidup bebas.

Berusaha menyelamatkan diri, sang dara yang tidak mengetahui kalau lelaki itu tak bermaksud mencelakai, terus menambah kecepatan lari. Dress panjang berwarna biru dengan korset hitam di tubuhnya bergoyang, mengikuti gerakan kaki.

"Tunggu!" Michael berusaha mengejar perempuan itu. Susah payah dia menemukan sang kanaya, mana mungkin dia akan melepaskannya begitu saja.

Dengan semangat yang membakar untuk mendapatkan sang kanaya yang jelita, dia pun menambah kecepatan larinya.

Menyadari jarak yang hampir dekat dengan gadis berambut ikal panjang cokelat kepirangan itu, Michael berusaha meraih bahu sang dara rupawan. Sontak, mereka jatuh bergulingan ke tanah, lalu terhenti dengan posisi sang dara berada di bawah tubuh si Pemimpin Aleronn.

Sang Czar Alvern menatap takjub netra biru yang mengerjap panik di hadapannya. Kanaya-ku sangat cantik! seru lelaki itu dalam hati.

Menyadari posisinya yang tidak menguntungkan, ditambah tatapan dan tangan kurang ajar lelaki itu yang memegang bagian depan tubuh sang dara, si gadis berontak, berusaha melepaskan diri dari sang alvern yang dia pikir berniat mesum.

"Lepas! Minggir kau! Kurang ajar! Kau pikir tanganmu itu ada di mana?!"

Michael gelagapan. Lelaki polos yang belum pernah menyentuh atau berdekatan dengan gadis manapun itu menjadi gugup. Dia bingung kenapa sang Kanaya memaki pemuda itu dengan kata kurang ajar.

Dia merasa hanya berusaha menahan badannya agar tidak menindih perempuan itu. Seharusnya si dara berterima kasih karena tidak dibebani oleh tubuh Czar Alvern yang cukup berat.

"T-tunggu! Tenang dulu! Aku tidak bermaksud jahat. B-biar aku jelaskan. Aduh! Kenapa kau memukulku?!" Lelaki malang itu mengaduh kesakitan karena terkena pukulan. Si gadis berhasil menyingkirkan tubuh Michael yang masih sibuk memegangi kepalanya yang terasa sakit.

Sang dara berdiri dan memandang marah pada pemimpin Aleronn itu.

"Siapa kau?! Kenapa mengikutiku? Dan k-kau ... berani-beraninya menyentuh bagian itu!" teriaknya murka dengan netra menatap tajam sang Czar Alvern, sambil berusaha menutupi tubuh bagian depan dengan kedua tangannya yang berkulit putih dan halus.

Bibir si gadis gemetar menahan amarah dan rasa malu. Muka sang jelita memerah, terasa panas, dengan napas memburu.

"Aku tidak bermaksud menyentuh bagian itu. Aku hanya berusaha menahan tubuhku! Demi Dewi Aleta, aku alvern baik-baik!" teriak Michael membela diri.

Sang Kanaya ternyata sungguh galak. Entah kenapa, walau sedikit kesal, tetapi dia senang, karena si gadis terlihat menggemaskan dengan mata indah yang melotot padanya.

"Kau tidak boleh di sini! Ini bukan milik Aleronn atau daerah kekuasaan ras Alvern. Tidak ada alasan untuk menangkapku! Aku berhak tinggal di sini!" teriak gadis itu lagi.

Michael bangkit berdiri dan menatap lembut sang dara.

"Kenapa aku harus menangkapmu? Aku berniat meminta kau secara baik-baik untuk menjadi istriku."

Kanaya itu sontak melebarkan mata. "Apa?!"


Catatan penting :

Kanaya : jodoh/pasangan khusus untuk Alvern Bangsawan Murni.

Elda : pelayan

Lucca : sebutan untuk Ketua Keamanan Negeri Aleronn

Dean : sebutan untuk Kepala Sekolah Nubia

Azmera : sebutan untuk musim panen/musim gugur di Negeri Aleronn

Logon : sejenis naga hitam bersisik, bertaring dan bertanduk, dengan ekor panjang lancip, dan sayap hitam lebar

Bahasa Aleronn :

Le 's 'olla : selamat pagi

Shalve ashta : sampai jumpa

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro