CHAPTER 14. ALANNA AND OSCURO
Aro benar-benar pergi dengan Bruno begitu saja. Mereka tak percaya ada seorang ibu seperti mamaku yang akan nekat bertindak gila.
"Hugo, lakukan sesuatu untukku. Suruh Alrico memanggil Mateo ke sini secepatnya!"
"Tapi tadi Alpha bilang ia akan menghubungi Alpha Alrico, Luna."
Mataku tanpa sadar melotot ke arahnya. "Aku tak peduli! Kau telepon Alrico sekarang juga dan minta dia memanggil Mateo kemari secepatnya!"
"Baik, Luna. Aku akan menghubungi Alpha Alrico, tapi aku harus mengecek dan meminta para prajurit bersiaga lebih dulu. Tenanglah, seorang ibu akan tetap menjadi ibu, Luna."
Apa maksudnya? Ia tak tahu mamaku bisa segila apa!
***
Kakiku mondar-mandir di kamar berulang kali. Aku tak pernah merasa segelisah ini.
Aku memang pernah berencana untuk membuat pack ini mengusirku. Namun, bukan berarti bisa kubiarkan Alanna menghancurkan tempat ini tanpa ragu.
"Masuk!" teriakku saat mendengar ketukan perlahan di pintu.
Sosok wanita berambut ikal gelap berambut abu-abu muncul dari balik pintu. Senyumannya begitu ceria.
"Luna Luzia?"
Keningku berkerut, menjawab setengah ragu, "Ya?"
Ia melangkah masuk perlahan. "Aku Alma. Mate-ku, Hugo, menyuruhku menemanimu di sini. Kau tenang saja. Di sini aman. Pack ini terkenal paling tangguh dan kuat."
"Kuharap begitu," desahku risau.
Alma berhenti dan berdiri di dekat jendela. "Mmm ... kurasa tak ada ibu yang akan bertindak begitu kejam. Mungkin ia akan marah, tetapi rasanya tak mungkin akan menghancurkan atau membunuh orang sembarangan, bukan? Kau diperlakukan dengan baik di sini. Jadi, sepertinya dia tak akan punya alasan."
"Kau tak mengenal mamaku seperti aku. Aku bahkan belum bisa memastikan apa yang akan dia lakukan," gumamku gundah.
"Tenanglah, tak mungkin ia seburuk itu. Aku dengar soal kejadian penyeranganmu di kediaman Alpha Aldevaro. Kau hanya melukai, tetapi tak membunuh. Mamamu pasti tak akan bertindak lebih buruk darimu."
Kenapa Mateo belum tiba? Apakah Aro dan Hugo sudah menelepon Alrico? Apakah Ramon akan baik-baik saja?
"Apakah Hugo sudah mengontak Alrico dan Ramon?" tanyaku mengabaikan ucapannya.
"Oh, aku rasa mungkin sudah."
Aku menyipitkan mata ke arahnya. "Mungkin sudah?"
Alma tertawa riang. "Aku tak melihatnya menelepon, Luna Luzia. Jangan cemas. Ia sedang sibuk mengatur para prajurit. Dia pasti akan menghubungi mereka."
"Bagaimana jika ia terlambat dan Ramon dalam bahaya?!" bentakku.
Bukankah aku membenci Ramon dan keluarga barunya? Seharusnya kubiarkan saja mamaku mendatangi mereka, bukan? Kenapa aku merasa tak tega?
Alma tampak kaget beberapa saat. "Tetua Ramon tinggal dekat kediaman Alpha Aldevaro dan markas pusat perkumpulan manusia serigala Elorrio. Para tetua kerap berkumpul di sana. Ia pasti akan baik-baik saja."
Ucapannya yang penuh hati-hati tak membuatku tenang. Bagaimana jika Alanna menyerang kediaman Ramon, lalu melukai istrinya? Atau mungkin mamaku itu akan nekat membunuh mereka untuk balas dendam?
"Luna Luzia, tenanglah. Kau terlihat sangat tegang. Aku akan ambilkan sesuatu untukmu agar kau bisa santai sejenak. Kudengar dari kepala pelayan, kau hanya makan sedikit pagi ini."
Alma berbalik dan setengah berlari menuju pintu. "Aku akan kembali secepatnya, Luna Luzia. Tunggulah." Ia pun menghilang.
Apakah si Idiot Aro sudah menghubungi Alrico? Kuharap Bruno pun sudah mengontak Ramon. Kenapa Hugo begitu lama? Ia sudah menelepon atau belum?
Astaga. Ketiga lelaki idiot itu sungguh membuat aku gila. Kepalaku penuh dengan beberapa skenario terburuk yang mungkin akan terjadi.
Satu orang yang harus ada di sini agar aku tenang hanya Mateo. Cuma dia yang bisa menghadapi amukan mamaku. Namun, ketiga manusia serigala idiot itu malah meremehkan.
Lamunanku mendadak buyar saat mendengar suara gaduh, disusul teriakan bercampur tangisan di luar sana. Aku buru-buru mengintip dari kaca jendela.
Astaga, mamaku benar-benar datang. Namun, bukan hanya dia seorang. Ramon tampak didorong ke tanah dengan tubuh terikat. Ia berteriak-teriak histeris.
Sementara itu, ada tiga vampir, dua pria dan satu wanita, melangkah pelan seraya menyeringai. Mereka mencabik dan menggigit siapa pun yang tertangkap dengan sikap begitu santai.
Mataku melebar. Jantung pun memacu dalam debar. Bayangan yang kulihat dari penglihatan yang dibagikan oleh Mateo terpampang seolah nyata. Tanah berumput basah oleh cairan merah. Jerit tangis, disusul tubuh-tubuh, sebagian tak utuh lagi, terlempar dan terkapar di mana-mana.
Tanpa ampun, serigala prajurit, para pria, wanita, tua atau muda, bahkan anak-anak kecil yang tertangkap, tak luput menjadi sasaran. Mereka sangat kejam, melebihi batasan.
"Destrozar!" Mama bahkan menyerang dengan kekuatan penuh pada beberapa pelayan yang berhamburan dari dapur pack dan menghancurkan benda apa pun yang terlihat dengan serangan mantra seakan kekejaman para vampir tak cukup.
Sejak kapan mamaku berteman dengan para vampir? Apakah mereka yang disebut dengan oscuro?
Kulihat Hugo membentak mamaku dan juga ketiga vampir sebelum berubah wujud menjadi serigala.
Hugo sendirian melindungi sisa prajurit dan penghuni pack yang berlarian dalam kepanikan. Aku tak bisa diam saja. Kugerakkan kaki berlari keluar secepatnya.
"Mama! Hentikan!" teriakku dari teras.
Mama yang tengah sibuk menghancurkan dapur pack sontak menoleh. "Luzia! Sudah cukup sikap kurang ajarmu! Ikut aku kembali pulang!"
"Tolong suruh para vampir itu berhenti! Kalian tak perlu membunuh seperti ini!" tangisku pecah saat melihat anak-anak kecil yang terbaring di tanah tanpa nyawa. Sebagian malah masih merengek dan menangisi jasad orang tua mereka.
"Itu hukuman buat alpha mereka yang telah melakukan kesalahan besar dengan mencurimu dariku!"
"Apa salah mereka?!" jeritku. "Anak-anak bahkan tak tahu apa-apa, Mama!"
"Kemari kau! Dasar jalang!"
"Luna!"
Aku menoleh. Kulihat Nuela menatap penuh kecemasan. Di sebelahnya, Feyra, tampak menangis ketakutan.
Mulutku mengucap maaf tanpa suara. Kuusap air mata, lalu turun mendekati Alanna.
Seorang wanita vampir berambut lurus putih, memakai hiasan rantai dengan sepasang bulu unggas di kanan dan kiri dahi, memperhatikanku seraya maju perlahan. Mata peraknya mengerjap. "Oh, jadi ini yang kalian maksud? Kenapa harus dia, Kane?"
"Jangan gegabah, Ivy. Dia milik Nicolas."
"Oh, Allan. Nicolas selalu milikku, kau tahu itu."
"Kau hanya budak kepercayaan, Ivy, bukan pengantin terpilih!"
Ivy menoleh perlahan dengan mata menyipit ke arah lelaki yang membentaknya. "Itu terdengar kasar, Kane."
"Itu kenyataan, Ivy Darling," sahut seseorang yang tadi dipanggil Allan.
"Kalian tunggu apa lagi? Apa masih ingin mengobrol lebih lama di sini?!" bentak Alanna.
"Lindungi Luna Luzia!" teriak seseorang sebelum Allan melompat dan menggigitnya di bagian leher hingga robek dan hampir putus.
Serigala Hugo menggeram, menerjang ke arah Allan, tetapi segera terlempar ke arah yang tak jauh dariku. Ia berusaha bangkit dan melolong pilu.
Mataku membelalak menatap Alma yang tergeletak tanpa nyawa. Aku menggeram sebelum mengubah wujud, berdiri dengan empat kaki di samping serigala hitam Hugo yang masih meraung dalam lolong pilu.
"Hugo, kau bukan lawan oscuro itu. Kuatkan dirimu. Kita harus berusaha melindungi yang lain."
Ini pertama kalinya aku menggunakan tautan pikiran. Hugo mengerang saat menyadari suaraku.
Luna ... maaf. Aku menyepelekan perintahmu ....
Kita diskusikan saja nanti. Sekarang kesalahan ini tak bisa kita hindari. Mari bersama kita hadapi.
Serigala Hugo melolong tinggi, disusul sisa para prajurit dan penghuni pack lain yang kini juga turut berubah wujud. Mereka tampak buas dan siap menghadapi apa pun.
Kadang keberanian dan kenekatan muncul saat mempertahankan atau setelah kehilangan sesuatu atau seseorang yang berharga.
Aku melolong tinggi memberi komando sebelum menerjang ke arah vampir wanita. Serigala-serigala lain pun turut terjun ke arena pertarungan. Ekor mataku sempat menangkap tatapan penuh kemarahan dari Alanna.
"Ivy! Lakukan apa pun, tapi jangan sampai Luzia terluka! Atau Nicolas akan membunuhmu!" teriaknya.
"Tenang saja, Alanna. Aku hanya akan bermain-main dengan serigala kecilmu."
Ia melemparkanku seakan itu bukan suatu yang sulit. Aku kembali bangkit, menggeram, dan menerjang.
"Kane! Allan! Segera bereskan! Kita harus segera membawanya dan pergi dari sini secepatnya!" seru Alanna lagi ke arah dua vampir pria.
Apa hubungan antara aku dengan Nicolas? Aku miliknya? Pengantin terpilih? Apa maksud mereka? Kenapa mamaku terlihat begitu akrab dengan para oscuro?!
"Nyeri ...."
Hanya itu yang sempat terdengar sebelum aku meraung merasakan nyeri begitu hebat di tubuhku. Hugo menggeram seraya hendak menerjang ke arah Ivy.
"Lumpuh!" Bentakan seseorang membuat Hugo mendadak terhuyung, lalu jatuh terbaring tak berdaya.
"Lebih nyeri ...."
Aku melolong makin kesakitan sebelum terpaksa berubah kembali ke bentuk manusia. Samar, terlihat satu bayangan berkelebat sebelum kurasakan tubuhku dipanggul seseorang.
"Ivy, Allan! Bawa Alanna pergi dari sini! Pengantin Nicolas sudah bersamaku!"
Tanah di bawahku seperti bergerak begitu cepat. Kepalaku didera rasa pusing, ditambah nyeri di tubuh yang teramat hebat.
Kudengar samar lolongan-lolongan pilu dari arah pack. Di mataku, bayangan Aro pun seakan tampak.
Aku seharusnya tak mengulur waktu. Semua mungkin tak akan terjadi seperti ini jika Aro kubiarkan mengeklaimku.
Aro, maafkan aku ....
***
Okeeee setelah berabad-abad rasanya, bahkan ni lapak ampe bulukan dan berjamur, akhirnya saya bisa update lagi. Mohon maaf dan makasih banyak buat para pembaca yang setia menunggu kisah lucis ya. Semoga dua update ini bisa cukup memuaskan kalian semua.
Bagaimana kisah mereka selanjutnya? Tunggu update berikutnya.
See yaaaa<3
17/12/2021
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro