Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

51. Pudar

51. Pudar

Daren berhenti di depan pintu rumah orang tua Lila. Benda besar berbahan jati itu bergerak terbuka usai Daren ketuk beberapa kali. Seorang wanita muncul di ambang, memberi seulas senyum tipis pada tamunya.

"Sore, Tante." Daren menyapa.

Dara mengangguk singkat. "Sore, Ren."

"Lila ada, Tan?" Lelaki itu bertanya.

Dara mengernyit sebentar. "Lila di kost."

"Nggak ada, Tan. Saya udah datengin kosannya tapi tiga hari ini Lila nggak keliatan. Saya pikir dia di rumah," ungkap Daren.

"Loh, serius kamu?" Dara terheran. "Baru kemarin Lila telepon saya bilang lagi seneng, lagi makan-makan sendiri di kosan. Dia betah di sana, nggak mau pulang ke rumah."

"Oh, begitu, ya, Tan? Berarti nomor Lila aktif?" tanya Daren lagi yang akhir-akhir ini dibuat bingung oleh sikap Lila.

"Aktif. Biasanya dia telepon saya malem-malem. Kalo pagi sampe sore gini susah dihubungin. Tapi saya maklum, dia pasti baik-baik aja di sana." Dara berujar. "Mungkin kamu dateng ke kosannya pas dia lagi pergi. Lila itu lagi suka jalan-jalan sendiri, katanya mau nyenengin diri sendiri biar nggak banyak pikiran."

Daren mengangguk yang artinya memahami semua ucapan Dara. Entahlah, tapi yang terjadi pada Daren tentang Lila malah sebaliknya. Cewek itu menghilang tanpa kabar yang jelas sejak beberapa bulan terakhir. Dihubungin pun sangat susah. Chat Daren juga jarang dibalas.

'Apa Lila udah bosen, terus ga mau berhuhungan lagi sama gue?' Begitu isi pikiran Daren.

Lelaki yang memiliki usia sama dengan Lila, yaitu sembilan belas tahun, kini beranjak usai pamitan pada Dara. Ia menghampiri motornya yang terparkir di halaman rumah kediaman orang tua Lila, lanjut pergi meninggalkan tempat. Derum motornya terdengar makin jauh di telinga Dara.

Dia sama sekali tidak tahu bahwa hidup Lila berubah semenjak bertemu dengan Amatheia La Luna. Tanpa Daren tahupun terkadang namanya menyelinap masuk ke pikiran Lila. Tapi mungkin perasaan Lila ikut berubah seperti gaya hidupnya sekarang.

Di lautan lepas, Lila menikmati sergapan air yang mulai bertambah dingin karena matahari sedikit lagi tenggelam sempurna. Lehernya berhias kalung koin berukir ekor siren yang tak ingin ia lepas sampai kapanpun. Rambutnya bergerak di bawah ombak, bersamaan tubuhnya terus berpindah dari satu titik ke titik lain.

Ikan-ikan berhamburan menjauh dari Lila karena sosok siren memiliki energi jahat yang bisa saja membunuh makhluk lain tanpa aba-aba.

"Gosh, sum abhorrent!" (Anjir, kaget!)

Lelaki berambut biru itu menghindar saat hampir bertubrukan dengan Lila. Iya, tadi itu Mavi yang latah berkata kaget. Segelintir ikan lucu yang tadi berada di belakang Mavi, kini semuanya berpencar karena tidak mau berurusan dengan Lila— si siren baru.

Layaknya sirene pada ambulans, sinyal siren Lila langsung menyala dan hendak mencelakakan Mavi. Untung saja Mavi mampu menghindar sebelum penderitaan datang padanya. Dia berenang menjauh hingga figurnya lenyap dari pandangan Lila.

Kala Mavi pergi, Lila masih diam di tempat. Dia tidak tahu apakah seperti ini kehidupan siren? Kerjaannya marah terus bahkan tanpa alasan?

Setelah beberapa bulan hidup menjadi makhluk baru, Lila pikir jawaban atas kebingungannya itu adalah benar. Siren suka cari perkara dan marah-marah sendiri, lebih ngerinya mereka senang membunuh.

Walaupun kini memiliki sedikit kekuatan dari kehidupan lamanya sebagai Putri Siren, ternyata Lila tak bisa sembarangan menyerang makhluk lain. Dia selalu terbayang-bayang wajah garang Amatheia La Luna. Nyalinya langsung ciut bagai balon yang dikempeskan.

Lila menggerutu, "Ille ferox valde." (Dia sangat galak.)

⚪️ ⚪️ ⚪️

Bastian bersiul ketika seorang cewek melintas di depannya.

Sebanyak apapun cewek yang ia temukan di sepanjang hari, tetap saja Bastian tak bisa lupa pada sosok manis yang ia temukan di kafe kala itu. Ia masih bisa merasakan betapa ngilu 'miliknya' dihantam Kyra. Aw, sakit tapi kalau diingat-ingat bikin Bastian kesengsem.

"Ya Tuhan, jadikanlah dia jodohku." Bastian menengadah menatap langit.

Satu temannya menoleh. "Siape?"

"Yang pasti bukan Lila," sahut Bastian yang mendadak judes lagi.

Teman-temannya menertawakan Bastian. Memang benar, hubungan Bastian dan Lila sudah betul-betul kelar sejak perpisahan yang tak mengenakkan itu. Sekarang Bastian hampir tidak pernah lagi membicarakan Lila, padahal biasanya masih suka sebut-sebut nama mantan istrinya itu.

"Bas, pernah nyangka nggak, lo bakal jadi duda muda?" Aizan bertanya sambil menahan tawa.

"Masih tujuh belas tahun udah jadi duda. Sebuah pencapaian yang membanggakan!" Kenzo bertepuk tangan.

"Bentar lagi delapan belas." Bastian menyahut tak senang hati.

No menyambar, "Tetep tergolong muda, Bas."

Bastian mendelik malas dan meneguk minuman kalengnya. Ia suka sekali sesuatu yang bersoda. Di tangan kiri Bastian terdapat sepuntung rokok yang sudah sisa setengah. Dia menghisap benda itu dan mengeluarkan asap tipis ke udara.

"Langit sama istrinya apa kabar? Belom cerai?" Teman-teman Bastian tertawa lagi.

"Bentar lagi juga cere. Ngikutin jejak Bastian sama Lila. Hahahaha!"

"Gegayaan nikah muda. Dipikir gampang."

"Gampanglah! Langit mah santuy, duitnya ngalir terus kayak air sungai. Emangnya Bastian, masih ngemis ke orang tua!" Kini Aizan mencibir Bastian lagi.

Bastian lantas menepak bahu Aizan dengan penuh kekesalan. "Lo ngatain gue mulu, bangsat!"

"Kenyataan emang pahit, Bas. Udah ditinggal istri, ga punya duit sendiri lagi. Nasib, nasib ...." Aizan cekikikan.

Bastian yang masih belum pintar mengatur emosi dan cenderung temperamen itu nampak ingin meninju Aizan. Dia melempar kaleng minuman ke jalanan hingga menimbulkan suara bising. Kemudian Bastian berbalik untuk masuk ke markas Kazute dengan wajah ditekuk.

"Jangan ngambek ah," rayu Aizan.

"Bacot, ****tot." Bastian membalas ketus.

"Yah ... anak Tante Clarie ngambek. Berabe, nih!" Lelaki bertubuh jangkung itu berkata.

"Ngambeknya jangan banting barang, ye, Bas. Gue males benahinnya." Teman Bastian yang lain berseru.

Bastian tak peduli. Ia menutup pintu markas dengan cara dibanting dan tak ingin ada orang lain masuk karena ia tidak mau diganggu oleh siapapun. Tiba di ruang tengah, Bastian terbang ke arah sofa dan mendarat mulus di sana. Ia mengeluarkan ponsel untuk membuka sebuah aplikasi.

"Dia punya instagram ga ya ...," gumam Bastian.

Ia mengetik empat huruf pada kolom pencarian. Kyra. Maka muncullah banyak akun dengan nama seperti itu. Bastian mengecek satu-satu persatu mulai dari atas dan berhenti di akun yang memiliki jumlah followers cukup banyak.

Mata Bastian melebar kala ia lihat profil Kyra. Wajah itu persis ketika mereka bertemu di kafe, malahan lebih cantik aslinya. Berarti ini Kyra yang Bastian cari sudah berbulan-bulan lamanya. Kenapa baru sekarang ketemu akun social media-nya?!!!

"Yes, ketemu!" Bastian bersorak riang.

Tanpa menimang-nimang, Bastian langsung tancap gas alias memulai aksinya untuk mendekati cewek jutek satu itu. Ia membuka kolom Direct Message, berlanjut mengetik kata demi kata yang segera ia kirim ke Kyra.

bastianarsenic:
Ini Kyra yang pernah nendang burung gue kan

Sepertinya Kyra sedang tidak sibuk, atau mungkin tak sengaja menyentuh notifikasi dari Bastian. Ia membaca chat itu kurang dari lima detik karena ketika Bastian sudah mengirim pesan, langsung muncul tulisan 'seen'.

Sayang sekali pesan itu tidak dibalas. Sepertinya Kyra ingat siapa Bastian makanya dia enggan membalas. Alhasil, Bastian mencak-mencak sendiri diabaikan seperti itu.

bastianarsenic:
Bales dong... 🥺

Ternyata Kyra tidak setega itu pada Bastian. Ia menanggapinya meski tak semanis yang Bastian harapkan. Tapi tak apa, yang penting dibalas!

kyrazw:
y

Lagi, Bastian dengan gesit mengetik apa yang ada di otaknya.

bastianarsenic:
Followers nya banyak bingit. Pasti selebgram! Folbek ya

kyrazw:
gamau follow cowok brengsek. soz.

bastianarsenic:
Nggak brengsek kok 🥺

kyrazw:
udah brengsek, tukang boong lagi.

bastianarsenic:
Ya ampun, jangan salah sangka gitu Rara ☹️

kyrazw:
Kyra bukan Rara.

bastianarsenic:
Iyaa, anggep itu panggilan sayang dari gue hehe

kyrazw:
dih

bastianarsenic:
Nanti lo panggil gue Babas ya biar so sweet hehehehehe

kyrazw:
??? bye

Setelah itu, chat Bastian tidak dibaca lagi oleh Kyra. Bukannya kesal, Bastian malah jingkrak-jingkrakan sambil kembali mengamati foto-foto Kyra di laman instagramnya. Cantik semua. Wajahnya tidak membosankan.

"Gileee, Lila kalah bening sama Kyra!" Bastian memuji.

"Dari tampangnya kayak bukan cewek nakal, sih. Ajiiib, manis banget!" Sekarang Bastian makin heboh sendiri.

Mengejar cewek dingin dan jutek itu memiliki tantangan tersendiri bagi sebagian lelaki. Dulu, Lila sangat mudah didapatkan. Kini, Bastian harus lebih bersabar karena Kyra sulit ditaklukan.

"Coba aja dulu, siapa tau beruntung!" Cowok itu berujar penuh semangat.

"Jodohku ... I'm coming!"

⚪️ ⚪️ ⚪️

Malam itu menjadi malam yang melelahkan bagi pasangan muda ini. Ally menyentuh kening ketika pening menghampiri, kemudian menatap Zen yang sibuk menenangkan bayi mereka. Anak itu menangis terus.

Zen membalas tatapan Ally. Istrinya masih tiduran karena tenaga dia terkuras semua sehabis melahirkan. Mau bergerakpun sakit.

"Kamu yang bener dong gendongnya. Masa nangis terus dari tadi," cetus Ally.

"Udah bener, Ly. Dia kayaknya mau sama kamu." Zen menyahut.

Ally menggeleng pelan. "Nggak ah. Aku masih capek banget."

"Sebentar aja, Ly, dia nggak berat kok." Zen mendekat, tapi Ally makin geleng-geleng kepala.

"Nggak mau! Pegel," ketus Ally. "Kamu mau nyiksa aku, ya?"

"Ini anak kamu, loh. Kok bisa ngomong begitu?" heran Zen.

Ally tak menjawab lagi. Dia tutup mata dan mencoba untuk tidur. Sayang, telinganya lagi-lagi terganggu oleh tangisan bayi yang dia anggap mengganggu ketenangannya. Ally buka mata sampai melotot. Dia menatap tajam Zen, pertanda tak suka dengan keadaan ini.

"Tadi kamu kenapa izinin Mama pulang, sih? Jadi repot, kan! Padahal kalo ada Mama pasti itu bayi nggak nangis terus. Mama kan udah berpengalaman," seloroh Ally yang kesal karena ibu mertuanya diizinkan Zen untuk pulang.

"Calm, Baby, Mama bakal dateng lagi besok," tutur Zen, dia terlalu sabar menghadapi sifat menyebalkan istrinya.

"Besok itu kerasa lama kalo malem ini aku diganggu terus sama suara berisik anak kamu." Ally berujar sengit. "Aku tuh capek banget, Zen, butuh tidur!"

"Ya udah, kamu tidur aja." Zen menyuruh.

"Nggak bisa!" kesal Ally, kemudian menilik bayi imut yang berada di dekapan Zen. "Berisik banget itu."

Zen berdecak. "Kamu jangan gitu sama dia, Ly."

"Biarin. Makin ngeselin gara-gara mukanya lebih mirip kamu. Maunya mirip aku!" Ally makin bertingkah childish.

Zen menggeleng samar, tidak menyangka Ally akan bersikap seperti itu pada anaknya sendiri. Bahkan sekarang Ally menyalakan ponsel, menyolok earpods, kemudian menyumpal benda kecil berwarna putih itu ke telinga dan mulai mendengarkan musik. Dia tutup mata tanpa mau mengindahkan Zen yang memintanya untuk gendong bayi itu.

"Jangan ganggu!" cetus Ally.

Batas sabar Zen sudah hampir habis. Dia segera melepas satu earpod dan berseru, "Aku cuma minta kamu gendong dia sebentar. Nggak susah, Ally."

"Dibilang nggak mau! Ngertiin aku dong," cecar Ally.

"Kalo dia ada di deket kamu, pasti nggak nangis lagi." Zen berucap.

"Nggak. Siapa suruh bikin aku hamil. Udah dibilang aku belom siap punya anak. Susah ngurusnya. Ribet!" Ally melirik Zen sangat sinis dan langsung memasang earpods-nya lagi tanpa peduli pada apapun.

"Ya Tuhan." Zen terperangah.

⚪️ ⚪️ ⚪️

Ketika rumah tangga Zen dan Ally diselimuti pertengkaran kecil karena suara bayi berisik, lain halnya dengan Langit dan Alaia yang malah menikmati momen menyenangkan mengasuh dua bayi mereka. Makin seru karena Bunda beserta Ragas ada di sini untuk menemani.

Ragas dan Langit sibuk menenangkan Aishakar, sementara Alaia sedang memberi asi pada Atlanna.

"Apa rasanya, ya?" Alaia bertanya, menatap bibir mungil Atlanna yang tengah menghisap.

Bunda yang duduk di kursi dekat brankar itu terkekeh. "Tiap asi punya rasa beda-beda, ada yang bilang rasanya tergantung sama apa yang ibunya makan sehari-hari."

Langit menghampiri Alaia dan menutup dada istrinya dengan selimut agar tidak dilihat Ragas.

"Mana sempat, keburu keliatan." Ragas menyeletuk.

"Tai." Langit meninju perut Ragas dengan satu tangan.

"Ngit, omongan lo diserap Aishakar tau! Kasar banget, sih." Ragas menegur.

"Oh iya, maaf." Langit langsung berbisik ke anak lelakinya. Dia menempelkan pipinya ke pipi bayi itu, lalu menggesek hidung mancungnya ke hidung kecil Aishakar. Alhasil makhluk imut tersebut tersenyum lucu.

Respons Aishakar mengundang perhatian Alaia dan Bunda. Gemas sekali melihatnya. Lantas Alaia mengecup kening Atlanna yang lebih anteng dan sebentar lagi terlelap. Sebenarnya Alaia sudah sangat mengantuk, tapi ia paksa untuk tetap terjaga demi memberi segala yang terbaik buat anak-anaknya.

Usai Atlanna tidur, gantian Aishakar yang menyusu. Tidak perlu waktu lama sampai dua anak itu sama-sama pergi ke alam bawah sadar. Langit membantu Alaia membenarkan posisi bajunya, kemudian memberi segelas minuman yang langsung dihabiskan dengan cepat.

"Capek ya, Moms." Ragas menyeletuk. "Semangat, Alaia! Perjuanganmu akan dilanjut tengah malem nanti. Pasti itu Upin Ipin nangis-nangis heboh."

"Om, jangan sembarangan. Enak aja Upin Ipin," semprot Langit.

Alaia menutup mata sambil memeluk lengan Langit yang duduk di dekatnya. Tubuh Alaia lebih hangat, wajahnya lelah tapi selalu ia tutup dengan senyuman. Memang Alaia sangat cantik, bukan cuma dilihat dari fisik, melainkan hatinya pun secantik itu.

"Mau makan, nggak?" Langit bertanya seraya mengamati Alaia.

Alaia menggeleng. "Nggak," jawabnya begitu pelan.

Kemudian Alaia beranjak terhati-hati untuk duduk. Langit siaga menolong dan memenuhi semua permintaan Alaia, termasuk ketika istrinya berkata, "Mau pipis."

"Pelan-pelan, Mami." Ragas berpesan.

"Eh, kurang W. Mamiw." Sekarang lelaki itu tertawa sendiri. "Berasa manggil ibu kucing, ye!"

Ragas memang suka sekali menggoda siapapun. Dia itu sebenarnya bangga melihat Alaia dan Langit, masih sangat muda tapi sudah diberi tanggung jawab besar mengurus dua bayi sekaligus. Sedangkan dirinya belum memiliki keberanian penuh untuk mengajak Lana menaiki level hubungan mereka.

Setibanya di toilet, Langit dan Alaia masuk. Alaia mencegah suaminya yang hendak mengangkat penutup kloset duduk. Lantas Alaia menaruh bokongnya di atas penutup kloset dan berdiam di sana. Ia duduk anteng sambil memeluk Langit yang berdiri tepat di depan dia.

Langit mengusap kepala Alaia, dia tau perempuan itu kecapekan. Wajah Alaia menempel ke perut Langit yang terbalut kaus hitam. Ia memejamkan mata, perlahan-lahan menunduk.

"Abis ini Aia langsung bobo aja. Kalo nanti Aishakar atau Atlanna bangun, biar aku yang urusin bareng Bunda. Kamu istirahat aja, ya," tutur Langit.

Alaia tidak menyahut, bahkan tak sedikitpun ia bergerak. Tangannya yang semula memeluk Langit kini terlepas. Maka Langit memeriksa dengan cara mendongakkan wajah Alaia agar bisa ia lihat.

"Sayang," panggil Langit ketika ia ketahui cewek itu tidak bereaksi, matanya tertutup rapat, dan tubuhnya terkulai lemas serta dingin.

Lagi, Langit memanggil. "Aia?"

Dan sama sekali tak mendapat respons dari Alaia.

⚪️⚪️ To Be Continued ⚪️⚪️

Terima kasih udah baca Alaia!!!
Jangan lupa share & ajak temen-temen kalian buat baca juga yaaa😍🧜🏻‍♀️

• follow instagram kami okeee! biar ga ketinggalan berita baru
@radenchedid
@alaiaesthetic
@langitshaka
@ragascahaya

• twitter (kalo mau mutualan jgn lupa mention ak)
@radenchedid

• tiktok
radenze

🤍⚡️🧜🏻‍♀️ see you babygeeeeng 🌧✨🌷

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro