Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

34. Mrs. Raja

34. MRS. RAJA

Langit berdiri di depan sebuah pigura besar yang menampilkan potret dirinya bersama Alaia, berbalut pakaian serba putih dengan latar laut yang cantiknya tidak main-main.

Foto ini diabadikan beberapa bulan lalu, tepatnya satu minggu setelah Bunda menjalankan operasi pengangkatan tumor.

Alaia menghilang dari samping Langit, ia menyamperi pigura lain. Di sana ada dirinya dan calon suami yang terlihat asyik menunggang kuda putih di tepi pantai. Senyum Alaia merekah, terlihat begitu natural.

"Hihi, lucu!" Alaia gemas, ia menunjuk salah satu foto.

Langit nengok, ikut melihat foto yang Alaia maksud. Kali ini konsep fotonya tak terlihat seperti pre-wedding, melainkan persis poster promo makanan.

Mengapa demikian? Karena dalam potret itu Langit sedang memegang sepotong martabak dengan coklat lumer, sedangkan Alaia tengah memamerkan sebuah es krim cone.

"Beuh, udah cocok jadi model iklan nih!" Langit terkesima.

Alaia tertawa. Ia beralih ke foto lain, kini berhenti di depan pigura yang hanya berisi satu makhluk. Bukan Langit ataupun dirinya, melainkan sahabat Alaia di laut— si lumba-lumba pemilik tubuh pink yang populasinya cukup langka.

"Lumy!" Alaia memekik tertahan. Ia gembira karena Langit mengabulkan keinginannya untuk memajang foto Lumy di acara pernikahan mereka.

Hari spesial itu sebentar lagi tiba. Segala persiapan sudah mencapai angka sembilan puluh lima persen. Mulai dari undangan, perlengkapan pengantin serta keluarga besar, lokasi resepsi, prasmanan, dan lain-lain. Semuanya aman.

Bila kalian ingin tahu, ini sedikit bocoran bros dan souvenir yang akan disediakan untuk para hadirin:


Hari ini, tepatnya sebelum petang, Ayah akan tiba di darat. Beliau tidak mau melewatkan momen betapa repot mempersiapkan nikahan. Walau ribet, tapi tentunya seru dan meninggalkan kesan serta kenangan yang tak akan terlupa seumur hidup.

Langit tak henti berdoa dan meminta pada Tuhan untuk memberi kelancaran atas rencana ini. Ini adalah impiannya, menikah di usia muda dengan seseorang yang ia cinta. Langit yakin Alaia adalah orang terakhir yang mengisi kekosongan hatinya.

Cowok itu sangat berharap tidak ada sesuatu yang mencoba menggagalkan acaranya. Ia telah menghindari segala drama, juga sudah menyelesaikan masalah. Fokusnya hanya akan tertuju ke hari besar itu.

"Aia," panggil Langit kala ia lihat gadisnya mendadak diam dan bermuram durja.

Alaia menoleh, vokalnya sangat lembut tiap bicara. "Iya?"

"Kenapa?" Langit bertanya. "Ada yang kurang? Kalo kamu belom puas sama dekorannya, langsung bilang aja, biar bisa dibenahin lagi."

Alaia menggeleng. "Aku suka... nggak usah diubah lagi."

"Terus kenapa bete gitu mukanya?" Langit membalas.

Mimik Alaia berubah makin murung. "Sedih."

"Kenapa, Sayang?" tanya Langit, suaranya memelan.

Cowok itu merapikan rambut Alaia yang sedikit berantakan karena tidak diikat. Alaia menikmati sentuhan Langit yang membuat matanya mengarah terus ke wajah ganteng itu. Sekarang Alaia tau kenapa tunangannya itu diberi nama Langit.

Langit memiliki wajah yang cerah dan tatapan menenangkan seperti langit di atas sana. Indah sekali ciptaan Tuhan.

"Hm?" Langit memamerkan muka bingung.

Napas Alaia terdengar berat. Ia menunduk sebentar sambil menyentuh dua jari Langit untuk digenggam. Setelahnya Alaia kembali memandang Langit.

"Aku sedih karena ga ada orang tuaku," ungkap Alaia.

Untuk masalah itu, Langit paham akan kesedihan Alaia. Usaha Alaia menjelajahi lautan demi mencari keberadaan orang tuanya sama sekali tak membuahkan hasil. Ia berenang sampai menghabiskan waktu yang banyak, tapi tetap tak menemukan titik terang akan keberadaan dua makhluk itu.

"Aku selalu kepikiran, sebenarnya orang tuaku ada atau nggak. Kenapa sampai sekarang aku nggak ketemu mereka," tutur Alaia.

"Iya, ngerti," papar Langit.

"Apa karena aku pernah hilang, jadinya mereka nggak suka aku?" Alaia cemberut.

"Pasti bukan itu alesannya. Menurut aku, ini cuma masalah waktu. Kalo bukan sekarang, mungkin nanti kamu bakal ketemu mereka." Langit menuturkan.

Alaia menatap Langit penuh harap. "Beneran? Nanti aku bisa ketemu mereka?"

Langit manggut. "Semoga."

Senyum Alaia perlahan kembali hadir. Hati dan pikirannya lebih adem setelah mendengar omongan Langit. Tak terbayang dalam benak Alaia bila saat itu ia tak dipertemukan dengan Langit. Pasti kisah hidupnya tidak akan lebih indah dari ini.

"Sini aku bisikin," ucap Langit sambil menggapai kepala Alaia.

Alaia penasaran dan menunggu Langit berbisik di telinganya. Rasanya geli ketika tangan Langit menyentuh kuping Alaia, bikin gadis itu bergidik merinding.

"Kalo aku nikahin anaknya Raja sama Ratu tanpa mereka tau, nanti aku dihukum ga?" bisik Langit.

Alaia terkekeh lucu. "Nggak. Kecuali kamu izin dulu sama laut."

Langit kini menatap Alaia. "Gitu ya? Berarti aku kudu bincang-bincang sama laut dulu nih?"

Sambil mengangguk, Alaia tersenyum senang.

"Oke deh. Hayu atuh, temenin." Langit menarik Alaia, membawa kekasihnya keluar dari kapal pesiar.

Keduanya berjalan mendekati air sambil diiringi tawa. Sebenarnya Alaia tidak serius berkata seperti tadi, tapi reaksi Langit cukup menghiburnya. Apalagi saat cowok itu berjongkok di atas pasir sambil menepak-nepak air laut.

"Punten, laut...." Langit menyapa.

Alaia ikut memainkan air menggunakan tangannya dan tak henti menertawakan Langit. Dia bicara banyak pada laut, seakan sedang ngobrol dengan seorang kerabat.

Meski Langit bertingkah aneh, tak bisa dipungkiri bahwa Alaia makin sayang padanya.

⚪️ ⚪️ ⚪️

Bastian ditinggal dua perempuan kesayangannya sekaligus. Lila dan Syadza. Dia terpukul hingga hari-harinya menjadi kelabu semenjak sumber bahagianya tak lagi ada.

Lila pergi setelah hubungannya dengan Bastian benar-benar usai. Sedangkan Syadza sampai detik ini tak diketahui keberadaannya.

Entah dia memang hilang, diculik atau mungkin ... mati?

Keluarga Syadza sudah mengerahkan pihak berwajib untuk bantu mencari. Tapi setelah ditelusuri hingga berhari-hari, jejak perempuan itu sama sekali tidak ditemukan.

Hanya ada satu informasi didapat oleh mereka, yaitu tempat terakhir yang Syadza kunjungi ialah bar di dekat pantai. Selepas itu, Syadza lenyap tanpa alasan jelas.

"Gue benci banget idup kayak gini!" Bastian memukul cermin besar di kamarnya, memberi efek getaran yang untungnya tak menimbulkan retak pada permukaan.

Biasanya Bastian akan keluyuran dan kumpul bersama Kazute untuk menyegarkan otak. Tapi buat sekarang, hal tersebut akan sulit terjadi lantaran waktu main Bastian dibatasi oleh Deon dan Clarie.

Bastian tak semudah itu pergi dari rumah tanpa izin orang tuanya. Kunci motor Bastian ditahan, uang sakunya dikurangi sangat banyak, serta dirinya dipantau oleh orang kepercayaan Deon.

Dia diberi waktu beberapa bulan untuk memperbaiki diri, minimal mampu belajar dari kesalahan. Dan bila Bastian gagal, terpaksa ia akan dipindahkan ke luar negeri dan hidup bersama kakeknya yang merupakan seorang mantan Abdi Negara.

"BANGSAT!" Bastian teriak, sekali lagi ia menghantam benda mati yang tak bersalah.

Cowok itu duduk di tepian kasur dan menepak kepalanya berulang kali dengan rasa kesal. Bastian menggerutu, ia tidak betah berlama-lama di dalam ruangan yang sepi. Ia mau bebas.

"Mama Papa banyak boong," celetuk Bastian. "Katanya gue anak kesayangan. Tapi ini apa? Malah dikurung! Emangnya gue ayam!"

Ia terus meracau dan heboh sendiri. Bastian adalah pribadi yang munafik. Di belakang orang tuanya ia berani memaki dan membicarakan hal buruk tentang mereka. Tapi ketika berhadapan dengan Deon serta Clarie, Bastian menjadi anak baik yang seakan mau bertobat dari kenakalannya.

Sebenarnya Bastian ini anak pembawa berkah atau petaka bagi orang tua dia?

Bastian bergerak menghampiri meja rias yang di atasnya terpajang dua bingkai foto. Satu, berisikan foto dirinya bersama Lila ketika baru pertama kali jadian. Dua, foto Lila yang sedang tersenyum manis ke kamera.

"Kangen," aku Bastian.

Lalu ia mengusap wajah dan duduk lagi di kasur. Pikiran Bastian selalu terbagi ke Lila serta Syadza. Sekarang Bastian dilanda galau karena calon bayinya hilang semua. Bila Bastian lebih waras, mungkin ia akan menangis karena kehilangan semua itu.

"Apa yang ilang, ya udah bakal ilang terus." Bastian berucap tidak jelas.

"Tapi kalo anak ilang, kan bisa dibikin lagi. Okelah, ga masalah," lanjutnya.

⚪️ ⚪️ ⚪️

Lila terduduk di sofa dengan sebuah kotak hitam di tangan. Pada bagian penutup kotak terukir jelas dua nama berwarna silver; Alaia & Langit.

Sebelum membukanya, Lila menatap langit-langit kamar kos sambil menarik napas panjang. Berat sekali menghadapi keadaan ini. Hatinya belum siap menerima kenyataan bahwa lelaki yang ia cinta sebentar lagi akan menjadi milik Alaia untuk selamanya.

Matanya panas, tanda-tanda akan mengeluarkan derai air. Jemarinya bergetar kala menyentuh penutup kotak. Hatinya juga nyeri, seperti baru saja dikoyak hingga perih yang dirasa.

Sambil menahan tangis, Lila membuka kotak tadi dan langsung disuguhi sebuah undangan berbahan akrilik bening yang cukup unik. Bentuknya cantik, dipadukan dengan warna abu-abu metalik pada tulisannya.

Langit Shaka Raja &
Amatheia La Luna (Alaia Narelle)

Sesak sekali membaca dua nama itu. Tidak lebih dari semenit, Lila menutup kotak tersebut dan menaruhnya di atas meja dengan sedikit dibanting. Ia menyeka air yang hampir meleleh dari mata.

"Jahat," gumam Lila, berpikir Langit tega meninggalkannya seperti ini.

"Pas aku mau berubah jadi baik lagi sesuai yang kamu mau, kamu malah tetep pilih cewek itu." Lila tertunduk dengan pikiran mengarah ke Langit.

Ia beranjak dari sofa, langsung mengambil benda-benda di sekitarnya untuk dibanting ke lantai. Tak terkecuali undangan tadi. Benda itu terjatuh dan Lila tidak peduli isinya pecah atau bagaimana. Ia marah, kesal, sakit hati, merasa harga dirinya dijatuhkan sedalam mungkin oleh Langit.

"Ga boleh!" Lila memekik, air matanya tumpah ruah.

"Ga boleh nikah sama cewek lain! Langit!" Dia terduduk di lantai yang berlapis karpet bulu-bulu, lalu memeluk lutut sambil menangis keras.

Dalam tangisnya, otak Lila memutar kilas balik tentang dirinya dan Langit beberapa tahun silam. Masih terngiang di benaknya ketika Langit membicarakan hal serius tentang hubungan mereka yang ingin dibawa ke jenjang pernikahan. Kala itu mereka masih SMA dan Lila menanggapi omongan Langit sebagai candaan.

Sekarang Lila tersadar. Dulu, Langit memiliki harapan agar hubungan mereka bertahan lama bahkan sampai selamanya. Tapi Lila malah berkhianat, membuat Langit sakit dengan kenyataan bahwa Lila lebih pilih lelaki lain.

Kini rasa sakit Langit berpindah ke Lila. Perempuan itu merasakan betapa hancur hatinya, merasa hidup ini tak adil. Seakan dirinya percuma masih tinggal di bumi.

Untuk apa ia hidup bila orang yang dicintainya tak bisa ia miliki.

Bila sedang rapuh seperti ini, biasanya otak seseorang tak bekerja maksimal. Yang dipikirkan hanyalah hal-hal suram bersifat negatif. Lila pun begitu, ia masih menangisi Langit hingga tersedu-sedu dan berpikir haruskah ia mati agar tak merasakan sakit lagi?

Lila telah memikirkan segala cara untuk mendapati hati Langit lagi. Tapi semua itu terbuang percuma. Langit tetap pilih Alaia, dan siap mengubah status cewek itu menjadi istrinya.

"Harusnya gue yang di posisi dia," lirih Lila.

"Harusnya gue yang dipilih Langit. Harusnya gue, bukan dia!" Lila meledak lagi, dia memukul kotak undangan dan menendangnya hingga menabrak tembok.

"Nyebelin!" Lila memaki, air matanya kembali turun.

Suara Lila yang berisik mengundang seseorang datang ke kamarnya dan mengetuk pintu dengan terburu-buru. Terdengar suara wanita dari luar sana, membuat Lila spontan menjeda tangis.

"Lila? Ada apa di dalem?" Ibu Kos bertanya, dari intonasinya menandakan ia cemas.

Lila menghapus jejak air mata dan berjalan ke pintu untuk bertemu Ibu Kos. Setelah pintu terbuka, wanita tadi menanyakan keadaan Lila. Beliau juga melirik ke dalam kamar, mendapati keadaannya berantakan.

"Kenapa? Ibu denger kamu teriak-teriak sambil nangis. Ada apa, La?" Ibu Kos khawatir.

Lila bungkam, tak menjawab pertanyaan itu. Tatapannya kosong dan tampangnya sangatlah datar. Itu terjadi hingga puluhan detik, sampai akhirnya Lila mau bersuara lagi.

"Bu, Ibu pernah ditinggal nikah ga?" Lila bertanya.

Ibu Kos mengernyit sesaat. "Alhamdulillah, nggak pernah."

"Berarti Ibu beruntung, nggak kayak saya." Lila tersenyum kecut.

"Kamu ditinggal nikah?" Ibu itu bertanya terhati-hati, takut menyinggung perasaan Lila.

Lila mengangguk. "Ya. Gara-gara cewek perebut."

"Astaghfirullah. Sabar ya, Nduk." Ibu Kos menepuk bahu Lila, meremasnya ringan.

Lila membuang napas lelah. "Rasanya saya mau ancurin acara mereka. Saya nggak terima. Hati saya sakit banget."

Ibu menggeleng dan berkata, "Jangan. Biarpun orang lain berbuat jahat ke kita, kita ga boleh bales dengan kejahatan juga."

"Kamu harus inget, seorang penggoda dan seseorang yang berengsek itu udah satu paket. Kamu ga usah terlalu sedih. Allah masih baik ngelindungin kamu dari lelaki yang nggak setia kayak gitu," ungkap Ibu.

Lila mengangguk lemah, seperti dirinya adalah perempuan paling tersakiti. Ia membuat Si Ibu berpihak padanya. Padahal Langit sangat setia, malahan Lila yang mudah tergoda lelaki lain.

Bener-benar sinting.

⚪️ ⚪️ ⚪️

Ragas menyapa anggota Tongkrongan Dewa sambil memukul-mukul helm hingga bunyinya terdengar seperti irama lagu.

Teman-temannya sedang pesta di dalam sana. Mereka makan gorengan ditemani minuman soda. Suasana selalu seru dan penuh gelak tawa. Bahkan Ragas yang baru datang pun langsung menjadi bahan tawaan karena lelaki itu tiba-tiba terpeleset akibat menginjak sampah plastik hingga jatuh ke lantai.

"Anying, helm aing!" Ragas memekik melihat helmnya terlepas dari genggaman tangan dan bergelinding menjauh darinya.

Skipper tertawa keras. "Helm adalah prioritas utama."

Helm itu bukan sembarang helm. Ragas sangat mencintai helmnya karena telah menemani dia bertahun-tahun lamanya. Bukan hanya itu, harganya yang selangit menjadi alasan lain mengapa Ragas sangat melindungi benda itu.

Helm dengan tipe Arai Rx-7 V ini seharga 67 juta.

Ragas membelinya sebagai reward untuk diri sendiri setelah bekerja keras membangun usaha bersama Langit. Itu terjadi sebelum mereka memiliki banyak pegawai. Meski terlihat santai, namun Ragas dan adiknya cukup gigih mencari uang.

Kakak beradik itu pernah meminta sesuatu dari orang tua mereka untuk dibelikan barang-barang yang mereka mau. Tapi Ayah dan Bunda tak mengabulkan permintaan anaknya, malah menyedikan sejumlah modal untuk membuka usaha sendiri.

Saat itu Ayah berkata, "Mau kerja sendiri apa ngemis terus ke orang tua?"

Hingga akhirnya Ayah membuka usaha kecil-kecilan untuk mereka. Setelah berkembang, barulah mereka menciptakan usaha lain yang masih berjalan sampai saat ini. Untuk menjadi sukses bukanlah mudah. Mereka telah melewati perjalanan penuh bebatuan, mulai dari saingan yang berat, ditipu, tidak balik modal, dan lain sebagainya.

Bahkan Langit menikah dengan 87% hasil tabungan sendiri. Sisanya orang tua dia yang menambahkan, itupun awalnya ditolak Langit.

"Lecet lagi, Gas? Asik!" Skipper tersenyum lebar.

Ragas mengelap helmnya dengan kaos hitam yang ia kenakan. Sambil begitu ia bicara pada helm, "Aduh sayangku... atit ya guling-guling di lantai?"

Kemudian Ragas berpindah ke sofa dan melempar cengiran ke teman-temannya. Lelaki itu mengeluarkan vape dari kantong celana, bersiap memenuhi ruangan dengan asap tebal nan wangi.

"Mau rekrut anggota baru ga?" tanya Ragas sambil mengutak-atik vape tadi.

Beberapa temannya nampak antusias, meski tak sedikit juga yang langsung menolak. Mereka gaduh dengan celotehan dari mulut masing-masing. Ternyata pertanyaan Ragas menimbulkan efek besar.

"Kenapa, Gas?" Indigo bertanya yang berujung dramatis. "Apa kita-kita kurang sempurna di matamu?"

"Agas mau nambah anggota baru, berarti ada yang ga beres nih...." Nemesis menaruh rasa curiga.

"Yuk, nambah yang baru. Gue bosen liat muka lo semua gitu-gitu aja." Skipper menyambar.

"Maksud lo?" DJ Ajun menyahut, "gue udah glow up begini lo malah nggak menghargai ketampanan gue, Skip?!"

"Ta-tapi muka lo emang ngeselin, Jun!" Skipper membalas.

"Teganya!" Ajun memberenggut.

"Sssh, jangan berteman. Ayo, ribut terus. Kusuka melihat keributan." Nemesis tersenyum.

Reaksi Ajun setelahnya:

Ragas bersandar pada kepala sofa sambil menghempas asap tebal ke udara. Ia nampak bahagia, entah sedang memikirkan apa. Lalu Ragas memejamkan mata dan bersiul.

"Abis Langit nikahan, kita cari Anak Dewa yang baru ye," kata Ragas.

"KITA TARIK AJA SI LANGIT!" usul Nemesis yang sejak dahulu kala menginginkan Langit bergabung dengan Tongkrongan Dewa.

"Setujuuu," seru Jio.

"Mana mau." Leza menyetus cepat. "Benerin dulu akhlak lo semua, biar Langit mau gabung sama kita."

"Akhlak gue udah paling bener, Za. Jangan sekate-kate lo," beber Nemesis.

"Gas! Padahal lo abangnya, lebih gampang ajak Langit buat gabung." Skipper berucap pada Ragas.

"Udah pernah gue tawarin. Bocahnya ga mau." Ragas menjawab.

"Kenapa sih!" Ajun berkacak pinggang.

"Katanya gara-gara ada gue," ucap Ragas, lalu memelas.

Teman-temannya berisik lagi dan menertawakan Ragas. Kemudian Ragas diusir dari tempat ini dan dilempari bantal sofa yang mendarat tepat di mukanya.

"Kita keluarin Ragas aja biar Langit masuk!" Nemesis berucap penuh semangat.

"Yoi! Kapan lagi leader didepak dari gengnya sendiri." Ajun terkekeh senang.

Kini mereka menyeret Ragas dengan cara menarik kakinya dan dibawa ke arah pintu. Ragas berontak, membuat semua temannya tergelak. Mereka memang begitu, penampilannya saja yang terkesan dingin dan galak, padahal aslinya freak semua.

Ketika tengah asyik main, ponsel Ragas berbunyi. Nada deringnya menandakan ada panggilan telepon masuk. Ragas angkat tangan, meminta teman-temannya berhenti bertingkah konyol.

Cowok itu menggapai ponsel dari saku, melihat nama Langit tertera di sana.

"Tuan Muda nelepon," celetuk Ragas.

"Waduh, nape tuh?" Nemesis menatap Ragas serius. "Gue jadi dugun-dugun."

Ragas menggeser ikon slide untuk menerima panggilan dari Langit. Ia menempelkan layar ponsel di telinga dan langsung menyapa adiknya. Di detik pertama, terdengar gemuruh yang kemungkinan suara laut.

"Udah di mana?" Suara berat Langit terdengar.

"Di tongkrongan," kekeh Ragas.

"Tadi gue minta ke mana?" Langit berucap.

Ragas menggaruk kepala dan melirik teman-temannya sekilas. Ia menjawab Langit, "Iye, abis ini langsung ke TKP."

Hanya berselang detik, kedengaran suara Alaia memanggil Langit. Ragas bisa dengar anak itu berkata, "Angit! Sendal aku hilang sebelah."

"Kok bisa? Kamu abis ngapain?" Langit bertanya ke Alaia.

"Main di sana! Sendalnya hilang di laut," adu Alaia.

Setelah itu suara Langit menjadi besar di telinga Ragas. "Udah dulu. Jangan lupa ke butik!"

Sambungan telepon berakhir. Ragas mematikan layarnya dan beranjak dari lantai. Ia mengajak semua temannya ikut bersama dia, sesuai yang Langit pesankan tadi. Langit meminta mereka mengambil pakaian yang sudah disediakan khusus untuk acara pernikahannya nanti.

⚪️ ⚪️ ⚪️

Tiga minggu kemudian.

Ini adalah hari kedua keluarga besar Langit dan teman dekat menginap di sebuah kapal pesiar. Persyaratan masuk ke cruise ini adalah dengan memiliki undangan utuh pernikahan Langit dan Alaia.

Betapa gugup yang Langit rasa ketika matahari telah menyingsing. Sejak semalam ia tak bisa tidur nyenyak karena selalu terbayang akan seperti apa acaranya berlangsung. Semoga tidak terhambat oleh apapun.

Pernikahan Langit dan Alaia berlokasi di lantai delapan belas. Dari ketinggian ini akan disuguhi view betapa indahnya lautan yang ditemani langit cerah.

Pada dekorasi utama, tepatnya di mana Langit serta Alaia akan mengikat janji, dihiasi pernak-pernik mawar putih, dedaunan, baby's-breath, juga ilalang yang menambah nilai estetis. Kesan sakral makin kental berkat aisle berhiaskan jalan setapak yang dibalut taburan kelopak mawar putih.

"Kasep pisan ih, Dede!" Ragas memuji adiknya ketika Langit mengenakan white and silver tuxedo di badan.

Langit tertawa, ia tak bisa menyembunyikan semburat merah di wajah saat memandangi dirinya di hadapan cermin besar. Seorang make up artist menambah polesan tipis di beberapa bagian wajah Langit. Serta rambutnya ditata rapi oleh hairstylist profesional.

Karena Langit tidak bisa diam, maka ia harus berulang kali diurus oleh orang-orang yang bekerja dalam bidang tata rias tersebut.

"Gas, gue pake listip," celetuk Langit, pamer saat bibirnya disentuh benda itu. 💄

"Lipstick," koreksi lelaki yang merias Langit. "Tapi ini bukan lipstick. Ini namanya lip balm. Warnanya samar, bikin rona bibir kamu tetep natural."

"Harusnya kasih warna merah cabe aja, Sis. Biar makin hot!" Ragas menyeletuk.

"Lambemu," ketus Langit.

Lelaki tadi mengikik lalu menepuk bibir Langit dengan jarinya penuh kelembutan. Langit susah sekali diam hingga polesan balm sedikit meleset. Untung jemari lelaki itu sangat lentik, dan cukup ahli menangani masalah kecil seperti ini.

"Sori ini ndak sopan... but, bibir kamu so soft...," puji lelaki itu. "Uh, empuk-empuk gemes."

"I yakin pasti you bukan perokok atau peminum." Lelaki ini tersenyum ke Langit.

Mata Langit refleks melirik Ragas dan tertawa singkat. "Kesindir ga lo?"

Ragas belagak cuek dan merapikan kemejanya di depan cermin. "Besok gue berenti ngerokok sama minum."

"Pret." Langit mencibir. "'Besok'-nya lo itu puluhan abad lagi. Paham aing mah."

Makeup artist yang diketahui bernama Berry itu menyeletuk, "Kalian kakak adik ya...."

"Bukan. Ini calon istri saya," ungkap Ragas sambil mengarahkan jempolnya ke Langit.

"Wahai, suamiku." Langit menadahkan tangan ke Ragas. "Ambilin minum dong, cepetan. Aus nih."

"Songong sia!" Ragas protes, tapi tetap memenuhi permintaan adiknya untuk diambilkan sebuah botol air mineral.

Ketika ruangan Langit dipenuhi canda tawa, lain halnya dengan suasana di ruangan Alaia yang cukup hangat dan tenang. Ia ditemani Lana juga Bunda, bersama beberapa wanita yang ditugaskan merias Alaia hingga menjadi sangat memukau.

Pasti Langit akan pangling melihat pengantinnya.

Untuk makeup, Alaia diberi aksen cute pada bibir dengan warna dreamy soft pink. Awalnya bibir itu ingin dirias polesan bold tanpa gloss, namun ternyata tidak cocok di wajah Alaia.

Bibir segar itu dipadu dengan glitter and peach eyeshadow pada mata Alaia. Tak lupa alisnya dicukur sedikit agar lebih mudah diukir dengan bentuk yang lebih simetris.

Riasan di wajah membuat Alaia sesekali bingung melihat tampangnya sendiri. Ia berkedip-kedip karena merasakan berat di kelopak mata akibat adanya bulu mata palsu super tebal nan panjang yang nemplok di sana.

"Mata aku jadi lebih besar," ceplosnya.

Semua orang di ruangan ini terkekeh mendengar celutukan polosnya. Alaia jadi malu dan akhirnya menunduk dengan senyum kecil serta pipi yang merona lucu. Matanya kini mengarah ke jemari yang berada di atas paha.

Jari-jari Alaia dihiasi kuku cantik dengan paduan warna nude, silver dan putih. Juga terdapat sedikit glitter dan jewelry di beberapa kuku, serta tambahan aksesoris berupa cincin.

Usai sesi makeup kelar, seorang pelayan mengajak Alaia berpindah ke satu ruang untuk berganti pakaian. Gaun putih yang panjangnya sampai menjuntai ke lantai itu nampak sangat anggun. Cocok dengan karakter Amatheia La Luna.

Selain gaun, ada heels, tiara dan veil yang menambah kesempurnaan penampilan Alaia. Betapa cantik dirinya, bak ratu kerajaan.

Persiapan Alaia memakan waktu lebih banyak dibanding para pengisi acara yang lain. Ketika para undangan sudah keluar dari kamar penginapan dengan penampilan terbaik mereka, maka Alaia baru muncul satu jam setelahnya.

Karena acara ini berlangsung di sebuah kapal pesiar yang berlayar melintasi peraian di salah satu negara asia, maka tidak banyak orang yang diundang alias private. Seperti yang sudah diberitahu tadi, hanya ada keluarga besar dan teman terdekat.

Di luar kamar, Langit mengusap telapak tangan sambil meniupnya. Tempat ini sejuk tapi Langit berkeringat dingin, sampai Nemesis dan Skipper menjadi dayang-dayang dadakan yang mengipasi Langit agar tak bercucuran keringat.

"Tarik napas... buang." Skipper berucap.

Langit mengikuti perintah Skipper dan melakukannya berulang kali. Ia bergidik, benar-benar tidak bisa tenang. Jantungnya berpacu amat kencang seperti ingin lepas dari tempatnya.

"Tarik napas lagi," ujar Skipper, "buang...."

"Udah siap ngeden belom?" celetuk Nemesis.

Seketika kepala Nemesis menjadi korban toyoran Skipper. Mereka sempat adu mulut tapi berujung tertawa senang. Tak seperti Langit yang makin bertambah waktu, makin nervous pula perasaannya.

Langit melirik pintu di mana kamar Alaia berada, lalu menunduk sambil mengembus napas berat. Walau ia gelisah, namun tak bisa ditepis bahwa kenyataannya Langit tidak sabar melihat Alaia.

Tiga cowok itu jalan beriringan menjauh dari kamar Langit. Mereka bertemu Ragas yang melintas sambil memakan cupcake. Lelaki itu memamerkan kue kecil tersebut sambil menjilat bibir.

"Uenak pol," kata Ragas.

Lalu Ragas melanjutkan perjalanannya mencari camilan, setelah memberi semangat pada sang adik tercinta. Sebelum makin menjauh, Ragas berseru ke Langit, "Nanti Aa temenin Dede!"

Langit berdecih. Setiap Ragas menyebut Aa dan Dede kedengarannya sangat mengesalkan.

Kaki Langit yang dilindungi sneakers itu berpijak menjauh dari dua temannya tadi. Omong-omong, meski Langit mengenakan pakaian formal layaknya seorang pengantin, ia tetap santai dengan memakai sneakers. Karena ia pikir teksturnya lebih fleksibel dan nyaman dipakai.

Dari tempat ia berdiri, Langit lihat seorang pria yang akan menjadi wali Alaia. Beliau nampak seru berbincang dengan Ayah. Karena Alaia tidak memiliki keluarga, bahkan orang tuanya entah di mana, maka penggantinya adalah seorang Wali Hakim.

"Langit." Seseorang menyapa, menepuk bahunya dari belakang.

Langit menoleh, berjumpa dengan seorang tamu— pria dewasa pemilik rambut cokelat gelap dan iris karamel. Dengan sopan Langit menyalaminya dan memberi seulas senyum ramah.

"Gimana nih? Deg-degan ya?" Saddaru bertanya yang disusul tawa kecil.

Langit mengangguk seraya mengusap tangan lagi. "Nervous, Om."

"Pasti begitu. Nervous-nya gara-gara takut salah ngomong pas di altar nanti, kan?" Saddaru terlihat sangat berpengalaman.

"Itu salah satunya, Om." Langit terkekeh canggung.

Tak berapa lama, sederet manusia berlalu di hadapan Langit dan Saddaru. Sambil berjalan, mereka menyapa Langit penuh rasa bahagia, juga memberi semangat. Mereka adalah orang-orang yang tak begitu Langit kenal, mungkin temannya Ayah atau Bunda.

Ada Sakura, Figo, Alan, Saga, Davila, Zelena, Samudra, Nolan, Brisia, Dota, Zenith, dan juga Shelna. Kemudian datang lagi Alfi, Alana, beserta anak mereka Aletta bersama suaminya yang bernama Sekala. Wow, seperti pengin tawuran ya.

Di tempat lain, tepatnya di ballroom, sudah banyak yang berkumpul. Di antaranya ada anak-anak dari beberapa orang tadi. Zev bersama gebetannya yakni Azura, lalu ada Alista, Salasha, Lilo, Asher, dan masih banyak lagi. Mereka bergabung dengan anak-anak Tongkrongan Dewa.

Hampir tak terlihat ada orang tua di sana. Dalam artian, ballroom dikuasai para anak muda.

Langit mundur dan pamit dari hadapan Saddaru ketika pemandu acara sudah muncul dan menyapa semuanya. Ragas datang, menemani Langit ke sebuah ruangan untuk menunggu. Tempat ini dingin, tapi disediakan segelintir minuman dengan wadah yang membuat airnya tetap hangat.

"Minum nih," tawar Ragas seraya menyodorkan susu cokelat untuk Langit.

Langit menggeleng. Ia memegang perut dan mengelusnya. "Mules. Sumpah mules banget tapi bukan mau modol."

Ragas duduk di sofa dan memandang Langit sambil berdecak kagum. "Ngit, lo pernah kepikiran ga?"

"Naon?" tanya Langit.

"Gimana kalo tiba-tiba cruise ini senasib kayak Titanic?" celetuk Ragas yang menimbulkan omelan dari adiknya.

"Gas, mau gue buang ke laut ga? Sini lo!" Langit menggapai lengan Ragas, hendak memaksanya keluar dari tempat ini.

Ragas tertawa keras. Dia minta maaf dan menyelamatkan diri dari Langit. Tak lupa Ragas mohon ampun pada Sang Maha Kuasa agar omongannya tidak dikabulkan. Langit juga ikut berdoa, setelahnya ia tabok Ragas penuh kekesalan.

"Eh, tapi kenapa lo ga mau ngebayangin ini Titanic?" heran Ragas. "Kan sama-sama megah nan mewah."

"Ogah ya!" Langit menyentak.

"Tapi, tapi... kan Jack sama Rose so sweet banget, Ngit," ujar Ragas lagi.

"Ssst, diem."

"Lo tau ga, ternyata Rose punya temen namanya Lisa?" tanya Ragas.

"Nggak!" kesal Langit.

Langit beranjak, tak mengindahkan omongan Ragas yang hanya membuatnya makin pening. Cowok itu berhenti di dekat jendela besar, matanya mengarah ke pemandangan di bawah sana. Terdapat kolam renang yang dikelilingi banyak kursi santai yang biasa digunakan untuk berjemur di tepi pantai.

Karena kapal pesiar ini disewa khusus untuk resepsi Langit dan Alaia, maka pemandangan yang tengah Langit lihat ini adalah salah satu dari bagian acaranya.

⚪️ ⚪️ ⚪️

Sekitar setengah jam berlalu, host mulai memberi aba-aba lewat kalimatnya bahwa dua calon pengantin akan segera naik menuju altar. Inilah detik-detik paling menegangkan yang pernah Langit rasakan selama ia hidup.

Ragas sigap mengantar Langit keluar dari ruangan ini. Lelaki itu menepuk punggung Langit demi menghantarkan ketenangan untuk adiknya. Ragas juga memberi ucapan penuh semangat supaya Langit tidak larut dalam kegugupan.

"Fokus, Ngit!" Ragas mengingatkan.

Di luar ruangan tadi, Langit bertemu Bunda serta Ayah. Secepat itu Langit langsung nempel ke Bunda, seperti koala yang nyaman ketika memeluk pohon.

Bunda mengusap kepala Langit, juga membisikkan sesuatu. Ucapan lembut Bunda berhasil bikin Langit jauh lebih tenang dan tidak gelagapan lagi. Ayah tersenyum lebar, meyakinkan anak bungsunya bahwa dia bisa.

"Semangat!" Ragas berucap riang.

Kakak beradik itu berpelukan singkat dan saling menepak punggung. Setelahnya, Langit pergi ketika namanya disebut oleh host tadi. Langit baru saja muncul, seketika disambut riuh oleh para undangan.

"Please welcome, our handsome young groom, Langit Shaka Raja!"

Langit berjalan menuju altar dengan perasaan yang bercampur-campur. Senyumnya tak bisa ditahan, membuat Langit nampak lebih manis dan tentunya tampan. Tapi Langit bingung harus melihat siapa, karena hampir semua orang di tempat ini mengarahkan kamera ke dia.

Usai Langit tiba di altar, kini giliran para braidsmaid yang dipanggil. Lana bersama seorang temannya datang ke arah altar, mengenakan dress cantik yang sama. Debaran dalam dada Langit bertambah gila, karena ia tau siapa yang akan disebut namanya setelah ini.

"And this is it!" Seruan host itu berdampak buruk bagi jantung Langit.

"The most beautiful bride and her magistrate guardian," lanjutnya, "Amatheia La Luna as known as Alaia Narelle, and Mister Dalexander."

Tepuk tangan meriah memenuhi ballroom. Alunan Can't Help Falling in Love with You yang diiringi piano menjadi sambutan untuk Alaia dan pendampingnya. Darah Langit berdesir serta tubuhnya menghangat ketika mata mereka bertemu. Senyuman Alaia tertular ke Langit. Saat Alaia berhenti di hadapannya, Langit tanpa sadar menahan napas.

Langit tak bisa berhenti menatap gadis di depannya ini. Alaia begitu cantik, matanya memancarkan rasa bahagia yang teramat sangat. Mata Langit pedih, pandangannya memburam karena terhalang lapisan air yang hendak meleleh ke pipi.

Dari tatapannya, terlihat jelas betapa Langit sayang Alaia.

Hanya dengan melihat Langit dan Alaia bertemu di altar, semua yang memandang ikut merasakan getaran dan terenyuh. Bahkan ada yang mulai menangis, salah satunya ialah Bunda.

Terdapat jeda beberapa saat hingga keadaan menjadi senyap tanpa lantunan lagu. Langit mempersiapkan diri untuk mendengar ungkapan pesan dari sang Wali Hakim.

Dalexander bertutur, "Saya titipkan putri kami, Alaia Narelle, untuk menjadi istrimu. Tolong dijaga, disayangi dan dicintai seperti kami menyayangi, mencintai dan menjaganya selama ini. Kami doakan agar pernikahan kalian bahagia dan selalu diberkati."

⚪️ ⚪️ ⚪️

"Saya, Langit Shaka Raja, berjanji di hadapan Tuhan bahwa sesuai dengan kehendak-Nya saya menerima engkau, Amatheia La Luna alias Alaia Narelle, sebagai istri yang sah dan satu-satunya mulai saat ini sampai selamanya. Saya berjanji untuk selalu menjaga dan menghormatimu sebagaimana Tuhan telah mengasihi anak-anak-Nya."

"I love you, Aia," tambah Langit.

Alaia tersenyum dengan air tergenang di pelupuk mata. Semua orang yang melihat tak satupun tidak bertepuk tangan. Rasa haru menyelimuti tempat ini.

Selanjutnya, mereka saling menyematkan cincin di jemari masing-masing sebagai simbol cinta kasih yang abadi. Alaia tertawa diam-diam, begitu juga Langit. Mereka ketawa karena Langit salah memasang cincin, malah terbalik— mata berliannya di bawah bukan di atas.

"Kebalik," kekeh Langit bisik-bisik.

Alaia menahan tawa mati-matian. "Tangan kamu dingin mirip badannya Lumy."

"Eh iya, kita lupa beliin Lumy gaun." Langit berbisik lagi, membuat wajah Alaia makin merah karena tidak bisa tertawa lepas.

Sehabis cincin itu terpasang, kini Langit menyibak veil atau cadar bening yang menutupi wajah Alaia. Sekarang semakin nampak jelas cantiknya istri Langit.

Langit memegang tengkuk Alaia, lalu memberi wedding kiss pertama kali sebagai suami kepada istrinya.

Dalam ciuman romantis itu, sempat-sempatnya mereka cekikikan lagi.

⚪️⚪️ To Be Continued.... ⚪️⚪️

finally ak berhasil menikahkan anak-anak piyikkuuu 😩🐣💝✨💜💛💚💙💕💞💓💗
prosesinya membuat ak puter otak 2 hari 2 malem

please ucapin rame-rame "HAPPY WEDDING SKYIA" di sinii!!! 😩✊🏼💝🎉

komen buat chapter 34! 🧜🏻‍♀️🙏🏿

kamu suka chapter ini atau nggak?

—————————————————

⚠️ spoiler 🔞 ⚠️

—————————————————
—————————————————

haiii, terima kasih banyak masih baca Alaia!!! share & ajak temen-temen kalian buat baca juga yaaa🙏🏿🤍

kalau mau post sesuatu tentang Alaia di sosmed, jangan lupa tag/mention akuuu! 💕

social media raden:
• wattpad — @radexn
• twitter — @radenchedid
• instagram — @radenchedid

—————————————————

➡️ READERS ALAÏA WAJIB FOLLOW DI IG! ⬅️
— @alaiaesthetic
— @langitshaka
— @ragascahaya

see you babies 🕊👼🏿

👁 👄 👁

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro