
9. Audisi
Reni mengetik pengumuman mencari asisten di story WA nya. Sebentar kemudian teman satu kos mulai kepo menanyakan perihal tersebut pada Reni. Bahkan ada beberapa anak yang sengaja bertandang ke kamar Reni untuk bertanya secara langsung.
"Waktu liburanku sudah habis, jadi aku sudah nggak bisa bantu - bantu bu Painah lagi. Tapi aku juga nggak tega membiarkan bu Painah belanja sendirian. Eh tapi kalau nggak ada aku kalian jangan ninggalin bu Painah loh ya."
Reni mewanti - wanti teman kosnya untuk tetap membantu bu Painah dengan terus menjadi pelanggan warungnya.
"Ya mungkin besok udah nggak bisa delivery lagi. Tapi kan dekat, masa ya pada mager jalan sebentar ke rumah bu Painah."
"Memangnya Mbak Reni itu sebenarnya kerja apa sih." Pertanyaan yang terlontar dari salah satu teman kosnya itu membuat Reni blingsatan. Ia pun memutar otaknya untuk tetap menjaga rahasianya.
"Sebenarnya aku sedang ngumpet dari orang tua yang mau menjodohkanku dengan lelaki yang tidak aku suka. Supaya pelarianku aman, aku harus sering berpindah tempat kan? Nah kebetulan saja aku terdampar di sini karena nggak sengaja bertemu bu Painah yang memerlukan bantuanku. Lumayan akunya, bisa kabur dan makan gratis." Reni mengarang sebuah cerita dengan sedikit tambahan micin supaya teman satu kosnya mempercayai ucapannya.
"Oh pantesan aja, soalnya kalau aku melihat Mbak Reni itu sepertinya nggak pantas deh jadi pelayan warung makan. Pantasnya bekerja di kantor," celetuk salah satu teman kosnya Reni.
Reni hanya meringis. Semoga kebohongannya tidak terdeteksi oleh teman - teman satu kosnya.
######
Witjak mencoba menghubungi nomor telpon yang tertera di baner iklan penjualan rumah Reni. Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya telponnya pun tersambung.
"Assalamualaikum dengan CV Mitra Graha ada yang bisa saya bantu."
"Waalaikumsalam. Saya membutuhkan bantuan untuk mencari pemilik rumah di jalan Angsana nomer Sepuluh atas nama Reni Anggita. Apakah Anda bisa membantu saya."
Untuk sesaat Mirna terdiam. Sepertinya pemilik suara di seberang telpon adalah seorang pria muda. Lagipula dia mengetahui nama lengkap Reni. Padahal di banner yang ia pasang hanya menuliskan hal yang penting saja. Mungkinkah itu...?
"Maaf Bapak, bolehkah saya tahu dengan siapa saya berbicara." Jantung Mirna berdetak dengan cepat. Semoga dugaannya benar. Kalau tebakannya ternyata salah Mirna bersedia kok di cekik lehernya.
"Saya Witjaksana Hartanto temannya Reni."
Jawaban Witjak membuat Mirna ingin bersorak - sorak gembira. Sayangnya saat ini ia sedang berada di kantor, jadi ia berusaha untuk menahan diri dari euforia yang saat ini melandanya. Akhirnya doanya untuk sang sahabat dikabulkan oleh Tuhan.
"Kalau begitu kapan dan dimana Anda mau menemui saya." Mirna segera membuat janji untuk bertemu. Jujur saja Mirna merasa khawatir dengan sahabatnya. Apalagi selama hampir satu bulan ini, Reni bagaikan hilang di telan bumi. Sahabatnya itu tidak menghiraukan chat, maupun telpon darinya. Bagaimana tidak kepikiran coba?
Merasa mendapat tanggapan positif, Witjak pun segera menentukan tanggal dan tempat untuk bertemu dengan perantara yang mengurusi penjualan rumah Reni.
Semoga aku bisa mendapatkan informasi dimana tempat tinggalmu sekarang ya, Ren.
######
"Beneran nih, Mas. Kamu nggak punya kenalan yang sedang membutuhkan pekerjaan." Reni aktif bertanya - tanya pada tukang parkir yang bekerja di sepanjang jalan Gejayan.
"Memangnya ada lowongan apa, Mbak."
Reni pun segera memprospek si mamas tukang parkir. Syukur - syukur langsung closing deh supaya besok ia bisa segera mentraining asisten barunya bu Painah.
"Tetanggaku ada, Mbak. Baru lulus SMA tahun ini. Kebetulan anaknya sedang menganggur. Nanti aku tanyain dia deh. Siapa tahu dia mau."
"Sip, makasih lho Mas. Beneran ini aku butuh banget asisten."
"Lah memangnya mbaknya mau pergi ke mana sih? Udah bosan bantuin bu Painah ya."
"Ya enggak lah, Mas. Tapi tugasku di sini sudah selesai. Giliranku membantu orang lain lah," jawab Reni sambil berusaha agar tidak keceplosan mengenai profesi dan tujuannya.
"Mbaknya mau pindah."
"Huum."
"Pindah ke mana, Mbak? Wah nggak bakalan dapat jatah nasbung lagi dong."
Si mas tukang parkir menyayangkan. Soalnya Reni memang sering datang membagikan nasbung jika dagangan bu Painah masih ada sisa.
"Ya pindah ke mana saja, Mas. Tergantung nanti aku bertemu bu Painah - bu Painah lain di seluruh penjuru negeri ini."
Si mas tukang parkir menanggapi ucapan Reni dengan mengangkat kedua jempol tangannya. Kebetulan si mas tukang parkir itu satu RW dan mengenal bu Painah. Ia adalah salah satu saksi hidup perjuangan Reni membantu kehidupan bu Painah.
"Mas, kalau sampeyan mau bantu delivery order juga boleh kok. Yang penting bu Painah ada yang belanjain bahan dan nganterin pesanan. Pokoknya saat aku pergi nanti semua sudah siap. Tinggal meneruskan saja."
"Oke sip mbaknya. Kalau begitu biar aku saja deh. Lumayan buat nambah - nambah penghasilan."
Jawaban mas tukang parkir membuat Reni menghela nafas lega.
#######
Mirna melangkah memasuki coffeshop tempat janjian bertemu dengan Witjak. Tanpa merasa kesulitan, ia segera mengenali pria yang mengajaknya bertemu.
"Assalamualaikum. Maaf saya sudah membuat Anda menunggu."
Witjak berdiri untuk menjabat tangan Mirna sambil membalas salamnya.
"Waalaikumsalam. Silakan duduk." Witjak menunjuk ke kursi kosong di hadapannya.
Mirna duduk kemudian menghela nafas panjang. Untuk beberapa saat lamanya keduanya saling diam dan bingung bagaimana harus memulai.
"Saya temannya Reni." Witjak mencoba membuka pembicaraan. Mirna hanya mengangguk - angguk. Meskipun ia belum pernah melihat dan mengenal lelaki yang duduk dihadapannya, tapi Mirna merasa tidak asing dengan lelaki itu. Karena Reni terlalu sering menyebut nama Witjak setiap kali mereka curhat. Bahkan Reni sudah cukup jelas mendiskripsikan tentang pria itu melalui cerita yang ia tulis.
"Saya sedang mencari Reni." Ucap Witjak dengan nada seperti seseorang yang putus asa. Mirna jadi mirip detektif Sherlock Holmes yang sedang membuat deduksi. Apakah mungkin lelaki ini sebenarnya juga memiliki perasaan yang sama pada sahabatnya? Jika benar, Mirna harus melakukan sesuatu agar kedua pasangan tidak sadar dan tidak peka itu dapat kembali bersatu.
"Bisakah Anda memberitahu saya dimanakah Reni sekarang berada?" Witjak menatap wanita yang duduk dihadapannya itu dengan penuh harap.
"Sebelum saya menjawab pertanyaan Saudara, apakah saya boleh bertanya sesuatu?" Mirna meminta persetujuan pada lelaki yang telah membuat sahabatnya patah hati sehingga mengambil keputusan nekat untuk pergi.
"Boleh saja, Silakan."
"Saya sebetulnya juga tidak setuju dengan keputusan Reni untuk resign dan menjual rumah karena ingin menjadi seorang traveler."
"Traveler." Witjak menautkan alisnya.
"Yep, tapi saya tidak bisa menahan dia pergi. Wanita yang sedang patah hati terkadang akalnya tidak berada di tempat semestinya. Reni sedang patah hati. Tahukah Anda jika Reni patah hati karena disebabkan oleh Anda."
Tuduhan yang diucapkan oleh Mirna langsung membuat Witjak terdiam. Ternyata cerita yang ditulis oleh Renren_Gaje memang perasaan Reni yang ditujukan untuknya.
"Lalu dimanakah Reni sekarang berada?"
Tbc
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro