BAB 34: Apakah Pangeran akan Mengunjungi Kamarku Malam Ini?
⚠️ WARNING ⚠️
Pembicaraan di Bab ini sedikit vulgar. Jadilah pembaca bijak dan pandai dalam memilah hiburan.
Pagi hari, Renata yang baru saja selesai mandi sedang duduk di depan cermin. Seorang pelayan dari paviliun Yasmin menyisiri rambut indah Renata dengan sabar, sementara Renata cukup diam menikmati segarnya badan setelah mandi pagi.
Saat Renata sedang menikmati momen itu, datanglah pelayan lainnya yang memasuki kamar. "Permisi, Nona Renata. Saya mendapat kabar kalau rombongan Pangeran akan tiba sore ini. Adapun jamuan serta rapatnya akan dilaksanakan besok," jelas Lalatina memberitahukan.
"Mereka akhirnya sampai, ya. Apakah Pangeran baik-baik saja?"
"Pangeran Arthur dalam keadaan baik. Bersama surat yang dikirimkan waktu itu, Pangeran sudah dirawat secara langsung oleh Vincent dan dalam pengawasan Scopus."
"Tidak. Maksudku, apakah dia baik-baik saja setelah ketahuan berhubungan dengan kultus? Meskipun dia melakukan semua itu demi diriku, orang-orang pasti mengira kalau Pangeran memang bisa berkontak dengan kultus."
"Maaf, saya tidak tahu lebih lanjut mengenai hal itu. Saya rasa, Santorini akan sebisa mungkin menutupi kasus ini dan menganggap kekhawatiran Nona sebagai rumor belaka. Dengan begitu, desas-desus yang beredar di masyarakat tidak lebih dari rumor belaka. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan," jawab Lalatina menenangkan tuannya.
"Kau benar. Lebih dari itu, aku sebaiknya ikut bersiap-siap untuk menyambut rombongan Pangeran. Ini adalah pertemuan pertama setelah keselamatan kami masing-masing. Aku harus menyambutnya dengan benar."
"Ya. Saya akan sampaikan kepada Aisha agar mengatur ulang jadwal latihan Nona. Saya permisi," lanjut Lalatina membungkukkan badan, pamit undur diri.
Namun, sesaat sebelum Lalatina melangkah mundur, Renata menghentikannya. "Tunggu, apakah kau punya urusan lain?"
"Ya. Saya harus membantu Nona Carrol untuk menyiapkan banyak hal."
"Tidak bisakah kau menemaniku untuk seharian ini? Lagi pula kau pelayanku, 'kan?" pinta Renata egois.
Namun, Lalatina sekali lagi membungkukkan badan sebagai permintaan maaf. "Saya senang sekali mendengarnya, tetapi saya tidak bisa. Maaf, tetapi Aisha akan menemani Nona seperti biasanya meskipun tidak ada latihan untuk hari ini."
"Begitukah? Baiklah." Tak bisa meminta lebih jauh, Renata pun mengalah. Lalatina akhirnya pergi dari ruangan untuk membantu Carrol.
"Rambut Anda sudah terlihat sangat bagus, Nona Renata. Apakah ada hal lain yang bisa saya lakukan?" tanya gadis pelayan yang sejak tadi menyisiri rambut Renata.
Menjawabnya, Renata pun berterima kasih. "Terima kasih, tetapi kurasa sedang tidak ada kebutuhan apa-apa untuk sekarang. Kau boleh pergi, kok."
"Kalau begitu, saya pamit."
Pelayan terakhir sudah pergi. Kamar pun jadi sepi. Renata menatap cermin dan memutar-mutar tubuhnya dengan semangat. Bertanya-tanya dalam hati apakah aku sudah cantik? Apakah aku cukup cantik untuk bertemu Pangeran?
"Kyaaa! Ini pertemuan pertama kami setelah sekian lama. Terlebih lagi setelah semua momen dramatis itu! Apakah Pangeran akhirnya akan mengunjungi kamarku malam ini?" Renata ramai sendiri, merasakan jantung yang berdegup kencang sampai dia menepuk-nepuk pipinya.
"Apa yang sebaiknya kulakukan? Aku harus mengatakan apa? Oh, Pangeran, kau terlihat lebih jantan sejak terakhir kali kita bertemu. Kyaaaaa!" Renata memeragakan sebuah dialog, tetapi dia langsung berhenti karena malu sendiri.
Malu tak tertahankan, Renata lompat ke atas ranjang. Mengambil guling dan memeluknya penuh semangat. "Ah, Arthur, panggil aku dengan namaku." Renata berbicara sendiri, lebih tepatnya sedang bicara dengan sebuah guling yang menjadi korban fantasinya.
Saat dia memeluk guling itu dengan semangat, pintu kamar terbuka. Gadis berusia 12 tahun yang baru saja masuk itu langsung merasa syok, menutup mulutnya untuk meredam suara.
Namun, suara pintu yang sudah terbuka jelas saja Renata dengar. Tatkala kakak beradik itu saling tatap, tangan si adik menyentuh gagang pintu. "Ma-maaf. Aku lupa kalau Kakanda sudah dewasa dan ada kemungkinan melakukan hal semacam itu saat sendirian di kamar." Helena menutup pintunya lagi.
"TI-TIDAK! BUKAN BEGITU! TUNGGUUU!"
Sebuah pemandangan tidak senonoh baru saja Renata perlihatkan pada adiknya yang imut. Berlari keluar, Renata mengejar Helena agar tidak pergi membawa kabar memalukan itu.
____________________
Renata duduk di atas kursi rias, Aisha berdiri mendampinginya, sementara Helena duduk di ranjang kakaknya. Gadis kecil itu menyelonjorkan kakinya di atas ranjang tanpa memikirkan soal sopan santun. Lagi pula di kamar ini hanya berisi internal keluarga.
"Saliver, mulai dari sini adalah pembicaraan para gadis. Aku ingin kau menunggu di luar," pinta Helena ketus, sementara pelayan muda itu membungkuk hormat. Dengan perginya Saliver, di kamar itu kini hanya ada Renata, Helena, dan Aisha.
"Diri-kyu tidak pernah menduga kalau Nona Renata ternyata juga memiliki sisi mesum yang seperti itu. Fufu," ledek Aisha dari belakang Renata.
"Kau ini, jika ada orang luar yang mendengar perkataanmu maka kau akan dinilai tidak sopan sebagai seorang pelayan," tegur Helena sambil menyandarkan kepalanya di bantal empuk.
Menanggapinya, Aisha kemudian berkata, "Tidak perlu khawatir soal itu. Diri-kyu juga tahu caranya menempatkan diri. Lagi pula di sini hanya ada Nona Renata dan Nona Helena."
"Ya-yah! A-aku sih maklum dengan kelakuanmu, ya. Kelakuan kurang ajar adalah tanda bahwa kau cukup akrab dengan Kakanda, kayaknya." Helena tersipu malu.
"Omong-omong, apakah Nona Renata berencana menggoda Pangeran malam ini?" Tak pakai basa-basi, Aisha langsung menembak Renata dengan topik utama. "Mengingat Pangeran sangat kelelahan setelah perjalanan jauh, pelayanan di atas ranjang pasti akan menyegarkan dia."
"To-tolong pikirkan kembali isi ucapanmu!" bentak Renata malu-malu, pipinya merah.
Sementara bentakan Renata sama sekali tidak dianggap serius oleh Aisha. Gadis pelayan itu hanya mendengus bangga, telinga kucingnya bergerak searah mengikuti perasaan. "Seperti inilah pembicaraan gadis dewasa. Apakah Nona Renata tidak suka dengan obrolan seperti ini?"
"A-ada Helena di sini! Dia masih terlalu muda untuk ikut dalam topik seperti ini."
"Apa, sih, Kakanda begitu banget. Aku juga sudah tumbuh menjadi remaja yang paham soal pendidikan seksual. Suka tidak suka aku akan ikut, ini adalah bahan belajar untukku," timpal Helena.
"A-aku baru saja melihat adikku yang masih berusia 12 tahun sedang berbicara soal pendidikan seksual," belas Renata putus asa.
"Jadi, bagaimana? Apakah Nona ingin Pangeran menyentuh Nona dengan agresif nanti malam?" tanya Aisha melanjutkan.
Menahan diri, Renata terlihat gugup luar biasa. Pandangannya tertunduk, melihat keramik yang mengkilap. "Bu-bukannya aku tidak mau. Hanya saja ..., Pangeran pernah menolak ajakanku untuk melakukan itu sebelumnya. Dia bilang ingin menunggu sampai usia kami genap 21 tahun."
"Ka-Kakanda pernah mengajak Pangeran untuk melakukannya? Benar-benar Kakanda yang mengajaknya!?" Helena yang sejak tadi berbaring mendadak bangun, antusias, matanya berbinar. "Bagaimana Kakanda mengajaknya? Tolong ceritakan dengan detail!"
"Kau ini. Setidaknya cobalah untuk mena--"
"Tolong ceritakan padaku!" Helena memotong peringatan Renata, rasa penasaran itu mengalahkan pengetahuannya soal tata krama.
"Ya-yah ..., Aku hanya bilang ingin segera mengandung anak Pangeran saat itu. Sayangnya Pangeran menolak karena merasa belum cukup umur."
"Hmph. Kurasa diri-kyu bisa menebak kenapa Nona gagal sebelumnya," timpal Aisha mendengus bangga, tangannya bertengger di pinggang.
Renata kemudian bertanya, "Kenapa?"
"Nona Renata ingin segera punya anak di usia yang semuda ini? Jelas saja Pangeran menolak. Dengar, ya. Di usia muda seperti ini, kalian seharusnya menikmati waktu berdua selama mungkin. Nikmati waktu berdua dengan baik sebelum seorang anak hadir. Karena meski membahagiakan, keberadaan seorang anak sesungguhnya akan membagi perhatian Nona yang seharusnya utuh untuk Pangeran."
"Be-benarkah? Ta-tapi, tentang misi kami untuk melahirkan seorang pahlawan?"
Menunda-nunda untuk memiliki anak saat ada kesempatan, itu akan menjadi kesalahan terbesar bagi Renata. Misi utama Renata sejak awal adalah untuk memiliki anak, bukan bersenang-senang. Jika dia tidak kunjung melahirkan seorang anak, maka masa-masa menyedihkan itu akan terulang kembali.
"Tidak, kurasa ini bagus juga," batin Renata.
Mengangkat pandangan, Renata kini bertanya pada Aisha. "Jika melakukan hal itu, bukankah aku akan hamil cepat atau lambat? Bagaimana bisa menunda kehamilan meskipun sudah melakukannya?"
Aisha yang mendengar itu pun kemudian menggeleng. "Ada sesuatu yang disebut sebagai 'alat kontrasepsi'. Nona bisa menggunakan itu untuk melakukan seks tanpa khawatir akan hamil," jelas Aisha.
Jika ada modus yang bisa menutupi kemandulan, maka aku harus mencobanya!
Modus Untuk Menutupi Kemandulan
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro