BAB 19: Anak-Anak Suci yang Suatu Hari Akan Terlahir
Suatu hari, anak-anak yang suci dan polos itu akan dilahirkan dengan sehat ke dunia ini. Meneruskan bagaimana alam bekerja, menggantikan posisi manusia yang akan tutup usia di kemudian hari.
Sambil menunggu momen akhir mereka, orang-orang tua yang hampir kehabisan nyawanya itu hanya perlu duduk santai dan tersenyum. Sambil berkata, "Kami sudah memberikan masa depan kami untuk anak-anak kami. Bukankah tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi?"
Aku Harus Segera Melahirkan Anak Pangeran Untuk Bertahan Hidup Bab 19: Harapan dan Pengharapan
Bagi orang tua, kelahiran seorang anak adalah momen berharga yang sangat mereka tunggu-tunggu. Setelah bersabar selama sembilan bulan lamanya, sosok anak yang terlahir sehat seperti karunia terbesar bagi setiap orang tua.
Namun, meski begitu, meski dia tahu kalau kelahiran seorang anak adalah karunia, terlepas dari siapa yang dilahirkan, terlepas dari sang anak yang dilahirkan sebagai apa, terlepas dari siapa yang melahirkannya, terlepas dari mana dia dilahirkan, sosok kejam berwajah ramah malah menginginkan kematian untuk sosok suci yang kelak akan terlahir ke dunia.
"Bagaimana? Merelakan kematian satu anak bukan berarti kalian tidak bisa memiliki anak lainnya, bukan? Aku bisa menjamin kalau pahlawan hanya akan terlahir satu kali. Lebih dari itu, mereka adalah anak-anak normal yang juga bisa kalian didik untuk menjadi penerus kerajaan."
Sosok kejam itu lanjut menjelaskan penawarannya dengan ramah, tetapi konten dari proposalnya sangat tidak cocok dengan penyampaian ramah dan bermartabat. Sembari menikmati daging panggang di ruang makan yang megah, dua gadis itu masih meneruskan negosiasi buta mereka.
"I-itu, itu tidak mungkin. Mana bisa aku membiarkan anakku sendiri mati? Terlebih lagi, mati karena dibunuh, aku tidak bisa membiarkannya!" pungkas Renata menolak tawaran Moloneal yang sebenarnya dapat dinilai rasional. Namun, orang tua yang menyetujui kematian anak mereka malah melawan hukum dari perasaan rasional itu sendiri.
"Jika aku menolak semua kesepakatan tadi, apa yang akan kau lakukan?" sambung Renata bertanya.
"Jika memang begitu ... maka kau harus kami bunuh dengan terpaksa. Tujuanku sebenarnya baik karena ingin membiarkan kalian tetap hidup meski harus menerima pantangan tertentu. Namun, jika kalian memang tidak bisa diajak berkompromi, maka mati pun tidak masalah untukmu," jelas Moloneal yang dengan sempurnanya menjawab kebingungan Renata.
"Ka-kau, kau yakin ingin membunuhku? Bukankah darahku diperlukan untuk membangkitkan Iblis Dosa?"
"Ah ... kami memang membutuhkan darah suci untuk hal itu. Untungnya, Darah Suci itu bukan hanya kau saja yang tersedia di dunia ini. Jika kau mati, masih ada ayahmu atau ibumu. Jika mereka tidak memungkinkan, masih ada kakak atau adikmu. Apakah kau sama sekali tidak mengerti?"
"Me-mengerti, tentang apa?"
"Setiap garis keturunan Watahabi akan mewarisi darah dari leluhur mereka. Dengan kata lain, mereka yang mewarisi darah leluhur dapat disebut sebagai Darah Suci. Bahkan, anakmu yang mungkin saja akan terlahir juga bisa disebut sebagai Darah Suci. Itulah kenapa kami tidak akan dirugikan meski kau harus mati. Justru, itu malah keuntungan bagi kami karena pahlawan tidak akan pernah terlahir jika kau, ibu dari pahlawan sudah mati sebelum bisa melahirkannya."
"Lantas, bukankah itu juga berarti bahwa tidak masalah bagi kalian untuk membunuh Pangeran?"
"Membunuh Pangeran dan membiarkannya hidup adalah kasus yang berbeda. Sebagai keturunan ke-13, dia memiliki benih untuk menjadi sosok ayah bagi pahlawan. Justru akan bahaya jika sumber benih kami satu-satunya malah mati."
"Sumber benih?"
"Jika kau mati, maka Pangeran yang mencintaimu itu hanya harus membuat keturunan dengan ibumu. Sayangnya, jika ibumu ternyata bukan darah suci, maka pangeran harus membuat keturunan dengan kakak perempuan atau adik perempuanmu. Jika kau ternyata tidak punya saudara perempuan, maka dia hanya harus menunggu sampai darah suci yang baru dilahirkan ke dunia ini. Kami hanya bisa berdoa, semoga darah suci yang selanjutnya terlahir adalah seorang perempuan."
Menekan garpu dengan ibu jarinya sampai bengkok, Renata menahan kesal tak tertahankan karena dirinya tak bisa memberontak ataupun beranjak. Secuil demi secuil, emosi itu berkumpul dalam hatinya dan menimbulkan kebencian yang kian mendalam. Wajahnya berkeringat deras sementara jantungnya berdegup kencang. Dalam keadaannya yang seperti itu, Renata memberi semacam ultimatum.
"Setidaknya, aku bisa yakin tentang satu hal dari pembicaraan ini."
"Keyakinan tentang apakah yang kau maksud?" Moloneal bertanya dengan ramah, mengelap bibir cantiknya yang berminyak pasca mengunyah daging panggang.
Renata kemudian menjawab, "Jika kau sampai repot-repot membuat kesepakatan, maka Kultus Sesat yang kau pimpin ini sedang dalam masalah, 'kan?"
"Aku sama sekali tidak mengerti dengan yang kau maksud. Lagi pula--"
"Kau merasa tidak bisa menangani masalah ini. Karenanya, kau kemudian membuat kesepakatan untuk sedikit mengalah, tetapi tetap mampu untuk meraih tujuan pada akhirnya. Bukankah begitu situasi kalian saat ini?"
Tertawa kecil, tersenyum tipis, Moloneal terlihat sangat payah dalam menyembunyikan ekspresinya yang ingin tertawa. Gadis berambut putih itu kemudian membalas, "Ah, Mismagamus, perlihatkan padanya situasi di markas."
Setelah disampaikannya kalimat klise, lubang hitam mendadak muncul di atas meja makan. Melayang dan terlihat memproyeksikan sesuatu di dalamnya. Renata yang terkejut hanya bisa memberi respons tak jelas. "I-ini ...."
"Jika yang kau maksud dengan bermasalah adalah ini, maka itu benar-benar salah. Sejak awal, aku memang tidak peduli dengan apa pun yang akan terjadi di markas kecil itu," jelas Moloneal yang dalam konteksnya sedang mempresentasikan sesuatu dalam lubang hitam itu.
Seperti layar lebar yang menampilkan peristiwa di tempat lain, dalam waktu yang sama dan dalam momen yang sama, Renata bisa melihat semua peristiwa itu dengan bantuan Moloneal.
"Ah, kau sampai tertegun begitu karena melihat semua kejadian ini lewat layar sihir [1]. Sejujurnya, aku juga tidak mengira kalau markas penelitian bisa ditemukan dan diserang dengan semudah itu. Apakah pemandangan ini membuatmu bahagia? Apakah pemandangan ini mendatangkan sedikit harapan?"
Apa yang terlihat dari sesuatu bernama layar sihir adalah markas penelitian, tempat di mana Renata bersama Pangeran Arthur ditahan sebelumnya. Markas itu terlihat kacau balau, terlihat berantakan, seperti sedang terjadi kekacauan pada markas mengerikan itu.
Beberapa sosok prajurit bersenjata, termasuk para gadis berseragam pelayan yang menggunakan sihir, semua pemandangan itu membuat mata kecubung Renata menjadi berkaca-kaca karena terharu. "Sa-Santo-rini, Santorini menyelamatkan kami?"
"Lebih tepatnya sedang menyelamatkan Pangeran Pirang yang kau cintai. Tentu saja, mereka juga pastinya tengah berniat untuk mencarimu. Sayangnya, kau tidak ada di sana ketika mereka berhasil menemukan markas penelitian. Sangat disayangkan," ujar Moloneal membalas kalimat Renata yang penuh harap.
Namun, Renata tidak merasa terprovokasi sama sekali. Gadis itu menatap Moloneal dengan ekspresi mantap, kemudian berkata dengan perasaan yakin dalam hatinya. "Hanya masalah waktu sampai tempat ini ditemukan! Mereka akan segera membawaku pulang!"
"Benarkah? Aku akan sangat terkejut jika ada salah satu dari mereka yang mampu menggunakan sihir teleportasi untuk sampai ke ruangan ini. Yah, sekadar sampai sini ... mungkin bisa-bisa saja, sih. Walau hanya tangan kanan, kaki kiri, atau mungkin kepalanya saja yang sampai, hal terpenting adalah mereka berhasil sampai ke tempat ini, 'kan?"
"A-apa maksudmu? Apa yang sebenarnya sedang kau bicarakan!"
"Sihir teleportasi itu bukanlah sihir kelas bawah yang bisa digunakan dengan mudah. Barangkali kau nekat menggunakannya sebelum benar-benar ahli, maka beberapa bagian tubuhmu mungkin saja akan tertinggal," jelas Moloneal ramah sembari bertepuk tunggal di depan Renata.
"A-aku, aku yakin kalau mereka pasti bisa menemukanku--"
"Ya, itu benar sekali. Untungnya, Wastu Santorini memiliki Roh Agung di dalamnya dan memuat sosok tersohor yang mampu menggunakan sihir teleportasi lebih baik dari siapa pun."
Di saat Renata dengan buruknya terprovokasi, suara ketiga mendadak bergema dari sisi lain ruang makan. Suara itu dirinya kenal. Membawa harapan serta kebahagian, sekaligus keharuan atas terdengarnya suara itu.
"Untung saja Tuan-Kyu meminta diri-kyu untuk menyelipkan Roh Kuasi dalam tubuh Nona Renatya. Andaikata tidak ada Roh Kuasi yang ditinggalkan, kami mungkin saja tidak akan bisa sampai ke ruangan ini!"
Itu adalah suara keempat yang terdengar menggema. Memanggil wajah Renata untuk menoleh, mereka yang baru saja datang adalah dua gadis pelayan dari Wastu Santorini. Pelayan yang satu memiliki rambut perak dan terurai panjang sampai punggung, sementara yang satunya lagi berambut cokelat pendek dan memiliki telinga kucing di bagian kepalanya.
"Serius, diri-kyu sebenarnya sangat tidak setuju jika harus menuntaskan tugas pelayan bersama si Setengah Malaikat. Namun, ini permintaan dari Tuan-Kyu! Aku harus menuntaskannya dengan sempurna."
Mereka adalah kombinasi terburuk, yang mungkin saja bisa menjadi kombinasi paling sempurna. Kombinasi pelayan setengah malaikat dan setengah binatang, Lalatina dan Aisha telah datang untuk menyelamatkan Renata.
Catatan Penulis:
[1] Layar Sihir: Layar Sihir adalah salah satu pengaplikasian dari sihir teleportasi yang memungkinkan penggunanya untuk melihat kejadian di tempat lain secara langsung. Dalam bahasa modern, konsepnya sama saja dengan live report. Layar Sihir mampu memproyeksikan semacam layar dan memperlihatkan peristiwa yang sedang terjadi di tempat lain, meskipun lokasinya amat jauh dari tempat diproyeksikannya layar sihir.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro