Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

BAB 18: Mengutuk Kelahiran Seorang Anak

Membawa keluar Renata dari ruang siksa, wanita berambut merah muda meletakkan telapaknya di pundak penuh luka. Sebuah cahaya kemerahan menerangi pundak itu dengan kebaikan, mengeringkan darah serta menutup luka dengan sempurna.

"A-apa yang kau inginkan? Ke-kenapa kau menyembuhkanku?"

"Kau ini ... niatku sebenarnya baik karena ingin menyembuhkan dirimu. Selain itu, jika kau ingin bertemu dengan Paus ..., maka kau harus tampil dalam keadaan rapi," jawab wanita itu sembari menekan bibir bawahnya dengan telunjuk lentik.

Lustiana Lusty adalah namanya, mengemban posisi sebagai Uskup Agung Wakil Dosa Kenafsuan. Terlihat baik dan lemah lembut, tetapi fakta tentang dirinya tetap saja jahat dan mengerikan. Posisi sebagai uskup agung tidak mungkin dia tempati tanpa sebab. Karenanya, Renata tidak bisa berhenti waspada dengan keberadaan wanita ini.

"Jangan panik begitu ..., Paus hanya ingin bicara denganmu, kok. Jawab saja pertanyaannya dan jangan sampai membuat dia marah," sambung Lustiana.

Renata dengan dinginnya membalas, "Jika aku membuatnya marah?"

"Yah, tenang saja, lagi pula paus bukan pemarah." Lustiana menjawabnya dengan cara tak terduga, sembari bertepuk tunggal dengan ramah. "Sekarang, ayo kita temui Paus. Dia sudah tidak sabar untuk bertemu denganmu."

___________________

Setelah melewati lorong lembab yang diketahui sebagai lubang besar di bawah tanah, Lustiana serta Renata mendapati pintu keemasan yang terlihat kokoh di depan mereka. Posisi pintu itu berada di ujung lorong yang gelap gulita, tidaklah mungkin mereka akan sampai kecuali ada bantuan obor seperti yang Lustiana bawa.

Wanita cantik berambut merah muda itu membawa obor agar bisa mengidentifikasi jalan dengan benar, memanfaatkan penerangan meski cahaya obor adalah remang-remang. Tatkala dirinya telah selesai mengantarkan Renata, dia yang tengah memegang obor mulai mengetuk pintu di hadapan.

"Aku datang bersamanya ...," ujar Lustiana ramah sembari mengetuk pintu emas tiga kali. Segera setelah pesan singkat itu disampaikan, pintu emas terbuka lebar, tetapi yang ada di baliknya hanya ada kegelapan. "Masuklah," sambung Lustiana.

"I-ini, pintu ini akan membawaku ke mana?"

"Ini hanya salah satu aplikasi dari sihir teleportasi. Tidak perlu khawatir dengan bagian tubuhmu yang mungkin akan tertinggal, karena pengguna sihir teleportasi ini sudah mahir, kok."

"Tu-tunggu, bagaimana dengan Pang--"

Belum sempat kalimatnya diselesaikan, telapak tangan Lustiana mendorong Renata sampai gadis itu terjatuh mengarungi kegelapan. Di atas lubang di ujung kegelapan adalah Lustiana yang tersenyum ramah sambil kembali menutup pintu emas. Saat dirinya merasa hampa di ruang tak terbatas penuh kegelapan, tubuhnya yang belum sempat memberi respons dilempar secara kasar ke sebuah ruangan.

Kepalanya yang pening serta dirinya yang tak mengerti, Renata berusaha keras untuk membuka mata meski sulit. Didapatinya ruang makan mewah dengan meja untuk delapan orang, karpet merah serta arsitektur bernuansa hitam keunguan sukses membuat suasana yang mencekam.

"I-ini ...."

"Selamat malam, gadis yang memiliki darah suci. Mari kita mengobrol tentang banyak hal sambil menikmati makan malam?" Suara wanita, entah dari mana terdengar bergema memenuhi ruang makan.

Renata segera bangun, melihat sekitar dan mendapati seorang wanita serba hitam tengah duduk di depan meja makan dengan sendok serta garpu pada kedua tangannya. "Duduklah, aku sudah menyediakan hidangan terbaik untukmu," ujar wanita itu penuh keramahan saat Renata sudah menemukan batang hidungnya.

"Si-siapa, siapa kau sebenar--"

"Pemimpin Utama Kultus Liberal, disebut-sebut oleh para bawahan sebagai Paus Liberal, namaku adalah Moloneal. Sedangkan dirimu?"

"A-aku tidak yakin perlu memperkenalkan diri lagi pada sosok yang sudah menculikku."

"Benarkah? Bahkan jika aku tidak pernah tahu dengan apa pun yang bawahanku lakukan, atau apa pun yang mereka tuntaskan, untuk orang yang tidak pernah mau tahu seperti diriku ini, mengetahui segalanya sangatlah sulit. Namun, aku bisa memastikan kalau kau adalah Darah Suci yang sudah ditangkap oleh bawahanku. Mengenai siapa dan bagaimana dirimu, aku sama sekali tidak tah--"

"Ja-JANGAN BERCANDA DENGANKU! Kau minta aku mengenalkan diriku kepadamu? Padahal kau sudah memimpin kultus sesat ini, membuatku terculik, membuatku tersiksa, membuatku kehilangan, memang apa untungnya jika aku mengenalkan diri!"

Tersenyum tipis ke arah Renata, wanita muda yang memiliki rambut putih terurai panjang itu menghaturkan jawaban. "Jika ingin mengobrol tentang banyak hal, terlebih lagi untuk sesama gadis yang seumuran, bukankah lebih bagus jika kita sudah saling berkenalan?"

"Ke-kenapa juga aku harus bicara denganmu! Dasar ka--"

"Gadis berdarah suci yang saat ini berada di hadapanku sedang duduk manis dan menikmati hidangan makan malam. Dia kemudian mengobrol santai denganku, membicarakan banyak hal selayaknya gadis polos dengan teman gadisnya."

Ajaib, tak dapat dimengerti, Renata yang barusan sedang marah-marah dan menuturkan murka langsung terduduk rapi di depan wanita bernama Moloneal. Memegang sendok serta garpu, siap menyantap hidangan nikmat di atas meja. Renata secara mengejutkan sudah dalam posisi duduk di depan Moloneal, di sisi meja makan yang sama.

"Sekarang ... bisakah kau memulainya dari perkenalan?" tanya Moloneal ramah sembari memasukkan sepotong daging ke dalam mulut cantiknya.

Renata ingin membangkang, tetapi dia tidak bisa. Dirinya tak bisa bangun dari meja makan, tak bisa mengatakan hal lain selain menjawab, tak bisa melakukan penentangan terhadap sosok bernama Moloneal. Semua keterpaksaan itu membuat Renata menurutinya dengan berat.

"A-aku, na-namaku, namaku adalah Renata. Aku adalah seorang putri dari Kerajaan Watahabi yang kemudian dijodohkan dengan seorang pangeran dari Kerajaan Santorini."

"Wah ... rupanya kau sudah dijodohkan. Apakah kalian sudah resmi menikah?"

"Sudah."

"Apakah kalian sudah pernah berhubungan badan dengan niat membuat keturunan?"

"Belum."

"Apakah kalian sudah pernah berhubungan badan demi memuaskan hawa nafsu?"

"Belum."

"Mengejutkan ... memangnya, sudah berapa lama kalian menikah?"

"Enam tahun."

"Itu usia pernikahan yang cukup lama, apakah kau tidak akur dengan Pangeran?"

Moloneal memberi pertanyaan, sementara Renata memberi jawaban. Meski hatinya menolak keras untuk menjawab, meski kesetiaannya merasa tersiksa ketika menjawab, meski kewarasannya seperti dirampas ketika menjawab, bibir Renata seperti bergerak sendiri untuk menyampaikan jawaban.

"Sepertinya, kami memang tidak sedekat itu karena sempat berpisah selama Pangeran menempuh pendidikan. Meski begitu--"

"Meski begitu?" tanya Moloneal sambil memiringkan kepala dengan cantiknya. Wanita berambut putih itu menunggu kalimat sambung dari Renata dengan tidak sabar dan bersemangat.

Renata kemudian menjawab, "A-aku, aku yakin kalau Pangeran mencintaiku. Ce-cepat, cepat atau lambat, aku pasti akan melahirkan anaknya!"

Tersenyum lebar, Moloneal menatap Renata dengan ekspresi mantap. Menusuk daging dan memotong sebagian dari daging panggang dengan pisau, kemudian melahapnya dengan nikmat ketika Renata memberi jawaban. Segera setelah potongan daging itu ditelan, Moloneal mulai masuk pada inti pembicaraan.

"Kalau memang begitu, aku punya satu penawaran bagus. Maukah kau mendengarnya?"

"Pe-penawaran?" Renata yang tidak mengerti hanya bisa berekspresi bingung.

"Kuizinkan kau membuat keturunan dengan Pangeran. Asalkan, siapa pun yang terlahir sebagai pahlawan, dia harus dibunuh. Setuju?"

Dadanya bergetar, bibirnya tak kuasa untuk berbicara, jemarinya gemetar seperti tak sanggup untuk memegang sendok lebih lama. Renata tahu pasti tentang arti dari penawaran itu, tetapi otaknya sedang tidak mampu untuk memberi tanggapan spontan. "Di-dibunuh?"

"Bukankah ini penawaran yang bagus? Ah ... tentu saja, aku juga punya opsi lain." kata Moloneal sembari bertepuk tunggal, benar-benar ekspresi yang lepas selayaknya seorang gadis yang sedang membicarakan hal asyik dengan teman gadisnya.

Renata yang tidak mengerti hanya bisa bertanya. "Opsi lain?"

"Aku akan meminta salah satu bawahanku untuk membuat kalian berdua menjadi mandul. Sama seperti waktu itu sebelum kau akhirnya mencabut kutukan dari bawahanku. Dengan begitu, maka pahlawan tidak akan pernah terlahir. Benar, begitu juga bisa! Kau bisa terus berhubungan tanpa perlu khawatir soal hamil dan melahirkan. Bukankah itu bagus?" jawab Moloneal penuh semangat, wajahnya berbinar-binar, dipenuhi senyum lebar saat menjelaskan penawarannya kepada Renata.

Menjadi mandul, dicap tidak becus sebagai seorang istri, kemudian dikembalikan pada Watahabi, dibuang oleh keluarganya sendiri karena telah mempermalukan nama baik kerajaan, tinggal di kerajaan miskin di mana hukum rimba masih diberlakukan, lalu berakhir tewas dalam kesendirian dan kesepian.

"Ti-tidak. Jangan. Kumohon jangan. Tolong, jangan lakukan itu. Apa pun, apa pun selain mandul. Apa pun selain dicap sebagai istri yang tidak becus. Apa pun selain diasingkan di kerajaan itu. Apa pun selain hidup dalam kesendirian. Tidak, kumohon jangan. Tolong jangan lakukan itu padaku, kumo--"

"Kalau begitu, kau setuju dengan ketentuan di mana kalian bebas membuat keturunan, tetapi siapa pun yang terlahir sebagai pahlawan harus dibunuh?"

Catatan Penulis:

[1] Moloneal adalah tipe atasan yang menyerahkan segala hal soal misi dari kultusnya kepada para bawahan. Dia sama sekali tidak mau tahu tentang bagaimana misi itu dijalankan, bagaimana misi itu direncanakan, dan bagaimana misi itu dituntaskan.

[2] Moloneal memiliki Otoritas Pemaksaan yang membuat setiap kalimatnya seperti memaksa target untuk menurut. Itulah Otoritas yang membuat Renata dan tunduk dan menurut untuk menjawab setiap pertanyaan dari Moloneal.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro