Tersadar aku dari lamunan yang berperang dengan realita. Entah apa yang ingin dimainkan oleh semesta biarlah berjalan sesuai semestinya. Yang terpenting adalah menuntaskan apa yang seharusnya dituntaskan sekarang. Ini hanya sebuah patner menulis, ekspektasiku yang terlalu jauh. Sejenak kupejamkan netraku untuk merileksasikan pikiran yang terlalu jauh berkelana tanpa arti. Mengembuskan napas perlahan untuk menciptakan suasana hati yang tenang. Baiklah aku siap dengan tugasnya!

Notifikasiku masih tentangnya, mau tak mau harus tetap berjalan demi tugas kali ini. Dia bertanya perihal kesanggupanku menjadi partner menulisnya kali ini. Tentu saja aku segera mengetikkan balasan bersedia; ya karena memang begitu semestinya bukan? Kami pun larut dalam diskusi yang menguras pikiran. Usulan-usulanku dan dia rasanya masih belum menemukan titik temu yang pas. Kupikir ini akan mudah, nyatanya masih ada perdebatan dalam menentukan kerangka cerita. Ini tak semudah yang dibayangkan, entah kenapa rasanya aku sudah kehabisan ide untuk tema kali ini. Padahal aku ingin membahasnya kali ini, kenapa juga hampir sesulit tema cinta? Astaga ....

Setelah melewati diskusi yang penuh perjuangan ini ... akhirnya kami menemukan kerangka yang pas, sesuai dengan ekspektasi. Sambil menunggu Guitara mengirimkan kumpulan kata yang ditulis menjadi cerita, aku merilekskan diri dengan mendengarkan alunan piano favoritku. Ya, dengan ini semoga muncul inspirasi yang tak terduga nantinya.

Setelah menunggu cukup lama, Guitara mengirimkan hasil karyanya. Setelah kubaca dengan saksama ternyata luar biasa. Kini giliranku mengetikkan sebuah kata menjadi cerita yang tuntas. Setelah dirasa cukup, aku mengumpulkannya dengan rasa campur aduk. Semoga cerita ini masuk dalam kriteria yang dicari. Tak lama hasil penilaian diumumkan, astaga aku tak percaya sama sekali. Kalian tahu? Apa hasilnya? Karya kami diapresiasi dengan sempurna. Lega sudah rasanya, akhirnya terbayarkan perjuangan kami. Terima kasih atas perjuangannya, Guitara.

Tulungagung, 10 Agustus 2021