Tangga Sekolah
"Makanan datang," ucap seorang gadis. Di tangannya ada sebuah nampan yang berisi enam gelas teh manis, dua piring batagor, sepiring baso tahu dan tiga mangkuk mie ayam.
"Asik makan. Makasih, Ce Fio." Fiony nama gadis itu. Ia duduk setelah menyimpan nampan di atas meja kantin tempat ia bersama kelima temannya berkumpul.
"Sama-sama, Kak." Fiony tersenyum manis, hingga mebuat empat orang pemuda yang duduk bersamanya tidak kuasa menahan gesrek.
"Alah sia boy. Gini geningan rasanya disenyumin bidadari teh."
"Lo baru pertama kali, Ran. Gua ampir tiap hari disenyumin wanita blasteran Indo-Surga."
"Iya lah, Bang Vio pacarannya sama Kak Chika. Titisan bidadari surga itu mah jelas."
"Gebetan kamu juga lucu, Flo. Apa daya hamba yang jomblo menyaksikan kalian kasmaran."
"Makanya cari jodoh, Dhey."
"Diam kau Koramil!"
Kelima orang yang berada di meja itu tertawa melihat Dhey mengerucutkan bibir bawahnya.
Fiony terlihat senang berkumpul dengan orang-orang yang dianggap aneh oleh para siswa di SMA Academy. Bagaimana tidak, Fiony dianggap terlalu sempurna untuk bergabung bersama kelompok yang sering dicap sebagai pencari masalah dan orang-orang "gila".
Vio, Zahran dan Febi—sering dipanggil Koramil oleh Dhey adalah berandalan sekolah. Sudah tidak aneh lagi jika ketiga pemuda itu sering keluar masuk ruang BK. Flo, pemuda pendiam bahkan lebih sering menyendiri jika tidak bersama kelompoknya. Di dalam kelas, Flo sering sekali mojok sambil menggigit kuku-kuku jarinya. Dan Dhey, dijuluki ratu siluman ular. Bagaimana tidak, gadis itu pernah kedapatan membawa seekor anak sanca kembang ke sekolah yang sontak membuat keadaan kelas langsung ricuh saat itu karena ular yang ia bawa kabur dari kandangnya.
"Eh gimana rencana kita malam ini?" tanya Febi di tengah-tengah ia menikmati mie ayam pesanannya.
"Entar gue jelasin. Mending habisin dulu makanan kalian." Febi mengangguk mendengar jawaban dari Vio.
Keenam siswa SMA Academy itu khidmat menikmati makanannya masing-masing. Tidak ada percakapan diantara mereka sampai makanan yang mereka pesan benar-benar tandas.
"Nah, jadi gini rencananya...." Zahran, dan Febi merapatkan duduk. "Eh, anak-anak Bapak Sobari. Bisa kagak kalian duduk biasa aja, gue kejepit woi!"
"Sejak kapan bapak gue ganti nama jadi Sobari? Dan ... ogah banget gue adik kakak-an sama si domba Garut!" protes Febi.
"Ih bener-bener Bang Vio mah, Aku males banget jadi saudaranya si Pebi." Zahran juga ikut memprotes ucapan Vio dengan logat sundanya yang kental.
"Ya lo berdua bisa gak dudukna biasa aja, gue bukan si Flo yang ngomongnya kayak tikus kejepit."
"Aku diem loh padahal. Masih aja kena."
"Udah-udah, jadi gimana nih, Bang?" Fiony yang sejak tadi memperhatikan teman-temannya akhirnya ikut bersuara, jika tidak perdebatan antara Vio, Zahran, Febi dan Flo tidak akan berhenti hingga bel masuk kembali berbunyi.
"Nah 'kan. Kalau bidadari ngomong langsung diem lo pada."
"Lo juga diem deh Ratu Ular." Dhey mendelik kesal.
"Oke-oke. Jadi gini...."
Vio menjelaskan rencana mereka malam ini yang akan mengeksplorasi sekolah mereka yang katanya dulu merupakan sebuah rumah sakit tempat para korban perang dirawat. Ini adalah pertama kalinya mereka melakukan eksplorasi supranatural, biasanya mereka kumpul-kumpul hanya untuk nongkrong atau mabar saja, dan itu biasa mereka lakukan sepulang sekolah.
"Zahran bawa kamera go pro. Febi lo bawa senter."
"Aku juga bawa senter, Bang." Vio mengangguk saat Flo menawarkan diri membawa senter tambahan.
"Gue bawa apa dong?"
"Lo bawa ular aja, Dhey." saran Febi.
"Bener ya. Entar gue bawa si Zoro."
"JANGAN!" Flo, dan Fiony berseru kencang, keduanya takut pada ular Dhey yang bernama Zoro.
"Jangan ngadi-ngadi deh lo, Dhey. Yang ada entar kita bubar jalan sebelum sampai tujuan!"
"Lah, salahin si Koramil lah. DIa yang nyuruh!"
"Canda doang elah. Serius aja kayak mau dinikahin."
"Aku bawa makanan ya!"
"JANGAN!" Vio, Zahran, Febi, Flo dan Dhey berseru. Mereka tidak mau lagi harus bolak-balik kamar mandi akibat makanan buatan Fiony yang lebih terlihat seperti racun.
"Kenapa?"
"Bidadari mah cukup bawa diri aja. Ce Fio kalau bawa makanan nanti repot. Biar kita aja," ucap Zahran yang langsung diangguki oleh teman-temannya.
Malam pun tiba. Fiony menjadi orang pertama yang datang ke bagian samping SMA Academy, tempat di mana mereka berkumpul. Fiony menatap tembok sekolahnya yang cukup tinggi, sekitar dua meter lebih, dan nantinya mereka akan memanjat tembok itu.
"Kenapa enggak lewat gerbang aja sih," gumam Fiony. Ia meringis, perasaan takut dan khawatir tiba-tiba menyerang hatinya.
"Jangan ngelamun, nanti kesambet!" tegur Zahran yang tiba-tiba datang dari arah belakang.
"Kamu ngagetin aja!" Fiony mengembungkan pipi membuat Zahran salah tingkah. Gadis itu terlihat sangat lucu dengan ekspresi kesalnya.
Zahran mencoba menenangkan diri agar tidak mencubit pipi Fiony saat ini. "Eh, yang lain belum sampai ke sini?"
"Yo, sorry terlambat!" Dhey datang bersamaan dengan Flo.
"Kalian berdua aja. Bang Vio sama Febi mana?" tanya Flo saat sudah berada di dekat Zahran dan Fiony.
"Belum sampai. Sebentar lagi mungkin," jawab Fiony.
Tidak lama kemudian Febi datang sambil membawa tangga dari bambu untuk menaiki tembok sekolah mereka.
"Bang Vio belum sampai?" tanya Febi. Flo, Fiony, Dhey dan Zahran menggeleng.
"Padahal dia udah berangkat duluan tadi."
"Macet mungkin."
"Duh, maaf banget." Vio akhirnya datang dengan terpogoh-pogoh, napasnya terengah-engah karena sejak tadi ia berlari. "Langsung aja, yuk!"
Febi menyandarkan tangga di tembok setinggi dua meter itu, lalu menaikinya. Disusul oleh Fiony, Dhey, Flo, Zahran dan terakhir Vio.
"Ini gimana turunnya?" tanya Fiony sambil menatap takut kearah bawah.
"Lompat," jawab Vio sambil mengambil ancang-ancang untuk melompat. Vio mendarat dengan aman sementara Fiony masih takut untuk menyusul Vio.
Febi, Dhey, Zahran dan Flo melompat menyusul Vio yang sudah berada di bawah.
"Lompat aja, gak papa, kok!"
Akhirnya sambil memejamkan mata Fiony memberanikan diri untuk melompat. Beruntung sebelum tubuhnya tersungkur ke tanah, Zahran sudah menahannya.
~~~
Eksplorasi mereka dimulai dari lantai paling atas, lantai tiga. Dimana kelas XII berada. Kamera go pro milik Zahran terus merekam. Suasana dingin dan mencekam mulai sedikit terasa, ditambah lampu-lampu yang hanya menyala remang-remang. Di sepanjang lantai tiga, mereka tidak mendapati keanehan apapun selain hawa yang sedikit tidak nyaman.
Turun ke lantai dua, mereka mulai mendengar suara-suara aneh seperti benda jatuh atau suara orang berjalan kaki.
"Bang lo denger?" tanya Febi saat mendengar suara derap langkah kaki. Vio menggeleng, ia tidak mendengar apa pun.
"Aku juga denger." Fiony mulai ketakutan, ia merapatkan diri pada Dhey yang terlihat pemberani.
"Jangan ngadi-ngadi lo berdua. Dari tadi gue enggak denger apa-apa."
"Kayaknya kuping lo mesti dibersihin pake mata bor, Bang," ucap Dhey yang juga mendengar suara derap langkah itu.
Suara derap langkah perlahan menghilang. Namun digantikan dengan sayup-sayup suara perempuan menangis. Mereka menolehkan kepala mencari dari mana asal suara tersebut.
"KYAAA!" Fiony berteriak kencang saat merasakan ada embusan napas tepat di tengkuknya.
Kelima temannya terlonjak kaget. Dhey langsung membekap mulut Fiony, agar tidak kembali berteriak karena takut penjaga sekolah mengetahui keberadaan mereka. Untung saja hanya gangguan-gangguan kecil yang mereka terima, hingga tidak terjadi apa pun.
Di lantai dasar, aroma mistis terasa lebih pekat, terutama di bagian dekat laboratorium sains. Suara gemericik air dari toilet siswa yang berada tidak jauh dari laboratorium menambah kesan horor.
Saat mereka sedang serius mengamati sekitar, tiba-tiba ponsel Febi bergetar.
"Siapa?" tanya Zahran melihat wajah Febi yang mendadak pucat.
"Bang Vio?" Flo menatap ponsel Febi yang menampilkan nama Vio di layarnya.
Semua yang berada di sana membelalakkan mata. Bukannya sejak tadi Vio bersama mereka.
"Ha—halo."
"Eh Komar, lo di mana. Gue di lokasi, nih!"
"AAAAAKKKKK!" Fiony, dan Dhey berlari menuju gerbang sekolah. Sementara Flo dan Zahran mengarahkan senter yang mereka pegang. Vio benar-benar hilang.
"Te—terus tadi siapa?" tanya Flo tergagap.
"Balik-balik, moal baleg ieu mah. Balik!" ("Pulang-pulang, enggak bakalan bener ini mah!") ucap Zahran menyusul Fiony dan Dhey sambil menarik tangan Flo.
Setelah Zahran, Flo, Fiony dan Dhey jauh dari pandangannya. Febi terkikik, teman-temannya berhasil ia kerjai.
Sementara di bawah tangga Vio bersembunyi agar rencananya dan Febi berhasil. Ia terkikik geli saat mendengar teriakan teman-temannya dari sambungan telepon yang terhubung.
"Bang Vio." Suara lirih terdengar jelas di telinga Vio. Pemuda itu menoleh kesana kemari, mencari dari mana suara itu berasal. Namun nihil, kolong tangga itu sempit, dan hanya bisa menampung satu orang saja.
Vio bangkit dengan terburu-buru hingga tidak sadar kalau tubuhnya terlalu tinggi. Kepalanya membentur tangga dan membuat pemuda itu tidak sadarkan diri.
[TAMAT]
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro