Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

05. Jangan Jadi Tong Kosong Nyaring Bunyinya

Tidak ada orang yang benar-benar tulus. Yang sejati itu hanya palsu, dan kepalsuan tidak ada yang abadi.

Kata Rey,
di dalam hati.

🩹🩹🩹

Bel masuk berakhirnya jam istirahat sudah berbunyi sekitar lima menit yang lalu. Setelah dari kantin tadi, Fely sengaja memisahkan diri karena tiba-tiba ingin lebih dulu pergi ke koperasi sekolah. Membeli buku baru untuk menyalin semua tugas Akutansi. Padahal ia juga sedang menghindari teman-temannya yang berisik dan si anak baru bernama Rey itu. Fely membutuhkan ketenangan, dan satu-satunya cara adalah menjaga jarak dari mereka.

Membayangkan betapa banyaknya halaman yang harus ia tulis, membuat energi di jemari tangannya down duluan. Kalau ada kamera tersembunyi, ia ingin sekali melambaikan tangan. Atau jika saja menemukan lampu ajaib, Fely ingin meminta satu permohonan agar jin penunggu lampu itu mau mengerjakan semua tugasnya.

“Heh, Fely ... ayolah. Lo harus semangat!” ucapnya berusaha menghibur diri, meskipun tidak selaras dengan mimik wajahnya yang tampak tertekan. “Tapi, masalahnya cuma dikasih waktu semalem. Mana bisa ....”

Ketika terus merengek dan mengeluh sambil sekilas memejamkan mata, Fely baru menyadari dirinya sudah hampir sampai ke pintu kelas, saat tiba-tiba ada seseorang yang menegurnya.

Heh.”

Sontak Fely mengerjap dan menghentikan langkah. Menoleh pada sumber suara yang ternyata tengah berdiri bersandar pada dinding luar kelasnya. Sumpah demi apa pun, ekspresi wajah orang itu terasa sangat angkuh. Bahkan agak tidak sopan berseru padanya hanya dengan menyebut kata ‘Heh.’

Sebenarnya Fely malas meladeni, tapi agak penasaran juga kenapa tiba-tiba cowok itu ada di koridor kelas XI-IPS 3.

Sehingga dengan sama tak acuhnya, Fely merespons, “Hm.”

“Mana buku Akutansi lo yang kotor itu? Sini, biar gue yang kerjain.” Tanpa basa-basi, Rey langsung mengutarakan maksudnya sengaja datang menunggu Fely. Jelas saja sikap tersebut mengundang perasaan kaget dan kerutan di keningnya.

What?”

“Sebagai bentuk permintaan maaf. Jangan geer dulu.”

“Hah?” Fely mulai tidak habis pikir. Ternyata selain sombong, dia juga terlalu percaya diri. “Lagian siapa juga yang pengen lo ngebantuin gue? Lo, tuh, yang jangan kegeeran.”

“Muka lo lesu gitu.” Rey kembali berkata sembari menunjuk wajah Fely dengan gerakan kepalanya. Ternyata cowok itu tidak seperti dugaan sebelumnya. Dia bisa banyak bicara juga. Walaupun seperlunya, dan cuma irit-irit. “Jadi, nggak usah banyak omong. Sini! Mumpung gue lagi berbaik hati.”

Fely malah meresponsnya dengan tatapan penuh selidik. Diperhatikan intens seperti itu, nyatanya Rey cukup salah tingkah atau mungkin merasa risi. Senyum miring langsung tersungging. Pemuda itu tidak lebih dari sekedar cowok cupu. Tiba-tiba muncul pikiran usil demi mengerjai—atau lebih tepatnya memberi pelajaran pada cowok sombong itu.

“Oke. Lo mau bantuin gue, kan?” Rey mengangguk seadanya. Males juga sebenarnya dia meladeni cewek banyak mikir seperti Fely. Ribet. “Kalau gitu bukan cuma tugas Akutansi.” Tanpa ragu, Fely menyerahkan kedua buku di tangannya pada Rey. “Tunggu di sini, gue masih punya satu tugas lagi buat lo.”

Buru-buru gadis itu berlari memasuki kelasnya. Menuju tas yang tergeletak di atas mejanya. Manda dan Mita yang sudah ada di dalam kelas pun, ia tak acuhkan saat bertanya kenapa Fely begitu terburu-buru. Karena penasaran apa yang sedang dilakukan temannya itu, maka mereka pun mengikuti. Berhenti tepat di ambang pintu, dan mulai mengawasi ketika tahu jika di sana ada Rey juga.

“Nih.” Lagi, Fely menghentakkan satu buku ke tangan Rey yang segera terbuka. “Itu buku tugas Matematika gue. Ada lima soal yang harus lo kerjain dan besok harus udah dikumpulin. Te—pat jam tujuh pa—gi.” Lanjut gadis itu dengan sengaja menekankan kalimat terakhir.

Senyum angkuh merasa puas karena akal bulusnya dijamin akan berhasil membuat Rey kapok langsung terukir sempurna. Lagian siapa suruh sok berbuat baik padanya. Dan, itulah balasannya untuk cowok yang sukanya cari gara-gara, lalu bersikap manis untuk cari perhatian. Fely sudah hapal betul isi pikiran laki-laki seperti Rey. Cuma memanfaatkan situasi untuk menjebak mangsanya—yaitu wanita.

Pun, yang membuat Fely tidak habis pikir, bisa-bisanya Rey masih menyunggingkan senyum kering. Seakan apa yang sudah gadis itu berikan bukan masalah besar.

“Cuma lima?” Satu sudut alisnya menukik naik. Membuang napas singkat. “Dua puluh lima soal dalam satu jam aja gue jabanin. Apalagi ini cuma Matematika IPS.”

Ajegile ... Rey. Damage-nya nggak ngotak.” Di ambang pintu sana, Mita refleks menyahut karena saking terpukau dengan gaya dan jawaban Rey—yang seperti tanpa harus mikir. Santai banget kayak di pantai.

Berbanding terbalik dengan ekspresi Fely yang malah balik dibuat kesal. Dua baris giginya sampai bertemu.  Matanya menatap nyureng dengan napas dibuang kasar. Ternyata level kesombongannya sudah overload.

“Oke, buktiin aja.” Fely semakin menantang. Jelas ia tidak mau kalah. “Jangan jadi tong kosong nyaring bunyinya.”

“Sip. Tungguin aja, bye!” ucapnya berlagak manis, yang kemudian membuat Fely terkesiap bukan kepalang. Karena tiba-tiba pemuda itu mengedipkan satu matanya, melambaikan tangan, lalu pergi.

Ish!” Merasa mentalnya sudah dijatuhkan mentah-mentah, Fely tentu saja mencak-mencak karena kesal.

“Fel!” Tidak lama, Mita dan Manda langsung berlari menghampirinya. Mereka berdua sama tidak mengira, Rey yang tadi di kantin terlihat jutek, kaku, pendiam, dan tidak banyak omong ternyata bisa bersikap dan berkata seperti tadi pada Fely.

“Wah, Rey benar-benar misterius. Ternyata orangnya asik juga. Iya, kan?” pungkas Mita yang diabaikan oleh Fely. Gadis itu memilih pergi memasuki kelas. “Ih, gue salah, ya?”

“Nggak salah. Tapi, Fely lagi kesel. Udahlah, let’s go!” timpal Manda segera menarik Mita untuk ikut masuk juga.

🩹🩹🩹

Wee ... anggota baru kita baru datang!” seru beberapa cowok yang duduk berkelompok di lorong paling ujung koridor kelas sebelas. Sikap mereka seakan tengah menyambut Panglima yang baru memenangi perang. Bahkan beberapa seakan memberi jalan, mengarahkan Rey untuk segera duduk di Singgasana.

Bagi Rey, perlakuan tersebut sudah biasa ia terima. Di sekolah terdahulunya malah lebih dari ini. Mereka seperti menjadikannya raja. Tidak sedikit bahkan cewek-cewek yang mengejar-ngejar dan mengaku sebagai calon pacarnya. Oke, Rey senang dengan perlakuan tersebut. Itu berarti mereka mengakui pesonanya. Namun, terkadang ia juga merasa risi, walaupun tidak pernah diungkapkan secara terang-terangan.

Pun, di sekolah barunya. Belum genap sehari ia berada di sekolah itu, tapi orang-orang seperti berlomba untuk mendekatinya. Tidak aneh, itu biasa terjadi ketika ada mainan baru di antara tumpukan yang sudah jemu dipandang. Ingin mencoba. Mencicipi, seperti apa rasanya. Setelah lama nanti, paling hanya ada satu atau dua orang yang bertahan. Itupun kalau ada.

Menurutnya, tidak ada orang yang benar-benar tulus. Yang sejati itu hanya palsu, dan kepalsuan tidak ada yang abadi.

“Eh, Rey. Gue denger-denger, lo sengaja datang ke kelas IPS tiga buat ketemu Fely?” tanya Miko. Yang Rey ketahui sebagai ketua genk di sekolah tersebut. Bahkan dia sudah terkenal sebagai pentolan pencipta huru-hara. Anak buahnya tersebar di banyak kelas. Dia juga punya genk motornya sendiri.

Rey hanya mengembuskan napas panjang merasa lelah. Heran, kenapa gosip cepat sekali menyebar.

“Gue akuin, Fely salah satu cewek cantik di sekolah ini. Tapi, kalau buat lo gebet, kayaknya nggak bisa, deh.” Rey masih tidak bereaksi. Diam saja walaupun dalam hati dan pikiran ingin tahu kenapa Miko sampai bilang begitu. Oh, tapi. Itu bukan urusannya. Ia sama sekali tidak peduli.

“Bukan gue pecundang. Jujur, gue juga dulu ngincer cewek itu. Tapi, setelah dia pacaran sama murid paling pintar di sekolah ini, udahlah gue nyerah. Nggak akan sanggup gue.”

Kening Rey tiba-tiba mengernyit. Memikirkan, siapa orang yang Miko maksudkan ‘Paling Pintar.

“Kalau lo mau ngambil hatinya, seenggaknya lo harus lebih pinter dari Ansel.”

Mendadak, jiwa petarung dan harga dirinya terusik. Sehingga tanpa aba-aba, Rey langsung berkata, “Kalau nyatanya gue lebih pinter gimana?”

Mereka sempat terhenyak sesaat. Merasa kaget mencerna perkataan Rey, sebelum akhirnya tertawa karena konyol.

Weh! Serius lo? Asik, Bro!” timpal Miko yang kemudian disambung tawa lainnya.

Mungkin mereka menganggap perkataan Rey hanya candaan. Tidak masalah. Namun, karena fakta-fakta yang Miko sebutkan, Rey jadi penasaran. “Ansel?” gumamnya hampir berbisik.

[]

Hai, gaes.
Ada yang kangen?
Wkwk.

Jum’at, 1 Oktober 2021.

[]

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro