Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 7 : Dilema

KETIKA dirasa keheningan mulai mendominasi, kelopak mata Sasuke kembali terbuka. Menatap sang kekasih hati yang saat ini tengah memejamkan mata.

"Sayang, kau tidur?"

Naruto membuka mata secara perlahan kala mendengar suara bass Sasuke yang bertanya lirih padanya.

Melihat hal tersebut Sasuke paham bahwa kekasihnya tidak sedang terlelap. Pria itu segera berbaring di atas sofa yang semula ia duduki, dan menjadikan kedua paha Naruto sebagai bantalan.

"Aku tahu perasaanmu saat ini. Kau pasti masih sangat merasa cemas akan perkataan Sakura." Dari bawah, Sasuke menatap dengan lembut, satu tangannya ia gunakan untuk mengelus sebelah pipi Naruto yang selalu terasa halus. "Tapi, jangan terlalu memikirkannya. Kau bisa sakit, Naru. Lagi pula apa yang Sakura katakan hanya sebuah kebohongan. Rasaku padamu tidak pernah pudar. Sedikit pun tidak."

Ya, Naruto memang percaya akan hal itu. Naruto yakin bahwa Sasuke memang masih mecintainya seperti dulu. Akan tetapi, hati Naruto mulai merasa lelah dengan apa yang sudah terjadi selama ini.

"Sasuke." Suara lembut Naruto memanggil. Bola matanya bergulir ke bawah kemudian kembali menatap ke depan dengan pandangan penuh beban yang sepertinya tidak disadari oleh Sasuke. "Rasanya ... aku ingin menyerah saja."

Rahang Sasuke mengeras.

"Menyerah?" Ia bangkit terduduk seraya menarik satu lengan Naruto, memaksa wanita itu agar menatapnya. "Kau goyah hanya karena ucapan Sakura!?"

" .... "

"Bukankah sudah kukatakan, kalau dia itu berbohong!?"

"Tapi, tidak semua apa yang dikatakannya adalah kebohongan!" Naruto meninggikan suara. Namun meski begitu, ia masih tak berani menatap Sasuke. "Aku--"

Naruto terkesiap saat tiba-tiba Sasuke mencengkeram rahangnya cukup kuat. Sehingga netra mereka pun saling menatap.

"Kau ingin berpisah denganku?" Sasuke bertanya dingin. Kilatan amarah terpancar jelas dari kedua bola matanya. "Apa sebenarnya di sini kau lah yang sudah bosan padaku?"

Alis Naruto mengernyit dengan pandangan sendu. Mengapa Sasuke melempar tuduhan itu padanya?

Dengan air mata yang mulai berlinang, Naruto berucap lirih, "Bagaimana mungkin orang yang bosan padamu selalu mengharapkan bisa menjalani hidup bersamamu ...?"

Tatapan Sasuke mulai kembali melembut.

Emosinya nyaris saja meninggi karena mendengar Naruto yang berniat untuk meninggalkannya.

"Jangan katakan lagi." Seiring dengan ucapan itu Naruto merasakan tubuhnya ditarik pelan untuk masuk ke dalam dekapan hangat Sasuke. "Jangan pernah lagi berkata bahwa kau ingin menyerah. Dan jangan ada sedikit pun niat dalam hatimu untuk meninggalkanku."

Pelukan yang semakin erat itu seolah berkata bahwa Sasuke benar-benar takut kehilangannya.

"Naru ... sebelum kau berniat untuk pergi dariku, cobalah mengingat kembali pada masa kita saat pertama kali bertemu sampai kita bisa bertahan di titik ini."

Deg!

Sang safir membola dengan pandangan yang menerawang jauh. Benar. Rintangan yang mereka lalui untuk bisa bersama dari awal hingga saat ini tidaklah mudah.

Dulu, saat pertama kali bertemu dengan Sasuke adalah saat mereka duduk di bangku yang sama ketika SMA. Saat itu mereka berdua jarang sekali berbincang seperti teman sekelas pada umumnya. Namun, Naruto tak tahu bahwa diam-diam Sasuke selalu mencuri pandang padanya. Sasuke selalu ingin berbicara lebih lama dengan Naruto, tetapi wanita itu tampak tak peka dengan setiap kode yang Sasuke berikan.

Hingga ketika mereka melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi di kampus Waseda, mereka kembali dipertemukan. Mulai dari sanalah Sasuke memberanikan diri untuk mengajak Naruto berbincang santai, mengajaknya pergi dan pulang bersama atau sekadar membelikan wanita itu makanan.

Awalnya Sasuke gemas akan ketidakpekaan Naruto, karena ia sudah menunjukkan perhatiannya tetapi Naruto masih saja tak acuh. Sampai suatu hari, Sasuke memantapkan hati untuk menyatakan seluruh perasaannya. Dan saat itu Naruto terdiam cukup lama sebelum menerima Sasuke sebagai kekasihnya. Tak ada ekspresi terkejut atau pun merona malu yang Naruto tunjukkan. Membuat Sasuke bingung. Wanita itu menerimanya tapi terlihat tidak senang sama sekali. Raut wajahnya datar dengan pandangan yang tak dapat dimengerti. Berbeda dengan Sasuke sendiri yang kedua pipinya sedikit bersemu disertai jantung yang berdetak brutal karena saat itu adalah kali pertama Sasuke menyukai seorang wanita dan menjadi kekasih dari wanita yang ia sukai.

Betapa terkejutnya Sasuke ketika hubungan mereka baru menginjak usia dua pekan, tiba-tiba saja Naruto berkata bahwa wanita itu sebetulnya tidak menyukai Sasuke dan menerima Sasuke sebagai kekasihnya pun tak lebih dari sekadar rasa penasaran karena ingin tahu saja bagaimana rasanya memiliki kekasih, sebab ia pun baru pertama kali dekat dengan seorang pria.

Namun, Sasuke tak rela jika harus ditinggal pergi begitu saja. Ia menyukai Naruto sejak SMA dan bisa memiliki wanita itu adalah sebuah keberuntungan baginya. Dengan percaya diri, Sasuke berkata pada Naruto bahwa ia tak mau mengakhiri hubungan mereka karena ia yakin bahwa dirinya bisa membuat Naruto mencintainya dan bahagia bersamanya.

Benar saja. Seiring berjalannya waktu, Naruto mulai menyukai pria itu dan perasaannya kian dalam membuat hatinya benar-benar jatuh pada Uchiha Sasuke hingga detik ini.

Hubungan mereka memang terasa sangat membahagiakan. Membuat siapa pun merasa iri bila melihatnya, terlebih pada sikap hangat Sasuke kepada Naruto yang begitu menampakkan kasih sayangnya. Ya, awalnya semua terasa indah sebelum wanita itu datang, merusak segalanya.

Naruto menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya secara perlahan. Ingatan tentang perjuangan mereka untuk bisa bersama membuat Naruto sedikit mengurungkan niat yang hendak melepas hatinya dari genggaman Sasuke.

"Kumohon. Tetaplah bersamaku." Sasuke kembali berucap dengan suara paraunya yang sarat akan perasaan cemas. "Jika kau lepas dariku, akan ada wanita yang bahagia atas kepergianmu."

Naruto tertegun untuk kesekian kali. Apa yang baru saja dikatakan oleh Sasuke ada benarnya. Sakura pasti akan merasa menang jika dirinya melepas Sasuke. Tapi ...

Apa yang akan kudapatkan jika aku terus bertahan denganmu, Sasuke?

Pada akhirnya aku akan tetap menjadi orang ketiga, bukan?

Bertahan atau tidak. Mengalah atau tidak. Pada akhirnya tetap saja Sakura yang menjadi istrimu. Bukan aku.

"Nar!"

Naruto tersentak ketika Sasuke melepas pelukan dan sedikit mengguncang tubuhnya.

"Kau tidak mendengarkanku?"

"A-aku dengar." Bibir Naruto mengukir senyuman tipis yang sedikit canggung. "Maaf. Maaf karena aku sempat berpikir untuk meninggalkanmu."

Satu tangan Naruto membelai rahang tegas Sasuke yang terpahat sempurna. Dan Sasuke segera menyentuhnya, kemudian membawa jemari kecil itu untuk ia kecup.

"Kau masih mencintaiku, 'kan?"

Pertanyaan dengan suara lirih dan tatapan penuh harap itu membuat hati Naruto semakin dilema. Di satu sisi ia masih sangat mencintai Sasuke. Tapi, di sisi lain ia juga tak sanggup jika harus terus bertahan dalam posisinya yang terkesan telah menjadi benalu dalam rumah tangga orang lain.

"Tentu saja." Naruto menjawab penuh keyakinan karena memang benar begitu adanya.

Meski Naruto menjawab dengan tegas dan Sasuke memang tahu bahwa Naruto masih mencintainya, tetapi ada perasaan lain yang mengganjal di hati Sasuke. Pria itu masih dilingkupi oleh rasa takut akan kehilangan.

"Jangan pernah lagi berpikir untuk meninggalkanku." Suara Sasuke terdengar lebih berat dari biasanya. "Karena aku pun tak pernah berniat untuk melepaskanmu."

Ketulusan terpancar jelas dari manik hitam legam itu. Pandangan yang dulu tidak Naruto acuhkan, kini menjadi sangat Naruto sukai. Pandangan penuh cinta yang selalu Sasuke berikan padanya itu sering kali membuat hatinya menghangat.

"Hm, aku takkan mengulanginya lagi. Aku takkan pergi jika bukan kau yang memintanya."

Naruto berusaha memantapkan hati untuk tetap bertahan. Tanpa tahu akan terjadi sesuatu setelah ini. Sesuatu yang kembali menggoyahkan hatinya. Bahkan jauh lebih buruk dari apa yang dialaminya sekarang.

Enggan terlalu larut dalam keadaan sendu, Sasuke lantas mengajak Naruto untuk membahas hal lain seraya menyantap makanan yang dibawanya tadi.

"Sudah kenyang?" Sasuke terkekeh melihat Naruto yang menepuk perutnya beberapa kali kemudian bersendawa kecil setelah hampir menghabiskan semua makanan yang dibawa Sasuke tadi; onigiri, takoyaki, gyoza, dan ada beberapa camilan lain.

"Kenyang sekali." Naruto sendiri menjawab dengan wajah merona. Ia sungguh malu pada Sasuke yang menatapnya geli. "Maaf, Sasuke jadi hanya makan sedikit."

Sasuke menggeleng pelan seraya mengelus perut sang kekasih. "Tidak apa-apa. Aku hanya khawatir perutmu akan sakit jika makan terlalu banyak."

Meski perutnya sudah kenyang tapi Naruto masih merasa ada yang kurang. Ia bergerak menuju kulkas, menilik makanan apa saja yang tersedia di sana.

"Mencari apa?" Sasuke bertanya ketika melihat Naruto yang tampak mendesah kecewa.

"Makanan manis." Naruto mengembungkan pipinya kemudian berdecak kesal saat tak menemukan satu pun camilan manis di dalam kulkasnya.

Sasuke yang peka terhadap keinginan wanitanya segera menarik tubuh Naruto untuk mengikuti langkahnya, keluar rumah dan memasuki mobil.

"Kita mau ke mana?" Naruto menatap bingung saat Sasuke memasangkan seatbelt bagiannya.

"Membeli camilan. Kau butuh cuci mulut dengan makanan manis, bukan?"

Wajah Naruto berseri dengan tatapan berbinar. Ia refleks mencium sebelah pipi Sasuke yang mulai fokus menyetir. "Terima kasih."

Sasuke tersenyum penuh kelegaan karena Naruto mulai terlihat ceria lagi. Ah, seandainya saja wanita itu bisa terus bahagia seperti ini. Tapi sayang sekali, kondisi hubungannya yang rumit memang terkadang membuat Naruto tak jarang bersedih dan menangis.

Sesampainya di mini market, Sasuke menahan Naruto yang hendak turun dari mobil. "Biar aku saja. Kau tunggu di sini."

Kedua alis Naruto terangkat, bingung. "Kenapa? Aku 'kan ingin pilih makanannya."

"Aku sudah hafal makanan dan minuman manis kesukaanmu." Walau ucapannya itu memang benar bahwa ia sudah tahu semua daftar makanan dan minuman favorit sang kekasih, tapi Sasuke tak memberi jawaban dengan jujur. Bukan itu alasan melarang Naruto untuk ikut.

"Sasuke pasti takut aku memborong banyak makanan, ya?" Naruto menggenggam satu tangan Sasuke. "Biarkan aku ikut! Aku janji, aku tidak akan membeli terlalu banyak."

Melihat Sasuke yang menggelengkan kepala, Naruto mendesah pasrah. "Sasuke mulai merasa rugi ya mengeluarkan uang untukku?" Naruto bersandar lesu pada jok mobil. "Seandainya kau tidak melarangku bekerja mungkin aku akan punya uang sendiri. Aku tak akan menyusahkan--"

Ucapan Naruto terhenti kala sebuah jari telunjuk menempel di bibirnya. Melirik ke samping, Naruto mendapati sang pelaku yang mendengkus pelan.

"Dasar, cerewet." Sasuke menjauhkan jari telunjuknya kemudian mencubit ujung hidung wanita itu dengan gemas. "Bukan begitu. Aku tidak masalah kau membeli makanan sebanyak apa pun. Tapi ..."

Sasuke menggantung ucapannya kemudian menunjuk ke arah mini market yang ternyata dipenuhi oleh para pemuda yang sedang menongkrong, terduduk-duduk santai di kursi besi depan mini market. "... banyak buaya di sana. Aku tak mau kau menjadi pusat perhatian mereka," lanjutnya seraya memperhatikan penampilan Naruto yang sederhana namun pasti akan mengundang tatapan genit para pemuda itu, sebab saat ini Naruto hanya memakai kaos dengan celana kain yang panjangnya hanya mencapai paha. "Jika kau ikut, sama saja aku memberi bahan untuk mereka cuci mata."

Naruto hanya bergeming mendengar Sasuke yang terlihat takut dirinya dilirik oleh pria lain. Ketika Sasuke turun dan memasuki mini market pun Naruto tetap diam sampai akhirnya wanita itu melirik kaca spion atas demi menatap wajahnya sendiri.

"Sasuke selalu begitu. Padahal tidak ada yang istimewa dariku," gumamnya sembari menyamankan posisi duduk dan kembali bersandar pada jok.

Sepuluh menit berlalu. Sasuke masih tak kunjung kembali. Mini market di sana memang selalu ramai, sehingga butuh kesabaran ekstra untuk mengantri di kasir.

Karena Naruto tak memiliki aktivitas lain, ia hanya terdiam setengah melamun. Kedua matanya terasa berat. Entah mengapa akhir-akhir ini Naruto memang merasa tubuhnya mudah letih dan mudah mengantuk, padahal tak ada aktivitas berat yang dilakukannya. Setiap hari ia hanya membersihkan rumah, mencuci baju, memasak (jika sedang tak mau memesan di luar) dan merawat tanaman-tanaman kecil di halaman rumahnya. Itu saja. Tapi, mengapa tubuhnya seperti orang yang kurang istirahat?

Selain itu, Naruto juga merasakan ada perbedaan pada pola makannya. Ia menjadi lebih sering lapar dan selalu ingin camilan manis. Padahal, Naruto sangat anti jika terlalu banyak mengonsumsi makanan manis. Ia lebih suka rasa pedas. Sedang rasa manis adalah rasa favorit Sasuke, bukan dirinya.

Ketika Naruto memejamkan matanya beberapa menit untuk tertidur selama Sasuke belum kembali, tiba-tiba saja raut wajah Sakura yang menatap dengan penuh rasa tersakiti muncul membayangi, membuat napas Naruto tercekat dalam beberapa detik, terutama ketika ucapan Sakura yang kembali terngiang dalam pikirannya, seolah wanita itu tengah membisikannya secara langsung.

"Hatiku sakit ..."

"Di mana harga dirimu!? Kau rela menjadi wanita simpanan ... "

Naruto segera membuka kelopak matanya dengan cepat disertai napas memburu. Di saat ia berusaha kembali memantapkan hati untuk bertahan dengan Sasuke dan mengabaikan Sakura, mengapa bayangan itu harus muncul? Membuat hatinya menjadi sedikit takut dan resah.

Ah, Naruto tak sadar saja. Bahwa bayangan itu muncul karena sesungguhnya ia memang masih memikirkan perihal Sakura dan segala yang telah diucapkannya. Meski hatinya berusaha untuk menolak dan mengabaikan, tetapi logikanya tak demikian. Sehingga ia akan terus terganggu oleh beban dalam pikirannya sendiri dan hanya akan berakhir apabila ia melepas sumber utama yang membuatnya seperti itu.

"Kau kenapa?"

Tubuh Naruto sedikit berjengit saat mendengar suara Sasuke. Ia sangat larut dalam lamunan atas apa yang terjadi baru saja hingga tak dapat mendengar Sasuke yang membuka pintu mobil dan kembali duduk di sampingnya dengan membawa beberapa keresek putih berukuran besar yang berisi makanan dan minuman kesukaannya.

"Aku memanggilmu sejak tadi. Kau hanya diam." Sasuke memperhatikan Naruto terlebih dahulu sebelum menyalakan mesin mobilnya dan mulai menyetir dengan kecepatan standar. "Kau melamunkan apa lagi?"

Naruto ingin menceritakan apa yang sudah terjadi padanya, tetapi ia lebih takut akan kemarahan Sasuke. Ia takut Sasuke perlahan akan kesal jika dirinya terus-menerus membahas hal yang menyangkut tentang Sakura. Naruto tak mau jika suasana yang sudah membaik ini harus kembali rusak karena dirinya.

"Tidak. Aku tadi hanya sedikit mengantuk saja dan tertidur sebentar, kemudian aku terbangun karena bermimpi buruk."

Setelah mengucapkan itu, Naruto lantas meraih camilan dan mulai memakannya dengan tenang selama perjalanan pulang.

"Kau mau tidur lagi?" Sasuke bertanya ketika mereka sudah sampai di rumah.

Naruto hanya mengangguk pelan seraya berjalan memasuki kamar yang diikuti oleh Sasuke. Berbaring bersama pria itu dengan saling berpelukan.

Padahal Naruto lah yang ingin tidur, tapi justru Sasuke yang lebih cepat terbuai ke dalam mimpi. Sedang Naruto sendiri masih terjaga, memperhatikan Sasuke yang mulai mendengkur pelan.

"Kau pasti lelah," bisik Naruto, mengelus dahi Sasuke yang sedikit berkeringat. "Maaf, aku selalu merepotkanmu," lanjutnya sembari ikut memejamkan mata dan mulai terlelap. Namun, belum sampai sepuluh menit, bayangan Sakura yang menatapnya murka kembali muncul.

" ... wanita kesepian."

" ... kau merusak rumah tanggaku."

Napas Naruto tersengal-sengal. Sepasang safirnya menatap ke arah Sasuke dengan sedikit terbelalak.

Meski Naruto merasa gelisah akan apa yang sudah dialaminya. Tetapi, Naruto tak tega untuk membangunkan Sasuke. Ia hanya bangkit terduduk dan termenung dalam beberapa menit, menatap sebuah bingkai foto di atas nakas yang menjadi wadah potret dirinya dan Sasuke.

Atensi Naruto teralihkan pada ponsel Sasuke yang berbunyi pelan. Wanita itu meraih ponsel tersebut demi melihat notifikasi yang masuk di sana. Tapi, ternyata itu hanyalah notifikasi pesan dari operator yang menawarkan berbagai macam paket internet.

Ketika Naruto sudah menutup pesan tersebut, tanpa disengaja Naruto menyentuh bagian pesan lain dengan kontak yang bernama 'My Mom'.

Awalnya Naruto tak mau membaca pesan teks itu karena ia merasa tidak sopan jika harus membaca pesan-pesan Sasuke dengan keluarganya. Tetapi, dalam sekilas Naruto dapat melihat ada nama dirinya di dalam pesan yang Mikoto kirimkan kepada Sasuke sehingga ia pun mau tak mau memilih untuk membacanya.

Pesan itu dikirim dua jam yang lalu namun tak ada teks balasan dari Sasuke. Sepertinya pria itu hanya membacanya saja.

Tubuh Naruto menegang disertai pandangan tak percaya karena ternyata Mikoto juga menginginkan Sasuke untuk berpisah dengan dirinya.

Hati Naruto begitu sakit dan perih. Lukanya jauh lebih buruk dari yang disebabkan oleh Sakura. Pasalnya, wanita yang dulu selalu menyambutnya dengan hangat kini justru menginginkan hubungan sang anak dan dirinya agar segera berakhir.

Naruto dapat merasakan matanya yang mulai memanas. Air matanya membendung dalam beberapa detik sebelum pecah dan terjatuh bebas menuruni kedua pipinya.

Walau kenyataan itu telah melukiskan luka baru di dalam hatinya. Tetapi, Naruto sama sekali tidak membenci Mikoto. Sungguh tidak. Karena Naruto sadar akan posisinya yang memang secara tak langsung telah menjadi orang asing.

Kenapa ini harus terjadi padaku?

Tak ada isakkan. Tak ada jeritan. Tetapi, air matanya terus mengalir tak tertahankan.

Naruto melirik Sasuke yang masih terlelap damai. Satu tangannya bergerak untuk meraih jemari Sasuke dan menggenggamnya lembut.

Kenapa harus aku yang pergi darimu?

Bukankah aku yang lebih dulu memilikimu?

Sekarang Naruto mengerti.

Seseorang yang kupikir adalah milikku. Ternyata bukan benar-benar milikku. Aku memang memiliki hatinya, cintanya, tubuhnya. Tapi, aku tidak memiliki jalan hidupnya.

.
.
.

TBC

——————

MAAF chapter ini lebih pendek dari chapter-chapter sebelumnya. Udah beberapa hari ke belakang saya kurang enak badan, susah mau ngetik kayak biasa. Tapi, walaupun pendek lumayanlah ya buat nemenin Minggu malam ini untuk kalian yang #dirumahaja. Hehehe. ^^

Oh ya, PDF dari cerita saya yang berjudul "The Most Beautiful Present" sudah bisa dibeli lagi. Info lengkap silakan cek langsung ke halaman ceritanya. Ada diskon untuk setiap followers.

19/04/20

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro