Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

62 • Gemintang Semakin Menarik Rembulan Di Sebelahnya

"Cepet, isep rokoknya!"

"Tau, gimana sih?"

"Laki bukan, sih, lu?"

Hingar-bingar itu, Gemintang muak melihatnya--melihat teman-temannya mengerjai anak orang lain--teman mereka sendiri. Dia bahkan sudah letih dengan hidupnya, mengapa mereka tidak bisa hidup dengan nyaman tanpa melukai siapapun?!

Rangga, Nata dan Mario. Memang yang paling dekat dengannya adalah Mario, tapi bukan berarti dua orang yang lain bukan sahabatnya meski rasanya kata sahabat sudah cukup jauh tertinggal di belakang.

Matahari memanasi pikiran Gemintang, tawa riang anak sekolah saat jam pulang sudah tidak terdengar, dia datang mengambil rokok yang Rangga sodorkan paksa pada laki-laki yang mereka anggap lemah, membuat mereka semua terdiam karena ulah Gemintang yang lagi-lagi membuat kesal hati dan pikiran.

"Maksud lo apa, Tang?!" Rangga menusuk tajam mata itu. "Mau gua pukulin lagi?"

"Cukup!" Gemintang balik menusuk matanya dengan pedang tertajam yang ia punya.

Dia tertawa. Mengejek. Mendengkus.

"Pergi, lo!" suruh Gemintang pada si laki-laki yang selalu ia kerjai bersama Rangga. "Lo enggak muak apa kayak gini terus?" tanyanya. Mencoba berkompromi.

"Kenapa, Tang? Lo udah capek, 'kan sama kita?" tanya Rangga. "Lo udah enggak bisa solid lagi 'kan sama kita? Jadi mending pergi dari hadapan kita semua, bisa?

"Lagipula, bukannya lo dulu paling seneng saat ngerjain orang lemah kayak gini?"

"Kayaknya dia bakal nonjokin lu, Rang!" ejek Nata, mengingat saat mereka semua Gemintang pukuli ketika menghina Bulan--membuat pertemanan mereka renggang begitu saja.

"Mana berani? Pacarnya 'kan udah janji kalau Gemintang buat ulah lagi, pacarnya bakal keluar dari sekolah!"

"Hah? Siapa, Rang? Bulan atau Shania?"

"Bukan mereka. Tapi Ibu Dini! Kata mamah gua sih, gitu."

"Keren juga lo, Tang. Pacaran sama ibu-ibu. Guru lagi! Sehari dapet berapa?!" tanyanya mengejek sambil tertawa. "Eh, tapi Ibu Dini oke juga sih badannya."

"Maklum guru muda. Guru olahraga lagi."

Nata tertawa.

Satu peluru. "Enak, nggak, Tang, rasanya?!" Berpikiran kotor.

Gemintang yang mendengar itu, mencengkram erat kerah Rangga, menatap matanya penuh amarah. Menghina gurunya--orang yang ia juga sayang sama saja menghina Gemintang. Dia harus tahu itu!

"Sekali lagi lo ngomong kayak tadi, gua robek mulut lo!" ancamnya.

Rangga tidak takut, ia balik melawan, menepuk tangan yang mencengkram kerah bajunya, menatapnya balik. "Apa?! Lo mau nonjok gua?!" Matahari membuat keringat. "Tonjok!" tantangnya.

Gemintang muak mendengar suara sahabatnya yang satu ini. Dia mengepalkan tangannya kuat, mau mencoba memukul sekali lagi orang di depannya, namun saat tangan itu mau mencapai pipinya, Gemintang sadar. Dia teringat akan Rangga yang selalu tertawa bersamanya, Nata yang selalu curang ketika bermain bersamanya, dan Mario yang selalu manja seperti pacar sungguhan Gemintang tengah diam tanpa melakukan apapun sedari tadi membuat Gemintang tidak meneruskan pukulannya itu.

Ia ingat janjinya pada Ibu Dini agar tidak membuat ulah lagi supaya Ibu Dini tidak merasa gagal membela manusia tolol seperti Gemintang, dia berjanji pada Bulan agar tidak berkelahi lagi supaya gadis bodoh itu tidak perlu mengobati dirinya yang terluka, Gemintang tidak mau menyusahkan kakaknya juga--orang yang paling ia benci, dan satu orang yang tidak ingin dia lihat menangis lagi--Bunda di setiap malamnya.

Gemintang diam, melemaskan lagi kepalan tangan.

Rangga terkekeh, kata-katanya benar. Kini dia menang. "Kalo begitu gua aja yang seneng-seneng!"

Pukulan itu melesat jauh, seperti roket--mendarat di bintang-bintang.

...

"Begini aja, nih?" Menyedihkan. Bahkan seekor lalat di pantat gajah pun tidak sesedih ini.

Tonjokan itu kembali mengenai perutnya, kali ini Nata--sahabatnya yang lain. Gemintang hanya mengaduh kesakitan tanpa suara agar tidak semenyedihkan yang mereka pikir. Agar mereka tidak berpikir, bahwa mereka pemenangnya.

Nata menendang Gemintang di perut, membuat pemuda itu tergeletak di tanah sambil tertawa. Menertawai teman-teman tololnya.

Laki-laki itu mengelap bibirnya, ia perhatikan tangan yang basah akan darah dari bibir. Sakit, namun Gemintang kuat. Dia tidak boleh lemah, dia hanya mesti menahan ini sebentar saja.

Dia bangkit lagi, tertawa lagi. Terlihat begitu menyedihkan di hatinya, namun lawannya tidak bisa melihat betapa menyedihkannya Gemintang karena ia bintang terang. Gemintang bukan bintang terujung yang tidak bersinar.

Gemintang terus tertawa meski tergeletak di tanah.

"GILA!" Hardiknya. "JANGAN NANTANGIN GUA!"

Rangga menarik lengan laki-laki yang Gemintang tolong dari mereka semua untuk tidak menghisap rokok. "TENDANG DIA!"

Laki-laki itu diam saja, tidak mau tentunya.

"CEPET!" katanya. "Lo nggak mau gue gangguin seumur hidup lo, 'kan?"

Mau tidak mau, laki-laki itu menendang Gemintang juga. Tepat di perutnya--pelan.

"YANG KERAS!"

Lagi. Tendangan itu lagi. Seperti bermain bola, Gemintang meringis. Kotor, debu dan keringat membasahi luka--mencampurkannya dengan darah yang mengalir. Perih, tidak tertahankan.

Gemintang masih bisa bertahan, ini demi orang-orang yang ia sayang. Dia menangis di hatinya yang terdalam. Meski dia sadar, hatinya terlalu kecil untuk berada di sana.

Pemuda itu tertawa terus, tidak berhenti. "Berengsek."

Rangga terlihat frustasi. Dia berteriak, menyuruh Mario menghajarnya--pacar kesayangan Gemintang--yang sedari tadi diam saja menyaksikan tanpa berbuat apa-apa.

"YO! SEKARANG GANTIAN LO!"

Mario? Mengapa tidak Bajingan satu ini saja yang memukul Gemintang? Mengapa dia mesti mengotori tangan sahabat yang paling ia cintai itu?! Mengapa dia terus-menerus merasa dirinya penguasa di sini?!

"Lo cupu, Rang."

"Lo ngomong apa?"

"Lo penakut!"

"Gue apa?"

"Lo Bangsat, Rang," bisiknya.

"Lo harusnya sadar, Tang. Ada yang namanya hierarki di pertemanan antar laki-laki."

"Hierarki?"

"Coba aja lo nggak nonjok sahabat lo sendiri demi si lacur itu, gua enggak bakal kayak gini, Tang!"

Gemintang bangkit. "Jadi gue hancurin harga diri lo? Hierarki lo? Emangnya lo siapa? Lo rajanya?" Dia meludahi Rangga--di wajah. Gemintang tertawa.

"Anjing!" umpatnya. dia meninju Gemintang lagi--berteriak. "MARIO SEKARANG GILIRAN LO!"

Mario masih diam saja, tidak mengerti. Nata mendorongnya maju ke arah Gemintang.

Rangga berjalan ke arah Mario, menarik kerah bajunya. Marah. "Lo mau gue aduin ayah gue buat pecat ibu lo yang miskin itu?" Senyumnya pada Mario.

Mario mencengkram balik kerah baju Rangga. Menatap mata itu, tanpa kata--seperti berkata bahwa jangan usik ibunya.

Maka Mario berjalan sendiri ke arah Gemintang, menatap penuh kesedihan sahabat terbaiknya itu. Gemintang bisa lihat matanya yang memerah, air mata yang menetes perlahan dari matanya--Gemintang terkekeh. "Bisa nangis juga lu?"

Tetapi Mario tidak berkata apapun. Dia hanya menatap Gemintang, kemudian meminta maaf tanpa suara.

Gemintang tersenyum. Memasang badannya agar dipukuli Mario, agar Bundanya Mario tidak berurusan dengan ini. Gemintang berkata tidak apa-apa.

Mario menerjangnya, memukuli Gemintang penuh emosi yang Gemintang sendiri tidak mengerti, mengapa. Tapi melihat Mario menangis, itu membuat hati Gemintang patah kali itu juga. Ia ikut menangis sama seperti Mario. Betapa cengengnya para laki-laki ini! Gemintang menahan air mata itu dengan tawanya. Tawa menyakitkannya.

Sementara Rangga Dan Nata tertawa bersama-sama menyaksikan, hingga ikut kembali merusak tubuh Gemintang.

Panas matahari menyengati tubuh, membuat keringat terasa begitu pedih mengenai luka yang tidak kunjung mengering di wajahnya, hati laki-laki itu lebih sakit.

Namun ada setetes air yang menyejukkan, ada seliter air yang menyiraminya dengan damai meski bau busuknya bukan main.

Tapi Gemintang suka, itu dari perempuan tolol yang membuat hatinya bertiup akhir-akhir ini.

Mereka semua berhenti memukuli Gemintang. Fokus mereka teralihkan pada pahlawan wanita baru dengan senjata air bekas pel lantai, ember kotor, dan gagang pel yang berat.

Dia terlihat keren, sangat. Membuat Gemintang tersenyum meniup di ginjalnya yang basah.

"CEWEK GILA!"

"SIAPA YANG GILA?!" Bulan menyerang penjahat itu--mengayunkan gagang pel itu pada mereka. Mencoba membela Gemintang. Melindungi Gemintang bagaimanapun caranya.

Gemintang tertawa.

...

a.n

Percaya, enggak percaya. Penulisnya sendiri pernah ada di posisi Gemintang, bedanya enggak sampai ditonjokin, kok! Hahaha.

Kalian ada yang mau nonjokin tokoh-tokoh disini? Apa semua tokohnya mau ditonjokin? Apa penulisnya aja yang ditonjokin?!

Salam,

Serilaga Yang Tidak Kamu Tahu

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro