Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

51 • Samudra Yang Airnya Tidak Terlalu Dalam

Mobil hitam yang selalu ia kenali itu ada di halaman depan rumahnya. Ayah sudah pulang tidak seperti biasa-biasanya. Mengapa dia pulang?--Ke rumah.

Matahari masih bewarna oranye saat Samudra berada di dalam mobil milik kekasihnya. Perih, luka lebam dengan darah kering itu masih tercetak jelas di wajahnya. Apa yang akan dia katakan pada Bunda dan Ayah? Apa ia harus berkata kalau ia berkelahi dengan Gemintang--bocah tolol itu?

"Aku duluan, Ya." Samudra pamit pada Aya. Dia berjalan keluar dari mobil dan memakai tasnya di punggung. Namun ternyata rasa sakit di bahunya masih terasa hingga sekarang. Maka Samudra meringis.

Cahaya keluar juga dari mobil, mengambil tas berat yang pacarnya kenakan dan kemudian membawakannya untuk Samudra.

"Aku bisa, Ya."

Aya membantah. "Jelas kamu nggak bisa. Orang tas seberat ini," katanya. "Kamu bawa bom ke sekolah?"

Tidak bisa berkata apa-apa, Samudra hanya tertawa mendengarnya. Dan berkata untuk mencegah terjadinya nyala api dalam keluarganya semakin membesar. "Terimakasih, Ya."

Cahaya mengangguk--bergumam. "Iya."

"Jangan bilang ke Ayah aku kalau aku habis berantem sama Gemintang, ya, Ya."

"Kenapa?"

"Enggak apa-apa." Samudra tersenyum.

"Kamu takut ayah kamu makin benci sama saudara kamu sendiri? Gemintang?"

...

Laki-laki paruh baya di hadapannya membersihkan sisa kotoran, darah, dan luka-luka yang ada. Dia membersihkan dengan telaten, melihat matanya yang ikut bekerja dengan penuh kasih sayang, meski rasanya muak kala ia mengingat semua hal yang membuat hidup di rumah ini terasa menyedihkan karenanya. Bukan! Bukan hanya karena dia. Tetapi karena semua orang yang ada di rumah ini. Samudra muak pada Ayah, pada Gemintang, pada Bunda, terlebih pada dirinya sendiri. Rasanya seperti mau muntah.

"Ini betul bukan karena Gemintang?"

Samudra lelah menjawabnya. "Bukan," katanya. "Lagipula kita aja enggak pernah saling bertatapan, Yah."

"Kalau begitu, kenapa dia enggak pulang-pulang? Dia selalu kabur dari rumah, dan kamu selalu pulang bareng dia. Tapi kenapa anak kecil itu batu sekali kepalanya sekarang?"

Samudra mengernyit. Mengapa Ayah bertanya alasannya bahwa dia sendiri tahu apa alasannya?! Remaja laki-laki itu tidak pernah tahu apa yang ada di benak orang lain, bahkan keluarganya sendiri. Samudra tidak menjawab, ia hanya bisa merasakan sakit di sekujur tubuhnya, namun dibandingkan hatinya--jelas semua orang tahu mana yang lebih terluka.

"Ayah bakal bikin perhitungan sama orang yang udah nonjokin muka kamu sampai kayak begini. Yang namanya Samudra enggak mungkin cari masalah, 'kan?" katanya--membela.

Dia menggelengkan kepalanya. Berkata tidak perlu. Tidak mau Ayah tahu apa kebenarannya. Kebenaran bahwa dia berkelahi dengan Gemintang sampai terluka, Bunda yang tidak bisa berdiri sendiri pada pendiriannya, memiliki Ayah pecundang dengan semua tingkahnya, dirinya sendiri yang selalu tidak bisa melakukan apapun, dan keluarganya yang sudah berantakan.

Bahu Samudra ditepuk oleh ayahnya. "dua hari lagi ujian tengah semester, kamu harus banyak belajar mulai sekarang, oke?" katanya. "Buat Ayah bangga, Samudra."

Kemudian ia melihat Bunda datang membawakan sayur bening isi jagung kesukaannya. Setelah ujian tengah semester semuanya akan menjadi lebih sulit lagi. Kasus Gemintang yang memukuli sahabat-sahabatnya, hanya Bunda yang bisa. Poin bocah yang satu itu sudah terlalu banyak, apa yang terjadi jika sampai ia dikeluarkan saat kelas terakhir di sekolah?

Samudra tidak ingin itu semua terjadi. Dia sayang Gemintang, meski pikirannya selalu membohongi perasaannya untuk tidak peduli pada bocah bodoh itu.

...

"Ini."

Perempuan di hadapannya memberikan sekotak susu stroberi. Samudra menerima minuman itu di depan sekolah setelah ujian tengah semester--setelah jam pulang--semua orang pulang.

Ia tersenyum. "Terimakasih."

Dia mengangguk.

Samudra meminum susu kotak rasa stroberi itu. Meminumnya dengan tersenyum sambil memperhatikan remaja perempuan di depannya. Manis. "Kenapa susu stroberi?"

Dia tidak menjawab pertanyaan Samudra. Perempuan itu hanya menunduk, sesekali melihat wajah laki-laki di depannya. Ia menghela napas.

"Aku masih suka sama kamu."

Samudra tersedak--batuk.

"Kamu enggak apa-apa?"

Samudra memajukan tangannya. Memberi isyarat, mengiyakan bahwa dirinya tidak apa-apa.

"Aku enggak berharap apa-apa dari kamu, Dra sebetulnya. Tapi aku pikir aku harus bilang ini sama kamu sekali lagi," katanya. Keringat mulai keluar dari matanya. "Aku harus jadi lebih baik, supaya bisa bicara sama kamu. Kamu tahu? Kamu itu bintang yang enggak akan bisa orang kayak aku dapetin kecuali aku juga jadi bintang itu sendiri.

"Aku olahraga demi kamu, aku jaga muka aku demi kamu, aku belajar dengan baik demi kamu." Dia menghapus air matanya di pipi. "Aku suka sama kamu."

Samudra tidak bisa berkata apa-apa kala ia melihat Cahaya memperhatikan sedari tadi sembari memegang sekotak susu bewarna cokelat. Ia meremasnya, membuat kotak susu itu bocor.

Ia berjalan mendekat ke arah Samudra dan perempuan di hadapannya. Mengenggam sekotak susu cokelat bocor di genggamannya.

...

a.n

Saya paling enggak bisa emang bikin adegan keluarga dari dulu. Tapi kenapa kalian suka ya sama konflik keluarga disini?

Dan kemampuan bernarasi saya sekarang kacau banget. Serius. Apa karena sekarang lebih suka nonton film dibanding baca buku, ya?

Oh iya, apa harapan kalian dengan cerita ini?

Kalau harapan saya bisa selesai di bab 70 dan update dua kali seminggu kayak dulu XD

Salam,

Laki-Laki Yang Tidak Pengertian

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro