Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

45 • Samudra Cuman Butuh Nelayan

"Samudra...." panggil perempuan di hadapannya.

Akan tetapi yang dipanggil tidak menjawab, dia hanya tetap mencabut rumput liar di halaman belakang sekolah--hukuman bersih-bersih--bersama Cahaya dan yang lainnya.

"Aduh, tangan gue yang mulus jadi keker lama-lama kalau gini caranya," keluh Audrey.

Mario menimpali. "Ini kenapa rumputnya banyak banget, sih?!"

"Aduh, capek ... panas...."

"Kalian istirahat dulu kalau capek, biar gue yang selesaiin," bilang Samudra.

"Beneran, Dra?"

"Iya."

Audrey, Mario dan Jesika bersorak. Jelas Samudra memperbolehkan, sebagai ketua kelas dan siswa terpercaya, Ibu Dini percaya Samudra bisa mengawasi mereka--meskipun dia sendiri juga terkena hukuman asalkan rumput liar di belakang sekolah sudah menghilang sebelum jam sepuluh pagi ini. Tapi Samudra tahu ini sepenuhnya salah Samudra karena tidak bisa menjaga kelasnya, maka seharusnya dialah yang terkena hukuman paling berat, Samudra terlalu luas lautnya, Samudra kebingungan dengan suara hatinya.

"Untung yang ngawasin kita Samudra bukan Bu Dini."

"Terimakasih, Bapak Ketua."

"Kayak namanya, hati Bapak memang seluas samudra."

"Kita ke kantin boleh, 'kan? Mau minum. Haus," katanya.

Samudra yang masih berjongkok sembari mencabut rumput mengiyakan. Mengusir mereka pergi dengan tangannya. "Hush-hush." Ini yang namanya diberi hati minta ginjal untuk sekalian dijual agar dapat membeli tiket bioskop.

Kemudian mereka pergi meninggalkan Samudra dengan hukumannya. Pemuda itu mengembuskan napas berat. Hingga dia menemukan kekasihnya masih mencabuti rumput bukannya ikut pergi untuk beristirahat.

"Kamu kenapa enggak ikut mereka? Sana istirahat, biar aku yang selesaiin."

"Harusnya kamu enggak ngebiarin diri kamu yang ngerjain hukuman ini sendiri dan biarin mereka bebas kayak burung. Mereka yang mulai semuanya duluan, kok jadi kamu yang nanggung sendiri?" katanya. "Ini kalau enggak kelar sampai jam sepuluh nanti, kita bakal dapet hukuman lebih loh, Dra. Kamu tahu 'kan?"

"Tau."

"Kenapa? Jangan bilang karena kamu ketua kelas makanya kamu pikir ini semua tanggungjawab kamu?"

Samudra tidak membalas, sudah berapa lama Samudra ada di hati Cahaya sampai gadis itu hapal jalan pikiran Samudra yang tolol ini? Samudra mengalihkan dengan terus mencabut rumput di sana.

"Jadi semua tanggungjawab kamu? Karena ketua kelas, kamu pikir kamu bertanggungjawab atas kelakuan biadab anak kelasan? Sebagai abang, kamu bertanggungjawab atas adik kamu yang urak-urakan itu--Gemintang yang selalu bikin mamah kamu tambah nangis tiap malam karena dia yang selalu berantem?

"Dan jadi anak pertama, kamu pikir kamu harus bertanggungjawab atas keluarga kamu yang mau hancur karena ayah kamu sendiri mencari keluarga baru dan tetap bersama mamah kamu yang nelantarin anak-anaknya karena cinta mati sama suaminya sampai bahkan kamu yang jadi ibu rumah tangga di rumah gantiin mamah kamu yang nangis setiap hari? Aku boleh ketawa, nggak?" Aya kesal, dia melempar rumput yang ia cabut. "Oke, kamu marah sama mereka dan bilang sesuatu supaya mereka mengerti, tapi setelah itu apa? Kamu bikin mereka seolah-olah itu cuman kesalahan kecil dan kemudian kamu bikin diri kamu jadi bintang utama atas semua kesalahan! Aku benci itu, Dra, serius!"

"Kamu sendiri kenapa malah berantem? Memangnya bagus?! Udah berapa kali, Ya, kamu kayak gitu?" Samudra tiba-tiba emosi. "Masalah enggak bakal selesai kalau kamu pakai kekerasan."

"SAMUDRA!"

"AYA!" bentaknya. "Satu hal, Ya, aku cerita tentang keluarga aku ke kamu karena aku cuman mau ada yang dengar cerita aku bukannya menilai dan bikin aku jadi karakter bodoh dan jahat di cerita aku sendiri, kamu tau?" Samudra berdiri, air matanya ingin jatuh, namun ia menahannya dengan menatap awan di atasnya. "Aku cuman mau kamu tetap di sebelah aku, Aya."

"Samudra...." panggil perempuan itu lembut penuh penyesalan. "Maaf," katanya. "Tapi itu semua aku lakuin demi kamu, Dra, aku jambak Shania karena dia fitnah kamu, aku enggak suka itu. Dan aku enggak akan bahas keluarga kamu lagi, oke? Aku janji." Dia mengusap air mata yang ternyata lolos hinggap di pipi Samudra.

Samudra menepiskan jari-jari itu dari pipinya. Tidak ingin dia mengetahui bahwa Samudra mengeluarkan keringat dari matanya meski sudah ketahuan sedari tadi.

"Bayi gede siapa ini yang nangis? Ibunya kemana sih? Kamu laper? Aku 'kan belom melahirkan, mana bisa aku kasih susu?"

Samudra terkekeh. Apa maksudnya coba?

"Nah, gitu dong ketawa. Aku suka ketawa kamu, Dra," katanya.

"Kamu istirahat, gih, kamu pasti capek daritadi."

"Enggak! Orang aku mau bantuin pacar aku jalanin hukumannya." Kemudian dia berjongkok lagi di halaman, mencabuti rumput-rumput yang tumbuh subur di sana.

"Siapa emangnya?"

"Ada deh," jawabnya. "Ganteng."

Samudra tertawa tipis lagi. Memperhatikan cinta pertamanya sejak lama. Cahaya masih sama, dia manja dan agresif dengan Samudra, itu yang buat Samudra suka Cahaya, benar atau tidaknya.

"Aku beli minum dulu buat kamu. Jangan kemana-mana, ya?"

Cahaya mengangguk, tersenyum dengan manis.

...

Pemuda itu membawa dua botol air mineral di genggaman tangannya, satu untuk sang kekasih dan satu lagi untuk dirinya sendiri. Namun saat ia berjalan menyusuri lingkungan sekolah, ia menemukan sang adik berdiri membekap hidungnya dengan dasi.

"Kenapa?! Nggak pernah lihat orang mimisan?!" Gemintang melotot, tanda tidak menyukai tatapan Samudra padanya.

Samudra yang dipelototi oleh tatapan setan itu bukannya menghindar, ia malah mendekat dan menempelkan tangannya di jidat Gemintang--mengecek suhu tubuhnya--karena Gemintang terlihat pucat dari biasanya.

"Nggak usah pegang! Gue nggak sakit!" katanya. Dia menepis kasar tangan Samudra di dahinya.

"Aish, Bajingan yang satu ini...," umpatnya. "Udah selesai berantemnya? Enak?"

"Kita sama-sama Bajingan, lo tahu itu, Dra!"

Samudra terkekeh. Dia tahu, jelas, dia Bajingan, bagaimana bisa Samudra hidup seperti ini? Memperhatikan Gemintang. Anak itu memang tidak pernah berubah, dia masih sama. Maka Samudra menyodorkan salah satu botol minuman yang ia beli untuk Aya dan dirinya. Dia pasti haus setelah melakukan hukuman menyapu lapangan sekolah, Gemintang selalu minum banyak sejak kecil kala ia kelelahan.

"Minum, jangan dibuang."

Gemintang melihat tangan Samudra yang memberikan botol air itu, dia tertawa--Gemintang. Dia menangkis botol itu sampai terlempar dari genggaman Samudra--terjatuh dan menggelinding jauh--masuk ke dalam parit tanpa genangan air. Samudra tidak pernah mengerti jalan pikiran Gemintang.

"Nggak usah sok peduli," katanya. "Pergi!"

Samudra tersenyum. Ah, ini sih biasa bagi Samudra, dia hanya perlu mengambil botol air itu lagi. Adiknya memang seperti ini, seorang kakak harus mengerti, bukan? Adiknya hanya marah. Iya.

Hingga akhirnya Samudra mengambil botol itu yang terjatuh di parit sekolah yang mengering, merunduk untuk mengambilnya. Kemudian kembali berjalan pada Gemintang--berjalan ke arah watafel di dekatnya--mencuci botol itu meskipun tidak kotor sama sekali, kemudian menaruhnya di atas wastafel.

"Gue taroh sini, diminum," katanya. Dia menunjukkan air mineral kemasan yang satu lagi. "Gue nggak bisa kasih yang ini, ini punya Cahaya, lu tahu 'kan?"

Samudra pergi. Berjalan meninggalkan Gemintang, namun kemudian dia berhenti. Mengatakan sesuatu lagi. "Jangan lupa pulang," jedanya. "Lo bisa denger ada yang kangen sama lo."

...

"Nih." Samudra memberikan air mineral itu pada kekasihnya yang masih berjongkok mencabut rumput.

"Makasih." Dia membuka dan meminumnya. "Ahhhh ... seger."

Samudra tersenyum. Kemudian kembali mengerjakan hukumannya.

"Kamu cuman beli satu?"

"Enggak."

"Beli dua?"

Samudra mengangguk.

"Yang satu lagi?"

"Udah aku minum di jalan," tawanya kemudian.

...

a.n

Kenapa ya saya lebih suka nulis partnya Gemintang sama Samudra? :"(

Terus ada angin apa tiba-tiba update bukan di malem minggu? Hahaha.

Terimakasih yang masih setia baca. Saya sayang kalian. Banget. Kalau ketemu boleh dicium enggak?

Salam,

Pemuda Yang Cuman Mau Dipedulikan

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro